Pulang.

Pikiran Rakyat
o Senin o Selasa
123
17

18

OJan

19
OPeb

20

@

21

OApr

.Mar


OMei

OJun

OJul

0 Ags OSep

Pulang
Oleh MIRANDA RISANG AYU

B

ERAPA orang perempuan,
hari-hari ini, yang bisa duduk
di teras rumahnya, menyerap
hangat matahari sore, memotret kuning lembayung senja di pucuk-pucuk
daun pohon angsana, anggrek atau
kemuning yang telah ditanamnya, lantas menjahit kain-kain perea buat sarung banta!, seprai, dan selimut

orang-orang yang dekat di hatinya.
Duduk. Tanpa kecemasan esok hari
akan makan apa. Tanpa ketakutan kemarin barn didesak atau menelikungi
siapa. Hanya duduk saja. Merangkum
waktu dalam benaknya. Menyemai senyum atas kesyukUran
yang tiba-tiba terbit begitu saja.
Berapa orang anak manusia, di hari-hari sibuk sesak ingar-bingar begini, yang masih bisa dud uk di bawah pohon asam di tengah kota. Hanya untuk duduk. Mensyukuri setiap tarikan napas
yang temyata tidak teljadi begitu saja. Menjemihkan pikiran hanya dengan melihat air kolam yang bening. Dan menemukan salam paling tulus bagi sekelilingnya hanya karena tersapu kelopak-kelopak bunga oleh matanya.
Setiap kali menyapu kamar anak-anak saya, saya suka membersihkan debu dari lukisan yang dibuat oleh putri saya. Lukisan
itu sederhana. Hanya tentang sebuah rumah mungil di pinggir
danau. Rumah itu terletak di hamparan rumput. Tak bergarasi
mobil tidak pula berpagar. Sendirian. Tetapi ia teduh dilingkungi
pepohoJ;lan rimbun dan biru gunung di belakangnya. Rumah itu
temaram di bawah langit birugelap yang menghantarkan kelapkelip bintang yang bersinar pada puncak kecantikannya. Rumah
yang, hanya dengan membayangkannya, sudah bisa membuat
tarikan napas menjadi jauh lebih panjang.
Penghuni,rumah itu mungkin adalah manusia-manusia bersa- saja menemukannya.
haja seperti manusia-manusia dalam film seri Keluarga Cemara
karya Arswendo Atmowiloto. Atau keluarga dalam novel Laura
Ingalls ~ilder yang kemudian diangkat menjadi film seri lawas

Rumah Keeil di Padang Rumput, yang menceritakan keseharian
sebuah keluarga kulit putih penjelajah pertama benua Amerika.
Dalam novel-novelnya, Laura menceritakan kisah keluarganya
membuka benua asing bukan sebagai sebuah peljuangan heroik
yang penuh ketergesaan, kecemasan, pekik kemenangan, apalagi
perkelahian dan pertumpahan darah, tetapi sebagai sebuah ke.El~tian Redalanan hidup. sehari-hari y~g bermakna.

Kliping
-----

OOkt

ONov

ODes

Laura menghabiskan satu bab hanya untuK menceritakan upaya ayahnya menebangi pepohonan dan mendirikan rumahsendiri, selama berhari-hari. Satu bab lain dihabiskannya hanya untuk
menghikmati ibunya memerah susu, membuat keju, dan memasak. Kendati rumah mereka masih centang-pe~enang dan petang
keburu datang, ayahnya selalu JP,enyempatkan diri untuk duduk
di,depan pekeljaannya, menyapa anak-anaknya, kemudian memainkan biola. Ketika ia dan kakak adiknya naik ke peraduan,

ibunya bercerita, mematikan lampu, lalu menghangatkan tubuhtubuh keeil mereka dengan selimut yang dijahitnya sendiri.
Komitmen kepada penyederhanaan clan keheningan, ketika
semua aktivitas manusia dihentikan, dan waktu dibiarkan,menapaki dirinya sendiri, sebetulnya masih bisa ditemukan dalam kelompok-kelompok masyarakat tradisional di seantero Indonesia.
Di desa Cilembu misalnya, masih ada tradisi untuk membiarkan
ubi-ubi matang yang barn dieabut dari tanah untuk beris*ahat
di para-para. Selama berminggu-minggu, ubi-ubi itu dibe~ ruang
untuk bersenyawa dengan terik siang dan sejuk hujan. Jika sudah cukup tua, barulah ubi-ubi itu dibakar hi~a keluar madu
primanya.Di Kalimantan, orang-orang bayak meninggalkan lahan tempat tinggalnya secara berkala hanya untuk memberi kesempatan tanah yang telah bekelja keras itu tidur dan meremajakan diri. Dengan ketakziman kesadaran tradisional yang meyaki,
ni bahwa leluhumyajuga adalah pepohonan rerumputan, mereka menyemai bibit"bibit di atas pohon-pohon yang barn dj.tebang
untuk kembali tumbuh. Setelah beberapa tahun lahan itu,p1enjadi hutan kembali; mereka baru tinggal di situ lagi.
Kini, di antara pepohonan kuyu yang hampir rubuh didesak
oleh papan balihQ calon-calon legislatif dari berbagai partai, di
antara mobil motor yang tergesa dilarikan manusia-manusia
yang pergi be~elja lalu pulang lalu bekelja lagi, di antara gempita
janji-janji penyejahteraan rakyat keeil yang didengungkan oleh
media cetak hingga televisi, masih berapa orang anak manusia
yang sadar, bahwa mereka juga dapat dan butuh beljarak, dan
berhenti?
Tidak pemah ada jaminan bahwa jika kekuasaan dan uang sudah ada di tangan, Anda atau saya lantas bisa bangun esok hari,
dengan kesyukuran se6rang anak manusia yang telah semalaman di!;elimuti oleh rasa aman, dan kesejukan jiwa embun yang

membasahi daun-daun.
Rasa pulang, yang menjadi hasil dari komitmen kepada penyederhanaan dan keheningan, adalah muara hati yang paling sempuma sekaligus paling sederhana. Sayangnya kini, makin.sulit

"FOKUS

- --

.

Minggu
Rabu o Kamis 0 Jumat o Sabtu
12
13
8
9
10
11
7
14
15

16,
29
30
31
23
24
25
26
27
28

0

456

Humos

Un pod

2009


***

_____

Penulis, esais.