"Analisis Pengaruh Entrepreneurship Skill , Entrepreneurship Tendencies, dan Entrepreneurship Orientation Terhadap Competitive Advantage pada Pengusaha Sapi Potong ".

(1)

Universitas Kristen Maranatha i ABSTRACT

This study aimed to examine the effect of Entreprenurial Skills, Entrepreneurial Tendencies and Entrepreneurial Orientation of the Competitive Advantage measured by Path Analysis. Taking the sample by purposive sampling as many as 100 entrepreneurs beef / Cattle Entrepreneur are located in Sumedang Bandung and in the surrounding area of those city. The purpose of this study is to determine which the variables that significant for entrepreneurs to compete well in beef cattle market.. The results of this study showed that the Entrepreneurial Skills and Entrepreneurial Orientation positive berepengaruh to Competitive Advantage Entreprenurial Tendencies whereas no significant effect

Keywords: Entreprenurial Skills, Entrepreneurial Tendencies, Entrepreneurial Orientation, Competitive Advantage.


(2)

Universitas Kristen Maranatha ii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Entreprenurial Skill , Entrepreneurial Tendencies dan Entrepreneurial Orientation terhadap Competitive Advantage diukur dengan Path Analysis. Mengambil sampel secara Purpossive sampling sebanyak 100 pengusaha sapi potong yang berlokasi di daerah bandung sumedang dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui variabel apakah yang berperan vital agar pengusaha sapi potong unggul dalam persaingan. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa Entrepreneurial Skill dan Entrepreneurial Orientation berepengaruh positif kepada Competitive Advantage sedangkan Entreprenurial Tendencies tidak memiliki pengaruh signifikan

Kata kunci: Entreprenurial Skill, Entrepreneurial Tendencies, Entrepreneurial Orientation, Competitive Advantage .


(3)

Universitas Kristen Maranatha iii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Sistematika Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN ... 15 2.1 Kewirausahaan ... 15

2.1.1. Pengertian Kewirausahaan ... 15

2.2 Teori Keunggulan Kompetitif ... 20

2.2.1. Pengertian Keunggulan Bersaing ... 20

2.3 Entreprenurial Orientation... 23

2.3.1. Pengertian sasaran Kewirausahaan ... 23

2.4 Entreprenurial Tendencies ... 27


(4)

Universitas Kristen Maranatha iv

2.5 Entreprenurial Skill (Ketrampilan Kewirausahaan) ... 31

2.5.1. Pengertian Ketrampilan Kewirausahaan ... 15

2.6 Penelitian Terdahulu ... 33

BAB III RERANGKA, MODEL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 34

3.1 Rerangka Penelitian... 34

3.2 Model Penelitian... 35

3.3 Hipotesis Penelitian ... 35

BAB IV METODA PENELITIAN ... 36

4.1 Subyek Penelitian ... 36

4.2 Teknik Pengambilan Sampel dan Jumlah Sampel ... 36

4.3 Operasionalisasi Variabel ... 37

4.4 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 39

4.5 Alat Ukur Penelitian ... 40

46 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 41

4.6.1. Validitas ... 41

4.6.2. Reabilitas ... 43

4.6.3. Objektifitas ... 43

4.6.4. Validitas Penelitian Kuantitatif ... 43


(5)

Universitas Kristen Maranatha v

4.7 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

5.1 Hasil Penelitian ... 46

5.1.1. Analisis Deskriptif Penelitian ... 46

5.1.1.1.Gambaran Tanggapan Responden Mengenai Variabel Entrepreneurial Skill ...46

5.1.1.2.Gambaran Tanggapan Responden Mengenai Variabel Entrepreneurial Tendencies ...49

5.1.1.3.Gambaran Tanggapan Responden Mengenai Variabel Entrepreneurial Orientation ...53

5.1.1.4.Gambaran Tanggapan Responden Mengenai Variabel Competitive Advantage ...56

5.1.2. Analisis Jalur ... 59

5.1.2.1.Uji Normalitas Data ...59

5.1.2.2.Uji Multikolinieritas ...60

5.1.2.3.Uji Hipotesis Simultan ...64

5.1.2.1.Uji Hipotesis Parsial ...66

5.2 Pembahasan ... 76

5.2.1. Implikasi Manajerial ... 79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

DAFTAR SUMBER RUJUKAN LAINNYA... 88


(6)

Universitas Kristen Maranatha vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Data Penyebaran Sapi Lokal ... 5

Tabel 2.1. Jurnal Utama Penelitian ... 33

Tabel 4.1. Definisi Operasional Variabel ... 39

Tabel 4.2. Hasil Validitas Dan Reliabilitas ... 44

Tabel 5.1. Tanggapan Reponden Tentang Entreprenurial Skill ... 46

Tabel 5.2. Tanggapan Reponden Tentang Entreprenurial Tendencies ... 49

Tabel 5.3. Tanggapan Reponden Tentang Entreprenurial Orientation ... 53

Tabel 5.4. Tanggapan Reponden Tentang Competitive Advantage... 56

Tabel 5.5. Nilai VIF Uji Multikolinieritas ... 62

Tabel 5.6. Hasil Uji Matriks Korelasi ... 62

Tabel 5.7. Hasil Estimasi Koefisien Jalur Regressi Matriks X on Y ... 63

Tabel 5.8. Hasil Estimasi Koefisien Determinasi Sub Struktur 1 Squared Multiple Correlations for Structural Equations ... 64

Tabel 5.9. Hasil Estimasi Uji Hipotesis Simultan Sub Struktur 1 ... 65

Tabel 5.10. Hasil Estimasi Uji Hipotesis Parsial Pengaruh Sub Struktur 1 Total Effects of X on Y ... 66

Tabel 5.11. Hasil Estimasi Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung Sub Struktur 1 ... 68

Tabel 5.12. Hasil Estimasi Matriks Korelasi Sub Struktur 2 Correlation Matrix of Y and X1 ... 70

Tabel 5.13. Hasil Estimasi Koefisien Jalur Sub Struktur 2 Regression Matrix Y on X (Standardized) ... 70

Tabel 5.14. Hasil Estimasi Koefisien Determinasi Sub Struktur 2 Squared Multiple Correlations for Structural Equations ... 71


(7)

Universitas Kristen Maranatha vii Tabel 5.16. Hasil Estimasi Uji Hipotesis Parsial Pengaruh Sub Struktur 2

Total Effects of X on Y ... 74 Tabel 5.17. Hasil Estimasi Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung Sub Struktur 2 ... 76 Tabel 5.17. Hasil Estimasi Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung Sub Struktur 2 ... 76


(8)

Universitas Kristen Maranatha viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian ... 35

Gambar 3.2. Kerangka Konseptual ... 36

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual Hipotesa ... 40

Gambar 5.1. Garis Kontinum Kategori Entreprenurial Skill ... 49

Gambar 5.2. Garis Kontinum Kategori Entreprenurial Tendencies ... 52

Gambar 5.3. Garis Kontinum Kategori Entreprenurial Orientation ... 56

Gambar 5.4. Garis Kontinum Kategori Competitive Advantage... 58

Gambar 5.5 P-P Plot Uji Normalitas Data Sub Struktur 1... 59

Gambar 5.6. P-P Plot Uji Normalitas Data Sub Struktur 2... 60

Gambar 5.7. Diagram Konseptual Analisis Jalur Sub Struktur 1 ... 62

Gambar 5.8 Diagram Koefisien Jalur Sub Struktur 1 ... 63

Gambar 5.9 Kurva Pengujian Hipotesis Simultan Sub Struktur 1 ... 65

Gambar 5.10.Kurva Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh Entrepreneurial Skill terhadap Entrepreneurial Orientation ... 67

Gambar 5.11. Kurva Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh Entrepreneurial Tendencies terhadap Entrepreneurial Orientation ... 67

Gambar 5.12. Diagram Konseptual Analisis Jalur Sub Struktur 2 ... 69

Gambar 5.13 Diagram Koefisien Jalur Sub Struktur 2 ... 71

Gambar 5.14 Kurva Pengujian Hipotesis Simultan Sub Struktur 2 ... 73

Gambar 5.15. Kurva Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh Entrepreneurial Skill terhadap Competitive Advantage ... 75

Gambar 5.16. Kurva Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh Entrepreneurial Tendencies terhadap Competitive Advantage ... 75


(9)

Universitas Kristen Maranatha ix Gambar 5.17 Kurva Pengujian Hipotesis Parsial Pengaruh Entrepreneurial Orientation terhadap Competitive Advantage ... 76 Gambar 5.18 Diagram Koefisien Jalur Model Dekomposisi Pengaruh Entrepreneurial

Skill dan Entrepreneurial Tendencies Terhadap Competitive Advantage Melalui Entrepreneurial Orientation ... 77


(10)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia kebutuhan akan daging sapi terus melonjak naik , Menurut badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Peternakan harga sapi di setiap tahunnya mengalami kenaikan yang signifikan (Deptan, 2012) .Kebutuhan akan daging sapi meningkat setiap tahunnya namun dari sisi penawaran atau supply tidak seimbang.. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar lima sampai enam persen dalam satu tahun (data Bank Dunia 2013) , permintaan akan kebutuhan makanan terutama daging sapi mengalami kenaikan, namun pada kenyataannya peternak maupun pedagang sapi di Indonesia masih saja tidak bisa memenuhi permintaan daging sapi di Indonesia.Industri peternakan di Indonesia memang pada nyatanya belum benar-benar memiliki indeks industri yang sangat kuat tercermin dari harga sapi yang melonjak tanpa bisa dikendalikan baik oleh para pelaku bsnis maupun pemerintah.

Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pengembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.

Pemerintah Indonesia bukannya tidak turun tangan pemerintah mengambil kebijakan impor daging beserta sapi hidup. Hal ini dilakukan pemerintah untui menanggapi gap antara supply dan demand akan daging sapi yang terpaut cukup jauh, dengan adanya sapi impor harapan pemerintah yaitu tersedianya daging sapi


(11)

2 Universitas Kristen Maranatha untuk memenuhi permintaan daging dan mampu mengendalikan harga daging sapi. Tetapi dalam kenyataan nya harga sapi terus melambung , memang harga daging sapi ini sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti lemahnya daya beli masyrakat karena nilai tukar rupiah terhdap dollar turun beberapa poin, kenaikan harga BBM, serta iklim investasi pada industry agrobisnis berangsur-angsur menurun. Kondisi seperti ini menyebabkan para pelaku bisnis peternakan sapi potong menemui kesulitan dalam menentukan harga sapi potong. Dalam upaya swasembada daging sapi, sebagaimana yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor:59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS). Dengan melalui kegiatan P2SDS tersebut diharapkan pada tahun 2010, kebutuhan daging sapi bagi masyarakat sudah dapat dipenuhi dari dalam negeri minimal sebesar 90 persen Strategi yang ditempuh dalam pencapaian swasembada daging sapi dilakukan melalui :

(1) Pengembangan sentra perbibitan dan penggemukan

(2) Revitalisasi kelembagaan dan SDM Fungsional di lapangan; (3) Dukungan sarana dan prasarana.

Strategi tersebut diimplementasikan melalui langkah operasional, diantaranya yaitu perbaikan mutu bibit baik secara penambahan jumlah maupun peningkatan kualitas.Sementara BPS (Badan Pusat Statistik) menyatakan hasil rekapitulasi jumlah ternak pemutakhiran (Blok Sensus) untuk Sensus Pertanian (ST) 2013 sampai awal Juni 2013 menyebutkan populasi sapi potong hanya 13,3 juta ekor. Dibandingkan dengan sensus sapi 2011, jumlah ini berkurang 19,52 persen.Penurunan populasi dibandingkan dengan data hasil sensus khusus ternak oleh BPS di tahun 2011 ini ditengarai sebagai akibat dari pemotongan sapi secara besar-besaran karena harga daging sapi yang bertahan relatif tinggi. Sementara itu Kementerian Pertanian memproyeksikan kebutuhan daging sapi tahun 2013 sebesar 549,7 ribu ton.Dari jumlah itu terdapat 474,4 ribu ton dipenuhi dari populasi ternak sapi domestik, sedangkan sisanya sekitar 80 ribu ton (14,6 persen) harus diimpor. Adapun rincian impor tersebut terdiri dari 32 ribu ton dalam bentuk daging sapi beku dan 267 ribu ekor sapi bakalan yang setara dengan 48 ribu ton daging sapi.


(12)

3 Universitas Kristen Maranatha Dalam perkembangannya, realisasi impor berjalan lambat dan ketersediaan daging sapi dalam negeri pun menemui berbagai kendala. Sebagai akibatnya harga daging sapi di beberapa daerah masih terus merangkak naik. Sebagai langkah antisipasi kenaikan harga daging sapi yang cenderung terus meningkat di pasar, pada bulan Mei 2013, Kebijakan Stabilisasi Harga Pangan Pemerintah menetapkan penambahan pasokan daging impor berupa karkas atau daging sebanyak 3.000 ton oleh Bulog. Kenaikan harga daging sapi pun turut terpicu oleh adanya kebijakan pengurangan subsidi BBM yang baru dapat dilaksanakan pada bulan Juni 2013 berdekatan dengan periode kenaikan harga daging musiman menjelang memasuki bulan suci Ramadan.Namun, upaya pemerintah dalam menstabilkan harga daging sapi melalui pelibatan peran Perum Bulog ini pun kenyataannya berjalan lambat karena baru dapat direalisasikan pada minggu ke-tiga Juli 2013 dan itu pun dinilai kurang efektif dalam menurunkan harga.Mempelajari data hasil Sensus Pertanian 2013 dan data impor yang telah ditetapkan, mestinya tingginya harga daging sapi di seluruh wilayah tanah air dalam beberapa bulan terakhir ini dapat dihindari. Potensi sapi potong nasional yang sangat besar seharusnya mampu menjaga ketersediaan pasokan daging di Tanah Air.Ketika terjadi kenaikan permintaan secara tiba-tiba, potensi sapi potong dalam negeri tidak dapat digerakkan dengan segera, sehingga ketersediaan daging di pasar terganggu. Dampaknya harga daging sapi terdongkrak naik cukup tinggi. Kondisi ini diduga merupakan akibat adanya hambatan dalam sistem distribusi daging sapi.

Data BPS menunjukkan bahwa sebaran populasi ternak sapi dan sebaran penduduk yang merupakan konsumen daging sapi di tanah air tidak merata. Mengacu data Sensus Pertanian tahun 2011, populasi sapi potong terbesar terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera yaitu 69,06 persen dari populasi sapi potong nasional. Populasi sapi potong di Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua mencapai 16,77 persen, sedangkan di Pulau Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 14,18 persen dari total populasi sapi potong.Mengacu kepada data Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Jawa dan Sumatera sebanyak 186,7 juta orang atau 78,8 persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Dengan asumsi konsumsi daging sapi 2,2 kg per kapita (Kementerian Perdagangan), maka kebutuhan konsumsi daging sapi di Pulau Jawa dan Sumatera diperkirakan sebanyak 410 juta kg per


(13)

4 Universitas Kristen Maranatha tahun atau setara dengan 2,98 juta ekor sapi potong lokal (asumsi rata-rata berat sapi potong lokal 350 kg dengan berat karkas 54 persen). Bila disandingkan dengan data populasi sapi potong di Jawa dan Sumatera yang diperkirakan berjumlah 8,6 juta ekor (69,09 persen dari total populasi sapi potong), mestinya kebutuhan konsumsi daging sapi di kedua lokasi tersebut dapat dipenuhi sendiri.

Namun kenyataannya, karena pemeliharaan ternak di Jawa sebagian besar bersifat tabungan keluarga dengan jumlah pemilikan sapi rata-rata 1-2 ekor per peternak lokal, maka ketersediaannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi khususnya di Jawa tidak dapat dipastikan dan oleh karenanya harus didatangkan dari kawasan sentra sapi potong, seperti Bali dan Nusa Tenggara. Pulau Bali dan Nusa Tenggara yang dihuni 5,5 persen penduduk Indonesia memiliki 14,18 persen dari populasi sapi potong nasional.Pasokan daging sapi di Pulau Jawa, terutama di wilayah Jabodetabek tidak akan menjadi masalah apabila distribusi sapi dari daerah sentra dapat dilakukan dengan mudah dan biaya murah. Kelebihan potensi populasi sapi potong di Bali dan Nusa Tenggara yang cukup besar sulit untuk disalurkan ke Jawa dan Sumatera akibat sistem logistik yang belum cukup baik. Tata niaga daging sapi domestik masih mengandalkan pada pengiriman sapi hidup dan masih memiliki hambatan yang cukup banyak sehingga belum efisien. Penyebab inefisiensi itu utamanya adalah karena belum memadainya jumlah dan kapasitas alat angkut (truk dan kapal) dan minimnya kualitas sarana angkutan baik truk maupun kapal yang digunakan. Selama ini produksi sapi bakalan nasional mengandalkan peternak kecil yang memelihara sapi di rumah dengan kepemilikan satu-dua ekor. Namun, belakangan, minat masyarakat memelihara sapi indukan untuk menghasilkan sapi anakan dan sapi bakalan semakin berkurang. Alasan utama karena kesulitan mendapatkan pakan hijauan. Belum lagi mereka tidak mendapat kentungan memadai.

Karena kesulitan mendapatkan sapi bakalan, sementara minat untuk masuk bisnis penggemukan sapi tinggi, pelaku usaha penggemukan sapi mulai mencari sapi bahan apa saja, yang penting usahanya tetap jalan. Ada yang menjadikan sapi betina produktif sebagai sapi bakalan atau langsung dipotong.


(14)

5 Universitas Kristen Maranatha Tabel 1.1. Data Penyebaran Sapi potong di Indonesia

Biaya logistik yang tinggi menjadi kendala serius di wilayah Indonesia Timur. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya jaminan muatan balik dari wilayah timur bagi angkutan kargo (backhaul), yang menyebabkan ongkos angkut dari dan ke wilayah timur Indonesia menjadi lebih tinggi dibandingkan dari dan ke wilayah barat Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya disparitas harga yang tinggi antara wilayah barat dan timur.Padahal, terkait masalah pasokan daging sapi, wilayah timur Indonesia memiliki populasi serta potensi menyediakan sapi hidup dan daging sapi yang cukup besar dan prospektif. Sebagai contoh, Rumah Potong Hewan (RPH) di NTB memiliki kapasitas pemotongan daging hingga 60 ton per hari. Namun karena terbatasnya cold storage pada angkutan kapal dan pelabuhan, maka lebih efisien apabila pasokan daging ke daerah lain dilakukan dalam bentuk sapi hidup.Terlepas dari semua masalah teknis , adapun masalah yang timbul adalah kurangnya pengetahuan wirausaha pengusaha sapi potong , para pengusaha sapi potong umumnya berasaldari sekolah peternakan dan tidak memiliki kemampuan managerial yang cukup. Hasilnya kita dapat melihat pengusaha sapi didominasi oleh Perusahaan besar dan wirausahawan usaha sapi potong sulit bersaing.

Kewirausahaan pengusaha sapi dapat dinyatakan sebagai sikap dan cara pandang pengusaha sapi dalam menghadapi persaingan.Nyatanya kita melihat


(15)

6 Universitas Kristen Maranatha banyak pengusaha sapi potong yang tidak punya sasaran yang jelas dan cenderung bersikap pasrah terhadap usahanya sendiri. Industri sapi di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh kebijakan impor daging sapi , tak pelak kebijakan ini menjadi salah satu penghambat swasembada daging sapi di Indonesia. Para peternak lokal dan para pengusaha daging sapi dinilai kurang mampu dan kurang cakap dalam menghadapi tantangan tantangan yang ada. Banyak dari para pengusaha sapi yang masih mengandalkan pengetahuan managerial yang sederhana sehingga badan usaha yang dimilikinya kurang berkembang.Menghadapi situasi sulit ini menyebabkan banyak pengusaha sapi yang mengalami pailit atau bankrupt, hal ini disebabkan oleh lemahnya daya saing yang dimiliki oleh para pengusaha sapi sehingga indiustri sapi di Indonesia berdiri pada titik yang stagnan (dilihat dari angka impor yang tinggi). Kurangnya wawasan kewirasushaan bagi para pengusaha sapi lokal menyebabkan terpuruknya pengusaha sapi , hal ini diperburuk dengan pilihan strategi yang salah. Jika ingin memperbaiki daya saing para pengusaha sapi maka perlu 2 hal yang harus dilakukan, memberi edukasi tentang konsep kewirausahaan yang baik dan membantu dalam pengambilan strategi yang tepat. Mengacu kepada bisnis peternakan sapi potong di indonesia, banyak peternak yang dihadapkan dengan permasalahan yang sama yaitu kesulitan menyusun strategi bisnis sehingga para peternak lokal tidak dapat bersaing dengan pternak skala besar yang banyak mengimpor bibit sapi potong dari Australia.Membahas mengenai Strategi bisnis pada industri peternakan sapi merupakan hal yang cukup kompleks karena di dalam bisnis ini terdapat banyak sekali faktor yang harus diperharikan mulai dari teknologi, jaringan bisnis, dan lingkungan bisnis namun faktor internal dari wirausahawan atau peternak sapi itu sendiri yang sangat krusial dalam menentukan sukses atau tidaknya dalam bisnis peternakan sapi potong. Kewirausahaan dalam bisnis sapi potong merupakan hal yang unik karena banyak dari mereka para pelaku usaha sapi potong umumnya tidak memiliki edukasi bisnis yang baik.

Kewirausahaan (Entrepreneurship) adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada


(16)

7 Universitas Kristen Maranatha kondisi risiko atau ketidakpastian.Wirausaha secara historis sudah dikenal sejak diperkenalkan oleh Richard Castillon pada tahun 1755. Beberapa istilah wirausaha seperti di Belanda dikenadengan ondernemer, di Jerman dikenal dengan unternehmer. Pendidikan kewirausahaan mulai dirintis sejak 1950-an di beberapa negara seperti Eropa, Amerika, dan Kanada. Bahkan sejak 1970-an banyak universitas yang mengajarkan kewirausahaan atau manajemen usaha kecil. Pada tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. DI Indonesia, kewirausahaan dipelajari baru terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sejalan dengan perkembangan dan tantangan seperti adanya krisis ekonomi, pemahaman kewirausahaan baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan-pelatihan di segala lapisan masyarakat kewirausahaan menjadi berkembang.

Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan disebut wirausahawan. Muncul pertanyaan mengapa seorang wirausahawan (entrepreneur) mempunyai cara berpikir yang berbeda dari manusia pada umumnya. Mereka mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang sangat terkait dengan nilai nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul. Masalah utama di Indonesia bukan pada sumber daya sapi potong , masalah utama yang harus di selesaikan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam industri sapi potong, menjadikan mereka kreatif dan mampu berinovasi sehingga banyak keuntungan yang dapat dipetik di masa depan yaitu kita memiliki SDM yang unggul dan kompeten dalam bidang bisnis, kemudia keuntungan lainnya kita dapat memastikan jumlah daging sapi yang sesuai dengan jumlah demand pasar sehingga kita tidak bergantung pada daging sapi impor

Industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada kegiatan produksi di hulu tetapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua kegiatan bisnis pendukungnya.Penulis meyakini bahwa Indonesia akan mempunyai suatu industri peternakan sapi potong yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri bertumbuh.Sebelum tahun 1980-an, usaha peternakan sapi potong di Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu usaha dengan pendekatan usaha tani dan bersifat tradisional. Pemeliharaan sapi oleh para petani umumnya dalam jumlah yang


(17)

8 Universitas Kristen Maranatha relatif kecil dan merupakan backyard farming. Ternak sapi di fungsikan sebagai tabungan. Di beberapa daerah seperti di NTT dan NTB dimana terdapat padang rumput tingkat pemilikan mungkin lebih besar, tetapi cara pengelolaan pun masih tradisional. Program yang dikembangkan oleh instansi teknis umumnya terbatas dengan peningkatan kualitas genetis melalui program IB atau penyebaran bibit sapi lokal ataupun impor ke daerah transmigrasi. Kalau toh ada investasi dalam usaha sapi potong, pada saat itu masih terbatas dalambreeding dan dikelola oleh badan usaha milik negara. Dengan perkataan lain, usaha peternakan masih terfokus di segmen hulu dan masih dalam skala yang sangat kecil.

Mulai awal tahun 1980-an, mulai ada titik perkembangan bangkitnya industri peternakan sapi potong. Pengertian industri disini adalah suatu rangkaian kegiatan usaha yang ditangani dengan pendekatan azas efisiensi, penggunaan managerial skill, dan dilandasi dengan kaidah-kaidah ekonomi. Berlokasi di Jawa Barat, meskipun masih di tingkat hulu industri sapi potong dimulai dengan adanya inovasi baru untuk melakukan penggemukan sapi dengan pola pemeliharaan yang sangat intensif, berskala besar, dan dalam waktu tertentu yang relatif singkat (2–3 bulan), dan padat modal. Bibit sapi yang digunakan adalah sapi-sapi muda jantan yang dalam kondisi fase pertumbuhan dengan perhitungan dapat diperoleh pertambahan berat yang maksimum dan efisien. Dengan adanya feedlot seperti ini, bayangan bahwa usaha peternakan sapi potong hanya sebagai usaha tani dan backyard farming mulai dapat dihapusdan beralih sebagai suatu lapangan bisnis yang padat modal.

Dalam perjalanannya rintisan usaha feedlot oleh perusahaan semi swasta yang dikembangkan dengan kapasitas keluaran sekitar 8000 ekor per tahun tidak dapat berjalan dengan mulus karena tidak mudah untuk memperoleh sapi bakalan dari dalam negeri. Bertolak dari kesulitan inilah sebagai awal mulai digunakannya sapi bakalan dari Australia dimana dengan mudah dapat diperoleh dalam jumlah yang besar dan dengan harga yang relatif setara dengan hargasapi bakalan dari dalam negeri. Berkembangnya usaha feedlot telah mampu merangsang para investor untuk terjun di bisnis penggemukan sapi potong. Mulailah tumbuh di Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah serta beberapa propinsi lain. Pada akhir tahun 80-an merupakan era dimana usaha penggemukan sapi tumbuh dan berkembang dengan pesat. Pasar daging di dalam negeri telah yang sebelumnya utamanya dipasok


(18)

9 Universitas Kristen Maranatha daging yang bersumber dari sapi lokal karya para petani kecil, telah bergeser ditambah sapi hasil penggemukan dengan bakalan impor, dan daging impor.

Seperti halnya dengan industri ataupun usaha lain yang bergantung pasokan bahan baku dari impor, pada saat terjadi krisis moneter yang dimulai akhir 1997, usaha feedlot (penggemukan sapi) juga mengalami goncangan. Tercatat sekitar 50 investor yang ikut meramaikan khasanah industri penggemukan sapi potong harus menghadapi badai krisis. Nilai tukar dollar yang melonjak dengan sangat drastis dan kondisi perekonomian dalam negeri yang berantakan menyebabkan para investor harus tiarap. Bahkan lebih dari itu, sebagian besar investor harus menanggung kerugian yang sangat besar. Baru setelah memasuki tahun 2001 terdapat beberapa pengusaha penggemukan sapi potong yang mulai bangkit lagi, dan pada tahun 2003 diperoleh suatu kondisi yang sama dengan sebelum krisis. Ini dapat diindikasi dengan mulai masuknya sapi bakalan impor.

Untuk menghadapi persaingan semakin ketat para peternak sapidan pedagang sapi perlu bergabung dalam satu komunitas yang bukan saja saling bertukar informasi tetapi jg saling membantu dalam hal manajemen.Asosiasi Pedagang Sapi Indonesia (APSI) adalah salah satu asosiasi atau komunitas yang dipercaya dapat mebantu anggotanya untuk berinovasi dalam industri sapi potong. Para peternak dan pedagang sapi perlu didorong dan dibantun sehingga industri sapi potong di Indonesia bias bertumbuh dan mampu menjadi komoditi yang bisa meningkatkan perekonomian nasional. Para peternak dan pedagang sapi di Indonesia pada umumnya masih konvensional dalam system pengelolaan peternakan sapi potIndonesia ong maupun feedlot, hal ini yang menyebabkan proses inovasi terhambat.Perlu diingat bahwa Industri peternakan sapi potong adalah salah satu industri tertua di dunia. Sudah tentu inovasi dan teknologinya terus berkembang , namun di Indonesia tampaknya perkembangan tekonologi pada industri sapi potong kurang diikuti, akibatnya peternak dan pedagang sapi menemui kesulitan dalam mengembangkan usahanya.Adapun teknologi yang digunakan peternak sapi di Indonesia masih mengandalkan teknologi yang rendah. Terlihat dari pemberian pakan, bentuk kandang dan treatment yang diberikan pada sapi potong.Pemerintah perlu mendorong pedagang dan peternak sapi untuk memiliki jiwa entrepreneur (wirausaha) yang mampu menemukan inovasi dan memenfaatkanya untuk memaksimalkan peluang yang ada.Badan Pusat Statistik


(19)

10 Universitas Kristen Maranatha (BPS) mencatat jumlah sapi lokal di Indonesia kini semakin merosot. Hal ini seiring dengan kebijakan impor sapi baik sapi bakalan maupun sapi beku ke tanah air.

Menurut data BPS dalam 23 bulan terakhir, terutama sejak 1 Juni 2011 hingga 31 Mei 2013 (data BPS 2013) , jumlah sapi di dalam negeri berkurang hingga 2,56 juta ekor. "Jumlah populasi ternak baik sapi dan kerbau dalam 23 bulan terakhir ini cenderung menurun. Dalam kurun waktu itu ada penurunan 2,56 juta ekor.pemerintah telah membuka keran impor untuk menambah pasokan daging sapi. Hal ini juga seiring dengan keinginan pemerintah untuk bisa menstabilisasi harga daging yang masih mencapai Rp 90.000 per kg. Salah satu kebijakan pemerintah adalah justru membebaskan jumlah impor daging sapi jenis premium sejak April 2013.Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi mengatakan hingga saat ini, pemerintah telah menerbitkan izin impor 1.210 ton daging premium. Persetujuan Impor sebesar 1.210 ton kepada empat perusahaan importir dan dagingnya sudah masuk semua ke Indonesia.

Pemerintah juga melakukan kebijakan impor sapi siap potong dengan menerbitkan izin untuk pemasukan 24.750 ekor sapi siap potong. Hingga saat ini, dilaporkan baru 8.990 ekor sapi siap potong yang masuk ke Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.168 ekor sapi sudah dipotong. Sedangkan Bulog sendiri mendapat tugas mengimpor 3.000 ton daging sapi beku.Namun dari jumlah itu ternyata Bulog hanya mampu merealisasikan sebesar 951,97 ton. Padahal pemerintah menargetkan dengan impor daging sapi tersebut akan membuat harga daging sapi menurun, bahkan hingga di level Rp 75.000 per gram.Penurunan jumlah ternak sapi ini karena masalah pengelolaan ternak sapi yang tidak profesional. Melihat data dari tahun 2011, jumlah peternak sapi hanya 5,9 juta orang. Sementara jumlah sapi yang dikelolanya sekitar 14,2 juta ekor. Sehingga masing-masing rumah tangga peternak tersebut hanya memelihara 2-3 ekor sapi.

Selain Hal yang bersifat teknis Pengusaha sapi potong terkendala dalam sisi managerial.Kita dapat melihat fakta bahawa dengan sedikitnya jumlah peternak sapi dari tahun ke tahun menandakan ada yang salah dalam bisnis ini. Jumlah cashflow yang tergolong besar juga menjadi faktor yang unik karena kebanyakan


(20)

11 Universitas Kristen Maranatha pengusaha sapi potong kesulitan dalam memanage keuangannya.Pengusaha sapi potong di indonesia khususnya di daerah jawa barat dan sekitarnya banyak yang tidak memiliki pendidikan tinggi oleh sebab itu mereka sering kesulitan untuk berkembang dan bertumbuh dalam bisnis ini.

Era globalisasi yang berimplikasi pada terbukanya pasar bebas membawa persaingan yang berat bagi eksistensi pelaku ekonomi. Dibutuhkan sesuatu yang memiliki nilai jual lebih agar bisa dikenal dan memperoleh posisi dalam pasar internasional. Porter (dalam Ankli, n.d.) menyebut nilai lebih ini sebagai keunggulan kompetitif. Day & Wensley (1988) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif berkelanjutan merupakan bentuk-bentuk strategi untuk membantu aktor ekonomi dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pendapat tersebut didukung oleh Ferdinand (2003) yang menyatakan bahwa pada pasar yang kompetitif, kemampuan aktor menghasilkan kinerja, terutama kinerja keuangan, sangat bergantung pada derajad keunggulan kompetitifnya. Suatu aktor dikatakan memiliki keunggulan kompetitif ketika aktor tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, melakukan sesuatu lebih baik dari aktor lain, atau mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh aktor lain (Kuncoro, n.d.).

Manajemen strategis, dengan fokus pada keunggulan kompetitif, memiliki satu unsur penting, yaitu operational effectiveness. Efektivitas operasional dikombinasikan dengan strategi adalah jalan (meskipun tidak menjamin) untuk kinerja yang unggul.

Ketimpangan managerial tersebut cukup meresahkan bagi penulis dan begitu menarik atensi penulis maka dari masalah diatas penulis menyusun penelitian ini dengan judul ANALISIS PENGARUH ENTREPRENEURSHIP SKILL , ENTREPRENEURSHIP TENDENCIES, DAN ENTREPRENEURSHIP ORIENTATION TERHADAPAP COMPETITIVE ADVANTAGE PADA PENGUSAHA SAPI POTONG.

1.2.Identifikasi Masalah Dan Perumusan Masalah

Setelah melihat beberapa fenomena yang muncul terkait ketimpangan managerial pada pengusaha sapi potong berkenaan dengan aktifitas Entrepreneurship


(21)

12 Universitas Kristen Maranatha Management dan Strategic Management untuk meraih keberhasilan maka adapun masalah yang muncul dari latar belakang diatas adalah

1. Apakah para anggota pengusaha sapi potong memiliki daya saing untuk meraih kekayaan ?

2. Apakah Entreprenuerial skill berperan penting untuk meningkatkan daya saing utuk pengusaha sapi potong ?

3. Apakah Entreprenuerial tendencies berperan penting untuk meningkatkan daya saing utuk pengusaha sapi potong ?

4. Apakah Entreprenuerial Orientation penting untuk meningkatkan daya saing utuk pengusaha sapi potong ?

1.3. Tujuan Penelitian

Memperhatikan fenomena adanya ketimpangan managerial pada pengusaha sapi potong dalam meraih keberhasilan , maka studi ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui apakah pengusaha sapi potong memiliki daya saing untuk meraih kekayaan dan bagaimana kondisi realita yang terjadi di marketplace.

2. Mengetahui pengaruh Entreprenuerial Orientation pada peningkatkan daya saing untuk pengusaha sapi potong.

3. Mengetahui pengaruh Entreprenuerial Tendencies pada peningkatkan daya saing untuk pengusaha sapi potong.

4. Mengetahui pengaruh Entreprenuerial skill pada peningkatkan daya saing untuk pengusaha sapi potong.


(22)

13 Universitas Kristen Maranatha 1.4. Manfaat Penelitian

Setelah membaca studi ini diharapkan para pembaca penelitian ini dapat memeproleh manfaat dari penelitian ini , berikut adalah manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan dan memperdalam konsep Entrepreneurship Management untuk meraih kekayaan khususnya pada pengusaha sapi potong.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan Studi ini diharapkan dapat menjadi wahana pengetahuan dalam bidang manajemen bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang Analisis Entrepreneurship lebih dalam pada bidang peternakan maupun bidang lain.

3. Bagi industri sapi potong

Dengan mempelajari studi ini diharapkan para pelaku bisnis sapi potong dapat membuka wawasan tentang manajemen entrepreneurship sehingga mampu meraih kekayaan serta memajukan industri sapi potong di Indonesia.

4. Bagi Masyarakat

Studi ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan bisnis di bidang sapi potong.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi gambaran singkat mengenai hal-hal yang mendorong dilakukannya penelitian yang berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan


(23)

14 Universitas Kristen Maranatha perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Kepustakaan

Bab ini berisi tinjauan kepustakaan, dan penelitian terdahulu. Bab III : Rerangka Pemikiran, Model, dan Hipotesis Penelitian

Bab ini berisi tentang rerangka pemikiran, model penelitian dan hipotesis penelitian.

Bab IV : Metode Penelitian

Bab ini berisi uraian mengenai populasi dan teknik pengambilan sampel, metode penelitian yang terdiri dari metode penelitian yang digunakan dan teknik analisis, serta gambaran mengenai operasionalisasi variabel.

Bab V : Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menjelaskan deskripsi hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian serta implikasi manajerial.

Bab VI : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari keseluruhan hasil yang telah di peroleh dalam penelitian ini. Selain itu juga menjelaskan saran untuk penelitian – penelitian selanjutnya, sehingga dapat mengembangkan penelitiannya.


(24)

81 Universitas Kristen Maranatha BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang telah dilakukan, maka didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Melalui penelitian ini didapati hasil yaitu Entrepreneurial Skill, dan Entrepreneurial Tendencies berpengaruh dominan terhadap variabel terikat Entrepreneurial Orientation dan variabel variabel lainnya memiliki pengaruh kecil. Hal ini berarti bahwa untuk meningkatkan daya saing atau Competitive Advantage pengusaha sapi potong maka peternak perlu berfokus pada Entrepreneurial Skill, Entrepreneurial Tendencies, dan Entreprenurial Orientation melalui pelatihan dan pengembangan yang ada bisa melalui pendidikan yang bersifat praktikal dan yang juga menambah khazanah pengetahuan kewirausahaan bagi pengusaha sapi potong.

2. Entrepreneurial Skill berpengaruh besar terhadap Entrepreneurial Orientation hal ini dapat dijelaskan dengan sederhana yaitu kemampuan (skill) pengusaha sapi potong dapat meningkatkan sasaran bisnis (orientation) pada usaha sapi potong yang mereka jalani. Adapun Entrepreneurial Tendencies berpengaruh walaupun tidak terlalu besar terhadap Entrepreneurial Orientation, perlu dicermati bahwa motivasi dan lingkungan pengusaha sapi potong pun dapat menentukan ke arah mana sasaran bisnis yang mereka jalani.

3. Entrepreneurial Skill berpengaruh besar terhadap Competitive Advantage., ini menandakan bahwa para pengusaha sapi potong oerlu meningkatkan skill yang mereka punya untuk dapat bersaing secara unggul pada industri sapi potong. Entrepreneurial Tendencies tidak berpengaruh besar terhadap Competitive Advantage, oleh karena itu pengusaha sapi potong tidak perlu berfokus pada faktor faktor kecendrungan berupa penghargaan, dan motivasi lainnya dalam bersaing di industri sapi potong. Entrepreneurial Orientation berpengaruh dominan terhadap Competitive Advantage, maka pengusaha sapi potong perlu berfokus dan memperhatikan sasaran


(25)

82 Universitas Kristen Maranatha bisnis yang akan diraih karena hal itu akan menentukan apakah pengusaha sapi potong dapat bersaing atau tidak di industri sapi potong. Entrepreneurial Skill, Entrepreneurial Tendencies, dan Entrepreneurial Orientation merupakan factor faktor penting dan juga berpengaruh ketika pengusaha sapi potong ingin unggul dalam persaingan di industry sapi potong.

4. Kemampuaan (skill) dan Sasaran bisnis memiliki peran penting dalam keunngulan bersaing sehingga pengusaha sapi potong perlu berfokus dan bertekun dalam meningkatkan kemampuan serta rencana yang ingin diraih. Namun melalui hasil uji menyatakan bahwa Sasaran (orientation) dapat dihasilkan melalui motivasi (tendencies) yang didapati dari pengaruh lingkungan berupa penghargaan sosial dan kepuasan dalam diri pengusaha sapi potong.

Jadi dapat disimpulkan Variabel Entrepreneurial Skill dan Entrepreneurial Orientation memiliki peran penting dalam meningkatnya keunngulan bersaing atau Competitive Advantage. Sedangkan Entrepreneurial Tendencies atau motivasi dapat memicu pengusaha sapi potong untuk dapat menemukan sasaran (orientation) yang tepat guna unggul dalam persaingan di industri sapi potong.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada :

1. Pengusaha Sapi potong di Indonesia perlu banyak belajar tentang tata kelola perusahaan dan pengetahuan kewirausahaan disamping dapat meningkatkan skill kewirausahaan yang mereka miliki, mereka pun dapat belajar untuk membaca keadaan pasar industri sapi potong. Pengusaha sapi potong di indonesia umumnya kurang mendapat pendidikan yang cukup soal teknis perdagangan hal ini juga dapat menyebabkan berkurangnya daya saing yang mereka miliki. Maka ada baiknya Pengusaha sapi potong senantiasa mengembangkan wawasan yang mereka miliki serta harus memiliki motivasi motivasi yang dapat memicu naiknya daya saing yang mereka miliki seperti dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, memberi manfaat kepada


(26)

83 Universitas Kristen Maranatha masyarakat sekitar, dan mendukung program pemerintah yaotu ketahanan pangan nasional.

2. Pengusaha sapi potong untuk berfokus meningkatkan kemampuan dan dapat menentukan sasaran bisnisnya secara tepat agar mampu bersaing di industri sapi potong. Motivasi yang dimiliki pengusaha dapat membantu pengusaha dalam menentukan sasaran bisnisnya secara tepat.

3. Akademisi atau peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian secara lebih rinci , detail dan menyeluruh dengan melibatkakn variabel tnggung jawab sosials serta pengaruh lingkungan eksternal lainnya.Jika dimungkinkan pada penelitian selanjutnya dapat melakukan teknik wawancara kepada pihak manajemen mengenai faktor – faktor apa saja yang sebenarnya manajemen pertimbangkan dalam membuat kebijakan stratejik karena jika dilihat dari besarnya pengaruh industri daging sapi pada ketahanan pangan nasional.

4. Pemerintah agar dapat mencanangkan program yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknik , praktikal serta kemampuan wirausaha kepada pengusaha sapi potong agar mampu bersaing di waktu yang akan datang. Pemerintah berperan untuk menciptakan lingkungan yang baik dan tepat agar industri sapi potong tetap kondusif sehingga pengusah sapi potong dapat bersaing.


(27)

ANALISIS PENGARUH ENTREPRENEURSHIP SKILL , ENTREPRENEURSHIP TENDENCIES, DAN ENTREPRENEURSHIP

ORIENTATION TERHADAP COMPETITIVE ADVANTAGE PADA PENGUSAHA SAPI POTONG

TESIS

Diajukan sebagai persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Magister Manajemen

Oleh:

Virza Utama Alamsyah 1253032

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

Terakreditasi BAN-PT

SK No. 069/SK/BAN-PT/Akred/M/III/2014 BANDUNG


(28)

(29)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Thesis dengan judul “ANALISIS PENGARUH ENTREPRENEURSHIP SKILL , ENTREPRENEURSHIP TENDENCIES, DAN ENTREPRENEURSHIP ORIENTATION TERHADAPAP COMPETITIVE ADVANTAGE PADA PENGUSAHA SAPI POTONG.” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Master Manajemen pada program studi Magister Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha.

Penulis berkeinginan bahwa penelitian ini memberikan pengetahuan dan tambahan wawasan umumnya bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui industri sapi potong dan khususnya kepada pegusaha sapi potong untuk dapat menjadi unggul dalam peta persaingan di industri sapi potong. Didalam penelitian ini penulis berusaha mengangkat persoalan yang penting yaitu bagaimana meningkatkan daya saing pengusaha sapi potong, adapun yang kita tahu bahwa industri sapi potong adalah salah satu industri penting pemenuh kebutuhan pokok makanan. Karena harga daging sapi yang sulit dikendalikan dan dapat menyebabkan inflasi, penulis memiliki keinginan dengan meningkatnya daya saing pengusaha sapi potong maka ketahanan pangan dan harga daging sapi dapat dikendalikan secara baik.

Penulis berusaha mengukur daya saing pengusaha sapi potong dilihat dari kemampuan (skill) , Motivasi (tendencies) dan sasaran bisnis yang mereka miliki.


(30)

84 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Adair, J. 1996. Effective Innovation. London: Pan.

Alma, Buchari. 2003. Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Bandung: Alfabeta Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian, Suatu Praktek. Jakarta: Bina Aksara.

Baum, J. R., Locke, E. A., & Smith, K. G. (2001). A multidimensional Model of Venture Growth. Academy of Management Journal. 44(2), 292-303.

Bandura. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.

Birkinshaw, J.M., 1997. Entrepreneurship in multinational corporations: the characteristics of subsidiary initiatives. Strategic Management Journal 18 (3), 207–229

Boyatzis, R.E. (1982). The competent manager: a model for effective performance. London: Wiley

Burgelman, R.A., 1984. Designs for corporate entrepreneurship in established firms.

California Management Review 26 (3), 154–166.

Ceylan A. ve N. Demircan. (2001). ―Girişimciliği Etkileyen Faktörler İle Girişimci Kişilik Özellikleri Arasındaki İlişkilere Yönelik Bir Araştırma‖, 9. Ulusal Yönetim ve Organizasyon Kongresi Bildiriler Kitabı, 24-26 Mayıs, Silivri-İstanbul, s.827 -840.

Çetin, C. (1996). ―Yeniden Yapılanma Girisimcilik Küçük ve Orta Büyüklükteki İşletmeler ve Bunların Özendirilmesi, Der Yayınları‖, İstanbul.

Day, G.S and R Wensley (1988), Assesing Advantage : A Framework for Diagnostic

Competitive Superiority,”Journal of Marketing, Vol 52, April, pp.1-20.

De Jong, J., & Den Hartog, D. (2003). Leadership as a determinant of innovative behavior. A Conceptual framework.

Dickson, P. R., & Giglierano, J. J. (1986). ―Missing the boat and sinking the boat: A

conceptual model of entrepreneurial risk‖. The Journal of Marketing, pp.58-70. Eren, E. (2000). Örgütsel Davranış ve Yönetim Psikolojisi, Beta Yayınları, İstanbul

Ferdinand, Augusty, 2003, Sustainable Competitive Advantage: Sebuah Eksplorasi Model Konseptual, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Fraenkel, Jack R. dan Norman E.Wallen. 1993. How to Design and Evalute Researche in Education. New York: Mc Graw-Hill Inc


(31)

85 Universitas Kristen Maranatha Geri S. - Research on entrepreneurial characteristics of students in school of physical

education and sports , Turkish Journal of, 2013 - dergipark.ulakbim.gov.tr Griffin, R.W. & Ebert, RJ 2002, Bisnis, Edisi Keenam, Edisi Indonesia, Jilid 2, Jakarta: PT.

Indeks.

Gürbüz, G., &Aykol, S. (2009). Entrepreneurial management, entrepreneurial orientation and Turkish small firm growth. Management Research News.32(4), 321 – 336. Hamel, G dan Prahalad, C, K, 2000. Kompetisi Masa Depan. Yakarta : Bina Rupa Aksara. Ifham, A. (2002). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kewirausahaan Pada Mahasiswa.

Jurnal Psikologi No. 02 . Universitas Gajah Mada.

Jarillo.J.Carlos, and Stevenson, Howard., (1990). A.paradigm of Entrepreneurship : Entrepreneurial Management, Strategic Management Journal, Vol.II (Edisi Khusus). Hal. 17-27

Katz, J., dan W. Gartner, 1988. Properties of emerging organizations. Academy of

Management Review 13 (3): 429-441.

Kao, R.W.Y. (1997). An Entrepreneurial Approach to Corporate Management. Singapore: Prentice Hall.

Kapu H. - The life of entrepreneruial managers and her life values, Unpublished PhD thesis, Marmara University, SBE, 2001

Kent, C.A., Sexton, D.L., Vesper, K.H. (Eds.) (1982), Encyclopedia of Entrepreneurship, Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall.

Keskin, H. Alpkan, L., Zehir, C. (2002). ―Girişimcilik Hisleriyle Girişimcilik Potansiyeli Arasındaki İlişki: Gebze ve Civarındaki Girişimciler Üzerine Bir Saha Araştırması‖, Doğu Akdeniz Üniversitesi 21. Yüzyılda Kobiler: Sorunlar, Fırsatlar ve Çözüm Önerileri Sempozyum Bildirileri, Ocak 2002.( http://www.emu.edu.tr/smeconf/paper_list.htm. 01/04/2008).

Kirzner, Israel M. (1979). Perception, Opportunity, and Profit: Studies in the Theory of Entrepreneurship. Chicago: University of Chicago Press.

Knight F. , Risk, Uncertainty, and Profit , Boston : Hart, Schaffner & Marx Houghton Mifflin Co

Kuncoro M. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta ,Erlangga.

Li, Dr Jun. (2006) Entrepreneurship and Small Business Development in China. Bradford,

UK: Emerald Group Publishing Limited, p 149.


(32)

86 Universitas Kristen Maranatha Miles, M.P., Arnold, D.R., (1991). The relationship between market orientation and

entrepreneurial orientation, Entrepreneurship Theory and Practice, Vol. 15, no. 4, 49-65.

Miles. R.E., dan Snow. C. (1978), Organizational Strategy, Structure, and Process, New Yorf, NY: McGraw-Hill.

Peter F. Drucker, (1985), Innovation and Entrepreunership Practice and Principles, New York, Harper & Row, Publiser, Inc.

Pervin, L. A. , Personality: Theory, Assesment and Research, John Wiley & Sons, New York, 1980.

Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. London: The Macmillan Press Ltd

Priyono, S. & Soerata, M. (2005). Kiat Sukses Wirausaha. Yogyakarta: Palem.

Riyanti. (2003). Kewirausahaan dari sudut pandang psikologi kepribadian. Jakarta : Grasindo.

Roscoe, J.T. 1975. Fundamental Research Statistic for The Behavior Sciencess. (2nd, ed),

Holt,Rinehart and Winston. New York

Rotter, J. B. (1966). ―Generalized expectancies for internal versus external locus of control of reinforcement‖, Psychological Monographs: General and Applied, Serial Number 609, Vol. 80.

Schumpeter J. (1934): The Theory of Economic Development. An Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest and the Business Cycle. Harvard U.

Sirivanh T, Sateeraroj M : The Effect of Entrepreneurial Orientation and Competitive

Advantage on SMEs’ Growth: A Structural Equation Modeling Study.

International Journal of Business and Social Science. Vol. 5, No. 6(1); May 2014. Smart, D. T., & Conant, J. S. (1994). Entrepreneurial orientation, distinctive marketing

competencies and organizational performance. Journal of Applied Business Research , 10 (3), 28 – 39

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta Venkatraman, N. (1989), Strategic orientation of business enterprises: the construct,

dimensionality, and measurement, Management Science, Vol. 35 No. 8.

Venkatraman, N. (1989), The concept of fit in strategy research: toward verbal and statistical correspondence. Academy of Management Review, 14(3), 423-444


(33)

87 Universitas Kristen Maranatha Wiklund, J. And Shepherd, D. 2005. Entrepreneurial Orientation and Small Business

Performance: A Configurational Approach. Journal of Business Venturing.20, 71-91.

Winardi. 2003. Entrepreneur & Entrepreneurship. Kencana Prenada Media Group.

Zahra, S.A., & Covin, J. (1995). Contextual Influences on the Corporate Entrepreneurship-Performance Relationship: A Longitudinal Analysis. Journal of Business Venturing, 10, 43-58


(34)

88 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR SUMBER RUJUKAN LAINNYA

Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan . 2012. Statistik penyebaran Sapi potong di Indonesia 2000-2002: Sapi Potong. Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan.Kementrian Pertanian.

Peraturan Menteri Pertanian nomor : 59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS)


(1)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Thesis dengan judul “ANALISIS PENGARUH ENTREPRENEURSHIP SKILL , ENTREPRENEURSHIP TENDENCIES, DAN ENTREPRENEURSHIP ORIENTATION TERHADAPAP COMPETITIVE ADVANTAGE PADA PENGUSAHA SAPI POTONG.” guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Master Manajemen pada program studi Magister Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha.

Penulis berkeinginan bahwa penelitian ini memberikan pengetahuan dan tambahan wawasan umumnya bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui industri sapi potong dan khususnya kepada pegusaha sapi potong untuk dapat menjadi unggul dalam peta persaingan di industri sapi potong. Didalam penelitian ini penulis berusaha mengangkat persoalan yang penting yaitu bagaimana meningkatkan daya saing pengusaha sapi potong, adapun yang kita tahu bahwa industri sapi potong adalah salah satu industri penting pemenuh kebutuhan pokok makanan. Karena harga daging sapi yang sulit dikendalikan dan dapat menyebabkan inflasi, penulis memiliki keinginan dengan meningkatnya daya saing pengusaha sapi potong maka ketahanan pangan dan harga daging sapi dapat dikendalikan secara baik.

Penulis berusaha mengukur daya saing pengusaha sapi potong dilihat dari kemampuan (skill) , Motivasi (tendencies) dan sasaran bisnis yang mereka miliki.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adair, J. 1996. Effective Innovation. London: Pan.

Alma, Buchari. 2003. Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Bandung: Alfabeta Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Penelitian, Suatu Praktek. Jakarta: Bina Aksara.

Baum, J. R., Locke, E. A., & Smith, K. G. (2001). A multidimensional Model of Venture Growth. Academy of Management Journal. 44(2), 292-303.

Bandura. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.

Birkinshaw, J.M., 1997. Entrepreneurship in multinational corporations: the characteristics of subsidiary initiatives. Strategic Management Journal 18 (3), 207–229

Boyatzis, R.E. (1982). The competent manager: a model for effective performance. London: Wiley

Burgelman, R.A., 1984. Designs for corporate entrepreneurship in established firms. California Management Review 26 (3), 154–166.

Ceylan A. ve N. Demircan. (2001). ―Girişimciliği Etkileyen Faktörler İle Girişimci Kişilik Özellikleri Arasındaki İlişkilere Yönelik Bir Araştırma‖, 9. Ulusal Yönetim ve Organizasyon Kongresi Bildiriler Kitabı, 24-26 Mayıs, Silivri-İstanbul, s.827 -840.

Çetin, C. (1996). ―Yeniden Yapılanma Girisimcilik Küçük ve Orta Büyüklükteki İşletmeler ve Bunların Özendirilmesi, Der Yayınları‖, İstanbul.

Day, G.S and R Wensley (1988), Assesing Advantage : A Framework for Diagnostic Competitive Superiority,” Journal of Marketing, Vol 52, April, pp.1-20.

De Jong, J., & Den Hartog, D. (2003). Leadership as a determinant of innovative behavior. A Conceptual framework.

Dickson, P. R., & Giglierano, J. J. (1986). ―Missing the boat and sinking the boat: A conceptual model of entrepreneurial risk‖. The Journal of Marketing, pp.58-70. Eren, E. (2000). Örgütsel Davranış ve Yönetim Psikolojisi, Beta Yayınları, İstanbul

Ferdinand, Augusty, 2003, Sustainable Competitive Advantage: Sebuah Eksplorasi Model Konseptual, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Fraenkel, Jack R. dan Norman E.Wallen. 1993. How to Design and Evalute Researche in Education. New York: Mc Graw-Hill Inc


(3)

Geri S. - Research on entrepreneurial characteristics of students in school of physical education and sports , Turkish Journal of, 2013 - dergipark.ulakbim.gov.tr Griffin, R.W. & Ebert, RJ 2002, Bisnis, Edisi Keenam, Edisi Indonesia, Jilid 2, Jakarta: PT.

Indeks.

Gürbüz, G., &Aykol, S. (2009). Entrepreneurial management, entrepreneurial orientation and Turkish small firm growth. Management Research News.32(4), 321 – 336. Hamel, G dan Prahalad, C, K, 2000. Kompetisi Masa Depan. Yakarta : Bina Rupa Aksara. Ifham, A. (2002). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kewirausahaan Pada Mahasiswa.

Jurnal Psikologi No. 02 . Universitas Gajah Mada.

Jarillo.J.Carlos, and Stevenson, Howard., (1990). A.paradigm of Entrepreneurship : Entrepreneurial Management, Strategic Management Journal, Vol.II (Edisi Khusus). Hal. 17-27

Katz, J., dan W. Gartner, 1988. Properties of emerging organizations. Academy of Management Review 13 (3): 429-441.

Kao, R.W.Y. (1997). An Entrepreneurial Approach to Corporate Management. Singapore: Prentice Hall.

Kapu H. - The life of entrepreneruial managers and her life values, Unpublished PhD thesis, Marmara University, SBE, 2001

Kent, C.A., Sexton, D.L., Vesper, K.H. (Eds.) (1982), Encyclopedia of Entrepreneurship, Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall.

Keskin, H. Alpkan, L., Zehir, C. (2002). ―Girişimcilik Hisleriyle Girişimcilik Potansiyeli Arasındaki İlişki: Gebze ve Civarındaki Girişimciler Üzerine Bir Saha Araştırması‖, Doğu Akdeniz Üniversitesi 21. Yüzyılda Kobiler: Sorunlar, Fırsatlar ve Çözüm Önerileri Sempozyum Bildirileri, Ocak 2002.( http://www.emu.edu.tr/smeconf/paper_list.htm. 01/04/2008).

Kirzner, Israel M. (1979). Perception, Opportunity, and Profit: Studies in the Theory of Entrepreneurship. Chicago: University of Chicago Press.

Knight F. , Risk, Uncertainty, and Profit , Boston : Hart, Schaffner & Marx Houghton Mifflin Co

Kuncoro M. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta ,Erlangga.

Li, Dr Jun. (2006) Entrepreneurship and Small Business Development in China. Bradford, UK: Emerald Group Publishing Limited, p 149.


(4)

Miles, M.P., Arnold, D.R., (1991). The relationship between market orientation and

entrepreneurial orientation, Entrepreneurship Theory and Practice, Vol. 15, no. 4, 49-65.

Miles. R.E., dan Snow. C. (1978), Organizational Strategy, Structure, and Process, New Yorf, NY: McGraw-Hill.

Peter F. Drucker, (1985), Innovation and Entrepreunership Practice and Principles, New York, Harper & Row, Publiser, Inc.

Pervin, L. A. , Personality: Theory, Assesment and Research, John Wiley & Sons, New York, 1980.

Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. London: The Macmillan Press Ltd

Priyono, S. & Soerata, M. (2005). Kiat Sukses Wirausaha. Yogyakarta: Palem.

Riyanti. (2003). Kewirausahaan dari sudut pandang psikologi kepribadian. Jakarta : Grasindo.

Roscoe, J.T. 1975. Fundamental Research Statistic for The Behavior Sciencess. (2nd, ed), Holt, Rinehart and Winston. New York

Rotter, J. B. (1966). ―Generalized expectancies for internal versus external locus of control of reinforcement‖, Psychological Monographs: General and Applied, Serial Number 609, Vol. 80.

Schumpeter J. (1934): The Theory of Economic Development. An Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest and the Business Cycle. Harvard U.

Sirivanh T, Sateeraroj M : The Effect of Entrepreneurial Orientation and Competitive Advantage on SMEs’ Growth: A Structural Equation Modeling Study. International Journal of Business and Social Science. Vol. 5, No. 6(1); May 2014. Smart, D. T., & Conant, J. S. (1994). Entrepreneurial orientation, distinctive marketing

competencies and organizational performance. Journal of Applied Business Research , 10 (3), 28 – 39

Sugiyono. 2007. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabeta Venkatraman, N. (1989), Strategic orientation of business enterprises: the construct,

dimensionality, and measurement, Management Science, Vol. 35 No. 8.

Venkatraman, N. (1989), The concept of fit in strategy research: toward verbal and statistical correspondence. Academy of Management Review, 14(3), 423-444


(5)

Wiklund, J. And Shepherd, D. 2005. Entrepreneurial Orientation and Small Business Performance: A Configurational Approach. Journal of Business Venturing.20, 71-91.

Winardi. 2003. Entrepreneur & Entrepreneurship. Kencana Prenada Media Group.

Zahra, S.A., & Covin, J. (1995). Contextual Influences on the Corporate Entrepreneurship-Performance Relationship: A Longitudinal Analysis. Journal of Business Venturing, 10, 43-58


(6)

DAFTAR SUMBER RUJUKAN LAINNYA

Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan . 2012. Statistik penyebaran Sapi potong di Indonesia 2000-2002: Sapi Potong. Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan.Kementrian Pertanian.

Peraturan Menteri Pertanian nomor : 59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS)