Analisis tokoh lintang dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Holida Hoirunisa

NIM. 1110013000100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

Sastra di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing : Novi Diah Haryanti, M. Hum

Penelitian ini meneliti tokoh Lintang yang digambarkan sebagai sosok Indo dalam novel Pulang karya Leila S.Chudori. Lintang lahir dari percampuran dua kebudayaan Indonesia dan Prancis sebabnya dia disebut sebagai sosok Indo, sosok yang memiliki kebudayaan terbelah. Lintang merupakan sosok yang merasakan kegelisahan-kegelisahan mendalam mengenai ras dan identitas. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis tokoh Lintang dalam novel Pulang

Leilla S. Chudori dan implikasinya pada pembelajaran Sastra Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pembacaan dan penyimakan novel Pulang karya Leila S. Chudori secara cermat, terarah, dan teliti. Penulis menggunakan teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung dalam teknik analisis data yang diuraikan menjadi delapan teknik, yaitu: teknik cakapan, tingkahlaku, pikiran dan perasaan, arus kesadaran, reaksi tokoh, reaksi tokoh lain, pelukisan latar dan teknik pelukisan fisik. Melalui teknik ini ditemukan sifat Lintang mengalami krisis identitas, pintar, berani, peduli terhadap politik, idealis dan tidak putus asa, yakni keinginan selalu menjadi yang paling superior, sebagai perempuan Barat pada umumnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa beberapa sifat Lintang ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Sastra di SMA. Dalam pembelajaran ini, kompetensi yang harus dicapai peserta didik ialah menganalisis teks novel baik secara lisan maupun tulisan, dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam novel serta menemukan karakter tokoh yang positif maupun negatif yang terkandung dalam novel.


(6)

Studying of Literature in Senior High School. Department of Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers’ Training

“Syarif Hidayatullah” State Islamic University Jakarta.

Advisor: Novi Diah Haryanti, M.Hum.

This research examines of Lintang figures who is described as the figure of indo in a Pulang novels by Leila S. Chudori. She was born of two culture between france and indonesia it causes he called indo figure, the figure who have divided culture. Lintang is the person who felt a deep anxiety about racially and identity. The purpose this research is to analyzed of Lintang figure from Pulang Novels by Leilla S. Chudori and implications in Senior high School literary learning. This study used qualitative description methode with the subtance analyze methode. The taking of engineering data from Pulang Novel by Leila S. Chudori was undertaken by the reading and listening process with Carefully, directedly and conscientiously. The author using an delineation figures technique undirectedly in the Data analysis techniques which is describe to be eight technique, ther are: the conversation technique, behaviour, thoughts and feelings, stream of consciousness, figures reaction, another figures reaction, a delineation the background and delineation physical technique. Through this technique found that lintang figures suffered crisis of identity, smart, brave, and care about politicians, have a big idealism and not surrender with her desirement about to be the superrior person as western woman generally. Based on the results of this research we can get the conclusion that some of lintang characters could we implicated to literary in high school learning program. In this learning, the Competence which must be achieved school tuition is to analyze the novel text either verbally or in writing, By explaining intrinsic elements in a novel and Discovering the character a figure which positive or negative contained in a novel


(7)

syafaat, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Analisis Tokoh Lintang dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

di SMA”. Selawat teriring salam tidak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita ke zaman yang lebih baik. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis dihinggapi kebimbangan, kurang percaya diri dalam menganalisis novel ini. namun, berkat dukungan dan doa dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hindun, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

3. Dona Aji Karunia, M.A., Sekertaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Makyun Subuki, M.Hum., Penasihat Akademik yang selalu memberikan bimbingan serta kemudahan kepada penulis.

5. Novi Diah Haryanti, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas, sabar, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih penulis ucapkan karena telah membekali penulis dengan berbagai ilmu yang bermanfaat.


(8)

8. Fahmi Abdul Hakim yang selalu memberi semangat serta membantu penulis mencari bahan dan juga referensi dalam penulisan skripsi.

9. Guru-guru TK Dimurti yang selalu memberikan kemudahan dan semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.Desi dan Ratna yang selalu meluangkan waktu membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman uyee; Upin, Ipin, Ival, Sigit, Tebe, Mbe, Bang Jek, Dede, Aki dan teman-teman Majelis Kantiniah yang telah memberikan semangat, serta warna dalam hidup penulis.

12.Teman-teman PBSI angkatan 2010 khususnya kelas C yang memberikan semangat suka duka, canda tawa, dan kenangan indah selama ini.

13.Guru-guru SMP PGRI 336 Pondok Betung.

Urutan nama di atas bukanlah merupakan peringkat prioritas. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk penulis dan untuk yang memerlukannya.

Jakarta, 09 April 2015


(9)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG MUNAQOSAH

ABSTRAK ………...... i

ABSTRACT ………...... ii

KATA PENGANTAR ………….... iii

DAFTAR ISI ………... v

BAB I PENDAHULUAN …...………... 1

A. Latar Belakang Masalah ...……..……….. 1

B. Identifikasi Masalah ………... 5

C. Batasan Masalah ………..………... 6

D. Rumusan Masalah ………..……….... 6

E. Tujuan Penelitian ………..………... 6

F. Manfaat Penelitian ………..………... 7

G. Metodologi Penelitian ………..………... 7

BAB II KAJIAN TEORI …...………... A. Hakikat Novel …...………... 10

1. Pengertian Novel …...………... 10

2. Jenis-jenis Novel …...………... 11

3. Unsur-unsur Novel …...………... 14

a. Tema…...………... 14

b. Latar …...………... 15


(10)

d. Alur.………... 18

e. Sudut Pandang …...………... 20

f. Gaya Bahasa ….………... 22

g. Amanat …..………... 23

B. Teknik Pelukisan Tokoh …...………... 24

C. Hakikat Pembelajaran Sastra …...………... 27

D. Penelitian Relevan …...………... 30

BAB III BIOGRAFI PENGARANG, SINOPSIS, DAN PEMIKIRAN A. Biografi Pengarang …………...……….. 32

B. Sinopsis Novel …...………... 34

C. Pemikiran Leila S. Chudori... 36

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN …... A. Unsur Intrinsik Novel Pulang…...………... 1. Tema …...………... 39

2. Tokoh dan Penokohan ..………... 41

3. Alur ...…...……...………... 53

4. Latar ...…...……….... 57

5. Sudut Pandang …...………... 64

6. Gaya Bahasa …...………... 64

B. Analisis Tokoh Lintang dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori …... 67

C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA …...…...………... 85

BAB V PENUTUP …...………... A. Simpulan ………... 88


(11)

DAFTAR PUSTAKA …...………... 90 LAMPIRAN


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra adalah sebuah tulisan yang dapat diapresiasi dan bernilai seni. Sastra juga dapat memberikan hiburan serta memberikan manfaat bagi pembacanya. Sebuah karya sastra yang dapat disampaikan dengan bahasa yang unik dan indah mempunyai bentuk yang bervariasi, seperti prosa, puisi, dan drama. Prosa rekaan (fiksi) memiliki beragam bentuk, seperti cerpen dan novel. Cerpen dan novel dibangun oleh dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik yang merupakan unsur pembangun cerita dari dalam meliputi plot (alur), tokoh dan penokohan, tema, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Unsur ekstrinsik membangun karya sastra dari segi biografi pengarang, sosial, budaya, agama, politik, dan ekonomi.

Pada penelitian ini, penulis akan menganalisis novel. Novel merupakan cerita yang di dalamnya memiliki alur yang kompleks serta suasana dan latar cerita yang beragam. Unsur yang terdapat dalam novel salah satunya adalah tokoh dan penokohan. Melalui pemahaman tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah novel, pembaca dapat memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti nilai agama, sosial, budaya, dan pendidikan. Nilai-nilai seperti inilah yang terkandung dalam unsur ekstrinsik.

Berbicara mengenai pendidikan, nilai-nilai yang terkandung dalam novel, seperti nilai sosial, budaya, agama dan pendidikan merupakan media penting untuk kehidupan manusia yang lebih maju dan berperan dalam pembentukan karakter dan mental anak bangsa. Sebagai guru yang berkualitas, pendidikan yang diberikan kepada siswa tidak hanya bertumpu pada teori pembelajaran saja, tetapi juga harus mengajarkan bagaimana sikap dan perilaku yang baik. Pengajaran tersebut dapat ditempuh salah satunya dengan cara memahami sebuah teks sastra. Untuk


(13)

dapat memahami sebuah karya sastra, perlu dilakukan analisis struktur teks. Salah satu contoh yang dapat dilakukan di kelas adalah analisis tokoh dan penokohan. Dengan menganalisis tokoh, akan terlihat sikap, sifat, tingkah laku, dan watak-watak tertentu. Melalui cara ini akan terlihat bagaimana sifat dan sikap tokoh yang mengandung aspek kejiwaan, seperti konflik, kelainan perilaku, dan kondisi psikologis akibat kejadian yang dialami tokoh.

Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak.1 Kegiatan pembelajaran sastra dengan cara itu tentunya akan memberikan pengalaman, pengetahuan, serta kesan yang lebih mendalam kepada peserta didik. Lebih dari itu, dalam menganalisis tokoh tentunya dapat diambil sisi positif yang berguna untuk diajarkan kepada siswa dan dapat dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, karya sastra dapat bermanfaat untuk menunjang pembentukan watak peserta didik.

Berkaitan dengan pengajaran sastra, novel terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya novel sejarah. Novel sejarah tidak hanya menceritakan kronologis suatu cerita saja, tetapi juga memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai peristiwa yang terjadi pada zaman tersebut. Hubungan intertekstual antara sastra dan sejarah saling berkaitan satu sama lain. Sebuah karya sastra, baik puisi maupun prosa, mempunyai hubungan sejarah antara karya sezaman atau yang mendahuluinya. Hubungan sejarah ini digambarkan baik berupa persamaan maupun pertentangan. Dengan demikian, sebaiknya membicarakan karya sastra itu dalam hubungannya dengan karya sezaman, sebelum, atau sesudahnya.2

Karya sastra merupakan pengungkapan dari apa yang disaksikan pengarang dalam kehidupan, apa yang dialami, dan dirasakan dari

1

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 16. 2

Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), h. 167.


(14)

segi kehidupan yang paling menarik untuk diangkat menjadi sebuah karya sastra yang dapat bernilai estetis dan memiliki arti. Hal ini dikarenakan setiap pengarang adalah warga masyarakat dan ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial.3

Dalam kesusastraan Indonesia, dapat dijumpai hubungan intertekstualitas antarkarya sastra dalam bentuk prosa. Pengarang mengungkapkan suatu kejadian atau peristiwa lewat karyanya secara tertulis. Selain itu, lewat karyanya pengarang mengungkapkan suatu aspirasi kehidupan, seperti emansipasi wanita, kekejaman, maupun ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa. Contohnya dalam novel

Bumi Manusia (1980) karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh Minke bercerita tentang masyarakat kolonial Hindia Belanda di tahun 1898 yang penuh dengan perbedaan rasial yang kuat dan perbedaan status sosial yang mengiringinya. Demikian pula dengan novel Salah Asoehan (1928) karya Abdoel Moeis, juga mengisahkan perbedaan rasial antara Timur dan Barat yang mempunyai garis pemisah yang hampir tak dapat diseberangi. Jelaslah sejak dahulu pengarang menyuarakan aspirasinya melalui karya sastra. Begitu pun sekarang, tidak sedikit novel yang berlatar sejarah dibuat untuk menceritakan kebenaran yang terjadi pada suatu zaman. Akan tetapi, minat baca terhadap novel yang berlatar sejarah masih kurang, khususnya peserta didik yang lebih menyukai novel-novel populer yang bertemakan kisah percintaan, seperti Marmut Merah Jambu (2010) karya Raditya Dika. Sebaliknya, karya para sastrawan kurang diminati dan dikenal oleh peserta didik, terlebih kurangnya minat membaca siswa terhadap novel-novel yang berlatar sejarah.

Pembelajaran sastra di sekolah hanya sampai pada proses mengidentifikasi saja. Keterbatasan waktu dalam proses belajar mengajar membuat siswa sulit memahami novel secara keseluruhan, sehingga sulit menciptakan proses belajar mengajar timbal balik antara guru dan siswa.

3

Rene Wellek & Autin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,1993), h. 109.


(15)

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Novel Pulang karya Leila S. Chudori yang banyak mengisahkan sejarah kekerasan Indonesia, khususnya yang terjadi pada 1965. Novel ini berkisah tentang nasib dan perjuangan hidup para tapol pada masa Gerakan 30 September 1965 dan berlatarbelakangkan tiga peristiwa bersejarah Indonesia, yakni 30 September 1965, Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998 dan jatuhnya Presiden Indonesia yang sudah berkuasa selama 32 tahun.

Novel ini banyak menggunakan latar di Prancis dan Indonesia sebagai latar novelnya. Warga Negara Indonesia yang berada di luar negri saat peristiwa politik tahun 1965 diberi julukan sebagai eksil politik. Mereka tidak diperbolehkan menginjak tanah air sampai batas waktu yang tak jelas hanya karena tuduhan sepihak terlibat baik langsung sebagai anggota dan simpatisan maupun sekedar keluarga dari anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Kebanyakan dari mereka sekarang menetap di beberapa negara Eropa, seperti Belanda, Jerman, Prancis, dan lain sebagainya. Itulah sebabnya Leila memilih Prancis sebagai latarnya.

Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti tokoh Lintang Utara dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori. Dalam novel ini, Lintang digambarkan sebagai seorang gadis Indo yang lahir dari hasil perkawinan campur Indonesia dan Prancis. Mangunwijaya dalam Sastra Indonesia Modern Kritik Poskolonial mengatakan, Indo adalah masyarakat yang dalam penghayatan realita hidup dan kebudayaan terbelah, setengah asing terhadap diri sendiri, apalagi situasi dan keadaan sekelilingnya.4 Sebagai Indo, Lintang merupakan sosok yang merasakan kegelisahan-kegelisahan mendalam mengenai ras dan identitas. Lintang menjadi berbeda dari lingkungan sekitarnya lantaran status indonya. Lebih dari itu, keambiguitasan dan kegelisahan mengenai posisinya terus menghantui kehidupan Lintang. Novel-novel yang menampilkan tokoh Indo dalam

4

Keith Foulcher dan Tony Day, Sastra Indonesia Modern Kritik Postkolonial

Edisi Revisi “Clearing a Space”, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia dan KITLV-Jakarta, 2008), h. 136


(16)

penokohannya tidak begitu banyak. Namun baru dalam Keberangkatan

Karya Nh. Dini tahun 1977, Bumi Manusia (1981) karya Pramoedya, dan

Burung-burung Manyar (1981) karya Mangunwijaya.5

Pemilihan novel Pulang sebagai objek penelitian berdasarkan beberapa alasan. Pertama, novel ini mengambil latar belakang sejarah. Dengan latar belakang ini, pembaca akan mengetahui keadaan Indonesia, terutama pascakemerdekaan, ketika PKI melakukan pemberontakan pada tahun 1965, dan Indonesia pada Mei 1998. Kedua, pengalaman-pengalaman yang disajikan pada setiap tokohnya. Ketiga, Novel Pulang

yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia ini dari awal penerbitan pada tahun 2012-2013 sudah mengalami empat kali cetak. Cetakan pertama pada Desember 2012, cetakan kedua pada Januari 2013, cetakan ketiga pada Februari 2013, dan cetakan keempat pada Desember 2013. Novel ini juga dinobatkan sebagai pemenang Khatulistiwa Literary Award 2013. Selain itu, novel Pulang karya Leila S. Chudori ini membuat pembaca ingin mencari tahu dan menggali pengetahuan yang tidak diketahui sebelumnya, seperti kisah Ekalaya yang merupakan salah satu tokoh dalam kisah pewayangan Jawa yang juga tertulis dalam kitab

Mahabarata. Dengan berbagai alasan tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis novel Pulang karya Leisa S. Chudori dengan judul penelitian

“Analisis Tokoh Lintang dalam Novel Pulang karya Leila S. Chudori dan

Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”.

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi masalah yang ada yaitu:

1. Kurangnya minat membaca seseorang terhadap karya sastra berupa novel, terlebih kurangnya minat membaca siswa terhadap novel-novel yang berlatar sejarah.

5


(17)

2. Tidak banyak novel-novel yang melibatkan tokoh Indo sebagai tokoh sentral dalam novel Indonesia.

3. Siswa sulit memahami unsur intrinsik, karena proses pembelajaran hanya sebatas mengidentifikasi.

4. Kurangnya waktu dalam pembelajaran yang dapat dipergunakan siswa untuk membaca dan memahami novel.

5. Siswa kurang mengetahui cerita seperti Ekalaya seperti yang terdapat dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori.

C. Batasan Masalah

Agar penulisan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi permasalahan pada hal-hal berikut:

Objek kajian yang akan diteliti adalah analisis tokoh Lintang dalam Novel Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah, perumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana analisis tokoh Lintang dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori?

2. Bagaimana implikasi penelitian tokoh Lintang terhadap pembelajaran sastra di SMA Kelas XII?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan. Maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis tokoh Lintang dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori.

2. Mengetahui implikasi penelitian tokoh Lintang terhadap pembelajaran sastra di SMA.


(18)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan tentang Sastra Indonesia, khususnya dalam pembelajaran sastra di sekolah mengenai tokoh dalam novel.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian secara praktis diharapkan bermanfaat bagi peserta didik mengenai tokoh dalam novel. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pendidik untuk bahan pengembangan studi sastra yang berkaitan dengan unsur intrinsik dalam suatu karya sastra.

G. Metodologi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dengan metode ini, hasil penelitian yang akan dihasilkan akan berupa deskripsi, bukan berupa angka-angka atau koefisian tentang variabel. Metode analisis isi digunakan untuk menganalisis isi suatu dokumen. Dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah novel Pulang karya Leila S. Chudori.

2. Sumber Data

Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data skunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang diproses langsung dari sumbernya tanpa lewat perantara. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Pulang karya Leila S. Chudori terbitan KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) Jakarta tahun 2012.


(19)

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak langsung atau lewat perantara, tetapi masih berdasar pada kategori konsep yang akan dibahas. Sumber data skunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah artikel-artikel dari internet serta buku-buku yang berhubungan dengan novel.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan pembacaan dan penyimakan novel Pulang karya Leila S. Chudori secara cermat, terarah, dan teliti. Pada saat melakukan pembacaan tersebut, penulis mencatat data-data masalah yang terkait dengan tokoh Lintang, dan mencatat kutipan-kutipan yang menggambarkan tentang karakter tokoh. Pembacaan dilakukan secara berulang-ulang sehingga data yang didapat lebih maksimal.

4. Teknik Analisis Data

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data antara lain:

a. Menganalisis novel Pulang karya Leila S. Chudori dengan menggunakan analisis sruktural. Analisis struktural dilakukan dengan membaca dan memahami kembali data yang sudah diperoleh. Berikutnya mengelompokkan teks-teks yang terdapat dalam novel

Pulang karya Leila S. Chudori yang mengandung unsur intrinsik novel berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.

b. Analisis dengan menggunakan teknik pelukisan tokoh dilakukan dengan membaca serta memahami kembali data yang diperoleh. Selanjutnya mengelompokkan teks-teks yang mengandung bahasan tentang tokoh Lintang yang terdapat dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori.


(20)

c. Mengimplikasikan novel Pulang karya Leila S. Chudori pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA dilakukan dengan cara menghubungkan materi sastra di sekolah.


(21)

A. Hakikat Novel

1. Pengertian Novel

Novel ( Inggris: novel) sebutan novel dalam bahasa Inggris inilah yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari bahasa Italia Novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek.1

Beberapa pandangan yang berupaya menjabarkan hakikat novel sebagai berikut

Badudu dan Zain berpendapat, novel adalah karangan dalam bentuk prosa tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka duka, kasih dan benci, tentang watak dan jiwanya, dan sebagainya.2

Aminuddin berpendapat, prosa rekaan (novel) adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu, dengan peranan, latar serta tahapan dan rangkaiaan cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya( dan kenyataannya) sehingga menjalin suatu cerita.3

Clara Reeve dalam Wellek Warren, novel adalah gambaran dari kehidupan dan prilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis.4

1

Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), h. 9-10.

2

Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 9-10.

3

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakart : Grasindo, 2008), h. 127-128. 4

Rene Wellek & Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.282.


(22)

Berdasarkan tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian novel adalah sebuah cerita fiksi dalam bentuk prosa yang panjang dengan tokoh dan pelakunya merupakan cerminan kehidupan nyata dalam satu plot, dalam istilah novel tercakup pengertian roman; sebab roman hanyalah istilah novel untuk zaman sebelum perang dunia kedua di Indonesia. Digunakannya istilah roman pada waktu itu umumnya berorientasi ke Negeri Belanda, Perancis, dan Rusia, serta sebagian negara-negara Eropa. Istilah novel dikenal di Indonesia setelah kemerdekaan, yakni setelah sastrawan Indonesia banyak beralih kepada bacaan-bacaan yang berbahasa Inggris.5

Novel merupakan bentuk prosa rekaan yang lebih pendek daripada roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, penggarapan unsur-unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, nilai, tokoh dan penokohan. 6

2. Jenis-jenis Novel

Novel dikelompokan menjadi beberapa jenis di antaranya :

a) Novel Populer

Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan7. Sebab, jika demikian halnya, novel populer akan menjadi berat dan berubah menjadi novel serius, dan boleh jadi akan ditinggal oleh pembacanya. oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Novel semacam itu biasanya cepat dilupakan

5

Atar Semi, Anatomi Sastra, (Bandung: Angkasa Raya, 2011), h. 32. 6

Siswanto, op. cit., h. 141. 7


(23)

orang, apalagi dengan munculnya novel-novel yang lebih populer pada masa sesudahnya.

Novel populer lebih mudah dibaca dan dinikmati. Masalah yang diceritakan pun yang ringan-ringan, tetapi aktual dan menarik. Kisah percintaan antara pria tampan dan wanita cantik secara umum menarik, mampu membuai pembaca remaja yang memang sedang mengalami masa peka, dan barang kali, dapat untuk sejenak melupakan kepahitan hidup yang dialaminya secara nyata. Oleh karena novel populer lebih mengejar selera pembaca, komersil, ia tidak akan menceritakan sesuatu yang bersifat serius sebab hal itu dapat berarti akan berkurangnya jumlah penggemarnya. Oleh karena itu, plot sengaja dibuat lancar dan sederhana. Perwatakan tokoh tidak berkembang, tunduk begitu saja pada kemauan pengarang yang bertujuan memuaskan pembaca. Sebagaimana dikatakan oleh Sapardi Djoko Damono, tokoh-tokoh yang diciptakan adalah tokoh yang tidak berkembang kejiwaannya dari awal hingga akhir cerita. berbagai unsur cerita seperti plot, tema, karakter, latar, dan lai-lain biasanya bersifat stereotip, tidak mengutamakan adanya unsur-unsur pembaharuan. Hal yang demikian, memang, mempermudah pembaca yang semata-mata mencari cerita dan hiburan belaka.8 Contoh novel jenis ini adalah Marmut Merah Jambu

(Raditya Dika), Laskar Pelangi (Andrea Hirata).

b) Novel Serius

Novel serius, novel yang selain memberikan hiburan, dalam novel ini juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga pada pembaca, atau paling tidak, mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang diangkat. Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru. Singkatnya unsur kebaharuan diutamakan. Oleh karena itu, dalam novel serius tidak akan terjadi sesuatu yang bersifat stereotip, atau paling tidak pengarang berusaha menghindarinya. Novel serius mengambil realitas kehidupan

sebagai model, kemudian menciptakan sebuah “dunia baru”, dunia dalam

8


(24)

kemungkinan, lewat pengembangan cerita dan penampilan tokoh-tokoh dalam situasi yang khusus.

Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca, dan memang, pembaca novel jenis ini tidak (mungkin) banyak. Jumlah novel dan pembaca serius, walau tidak banyak, akan mempunyai gaung dan bertahan dari waktu ke waktu. Misalnya, polemik Takdir Alisyahbana, Armin Pane, Sanusi Pane, dan Tatengkeng pada dekade 30-an yang hingga kini masih cukup relevan untuk disimak karena terasa belum juga ketinggalan zaman.9 Contoh novel serius adalah Pada Sebuah Kapal (N.H Dini), Burung-burung Manyar (YB. Mangunwijaya).

c) Novel Teenlit

Istilah teenlit terbentuk dari kata teenager dan literature. Kata

teenager sendiri terbentuk dari kata teens,age, dan akhiran –er, yang secara istilah berarti menunjuk pada anak usia belasan tahun. Kelompok teenager

tampaknya dimulai dari usia remaja awal (masa adolesen) sampai akhir belasan, yaitu sekitar usia 13-19 tahun. Kata literature berarti kesastraan, bacaan. Jadi, istilah teenlit tampaknya menunjuk pada pengertian bacaan cerita yang ditulis untuk konsumsi remaja usia belasan tahun.

Salah satu karakteristik novel teenlit adalah bahwa mereka selalu berkisah tentang remaja. Tokoh utama cerita yang pada umumnya perempuan adalah tokoh yang dapat diidolakan, tokoh yang berkarakter khas remaja, tokoh yang dapat dijadikan ajang pencarian identitas diri dan kelompok. Maka, tidak mengherankan jika pembaca remaja menjadi gandrung dan hanyut secara emosional seolah-olah dirinya adalah bagian dari cerita itu, seolah-olah sudah kenal dan bagian dari kelompok pertemanan itu, bahkan seolah-olah dirinyalah tokoh-tokoh cerita itu.

Teenlit tidak berkisah sesuatu yang berat. Mereka lebih suka berbicara apa yang menjadi persoalan remaja yang menurut ukuran dewasa mungkin sebagai sesuatu yang ringan. Contoh novel teenlit adalah Dealova (Dylan Nuraninda), Me vs High Heels! Aku vs Sepatu Hak Tinggi! (Maria

9


(25)

Ardelia).10 Dari beberapa jenis novel yang telah dipaparkan di atas Pulang

masuk ke dalam kategori novel serius.

3. Unsur-unsur Novel

Prosa rekaan bisa dibedakan atas prosa lama dan prosa modern. Prosa lama sering berwujud cerita rakyat (folktale) bersifat anonim, seperti cerita binatang, dongeng, legenda, mitos, dan sage.

Bentuk prosa rekaan modern dibedakan atas roman, novel, novelet, dan cerpen, karena tidak ada penelitian yang mendukung, pembedaan atas beberapa bentuk tersebut lebih banyak didasarkan pada panjang-pendeknya dan luas-tidaknya masalah yang dipaparkan dalam prosa rekaan. Walaupun tidak selalu benar, ada juga yang dasar pembedaannya ditambah dengan bahasa dan lukisannya.11

Berdasarkan bentuk novel di atas, terdapat unsur-unsur penting yang membangun karya sastra, unsur tersebut terbagi atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, pembagian tersebut bertujuan dalam mengkaji novel dalam suatu karya sastra pada umumnya.

a. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur inilah yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita, kepaduan antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur-unsur ini misalnya, tema, latar, tokoh dan penokohan, alur, sudut pandang, dan amanat.12

1) Tema

Tema adalah gagasan sentral dalam suatu karya sastra dalam novel, tema merupakan gagasan utama yang dikembangkan dalam plot. Hampir

10

Nurgiantoro, op. cit ., h. 26. 11

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 140. 12


(26)

semua gagasan yang ada dalam hidup ini bisa dijadikan tema, sekalipun dalam praktiknya tema-tema yang sering diambil adalah beberapa aspek atau karakter dalam kehidupan, seperti ambisi, kesetiaan, kecemburuan, frustrasi, kemunafikan, ketabahan, dan sebagainya.13

Scharbach berpendapat, tema berasal dari bahasa Latin yang berarti

“tempat meletakan suatu perangkat”. Disebut demikian karena tema adalah

ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.14

Aminuddin mengungkapkan, seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemaparan tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.15

Jadi tema tidak lain adalah suatu gagasan sentral yang menjadi dasar suatu cerita. tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Pengarang adalah pencerita, tetapi agar tidak menjadi sekedar anekdot, cerita rekaannya harus mempunyai maksud. Maksud inilah yang dinamakan tema.16

2) Latar

Setting diterjemahkan sebagai latar cerita. Aminuddin memberi batasan

setting sebagai latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tepat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.

Abrams mengemukakan latar cerita adalah tempat umum (general locale), waktu kesejarahan (historical time), dan kebiasaan masyarakat (social circumtances) dalam setiap episode atau bagian-bagian tempat.17

13

Furqonul Aziez & Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 75.

14

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, ( Bandung: Sinar Baru, 1987), h.91. 15

Siswanto, op. cit., h.161. 16

Robert Stanton, Teori Fiksi Robet Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.38.

17


(27)

Brooks berpendapat, secara singkat, latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang, dalam suatu cerita.18Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.19

Biasanya latar muncul pada semua bagian atau penggalan cerita dan kebanyakan pembaca tidak terlalu menghiraukan latar ini; karena lebih terpusat pada jalannya cerita; namun bila pembaca membaca untuk kedua kalinya barulah latar ini ikut menjadi bahan simakkan, dan mulai dipertanyakan mengapa latar ini menjadi perhatian pengarang.20

3) Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita (character), sebagaimana dikemukakan Abrams, adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tidak berbeda halnya dengan Abrams, Baldic menjelaskan bahwa tokoh adalah orang yang menjadikan pelaku dalam cerita fiksi atau drama, sedang penokohan (characterization) adalah penghadiran tokoh dalam cerita dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakannya.21

Aminuddin mengatakan, tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.22

Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan penting yang berbeda-beda. Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut tokoh inti atau tokoh utama. Sedangkan tokoh yang memiliki peranan tidak penting karena pemunculannyahanya melengkapi,

18

Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1984), h. 136.

19

Nurgiantoro, op. cit., h.303. 20

Atar Semi, op. cit., h. 46. 21

Nurgiantoro, loc. cit., h.247. 22


(28)

melayani, mendukung pelaku utama disebut tokoh tambahan atau tokoh pembantu,23 dalam menyajikan dan menentukan karakter (watak) para tokoh, pada umumnya pengarang menggunakan dua cara atau metode dalam karyanya. Pertama, metode langsung (telling) dan kedua, metode tidak langsung (showing).24

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah cerita fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, seperti:

a. Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam perkembangan plot dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Dipihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan biasanya diabaikan, atau paling tidak, kurang mendapat perhatian. 25

b. Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma nilai-nilai yang ideal bagi kita. Sedangkan, tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin.26

c. Dilihat dari perwatakannya dibedakan menjadi tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu saja. Ia tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi pembaca. Dipihak lain, tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat

23

Aminuddin, op. cit., h.79-80. 24

Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h. 6.

25

Nurgiantoro, op. cit., h. 258-259. 26Ibid.,


(29)

saja memiliki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin tampak bertentangan dan sulit diduga. Oleh karena itu, perwatakannya pun pada umumnya sulit dideskripsikan secara tepat.27

4) Alur

Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.28

Stanton mengemukakan bahwa alur (plot) adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.29

Brooks mengungkapkan alur atau plot adalah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama.30

Sudjiman mengartikan alur sebagai jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu. Jalinannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan oleh hubungan kausal (sebab akibat). Aminudin membedakan tahapan-tahapan peristiwa atas pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraiaan, dan penyelesaian.31

Berdasarkan pemaparan di atas, alur adalah rangkaiaan peristiwa yang direka dan dijalin oleh pengarang yang menggerakan jalannya cerita.

Secara teoretis-kronologis tahap-tahap pengembangan struktur plot dijelaskan di bawah ini.

a) Tahap Awal

Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang

27

Nurgiantoro, op. cit., h. 265-266. 28

Aminuddin, op. cit., h.83. 29

Nurgiantoro, loc. cit., h.167. 30

Tarigan, op. cit., h.126. 31


(30)

berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Misalnya, berupa penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana alam, waktu kejadian (misalnya ada kaitannya dengan waktu sejarah), dan lain-lain yang pada garis besarnya berupa deskripsi fisik, bahkan mungkin juga telah disinggung (walau secara implisit) perwatakannya.32

b) Tahap Tengah

Tahap tengah cerita dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari sebuah cerita. konflik berkembang semakin meruncing, menegangkan dan mencapai klimaks, dan pada umumnya tema pokok, makna pokok cerita diungkapkan. Pada bagian ini pembaca memperoleh cerita, memperoleh sesuatu dari kegiatan pembacaannya.33

c) Tahap Akhir

Tahap akhir sebuah cerita atau dapat juga disebut tahap pelarian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini misalnya (antara lain) berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyarankan pada hal bagaimanakah akhir sebuah cerita. bagaimana bentuk penyelesaian sebuah cerita, dalam banyak hal ditentukan (atau dipengaruhi) oleh hubungan antartokoh dan konflik (termasuk klimaks) yang dimunculkan. Dalam teori klasik yang berasal dari Aristoteles, penyelesaian cerita dibedakan ke dalam dua macam kemungkinan : kebahagiaan (happy end) dan kesedihan (sad end).

Namun, novel-novel seperti Belenggu, Pada Sebuah Kapal, Supernova,

dan lain-lain adalah novel-novel yang memiliki penyelesaiaan yang masih menggantung, masih menimbulkan tanda tanya, tidak jarang menimbulkan, atau bahkan rasa ketidakpuasan pembaca. Sebenarnya,

32

Nurgiantoro, op. cit., h. 201-202. 33Ibid.


(31)

adanya novel-novel yang sudah selesai, tetapi tidak diselesaikan ceritanya, boleh jadi disebabkan pengarang memberikan kesempatan pada pembaca untuk ikut memikirkannya. Dengan melihat model-model tahap akhir berbagai cerita fiksi yang ada sampai dewasa ini, penyelesaian cerita dapat dikategorikan ke dalam dua golongan: penyelesaian tertutup dan penyelesaian terbuka. Penyelesaian tertutup menunjuk pada jeadaan akhir sebuah cerita fiksi yang memang sudah selesai, cerita sudah habis sesuai dengan tuntunan logika cerita yang dikembangkan. Dipihak lain penyelesaian terbuka, menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang masih belum berakhir. Berdasarkan tuntutan logika dan cerita, masih potensial untuk dilanjutkan secara konflik belum sepenuhnya diselesaikan.34

Loban dkk. Menggambarkan gerak tahapan alur cerita seperti halnya gelombang. Gelombang itu berawal dari (1) eksposisi, (2) komlikasi atau intrik-intrik awal yang akan berkembang menjadi konflik hingga menjadi konflik, (3) klimaks, (4) revelasi atau penyingkatan tabir suatu problema, dan (5) denouement atau penyelesaian yang membahagiakan, yang dibedakan dengan catastrophe, yakni penyelesaian yang menyedihkan; dan solution, yakni penyelesaian yang masih bersifat terbuka karena pembaca sendiri yang dipersilahkan menyelesaikan lewat daya imajinasinya.35

5) Sudut Pandang

Sudut pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.36

Abrams mengungkapkan, sudut pandang (Point Of View), menunjukan cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk

34

Nurgiantoro, op. cit., h. 205-208. 35

Aminuddin, op. cit., h.84. 36Ibid.,


(32)

menyajikan cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.37 Dalam Wahyudi Siswanto, sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.38

Pengarang menampilkan tokoh dalam cerita yang dipaparkannya melalui sudut pandang. Dengan demikian, segala sesuatu yang dikemukakan oleh pengarang disalurkan melalui sudut pandang tokoh. Selain itu, dalam sudut pandang posisi pengarang juga ditentukan. Unsur terpenting dalam karya sastra adalah pengarang sebab tanpa pengarang tidak ada karya sastra. keberhasilan suatu karya sastra tidak tergantung pada pentingnya suatu kejadian atau tokoh-tokoh yang diceritakan, tetapi bagaimana sudut pandang, gaya bahasa dan plot dioprasikan. Peristiwa besar, tokoh terkenal, bukan jaminan bahwa sebuah karya sastra akan berhasil. Sebaliknya, kompleksitas sudut pandang, kekayaan gaya bahasa, dan koherensi pemplotan, jelas merupakan jaminan keberhasilan suatu karya sastra.39

Ada berbagai macam sudut pandang dalam karya sastra. dalam penelitian ini sudut pandang yang peneliti ambil adalah berdasarkan pemaparan Burhan Nurgiantoro. Berikut ini adalah macam-macamnya:

a) Sudut Pandang Persona Ketiga : “Dia”

Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona

ketiga, gaya “Dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas

menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “dia”, jadi

bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, memunyai keterbatasan

37

Nurgiantoro, loc. cit., h. 338. 38

Siswanto, op. cit., h. 151. 39

Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 315.


(33)

“pengertian” terhadap tokoh “dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat

terbatas, hanya sebatas pengamat saja.

b) Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”

Pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang ini terletak pada seorang narator yang ikut terlibat dalam cerita. dalam sudut pandang

persona pertama “Aku” dapat dibedakan menjadidua macam, yaitu “Aku” (tokoh utama) dan “aku” (tokoh tambahan).

c) Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang ini lebih dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain. Semua itu tergantung pada kemauan pengarang untuk menciptakan sebuah kreativitas dalam karya.40

6) Gaya Bahasa

Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin

stilus dan mengandung arti lesikal alat untuk menulis. Dalam karya sastra istilah gaya mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.41

Keraf dalam Tarigan mengungkapkan secara singkat gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik.42

Gaya bahasa, seperti yang diungkapkan Slamet Muljana adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati

40

Nurgiantoro, op. cit., h. 347-359. 41

Aminuddin, op. cit., h. 72. 42

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 2009), h. 5.


(34)

pembaca. Gaya bahasa disebut pula majas.43 Majas (Figure of speech) adalah suatu bentukan pernyataan dengan cara memakai sesuatu untuk mengatakan tentang sesuatu yang lain.44 Serta bahasa indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, dapat mengubah nilai rasa dan konotasi tertentu.45

Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut sebagai trope atau figure of speech, dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna.46

7) Amanat

Nilai nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri sastrawan dan pembacanya. Dari sudut sastrawan, nilai ini bisa disebut amanat. Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra; pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. Di dalam karya sastra modern amanat ini biasanya tersirat; di dalam karya sastra lama pada umumnya amanat tersurat.47

43

Ernawati Waridah, EYD & Seputar Kebahasaan Indonesian, (Jakarta: Kawan Pustaka, 2010), h. 322.

44

Agus Sri Danardana, Anomali Bahasa, (Pekanbaru: Palagan Press, 2011), h. 12. 45

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 112. 46

Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 129.

47


(35)

B. Teknik Pelukisan Tokoh

Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalm suatu karya atau lengkapnya pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jati diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu pelukisan secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung.

Kedua teknik tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, dan penggunaannya dalam teks fiksi tergantung pada selera pengarang dan kebthan penceritaan. Teknik langsung banyak digunakan pengarang pada masa awal pertumbuhan dan perkembangan novel indonesia modern, sedangkan teknik tidak langsung terlihat lebih diminati oleh pengarang dewasa ini. Namun, perlu juga dicatat bahwa sebenarnya tidak ada seorang pengarang pun yang secara mutlak hanya mempergunakan salah satu teknik itu tanpa memanfaatkan teknik yang lain. Pada umumnya pengarang memilih cara campuran, mempergunakan teknik langsung dan tidak langsung dalam sebuah karya sastra. hal ini dirasa lebih menguntungkan karena kelemahan masing-masing teknik dapat ditutup dengan teknik yang lain. Berikut akan dibicarakan kedua teknik tersebut satu per satu.

1. Teknik Ekspositori

Pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkanoleh pengarang kehadapan pembaca dengan cara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap,sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.48

2. Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku para tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukan

48


(36)

kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal maupun nonverbal.

Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan lewat sejumlah teknik. Biasanya pengarang menggunakan berbagai teknik itu secara bergantian dan saling bergantian walau ada perbedaan frekuensi penggunaan masing-masing teknik. Berbagai teknik yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut:49

a. Teknik Cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang (agak) panjang. Tidak semua percakapan, memang mencerminkan kedirian tokoh, atau paling tidak semua percakapan, memang memang mencerminkan kedirian tokoh, atau paling tidak, tidak mudah untuk menafsirkannya sebagai demikian.50

b. Teknik Tingkah Laku

Jika teknik cakapan dimaksudkan untuk menunjukan tingkah laku verbal berwujud kata-kata para tokoh, teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan orang dalam wujud tindakan dan tingkah laku, dalam banyak dapat dipandang sebagai menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.51

c. Teknik Pikiran dan Perasaan

Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang (sering) dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya

jua. Bahkan pada hakikatnya, “tingkah laku” pikiran dan perasaanlah yang

kemudian diejawantahkan menjadi tingkah laku verbal dan nonverbal itu.

49Ibid.,

h. 283-285. 50Ibid.,

h. 286. 51Ibid.,


(37)

Perbuatan dan kata-kata merupakan perwujudan konkret tingkah laku dan perasaan.

Teknik pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalam teknik cakapan dan tingkah laku. Artinya, penuturan itu sekaligus untuk menggambarkan pikiran dan perasaan tokoh.52

d. Teknik Arus Kesadaran

Teknik arus kesadaran (stream of consciousness) berkaitan erat dengan teknik pikiran dan perasaan. Keduanya tak dapat dibedakan secara pilah, bahkan mungkin dianggap sama karena memang sama-sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Dewasa ini dalam fiksi modern teknik arus kesadaran banyak dipergunakan untuk melukiskan sifat-sifat kedirian tokoh.

Arus kesadaran sering disamakan dengan interior monologeu, monolog batin. Monolog batin, percakapan yang hanya terjadi dalam diri

sendiri, yang pada umumnya ditampilkan dengan gaya “aku”, berusaha

menagkap kehidupan batin, urutan suasana kehidupan batin, pikiran, perasaan, emosi, tanggapan, kenagan, nafsu, dan sebagainya.

e. Teknik Reaksi Tokoh

Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata. Dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan

sebagai yang berupa “rangsangan” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

Bagaimana reaksi tokoh terhadap hal-hal tersebut dapat dipandang sebagai suatu bentuk penampilan yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.53

f. Teknik Reaksi Tokoh Lain

Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain. Pendek kata: penilaiaan kidirian tokoh (utama) cerita oleh tokoh-tokoh cerita yang

52

Nurgiantoro, op. cit., h. 289. 53Ibid.,


(38)

lain dalam sebuah karya. Reaksi tokoh juga merupakan teknik penokohan untuk menginformasikan kedirian tokoh kepada pembaca.

g. Teknik Pelukisan Latar

Suasana latar (baca: tempat) sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik lain. Keadaan latar tertentu adakalanya dapat menimbulkan kesan yang tertentu pula dipihak pembaca. Pelukisan keadaan latar sekitar tokoh secara tepat akan mampu mendukung teknik penokohan secara kuat walau latar itu sendiri sebenarnya merupakan sesuatu yang berada di luar kedirian tokoh.54

h. Teknik Pelukisan Fisik

Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Misalnya, bibir tipis menyaran pada sifat ceriwis dan bawel, rambut lurus menyaran pada sifat tidak mau mengalah, pandangan mata tajam, hidung agak mendongak bibir yang bagaimana, dan lain-lain yang dapat menyaran pada sifat tertentu. Tentu saja hal itu berkaitan dengan pandangan (budaya) masyarakat yang bersangkutan.

Pelukisan keadaan fisik tokoh, dalam kaitannya dengan penokohan, kadang-kadang memang terasa penting. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif.55

C. Pembelajaran Sastra di Sekolah

Sastra itu mempunyai relevansi dengan masalah-masalah dunia nyata, maka pengajaran sastra harus kita pandang sebagai sesuatu yang penting yang patut menduduki tempat yang selayaknya. Sudah barang tentu, tidak

54

Nurgiantoro, op. cit., h. 295. 55Ibid.,


(39)

semua khazanah sastra Indonesia yang luas itu akan tercakup dalam pengajaran sastra yang waktunya terbatas. Namun, bagaimanapun akan lebih baik mengajarkan sastra sebagai sebuah kepaduan dibanding mengajarkannya secara centang-perenang.56 Jika pengajaran sastra dilakukan dengan cara yang tepat, maka pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam masyarakat. Masalah yang kita hadapi sekarang adalah menentukan bagaimana pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang maksimal untuk pendidikan secara utuh. Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu: 57

1) Membantu Keterampilan Berbahasa

Seperti kita ketahui ada empat keterampilan berbahasa: meyimak, wicara, membaca, menulis. Mengikutsertakan pengajaran satra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca, dan mungkin ditambah sedikit keterampilan menyimak, wicara, dan menulis yang masing-masing erat hubungannya.

2) Meningkatkan Pengetahuan Budaya

Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan

keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan “sesuatu” dan

kerap menyajikan banyak hal yang apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan orang yang menghayatinya. Apabila kita dpat merangsang siswa-siswa untuk memahami fakta-fakta dalam karya sastra, lama-kelamaan siswa itu akan sampai pada realisasi bahwa fakta-fakta itu sendiri tidak lebih penting dibanding dengan keterkaitannya satu-sama lain sehingga dapat saling menopang dan memperjelas apa yang ingin disampaikan lewat karya sastra itu. Suatu bentuk pengetahuan khusus yang harus selalu dipupuk dalam masyarakat adalah pengetahuan tentang budaya yang dimilikinya.

56

Agus R. Sarjono, Sastra Dalam Empat Orba, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001), h. 227.

57


(40)

Setiap sistem pendidikan kiranya perlu disertai usaha untuk menanamkan wawasan pemahaman budaya bagi setiap anak didik. Pemahaman budaya dapat menumbuhkan rasa bangga, rasa percaya diri dan rasa ikut memiliki.

3) Mengembangkan Cipta dan Rasa

Setiap guru hendaknya selalu menyadari bahwa setiap siswa adalah seorang individu dengan keperibadian yang khas, kemampuan, masalah dan kadar perkembangannya masing-masing yang khusus. Oleh karena itu penting sekali kiranya memandang pengajaran sebagai proses pengembangan individu secara keseluruhan. Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra, yang bersifat penalaran, yang bersifat afektif dan bersifat sosial, serta dapat ditambahkan lagi yang bersifat religius. Karya sastra, sebenarnya dapat memberikan peluang-peluang untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan semacam itu. Oleh karenanya, dapatlah ditegaska, pengajaran sastra yang dilakukan dengan benar, akan dapat menyediakan kesempatan untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut lebih dari apa yang disediakan oleh mata pelajaran yang lain, sehingga pengajaran sastra tersebut dapat lebih mendekati arah dan tujuan pengajaran dalam arti yang sesungguhnya.

4) Menunjang Pembentukan Watak

Pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. Dibanding pelajaran-pelajaran lainnya, sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk mengantar kita mengenal seluruh rangkaian kemungkinan hidup manusia seperti: kebahagiaan. Kebebasan, kesetiaan, kebanggaan diri sampai pada kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian, perceraian dan kematian. Seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjuk hal mana yang bernilai dan mana yang tak bernilai.


(41)

Sehubungan dengan pembinaan watak, pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa yang antara lain meliputi, ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan. Sastra, seperti yang kita ketahui, sanggup memuat berbagai medan pengalaman yang sangat luas.58

D. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai novel Pulang pernah dilakukan oleh Uky Mareta Yudistyanto (2013) dalam tesisnya yang berjudul Pendekatan Sosiologi Sastra, Resepsi Sastra Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori. Merupakan tesis di Universitas Sebelas Maret. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan. Pertama, analisis kajian tentang latar sosiologis karya sastra novel Pulang, yaitu: a) ketidak adilan sosial yang meliputi stereotipe sosial dan pelanggaran HAM; b) penyimpangan norma dalam masyarakat yang meliputi seks bebas, perselingkuhan, pengonsumsian minuman keras, tindak anarki dalam demonstrasi, pelecehan sesksual; c) birokrasi yang meliputi pemerintah yang otoriter dan marginalisasi masyarakat; 2) analisis kajian tentang resepsi pembaca yang terdiri dari para pembaca ahli dan pembaca umum (biasa); 3) analisis kajian tentang nilai pendidikan, yaitu: a) nilai pendidikan akademis; b) nilai pendidikan politik; c) nilai pendidikan sosial yang meliputi rasa cinta tanah air dan rasa solidaritas yang tinggi, yaitu rasa empati, rasa saling menjaga, dan rasa senasib sepenanggungan.59

Penelitian novel Pulang juga pernah dilakukan oleh Eko Sulistyo dalam penelitiannya yang berjudul Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Ananlisis Struktur Plot Robert Stanton. Merupakan skripsi di Universitas Gajah Mada. Dari hasil analisis dapat disimpulkan plot pulang bersifat rekat dan plausible. Rekat dan plausible berfungsi untuk membuat pulang seperti

58

B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988) h. 24. 59

Uky Mareta Yudistyanto, Pendekatan Sosiologi Sastra, Resepsi Sastra Dan Nilai

Pendidikan Dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori,


(42)

kenyataan, untuk menguatkan temanya, Pulang menggunakan ironi dramatis (ironi plot).60

Penelitian novel Pulang juga pernah dikaji oleh Aditya Doni Pradipta (2014) dalam skripsinya yang berjudul Konflik Politik Dalam Vovel Pulang Karya Leila Salikha Chudori: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA. Merupakan skripsi di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan. Berdasarkan tinjauan sosiologi sastra, konflik politik dalam novel Pulang dibagi menjadi dua, yaitu senjata-senjata pertempuran dan strategi politik. Senjata-senjata pertempuran yang terdapat dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori ada empat bentuk, yaitu a) kekerasan fisik, b) kekayaan, c) organisasi, d) media informasi. Srategi politik yang terdapat dalam novel Pulang karya Leila S. Chudori ada lima bentuk, yaitu a) perjuangan terbuka, b) perjuangan tersembunyi, c) pergolakan di dalam renzim, d) perjuangan untuk mengontrol renzim, e) kamuflase.61

60

Eko Sulistyo, Novel Pulang Karya Leila S. Chudori: Ananlisis Strukture Plot Robert

Stanton,http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act= view&typ=html&buku_id=72485&obyek_id=4, diakses pada tanggal 12 Januari 2015 pukul 09.00.

61

Aditya Doni Pradipta, Konflik Politik Dalam Novel Pulang Karya Leila Salikha Chudori: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA,http://eprints.ums.ac.id/29964/, diakses pada tanggal 28 Maret 2015 pukul 14:08.


(43)

BAB III

BIOGRAFI PENGARANG, SINOPSIS DAN PEMIKIRAN

A. Biografi Pengarang

Leila Salikha Chudori lahir di Jakarta, 12 Desember 1962. Leila bisa dibilang pengarang yang jempolan. Usia merambah, kreativitas bertambah. Masa kanak-kanak, Leila menjadi pengarang cerita anak-anak, di tingkat akhir SMPnya, Leila telah berhasil menulis cerpen sekitar 50-an serta 11 novelette. Tersebar di majalah-majalah Kuncung, Gadis, Hai, Dewi dan yang lain. Tema yang dipilih Leila kecuali cerita anak-anak, juga kisah-kisah remaja. Berdasar imajinasi. Tetapi dalam setiap cerpen pasti terselip pengalaman yang pernah dihayatinya, dan ini menurut Leila, mampu menghidupkan isi cerpennya. Cerpen yang pernah ditulisnya, yang jadi favoritnya adalah Musik Dan Aku yang dimuat dalam Hai. 1

Bakatnya dalam menulis memang sudah ada sejak masih kecil. Kumpulan cerpennya Malam Terakhir yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzie Nacht (Horlemman Verlag). Sejak kecil leila sudah biasa berkumpul dengan pengarang terkenal seperti, Yudistira Marssadi, Arswendo Atmowiloto atau Danarto. Leila memang bukan pengarang yang pantang mundur, terutama untuk bidang tulis menulis yang diyakininya sebagai pilihan hidup dan karir, karena itu dia memilih menjadi wartawan. Kerja sebagai wartawan memang sangat menyita waktu dan meletihkan, sehingga ia tidak sempat lagi menulis cerita fiksi. Leila sempat mewawancarai tokoh-tokoh terkenal yang tidak mungkin ia jumpai saat dia hanya sekerdar menjadi penulis fiksi. Meski diakui karirnya sebagai pengarang cukup cemerlang.

Jauh sebelum Leila berkecimpung di bidang jurnalistik, Leila sudah sering mempublikasi karangannya di berbagai media cetak bergengsi di Indonesia seperti Horison, Mantra, dan media berbahasa Inggris Solidarity (Filipina), Managerie (Indonesia), dan Tenggara

1

Anonim, Leila S. Chudori Ingin Menggenggam Dunia, Majalah Dewi, Senin, 15 Mei 1979, h. 38.


(44)

(Malaysia). Cerpennya pernah dibahas oleh kritikus sastra Tinneke

Hellwig dalam “Leila S. Chudori and Women in Contemporary Fiction Writing” yang dimuat di Tenggara terbiran Malaysia. Namanya juga tercantum dalam salah satu sastrawan Indonesia dalam kamus sastra

Dictionnaire des Creatrices yang diterbitkan Editions des Femmes, Prancis yang disusun oleh Jacqueline Camus, sebuah kamus sastra yang berisikan data dan profil perempuan yang berkecimpung didunia seni.2

Perempuan kutu buku ini juga sudah menerbitkan sejumlah buku. Semuanya fiksi, Leila memang jarang menulis artikel. Semasa kuliah ia mengaku cukup serius dalam belajar, giat membaca buku-buku teks, sehingga tidak punya waktu untuk menulis, jika sedang pulang ke Indonesia Leila baru bisa mengarang. Leila sangat tidak percaya pada

bakat, bagi dia kata bakat mengandung misteri. “Manusia ditentuksn oleh

faktor eksternal dan internal. Kita harus menguji diri kita, punya jiwa seni

atau tidak.” Katanya. Bagi Leila seorang pegarang memiliki kepekaan

menangkap fenomena dalam dirinya yang kemudian diekspresikan lewat kertas.

Kekaguman Leila pada ayahnya Mohammad Chudori yang merupakan seorang wartawan Kantor Berita Antara, tidak mampu disembunyikannya. Nama Leila S. Chudori tercantum dalam daftar keanggotaan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Periode 1993-1996, ia menegaskan bahwa sudah sejak lama ia menolak untuk duduk dalam keanggotaan itu.

Selain bekerja sehari-hari sebagai wartawan senior Tempo, bersama dengan Bambang Bujono, Leila juga menjadi editor buku

Bahasa! Kumpulan tulisan majalah Tempo (Pusat Data Analisa Tempo, 2008). Leila juga aktif menulis skenario drama televisi. Drama TV berjudul Dunia Tanpa Koma (Produksi SinemArt, sutradara Maruli Ara) yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dan Tora Sudiro ditayangkan di

2

Anonim, Seniman Sastra,


(45)

RCTI tahun 2006. Terakhir Leila menulis skenario film pendek Dripadi

(produksi SinemArt dan Miles Films, sutradara Riri Riza), yang merupakan kisah tafsir Mahabarata.3

B. Sinopsis Novel

Pulang dimulai dengan kisah empat wartawan Indonesia Dimas Suryo, Nugroho, Risjaf dan Tjai, yang dilarang kembali ke tanah air mereka setelah pembersihan komunis Indonesia pada tahun 1965. Sementara teman-teman Dimas dan anggota keluarga dibantai atau disiksa di Indonesia, empat teman-teman berpindah dari satu negara ke negara lain yang mencari suaka politik, akhirnya mendarat di Prancis dan menyambung hidup dengan membuka Restoran Tanah Air.

Tokoh penting lainnya adalah Hananto Prawiro, kawan seangkatan Nugroho yang menjadi pimpinan baik semasa mereka masih sama-sama berkuliah maupun setelah bekerja di Kantor Berita Nusantara. Tokoh ini yang paling memiliki ikatan emosional dengan Dimas, ia kerap berperan sebagai sahabat, pimpinan, sekaligus lawan diskusi yang cukup tengil. Hananto adalah redaktur berita luar negri yang aktif membangun komunikasi dengan berbagai elemen gerakan revolusioner kiri di dunia terutama Amerika Latin, selain itu ia juga aktif di ormas LEKRA dan menjadi tangan kanan pemimpin redaksi yang bertendensi mendukung PKI. Sayangnya, dia harus tertangkap di negerinya sendiri pada 1968 setelah melakukan pelarian panjang dan dieksekusi mati oleh militer pata tahun 1970.

Dimas hanyalah seorang jurnalis profesional yang menganut ideologi politik tertentu, juga tidak terlibat gerakan organisasi politik tertentu. Ia harus menelan pil pahit yang terkadang disesalkannya sendiri, sebab harus hidup tersiksa tanpa alasan. Meski selalu ditolak, selama menjadi eksil, setiap tahun Dimas selalu mendatangi KBRI mengajukan

3

Anonim, Seniman Sastra,


(46)

visa masuk ke Indonesia. Ia juga harus bercerai dengan Vivienne dan bertengkar dengan Lintang karena Dimas selalu berkorespondensi dengan Surti dan anak-anaknya padahal itulah akses yang ia miliki untuk mengetahui gambaram situasi di tanah airnya, dia juga selalu menyimpan stoples kunyit dan cengkih segar yang diletakan di ruang tamu apartemennya supaya setiap hari bisa menghirup aroma khas tanah airnya. Yang paling mengagumkan adalah Restoran Tanah Air yang dirintisnya bersama kelompok eksil politiknya dan sempat dilabeli sarang komunis.

Satu setengah dari buku ini bercerita tentang Dimas dan puterinya. Lintang Utara, yang memutuskan berkunjung ke Indonesia pada tahun 1998 untuk membuat film dokumenter tentang kehidupan eksil politik di Indonesia sebagai bagian dari proyek terakhirnya sebagai mahasiswa di Universitas Sorbonne. Lintang bertemu Segara Alam, putra Hananto Prawiro, yang membantu dia untuk mewawancarai keluarga aktivis politik Indonesia yang menderita di bawah pimpinan Soeharto.

Dalam novel ini, tidak lain Dimas Suryo adalah Sang Ekalaya. Seperti Ekalaya, Dimas adalah manusia yang memandang lurus kehidupan. Dia tidak sadar bahwa sejatinya manusia adalah makhluk yang suka bertarung dan saling memakan sesamanya demi memenuhi kepentingan masing-masing. Meski tidak diakui lagi status warga negaranya dan selalu ditolak pulang oleh pemerintah di negaranya, Dimas tetap bertahan dengan langkah penuh jejak darah luka, sebab ia tahu persis tanah air Indonesia tidak pernah menolak dirinya. Pada akhirnya, setelah Orde Baru Soeharto ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa dan rakyat pada 21 Mei 1998, dan sebagai upaya terakhirnya untuk menegaskan bahwa dirinya adalah putra Indonesia yang punya hak mewarisi tanah airnya, Dimas Suryopun berhasil pulang untuk selamanya ke TPU Karet Bivak Jakarta Pusat, tanah yang aromanya ia kenal dan mengenali dirinya.


(47)

C. Pemikiran Leila S. Chudori

Leila merupakan pengarang yang hampir selalu memilih cerita pendek sebagai format ketika berkarya. Baginya, cerita pendek dalam beberapa hal memiliki peraturan yang lebih ketat, lebih keras, dan lebih galak, sebab cerita pendek harus memuat ledakan dalam ruang yang sempit.

Leila sangat tidak percaya dengan bakat, baginya kata bakat itu

mengandung misteri. “Manusia itu ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Kita harus menguji diri kita, punya jiwa seni atau tidak.”

Katanya. Bagi Leila, seorang pengarang memiliki kepekaan menagkap fenomena dalam dirinya, kemudian diekspresikan lewat kertas. “Kita harus mengadakan pendekatan pada kepekaan itu. Sesudah mengenal kepekaan itu, barulah dilanjutkan dengan proses edukasi, ya membaca, belajar dari

pengalaman, menghayati kehidupan,” Baginya, seni itu tidak diperoleh dalam pendidikan dalam pendidikan akademis, kecuali masalah politik dan ekonomi. Seorang pengarang berbakat tidak ditentukan oleh kuantitas karyanya, tapi bobot karya itu sendiri. Pengarang yang terlalu produktif itu diragukan kualitas karya-karyanya. “Kapan sih kesempatannya untuk mengendapkan karyanya dan kemudian merenung. Lain halnya dengan Putu Wijaya yang benar-benar produktif, tapi terasa ada

pengulangan-pengulangan tanpa disadarinya,”4

Leila beranggapan menulis haruslah dari hati dan menikmati prosesnya. Tidak hanya sekadar ingin terkenal, apalagi memdapatkan penghargaan. Bila suatu karya diapresiasi baik, maka itu menjadi nilai tambah, tapi bukan sesuatu yang diharapkan dari awal pembuatan. Hasil karya Leila banyak terinspirasi dari kisah-kisah perwayangan. Beberapa karyanya banyak memiliki dasar kisah drama keluarga tidak biasa seperti kisah perwayangan. Baginya, kisah keluarga yang baik-baik saja tidak menarik untuk diceritidakan. Berbeda hal bila cerita menggambarkan drama keluarga yang menjadi korban dari peristiwa

4

Leila Salikah Chudori, ”Saya Tak Percaya Pada Bakat”, Jakarta: Suara Pembaruan, Senin, 31 Oktober 1988, h. 8.


(48)

30 September 1965 akan sangat menarik jika diceritidakan dalam sebuah karya.

Leila pergi kuliah ke Kanada tahun 1982, negri multikultural yang

damai dengan standar hidup yang jauh lebih “menjanjikan”. Enam tahun

hidup di negeri yang “tertib” tidak membuat Leila kehilangan selera atas tanah airnya. Ia memilih pulang: kembali ke tempat yang chaos, sumpek

dan penuh persoalan.Leila ingat pesan ayahnya, “ada alasan mengapa kita

dilahirkan sebagai orang Indonesia. Alasan itu harus kita cari sepanjang

hidup kita.”

“Karena tanah air ini sungguh remuk luka, penuh persoalan...

Manusia Indonesia? Manusia yang gemar duit dan malas bekerja, yang gemar bergunjing hanya untuk kesenangan sehari-hari, yang main tembak, yang mempermainkan hukum...,” tulisan Leila dalam peringatan 40 hari kepergian ayahnya.

Tetapi, seperti kata Ayah pula, Indonesia juga memiliki matahari yang hangat. Ada banyak orang yang baik, yang perduli, yang bekerja tanpa mengeluh, banyak yang terus berpeluh tanpa pamrih agar sekadar sejengkal-dua-jengkal tanah air ini membaik. Kekaguman Leila pada Ayahnya Mohammad Chudori wartawan kantor Berita Antara dan The Jakarta Post itu, tidak mampu disembunyikannya.5

Pada akhir tahun 2012, Leila akhirnya menerbitkan novel pertamanya, Pulang, yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia, dan Diluncurkan di Institute Goethe di Jakarta. Leila menghabiskan enam tahun melakukan riset untuk pekerjaan dan dibayar dua kunjungan ke Paris untuk wawancara antara lain, buangan politik Oemar Said dan Sobron Aidit (yang baik untuk sementara meninggal), dan banyak bekas tahanan politik di Jakarta, termasuk wartawan Amarzan

5

Anonim, Leila Selalu Ingin Pulang, www.dw.de/leila-yang-selalu-pulang/a-16821309, diakses pada 09 Februari 2015 pukul 19:18.


(49)

Loebis dan aktivis Djoko sri Moeljono, yang telah dipenjarakan di Pulau Buruh di bawah renzim militer Soeharto.6

Pulang memenangkan Khatulistiwa Literary Award, mengalahkan novel karya penulis berbakat lainnya, seperti Dewi Kharisma Miceillia, Laksmi Pamuntjak, Okky Madasari, dan AS Laksana. Leila mengatakan ia merasa terhormat dan bersyukur pada penghargaan tersebut namun, ia teringat ungkapan ayahnya, yang terpenting dalam kreativitas adalah proses: penelitian dan penulisan. Ini adalah proses yang akan mengajarkan kita untuk menjadi rendah hati. Proses kreatif Leila selalu menggunakan latar jurnalistik untuk karya fiksinya. Dalam menulis Pulang Leila menghabiskan enam tahun untuk meneliti, membaca dan mewawancarai orang-orang buangan politik yang tinggal di Paris, seperti Oemar Said dan Sobron Aidit, pemilik Restoran Tanah Air.7

6

Leila S. Chudori, Tentang Leila, http://www.leilaschudori.com/about-me/, diakses pada 23 Oktober 2014.

7

Meghan Downes, Leila S. Chudori: Khatulistiwa Award Winner’s Commitment To The Writing Process,

http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/20/leila-s-chudori-khatulistiwa-award-winner-s-commitment-writing-process.html, diakses pada 23 Oktober 2014.


(1)

 Membacakan hasil kerja kelompok di depan kelas, dan siswa lain memberikan tanggapan

MATERI POKOK

PEMBELAJARAN

 Analisis teks novel

 Unsur intrinsik dan sifat tokoh Lintang

 Hasil menyunting penggalan teks novel berupa unsur intrinsik dan analisis sifat tokoh Lintang.

STRATEGI PEMBELAJARAN

TATAP MUKA TERSTRUKTUR MANDIRI

Menganalisis teks novel baik secara lisan maupun tulisan

Mencermati teks novel yang berkaitan dengan analisis tokoh Lintang dengan menggunakan teknik dramatik (penggambaran tokoh secara tidak langsung) melalui novel Pulang

Peserta didik diminta berdiskusi untuk memahami unsur intrinsik novel, serta menemukan sifat tokoh Lintang dalam novel

KEGIATAN PEMBELAJARAN

TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN NILAI BUDAYA

PEMBUKA Apersepsi

 Guru mengucapkan salam dilanjutkan dengan doa pembuka

 Guru mengondisikan kelas

 Dapat dipercaya  Rasa hormat dan

perhatian  Tekun


(2)

 Guru memulai pelajaran dengan bertanya jawab tentang sebuah novel

Motivasi

 Guru menanyakan pada peserta didik mengenai hobi dalam membaca karya sastra khususnya novel dan pengertian novel

 Guru menjelaskan secara singkat materi pokok yang akan disampaikan

 Guru menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran

 Berani

INTI Mengamati

 Peserta didik membaca teks di dalam novel

 Peserta didik mencermati teks novel yang berkaitan dengan unsur intrinsik novel

 Peserta didik menemukan kepribadian tokoh yang terkandung dalam novel

Mempertanyakan

 Guru dan peserta didik bertanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan isi bacaan Mengeksplorasi

 Guru membantu peserta didik dalam mencari berbagai sumber


(3)

informasi tentang unsur intrinsik, dan kedirian tokoh, dengan menggunakan teknik pelukisan tokoh yang terkandung dalam novel

Mengasosiasikan

 Peserta didik saling mendiskusikan tentang unsur-unsur yang mengemukakan wujud kedirian tokoh dalam teks novel

 Peserta didik dapat menyimpulkan hal-hal terpenting dalam kedirian tokoh Mengomunikasikan

 Peserta didik menuliskan laporan kerja kelompok tentang analisis tokoh dalam novel  Peserta didik membacakan hasil

kerja kelompok di depan kelas, siswa lain memberikan tanggapan.

PENUTUP Internalisasi

 Peserta didik diminta menjelaskan manfaat dari pembelajaran analisis tokoh Lintang melalui teknik dramatik tokoh dalam sebuah novel Persepsi


(4)

pengalaman kehidupan sebagai pembelajaran yang terkandung dalam senuah novel

METODE DAN SUMBER BELAJAR Sumber

Belajar

Pustaka Rujukan  Buku Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA dan MA kelas XII

 Buku referensi lain yang menunjang materi menganalisis dan menyunting teks novel  Buku referensi lain yang

mengenai analisis tokoh melalui teknik dramatik

Media cetak dan elektronik

Siaran mengenai bedah buku pembahasan analisis tokoh dalam senuah novel

Website dan internet Artikel pembahasan analisis kedirian tokoh dalam sebuah novel Presentasi

Diskusi Kelompok

PENILAIAN

TEKNIK DAN

BENTUK

Tugas

 Peserta didik diminta berdiskusi untuk memahami unsur intrinsik serta menemukan sifat tokoh Lintang di dalam novel

 Secara individual peserta didik diminta menganalisis teks sesuai dengan unsur intrinsik novel


(5)

 Secara kelompok peserta didik diminta menemukan sifat tokoh Lintang yang terkandung di dalam novel

Observasi

 Mengamati kegiatan peserta didik dalam proses mengumpulkan data, analisis data, dan pembuatan laporan

Portofolio

 Menilai laporan peserta didik tentang analisis tokoh Lintang dalam novel

Tes Tertulis

 Menilai kemampuan peserta didik dalam memahami, menerapkan, dan menyunting teks novel sesuai dengan unsur intrinsik serta penggambaran sifat tokoh yang terkandung di dalam novel

Mengetahui, Jakarta, 07 April 2015

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

( ) (Holida Hoirunisa)


(6)

RIWAYAT PENULIS

HOLIDA HOIRUNISA, lahir di Tangerang, 3 Oktober 1992. Menuntaskan pendidikan dasar di SDN Sudimara 5. Kemudian, menuntut ilmu di SMP Yuppentek 3 Ciledug, melanjutkan ke jenjang sekolah menengah di SMA Yuppentek 2 Ciledug. Tahun 2010 meneruskan pendidikanya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Anak dari Muhammad Holis dan Rosyanti ini sejak kecil tinggal bersama orang tuanya di Jln. Tanah 100, Ciledug Tangerang. Dia anak pertama dari tiga bersaudara, adik perempuannya bernama Dwi Kurnia Khoiria, dan adik laki-lakinya bernama Rosy Kurniawan. Sejak kuliah, dia menambah pengalamannya dengan mengajar les privat dan bimbel. Pernah mengajar bidang studi Bahasa Indonesia di sekolah SMP PGRI 336 Pondok Betung selama 4 bulan di tahun 2014. Selain itu menambah pengalamannya sebagai interviewer di Litbang Harian Kompas selama 2 bulan tahun 2014.