PENCAK SILAT PADA PAGURON BAJING KIRING DI DESA KARAJAN KECAMATAN CIKAMPEK KABUPATEN KARAWANG.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Metodologi Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 12

F. Asumsi ... 13

BAB II. TINJAUAN TEORETIS A. Pengertian Pencak Silat ... 15

B. Perkembangan Pencak Silat di Jawa Barat ... 21

C. Struktur Penyajian Pencak Silat ... 26

BAB III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 33

B. Definisi Operasional ... 35

C. Teknik Pengumpulan Data ... 36

D. Instrumen Penelitian ... 41

E. Langkah-Langkah Penelitian ... 42

F. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 43

G. Teknik Analisis Data ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 46

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

2. Latar Belakang Berdirinya Paguron Pencak Silat Bajing Kiring ... 47

3. Struktur Penyajian Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring ... 56

B. Pembahasan ... 83

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 86


(2)

DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 92


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat, karena segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat itu ditentukan oleh kebudayaan masyarakat itu sendiri. Kebudayaan merupakan sesuatu yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lain, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kesenian, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan seperti hasil karya, rasa dan cipta masyarakat itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat dalam buku Widagdho, dkk (2010:20) mengatakan kebudayaan adalah “keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tatakelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”.

Berdasarkan konteks budaya, ragam kesenian terjadi disebabkan adanya sejarah dari zaman ke zaman. Jenis-jenis kesenian tertentu mempunyai kelompok pendukung yang memiliki fungsi berbeda. Adanya perubahan fungsi dapat menimbulkan perubahan yang hasil-hasil seninya disebabkan oleh dinamika masyarakat, kreativitas, dan pola tingkah laku dalam konteks kemasyarakatan. Kesenian rakyat merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat tradisional yang mempunyai ciri khas dari masyarakat itu sendiri,


(4)

berkembang pada saat ini di Jawa Barat di antaranya Jaipongan, Sisingaan, Kuda Lumping, Ronggeng Gunung, Pencak Silat, dan lain-lain.

Dari sekian banyak kesenian yang telah dipaparkan di atas, salah satu kesenian yang masih banyak diminati sampai saat ini adalah seni Pencak Silat. Pencak Silat adalah salah satu cabang beladiri tradisional yang berkembang di Jawa Barat. Pencak silat merupakan olahraga beladiri yang harus banyak konsentrasi. Di Indonesia memiliki aliran pencak silat yang mempunyai ciri khas masing-masing di setiap daerahnya, di Jawa Barat terkenal dengan jurus Cimande, jurus Cikalong dan jurus syahbandar. Pada jurus Cimande secara garis besar jurusnya ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu : Jurus Kelid Cimande, Jurus Pepedangan, dan Jurus Tepak Selancar. Adapun jurus kelid Cimande dan jurus pepedangan merupakan pembelaan diri, sedangkan tepak selancar termasuk seni ibing pencak silat. Aliran Cikalong Untuk dapat melakukan jurus-jurus silat Cikalong dengan baik, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) posisi, waktu, alat, jangkauan, gerakan, dan sasaran dengan benar dan tepat; (2) berusaha untuk dekat dengan lawan; dan (3) gerakan untuk menghindar dari serangan lawan. Sedangkan pada jurus Syahbandar mempunyai perbedaan dari gaya Pencak yang lain, yaitu tidak banyak menggunakan tenaga, karena gerakannya kebanyakan menghindari serangan lawan dan membiarkan terbawa oleh arus tenaga lawan sendiri. Pencak Syahbandar banyak mempergunakan gerakan Depok (merendah), jadi gerakan-gerakan lebih ditekankan pada bagian bawah.


(5)

Upaya pengembangan dan penyebaran Pencak Silat Olahraga dilaksanakan antara lain dengan menyelenggarakan kejuaraan-kejuaraan. Di Indonesia setiap tahun diadakan kejuaraan nasional Pencak Silat untuk pesilat dewasa dan remaja secara berselang-seling, kecuali apabila dalam tahun yang bersangkutan diadakan PON (Pekan Olahraga Nasional) di mana Pencak Silat Olahraga juga diikutsertakan. Sejak tahun 1987, Pencak Silat Olahraga diikutsertakan dalam SEA Games. Pada tahun-tahun berikutnya di mana Pencak Silat Olahraga selain ikut serta dalam SEA Games juga ikutserta dalam kejuaraan Nasional dan kejuaraan tingkat daerah, sementara upaya pengembangan dan penyebaran Pencak Silat Seni dilaksanakan dengan menyelenggarakan festival atau lomba, dengan dipertandingkannya cabang olahraga pencak silat di manca negara, maka dengan demikian pencak silat sudah Go International bukan milik bangsa Indonesia lagi, tetapi olahraga milik dunia.

Di Indonesia, pencak silat mempunyai dua wadah yang menghimpun seluruh perguruan Pencak Silat Indonesia, yaitu Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) dan Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI), keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu mengembangkan, melestarikan serta memasyarakatkan Pencak Silat sebagai seni beladiri yang tangguh. Pada umumnya Pencak Silat lebih mengarah kepada aspek beladiri, yang di dalamnya mengandung banyak unsur olah raga dengan tujuan untuk ketahanan fisik yang lebih mantap, sedangkan PPSI mengembangkan Pencak Silat dengan mengutamakan aspek seni, yang di dalamnya mengandung unsur keindahan gerak. Pencak Silat


(6)

merupakan bagian dari kebudayaan pribumi Asia Tenggara (Asteng), yakni kelompok masyarakat etnis yang merupakan penduduk asli negara-negara di kawasan Asia Tenggara (Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand dan Vietnam).

Pada umumnya Pencak Silat beladiri dengan Pencak Silat Seni keduanya mempunyai suatu kesinambungan yang telah mengalami perkembangan, dengan seiringnya perkembangan dan kemajuan zaman, penggunaan Pencak Silat sebagai beladiri semakin berkurang, sehingga muncul suatu bentuk kesenian yang menggabungkan antara Pencak Silat beladiri dengan seni dengan menitik beratkan pada segi keindahan, seperti yang diungkapkan oleh Maryono (2000:192) yaitu “sebagai segi estetis dari bersilat atau berpencak, pencak silat seni adalah karya yang mewujudkan bakat atau kebolehan menciptakan sesuatu yang indah”.

Ungkapan di atas, adalah merupakan perubahan fungsi penggunaan Pencak Silat sebagai beladiri menjadi Penggabungan antara Pencak silat beladiri dengan seni karena keadaan lingkungan masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri, bahwa Pencak Silat dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan yang lain, seperti kebutuhan estetis, sakral, maupun hiburan. Bentuk Pencak Silat yang ditransformasikan ke dalam bentuk seni ini mempunyai nama yang berbeda di setiap daerahnya dengan gaya dan jurus ciri khas masing-masing. Hal ini diutarakan oleh Djelantik (1999:45) berikut ini:


(7)

Gaya muncul karena adanya penonjolan. Penonjolan mempunyai maksud mengarahkan perhatian orang yang menikmati suatu karya seni tertentu, yang dipandang lebih penting dari hal-hal yang lain. Penonjolan dalam suatu karya seni bisa membuat ciri khas pada karya itu, yang disebut karakter. Kemiripan penonjolan sejenis yang tampil dalam jumlah yang banyak, terangkat menjadi milik bersama, maka akan menjadi apa yang disebut gaya atau style.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pencak silat dalam gerakannya berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya, hal ini dikarenakan di Indonesia khususnya di daerah Jawa Barat memiliki berbagai macam gaya atau style yang menjadi ciri khas pada perguruan-perguruan pencak silat.

Pencak silat merupakan hasil budi dan akal manusia, lahir dari sebuah proses perenungan, pembelajaran dan pengamatan. Sebagai tata gerak, pencak silat dapat disamakan dengan tarian sehingga di dalamnya terdapat unsur keindahan. Bahkan pencak silat lebih kompleks, karena dalam tata geraknya terkandung unsur-unsur pembelaan diri yang tidak ada dalam tarian. Sebagai hasil budaya, pencak silat sangat kental dengan nilai dan norma yang hidup dan berlaku di masyarakat. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh Abdus Sjukur, yang merupakan tokoh dari perguruan pencak silat Bawean dalam Maryono (1999:4) bahwa “Pencak adalah gerakan langkah keindahan dengan menghindar yang disertakan gerakan berunsur komedi. Pencak dapat dipertotonkan sebagai sarana hiburan. Silat adalah unsur teknik bela diri menangkis, menyerang dan yang tidak dapat diperagakan di depan umum”.


(8)

Cikal bakal Pencak Silat di Jawa Barat berasal dari daerah Cianjur yang lama kelamaan menyebar ke pelosok daerah di Jawa Barat, juga merupakan budaya daerah yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia bahkan Pencak Silat ini sudah membudaya ke Mancanegara. Dalam perjalanan keberadaannya telah menyebar ke berbagai pelosok daerah, dengan memiliki tujuan yang berbeda-beda misalnya kepentingan beladiri, olah raga dan seni. Pencak Silat di kota Cianjur, memiliki banyak gaya diantaranya yaitu gaya Cimande, gaya Cikalong dan gaya Syahbandar.

Dari sekian banyak Paguron yang tersebar di Jawa Barat, pasti memiliki gaya dan jurus sebagai ciri khas masing-masing. Begitu pula paguron Pencak Silat yang terdapat di kota Karawang, salah satunya yaitu Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring. Paguron Bajing Kiring di pimpin oleh alm. H. Muhammad Cece Nurdin, karena pimpinan paguron Bajing Kiring telah wafat maka paguron tersebut diteruskan oleh putera tunggalnya yaitu Bapak Encep Permana.

Nama Paguron Pencak Silat Bajing Kiring ini adalah merupakan nama yang ketiga, sebab sebelum itu telah mengalami dua kali perubahan nama. Pada tahun 1930 Paguron ini diberi nama „Panca Wargi‟, karena yang membina seni beladiri tersebut terdiri dari lima keluarga yang masih bersaudara. Setelah itu pada tahun 1980 nama Paguron Pencak Silat Panca Wargi dirubah menjadi „TUM‟ yang merupakan singkatan dari “Tamba Urat Murungkut”. Pada tahun 1982 nama „TUM‟ dirubah kembali menjadi „Bajing


(9)

Kiring‟ hingga saat ini nama Bajing Kiring masih digunakan oleh paguron tersebut. Nama Bajing Kiring digunakan dengan tujuan “ngalap berkah”, yang artinya agar anggota Bajing Kiring berjiwa besar, budi luhur, hormat dan taat pada orang tua juga taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Setelah menjadi perguruan, Bajing Kiring semakin berkembang, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga mereka diberi kesempatan untuk tampil di TVRI pusat yaitu pada tahun 1982 dan 1983. Paguron Bajing Kiring pernah mengikuti kejuaraan, adapun kejuaraan yang pernah diikutinya antara lain. Pada tahun 1985 Paguron Bajing Kiring mengikuti kejuaraan Pencak Silat se-Kabupaten Karawang dan keluar sebagai juara umum. Pada tahun 1986 mengikuti kejuaraan se-Kabupaten Karawang untuk jenis olahraga dan berhasil mendapatkan satu perak dan lima perunggu. Tidak hanya dalam kejuaraan, mereka tampil tapi dalam acara sehari-hari seperti acara peringatan HUT RI, acara pernikahan, acara khitanan, dll. Namun di masyarakat Kabupaten Karawang khususnya masyarakat Cikampek yang kebanyakan masyarakatnya masih belum mengetahui keberadaan paguron Bajing Kiring tersebut. Maka dengan meneliti paguron ini peneliti dapat memperkenalkan paguron Bajing Kiring kepada masyarakat sekitar khususnya di Kecamatan Cikampek.

Bajing Kiring adalah salah satu nama sifat dari tokoh pewayangan yaitu Gatotkaca yang mempunyai sifat-sifat seperti berjiwa besar, berbudi luhur, hormat dan taat pada orang tua juga taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


(10)

Pada Paguron Bajing Kiring yang dipimpin oleh Bapak Encep Permana ini mengajarkan jurus Golok lima yang merupakan ciri khas pada paguron ini yang lebih mengarah kepada berjiwa besar, berbudi luhur, hormat dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jurus Golok Lima pada paguron Bajing Kiring disajikan sebagai pembukaan dalam pertunjukan Pencak Silat. Jurus Golok Lima sebagai sebuah atraksi pertunjukan sebelum melakukan jurus Pencak Silat inti seperti tepak dua, tepak tilu, dan padungdung, yang unik dalam jurus golok lima ini adalah seorang pesilat yang menggunakan lima golok dalam mempertunjukkannya, dan jurus golok lima hanya ada pada Paguron Bajing Kiring yang kini menjadi ciri khas dalam paguron tersebut.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti ingin mengungkap lebih dalam lagi tentang pencak silat yang berada di Paguron Bajing Kiring, dimana Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring ini mempunyai keunikan tersendiri yaitu menampilkan Jurus Golok Lima, dengan mengambil judul “Pencak

Silat Pada Paguron Bajing Kiring Di Desa Karajan Kecamatan

Cikampek Kabupaten Karawang”. Hal ini mengingat, sepanjang pengamatan peneliti, bahwa penelitian terhadap Paguron Bajing Kiring belum pernah ada yang meneliti, dengan begitu diharapkan dapat terjaga keaslian penelitian ini.


(11)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka peneliti merumuskan masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang berdirinya Paguron Pencak Silat Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang?

2. Bagaimana Struktur Penyajian Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap seni tradisional daerah setempat khususnya pada seni Pencak Silat, dan agar Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Kabupaten Karawang dapat dikenal oleh masyarakat luas khususnya di Kecamatan Cikampek.

2. Tujuan Khusus

Berpijak pada rumusan masalah di atas, penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang. Untuk lebih jelasnya penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan latar belakang berdirinya Paguron Pencak Silat Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang.


(12)

b. Mendeskripsikan struktur penyajian Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang Pencak Silat yang selanjutnya dideskripsikan dengan mempelajari, menelaah, dan mengamati perkembangan kesenian tentang Pencak Silat yang berada di Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang.

Metode deskriptif analisis ini digunakan untuk mempermudah peneliti dalam menyusun, menjelaskan dan menganalisis tentang latar belakang berdirinya Paguron Pencak Silat Bajing Kiring, dan struktur penyajian dalam Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring. Peneliti fokus pada aspek mengkaji dan mendeskripsikan masalah sebagaimana adanya dengan cara pengumpulan data, menganalisis serta menarik kesimpulan.

2. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Pustaka

Tekhnik ini digunakan dalam keseluruhan proses penelitian sejak awal sampai akhir dengan memanfaatkan berbagai macam pustaka sesuai dengan penelitian yang sedang diteliti. Selanjutnya,


(13)

mencari dan mengumpulkan berbagai jenis data yang diperlukan dengan cara menggali dari berbagai sumber kemudian membaca, mengkaji, dan mengumpulkan informasi dari buku-buku, artikel, dokumen, karya ilmiah, buku referensi, naskah, dan skripsi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

b. Observasi

Observasi bertujuan untuk mencari dan pengumpulan data dan fakta mengenai gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya di lapangan mengenai Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang untuk memperoleh gambaran mengenai Pencak Silat.

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan serta ikut berpartisipasi secara langsung terhadap gejala subjek yang diteliti.

c. Wawancara

Wawancara digunakan dengan maksud untuk mendapatkan informasi yang benar dan valid dari orang lain atau pihak yang bersangkutan, melalui proses tanya jawab dengan beberapa tokoh seni dan para informan. Hal ini dilakukan untuk memperlengkap hasil observasi dari narasumber yang dapat dipercaya kebenarannya. Wawancara dilakukan kepada pimpinan paguron Bajing Kiring, kepada murid-murid di paguron Bajing Kiring, dan narasumber lainnya yang dianggap memenuhi kriteria untuk menjawab berbagai


(14)

persoalan penelitian, guna mendapatkan hasil yang relevan dan hasil yang maksimal.

d. Studi Dokumentasi

Foto dan CD (Audio-Visual) digunakan sebagai data tambahan dan sekaligus membuktikan adanya kegiatan dalam melakukan penelitian Pencak Silat Jurus Golok Lima di Paguron Bajing Kiring Kabupaten Karawang. Dokumentasi ini merupakan data yang otentik yang berhubungan dengan Pertunjukan Pencak Silat Jurus Golok Lima yang menjadi ciri khas pada Paguron Bajing Kiring, ciri khas kostum, dan bentuk musik pengiringnya.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, peneliti berharap penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat khususnya:

1. Bagi Peneliti

a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga dapat dijadikan pengalaman yang lebih berguna baik untuk sekarang maupun di masa yang akan datang.

b. Dapat dijadikan langkah awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai Pencak Silat Pada Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang, kemudian tidak menutup kemungkinan untuk dijadikan sebagai bahan ajar di sekolah.


(15)

2. Bagi Lembaga Pendidikan

a. Dapat menambah khasanah kepustakaan khususnya di Jurusan Pendidikan Seni Tari UPI.

b. Untuk kepentingan akademik secara tidak langsung penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

3. Bagi Paguron Bajing kiring

a. Sebagai motivasi untuk Paguron Bajing Kiring agar terus berkreasi untuk menciptakan dan mengembangkan Pencak silat.

b. Merupakan suatu masukan, sehingga Pencak Silat yang berada di Paguron Bajing Kiring akan terus berkembang dan tidak mengalami kepunahan.

4. Bagi Masyarakat Umum

a. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kesenian tradisional khususnya Jawa Barat.

b. Memperkaya khasanah seni, budaya dan apresiasi masyarakat terhadap kesenian.

F. Asumsi

Asumsi atau anggapan dasar yang dijadikan tolak ukur bagi peneliti dalam penelitian ini adalah Pencak Silat Bajing Kiring pimpinan Bapak Encep Permana, merupakan warisan secara turun temurun yang mempunyai khas bentuk Jurus dan Teknik gerak silat yang digunakan.


(16)

Pencak Silat Paguron Bajing Kiring berpijak pada gaya Cimande dengan jurus-jurus yang dikembangkan di daerah Karawang, dengan struktur penyajian berpola pada gaya tradisi yaitu tepak dua paleredan, tepak tilu dan padungdung. Paguron Bajing Kiring memiliki jurus golok lima yang merupakan ciri khas dari Paguron Bajing Kiring. Jurus golok lima sebagai sebuah jurus atraksi pembukaan pertunjukan sebelum melakukan jurus inti yaitu tepak dua, tepak tilu dan padungdung.


(17)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriftif analisis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang Pencak Silat gaya Bajing Kiring yang berada di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang selanjutnya dideskripsikan dengan cara mempelajari, menelaah, dan mengamati perkembangan Pencak Silat di Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang.

Menurut Sugiyono (2010:3) bahwa: “Metode merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. seperti yang telah diungkapkan diatasa bahwa Cara Ilmiah berarti kegiatan penelitian yang di dasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris dan sistematis. Dalam sebuah penelitian yang harus diperhatikan yaitu berfikir rasional seperti kegiatan yang dilakukan dengan cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indra penglihatan manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara yang digunakan. Selanjutnya sistematis merupakan suatu proses yang digunakan dalam suatu penelitian yang menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Metode penelitian ini juga menggunakan metode deskriptif analisis untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Seperti yang


(18)

diungkapkan oleh Abdurahmat (2006:115) “Penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bermaksud mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-pengukuran terhadap gejala tertentu”.

Metode deskriptif analisis ini digunakan untuk mempermudah peneliti dalam menyusun, menjelaskan dan menganalisis tentang latar belakang berdirinya Paguron Pencak Silat Bajing Kiring, dan struktur penyajian dalam Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring. Peneliti fokus pada aspek mengkaji dan mendeskripsikan masalah sebagaimana adanya dengan cara pengumpulan data, menganalisis serta menarik kesimpulan.

Arikunto (2010:45) “Metode deskriptif analisis ialah “penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan”.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, metode deskriptif dapat memaparkan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi di masyarakat, dan berlangsung pada masa sekarang. Selain itu untuk mencapai tujuan penelitian berupa deskriptif atau gambaran yang diteliti yaitu tentang Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang, juga merumuskan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data untuk menjawab masalah, merumuskan kesimpulan serta menyusun laporan penelitian.


(19)

B. Definisi Operasional

Sehubungan dengan masalah yang telah di uraikan di atas, agar tidak adanya kesalahan, maka peneliti memaparkan definisi operasional untuk memperoleh makna yang sama dalam mempersepsikan istilah dalam penelitian ini.

Pencak Silat sebagai seni beladiri yaitu merupakan penggabungan antara Pencak silat beladiri dengan seni untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pencak Silat dalam perkembangannya dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, selain sebagai kebutuhan estetis, sakral, dan hiburan. Bentuk Pencak Silat yang ditransformasikan ke dalam bentuk seni ini mempunyai nama yang berbeda di setiap daerahnya dengan gaya dan jurus ciri khas masing-masing. Pada Paguron Bajing Kiring yang dipimpin oleh Bapak Encep Permana, Pencak Silat yang terdapat di Paguron ini memiliki ciri khas jurus tersendiri yaitu jurus „Golok Lima‟ yang lebih mengarah kepada berjiwa besar, berbudi luhur, hormat dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha esa.

Bajing Kiring adalah salah satu nama sifat dari tokoh pewayangan yaitu Gatotkaca yang mempunyai sifat-sifat seperti berjiwa besar, luhur budi, hormat dan taat pada orang tua juga taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada Paguron Bajing Kiring tidak hanya Pencak Silat saja yang dipertunjukan di antaranya yaitu kasidahan, ibing pesantren dan demonstrasi menggunakan tenaga dalam.


(20)

Paguron Pencak Silat Bajing Kiring adalah suatu perkumpulan orang-orang yang ingin belajar ilmu beladiri, Paguron Bajing Kiring merupakan perguruan lokal yang berlokasi di daerah Cikampek khususnya di Desa Karajan, tepatnya berada di jalan stasiun Cikampek.

C. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2010:308) menyatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pegumpulan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Studi Pustaka

Tekhnik ini digunakan dalam keseluruhan proses penelitian sejak awal sampai akhir dengan memanfaatkan berbagai macam pustaka sesuai dengan penelitian yang sedang diteliti. Teknik ini dilakukan dengan, mencari dan mengumpulkan berbagai jenis data yang diperlukan dengan cara menggali dari berbagai sumber kemudian membaca, mengkaji, dan mengumpulkan informasi dari buku-buku, artikel, dokumen, karya ilmiah, buku referensi, naskah, dan skripsi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Dalam penelitian ini peneliti mempelajari sejumlah buku untuk menunjang penelitian dan refrensi yang berkaitan dengan permasalah yang menjadi objek penelitian. Untuk memperoleh sumber dan literatur, peneliti mengunjungi perpustakaan yang


(21)

berada di Bandung, seperti Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia dan Perpustakaan STSI Bandung. Buku yang didapat dan digunakan oleh peneliti seperti buku mengenai seni tari khususnya pencak silat, skripsi yang berhubungan dengan judul yang diangkat oleh peneliti. Tujuan dari studi pustaka ini adalah untuk memperoleh data tentang teknik penelitian yang diterapkan, pertimbangan disiplin ilmu yang diteliti, dan penelitian yang di hasilkan bisa lebih maksimal karena ditunjang oleh studi pustaka yang relevan.

2. Observasi

Menrut Nasution dalam Sugiyono (2010:310) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Observasi bertujuan untuk mencari dan pengumpulan data dan fakta mengenai gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya di lapangan mengenai Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang untuk memperoleh gambaran mengenai Pencak Silat.

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan serta ikut berpartisipasi secara langsung terhadap gejala subjek yang diteliti. Observasi ini juga digunakan untuk mengetahui lebih jelas tentang Pencak Silat Bajing Kiring melalui ketua pimpinan, pelatih, dan murid yang berada di Paguron Bajing Kiring. Pada observasi ini peneliti menanyakan sejarah berdirinya perguruan pencak silat Bajing Kiring dan struktur


(22)

penyajian pencak silat. Observasi yang dilakukan oleh peneliti pada saat penelitian yaitu observasi tidak terstruktur karena fokus penelitian belum jelas. Fokus observasi akan berkembang selama penelitian berlangsung. Seperti yang diutarakan oleh Sugiyono (2010:313) bahwa:

Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan.

Observasi terstruktur dilakukan selama kegiatan observasi berlangsung guna mendapatkan hasil penelitian yang tepat dan nyata.

3. Wawancara

Menurut Esterberg dalam Sugiyono, (2010:317) sebagai berikut. “a meeting of two person to exchange information and idea trhough question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a

particular topic”. Wawancara adalah merupakan pertemuan

dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Wawancara digunakan dengan maksud untuk mendapatkan informasi yang benar dan valid dari orang lain atau pihak yang bersangkutan, melalui proses tanya jawab dengan beberapa tokoh seni dan para informan. Hal ini dilakukan untuk memperlengkap hasil observasi dari nara sumber yang dapat dipercaya kebenarannya. Wawancara dilakukan kepada pimpinan paguron Bajing Kiring, kepada murid-murid di paguron Bajing Kiring, dan narasumber


(23)

lainnya yang dianggap memenuhi kriteria untuk menjawab berbagai persoalan penelitian, guna mendapatkan hasil yang relevan dan hasil yang maksimal.

Wawancara dilakukan secara lisan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dikaji. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah pedoman wawancara.

Dengan pertanyaan wawancara diantaranya sebagai berikut : 1. Bagaimana awal mula berdirinya Paguron Bajing Kiring? 2. Siapa tokoh atau pelopor pendirinya?

3. Kapan Paguron Bajing Kiring Berdiri? 4. Dimana tempat pelaksanaan pendiriannya?

5. Siapa saja yang mendukung berdirinya paguron Bajing kiring?

6. Siapa yang menciptakan jurus golok lima? 7. Bagaimana asal mulanya jurus golok lima?

8. Bagaimana kaitannya dengan gaya pencak silat aliran lain? 9. Apakah ada visi dan misi di paguron Bajing Kiring?

10.Bagaimana struktur penyajian pencak silat jurus golok lima di paguron Bajing Kiring?

11.Apa saja nama-nama gerak Pencak Silat jurus golok lima d Paguron Bajing Kiring?


(24)

12.Apakah ada syarat khusus untuk melakukan jurus golok lima?

13.Bagaimana musik pengiringnya dan alat apa saja yang digunakan?

14.Apakah ada lagu-lagu khusus dalam musik iringannya? 15.Apakah ada pola lantai atau pola posisi ketika melakukan

Pencak silat di paguron Bjing Kiring? 16.Apa saja busana yang digunakan?

17.Mengapa busananya demikian? Apakah ada makna dalam busana tersebut?

18.Apakah ada motto atau prinsip dalam paguron Bajing Kiring? 19.Apakah ada lambang perguruan dan artinya apa?

20.Bagaimana syarat-syarat menjadi anggota?

21.Apakah ada aturan atau tata tertib dalam paguron Bajing kiring?

22.Berapa banyak anggota yang ada? 23.Berapa orang yang masih aktif? 24.Apa saja prestasi yang telah didapat?

25.Apa harapan Paguron Bajing kiring kedepan?

26.Apakah ada perubahan dalam struktur penyajian Pencak Silat di Paguron bajing Kiring?

27.Dalam acara apa saja Pencak silat di Paguron bajing Kiring dipertunjukan?


(25)

28.Adakah latihan rutin dilaksanakan dan hari apa saja? 4. Studi Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2010:329) Hasil penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat, dan autobiografi.

Foto dan CD (Audio-Visual) digunakan sebagai data tambahan dan sekaligus membuktikan adanya kegiatan dalam melakukan penelitian Pencak Silat di Paguron Bajing Kiring Kabupaten Karawang. Dokumentasi ini merupakan data yang otentik yang berhubungan dengan Pertunjukan Pencak Silat Jurus Golok Lima yang menjadi ciri khas pada Paguron Bajing Kiring, kostum, dan bentuk musik pengiringnya.

Dengan adanya studi dokumentasi ini diharapkan peneliti mendapatkan data-data yang autentik berupa video penyajian pencak silat Bajing Kiring dan foto-foto yang berhubungan dengan pencak silat Bajing Kiring sehingga data yang dihasilkan lebih valid.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang diperlukan untuk penelitian ini adalah menggunakan pedoman wawancara yang berupa pertanyaan-pertanyaan sebagai pegangan dengan melakukan wawancara terhadap narasumber yang dijadikan objek penelitian agar mendapatkan data-data yang akurat dan terpercaya yang diperoleh dari berbagai sumber yang dilakukan secara


(26)

langsung. Langkah-langkah observasi dan kajian terhadap pustaka juga merupakan instrumen penting untuk melakukan penelitian.

E. Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian dimulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian dan penulisan laporan. Dalam penelitian yang harus dilakukan yaitu:

1. Persiapan merupakan tahap awal penelitian yang menggunakan perencanaan penelitian yang terdiri dari penelusuruan materi yang dikaji, masalah yang dikaji, dan selanjutnya studi kelayakan terhadap masalah yang dikaji, terdiri dari pra observasi, observasi dan penyusunan laporan.

2. Pelaksanaan penelitian dilakukan setelah proposal yang diajukan disetujui, berarti masalah yang diajukan layak untuk diteliti lebih lanjut. Selanjutnya pelaksanaan penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pengumpulan data, pengolahan data dan meringkas data. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis.

3. Penulisan laporan merupakan tahapan terakhir dalam penulisan Skripsi yang berisi rincian semua kegiatan, peristiwa, sampai pada akhir penelitian dengan menyusun leporan penelitian berdasarkan ketentuan yang berlaku.


(27)

F. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi

Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah Paguron Bajing Kiring yang dipimpin oleh Bapak Encep Permana yang bertempat di Jalan Stasiun Cikampek Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang. Peneliti sengaja memilih lokasi ini karena di daerah ini Pencak Bajing Kiring tumbuh dan berkembang.

2. Subjek Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:396) Karena adanya keterbatasan, baik tenaga, dana, dan waktu, dan supaya hasil penelitian lebih terfokus, maka peneliti tidak akan melakukan penelitian terhadap keseluruhan yang ada pada obyek atau situasi sosial tertentu, tetapi perlu menentukan fokus.

Seperti yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian yang dilaksanakan mengambil fokus atau subjek penelitian yaitu Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang.

Peneliti sengaja menentukan fokus atau subjek penelitian kepada Paguron Pencak Silat Bajing Kiring, agar penelitian lebih terfokus terhadap apa yang akan diteliti. Alasan penetapan subjek penelitian tersebut karena Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring memiliki kekhasan dalam jurus-jurunya dibandingkan dengan yang lain yang


(28)

tumbuh secara turun temurun. Selain itu merupakan sebuah proses pelestarian jurus Pencak Silat di Paguron Bajing Kiring.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum terjun ke lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Seperti yang diungkapkan oleh Nasution dalam Sugiyono (2010:336) menyatakan “Analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang grounded”.

Dalam teknik analisis data penelitian menggunakan model Miles and Huberman.

Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam priode tertentu. pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel (Sugiyono, 2010:337).

Seperti yang telah diungkapkan di atas, data yang telah terkumpul, yaitu mengenai Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Karajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang, langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara deskriptif kualitatif. Teknik analisis data dilakukan melalui 3 tahapan yaitu:


(29)

1. Reduksi Data, yaitu proses merangkum data, pemilihan data, memfokuskan pada hal-hal yang penting, memilih hal-hal yang pokok, dan membuang data yang tidak penting. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya. Proses reduksi data ini dilakukan secara terus menerus oleh peneliti saat melakukan penelitian untuk menghasilkan data mengenai Pencak Silat Bajing Kiring sebanyak-banyaknya. 2. Penyajian data, yaitu penyusunan data yang kompleks ke dalam

suatu bentuk yang sistematis, tersusun dalam pola yang teratur, sehingga akan semakin mudah dipahami. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. Dengan penyajian data ini peneliti telah siap dengan data yang telah disederhanakan dan menghasilkan data yang sistematis. 3. Kesimpulan, merupakan tahap akhir dari proses analisis data. Dalam

tahap ini peneliti mengutarakan kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kesimpulan ini harus didukung dengan buku-buku yang valid, dan konsisten, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang benar-benar valid dan maksimal.


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Perkembangan Pencak Silat di Jawa Barat sangatlah unik dan melalui proses yang panjang. Pencak silat di setiap daerah memiliki keunikan jurus dan gaya yang menjadikan pembeda dari setiap perguruan Pencak Silat dan menjadi ciri khas dari identitas penciptanya. Banyak aliran pencak silat yang berkembang di Jawa Barat seperti aliran Cikalong, aliran Cimande, dan aliran Syahbandar. Pada aliran Pencak Silat tersebut memiliki ciri khas, dan keunikan tersendiri.

Begitu pula pada Pencak Silat di Paguron Bajing Kiring yang berada di Desa Krajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang yang memiliki ke khasan dalam jurusnya. Pada tanggal 27 Februari 1982 nama Paguron Bajing Kiring di resmikan setelah mengalami dua kali perubahan nama. Paguron Bajing Kiring di dirikan oleh bapa H. M. Cece Nurdin (guru besar), setelah guru besar wafat kini Paguron Bajing Kiring di pimpin oleh putra tunggalnya yaitu bapa Encep Permana.

Paguron Bajing Kiring memiliki visi misi yaitu “siap melestarikan dan mengembangkan seni beladiri pencak silat milik bangsa menuju

bangsa yang besar”. Visi misi ini selalu diterapkan pada Paguron Bajing

Kiring. Kepada setiap anggotanya, Paguron Bajing Kiring selalu menerapkan tata krama berbahasa, sopan, santun dalam berbahasa, disiplin


(31)

dalam berpakaian, tanggung jawab dalam hal apapun, dan cinta terhadap kebudayaannya sendiri.

Struktur penyajian Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring pada dasarnya sama dengan gaya pencak silat lainnya khususnya gaya Cikalong, Cimande, dan Syahbandar yaitu adanya: Tepak dua, Tepak tilu, dan Padungdung. Untuk dapat melakukan jurus-jurus silat Bajing Kiring dengan baik hal yang harus diperhatikan yaitu, Posisi, waktu, jangkauan, alat, sasaran musuh harus tepat, gerakan menghindar, serangan dan belaan. Jika hal tersebut tidak dilakukan dengan tepat maka hasilnya tidak akan maksimal. Paguron Bajing Kiring memiliki ciri khas pada jurusnya yaitu pada jurus golok lima, yang menggunakan lima golok dalam atraksinya. Jurus golok lima dilakukan oleh orang-orang yang ahli. Tidak ada batasan umur, siapa saja bisa mempelajari jurus golok lima asalkan mematuhi syarat yang telah diberikan. Dalam penyajiannya jurus golok lima disajikan di awal pertunjukan sebagai pembukaan, jurus golok lima disajikan sebagai sebuah atraksi dalam pertunjukan Pencak Silat di Paguron Bajing Kiring.

B. Saran-saran

Berdasarkan temuan di lapangan yang berhasil peneliti temukan dalam penelitian ini, Pencak Silat Bajing Kiring merupakan seni tradisional warisan turun temurun yang patut kita lestarikan, maka dari itu penulis ingin menyampaikan beberapa saran yaitu:


(32)

1. Bagi Paguron Pencak Silat Bajing Kiring

Paguron Pencak Silat Bajing Kiring sebagai wadah pelestarian Pencak Silat, hendaknya menjaga keaslian jurus-jurus serta eksistensinya, sehingga dapat menjadi kebanggaan masyarakat Cikampek dan dapat dikenal oleh masyarakat luas.

2. Bagi Lembaga

Untuk Program Seni Tari harus lebih mengembangkan pengenalan tarian khususnya dalam Pencak Silat, sehingga ketika peneliti terjun ke lapangan mendapatkan bekal yang cukup.

3. Bagi Msyarakat Luas

Masyarakat seharusnya lebih mencintai kesenian tradisional bangsa sendiri khususnya kesenian tradisional Jawa Barat yaitu Pencak Silat.

4. Bagi Peneliti Lanjutan

Diharapkan bagi mereka yang ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Krajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang lainnya selain latar balakang berdirinya paguron dan struktur penyajian Pencak Silat Bajing Kiring.

5. Bagi Pemerintah

Perlu adanya dukungan dari unsur pemerintah berupa bantuan dana maupun bantuan kemudahan lainnya termasuk dorongan dan motivasi yang terus menerus agar proses aktivitas Pencak Silat di


(33)

Indonesia dapat terus berlanjut dan berkembang. Hal yang paling penting juga yaitu proses transmisi kepada generasi muda harus terus dibina dan dikembangkan secara sistematis, efektif dan efisien.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arliani, Soya. (2004). “Ibing Pencak Gaya Cikalong Pada Paguron Benteng Ksatria Di Kabupaten Cianjur”. Skripsi Sarjana pada FPBS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Astrit, Resti. (2007). Skripsi (Pewarisan penca ular di Desa Pasar Kaler Kecamatan Samarang Kabupaten Garut), Bandung: tidak diterbitkan. Caturwati, Endang. (2007). Tari di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu

Press – STSI Bandung.

Djelantik. (1999). Estetika sebuah pengantar. Bandung: MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia).

Fathoni, Abdurrahmat. (2006). Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skiripsi, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kasmahidayat, Yuliawan dan Isus Sumiaty. (2008). Ibing Pencak Sebagai Materi Pembelajaran. Bandung: CV. Bintang Warli Artika.

Maryono, O’ong. (1999). Pencak Silat Merentang Waktu, Cetakan ke-II, Yogyakarta : Yayasan Galang.

Saleh, Mochamad (1985/1986). Materi Acara Perkuliahan, Sejarah Perkembangan Pencak Silat. Bandung: Proyek Pengembangan Institut Kesenian Indonesia Sub Proyek Akademi Seni Tari Indonesia Bandung. Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D, Bandung: CV. ALFABETA.

Sulaeman, Munandar. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Refika Aditama

Sumiaty, Isus. (2007). Peran Jurus Pencak Silat Sebagai Proses Penyembuhan Alternatif Dalam Kesehatan Masyarakat: Studi Kasus Padepokan Garuda Pancasila Di Lembang, Kabupaten Bandung (Tesis). Bandung: Universitas Padjadjaran.


(35)

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI.

Widagdho, Djoko. Dkk. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara

B. Sumber Lainnya:

http://wa-iki.blogspot.com/2011/05/sejarah-seni-pertunjukan-dalam.html http://wa-iki.blogspot.com/2011/05/virdi vp only Pengertian Pencak Silat.html

http://wa-iki.blogspot.com/2012/03/nopriansyah-kelape kiat-kiat-menuju-sukses-menjadi-wasit_15.html

http://wa-iki.blogspot.com/2012/04/Pelajar Serba guna Sejarah Pencak Silat & IPSI.html

http://wa-iki.blogspot.com/2004/01/N.Lerch Pencak Silat.html http://budsun.blogspot.com/2010/04/fungsi-pencak-silat.html

http://mastercatoer.blogspot.com/2010/01/manfaat-pencak-silat.html


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Perkembangan Pencak Silat di Jawa Barat sangatlah unik dan melalui proses yang panjang. Pencak silat di setiap daerah memiliki keunikan jurus dan gaya yang menjadikan pembeda dari setiap perguruan Pencak Silat dan menjadi ciri khas dari identitas penciptanya. Banyak aliran pencak silat yang berkembang di Jawa Barat seperti aliran Cikalong, aliran Cimande, dan aliran Syahbandar. Pada aliran Pencak Silat tersebut memiliki ciri khas, dan keunikan tersendiri.

Begitu pula pada Pencak Silat di Paguron Bajing Kiring yang berada di Desa Krajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang yang memiliki ke khasan dalam jurusnya. Pada tanggal 27 Februari 1982 nama Paguron Bajing Kiring di resmikan setelah mengalami dua kali perubahan nama. Paguron Bajing Kiring di dirikan oleh bapa H. M. Cece Nurdin (guru besar), setelah guru besar wafat kini Paguron Bajing Kiring di pimpin oleh putra tunggalnya yaitu bapa Encep Permana.

Paguron Bajing Kiring memiliki visi misi yaitu “siap melestarikan dan mengembangkan seni beladiri pencak silat milik bangsa menuju bangsa yang besar”. Visi misi ini selalu diterapkan pada Paguron Bajing Kiring. Kepada setiap anggotanya, Paguron Bajing Kiring selalu menerapkan tata krama berbahasa, sopan, santun dalam berbahasa, disiplin


(2)

87

dalam berpakaian, tanggung jawab dalam hal apapun, dan cinta terhadap kebudayaannya sendiri.

Struktur penyajian Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring pada dasarnya sama dengan gaya pencak silat lainnya khususnya gaya Cikalong, Cimande, dan Syahbandar yaitu adanya: Tepak dua, Tepak tilu, dan Padungdung. Untuk dapat melakukan jurus-jurus silat Bajing Kiring dengan baik hal yang harus diperhatikan yaitu, Posisi, waktu, jangkauan, alat, sasaran musuh harus tepat, gerakan menghindar, serangan dan belaan. Jika hal tersebut tidak dilakukan dengan tepat maka hasilnya tidak akan maksimal. Paguron Bajing Kiring memiliki ciri khas pada jurusnya yaitu pada jurus golok lima, yang menggunakan lima golok dalam atraksinya. Jurus golok lima dilakukan oleh orang-orang yang ahli. Tidak ada batasan umur, siapa saja bisa mempelajari jurus golok lima asalkan mematuhi syarat yang telah diberikan. Dalam penyajiannya jurus golok lima disajikan di awal pertunjukan sebagai pembukaan, jurus golok lima disajikan sebagai sebuah atraksi dalam pertunjukan Pencak Silat di Paguron Bajing Kiring.

B. Saran-saran

Berdasarkan temuan di lapangan yang berhasil peneliti temukan dalam penelitian ini, Pencak Silat Bajing Kiring merupakan seni tradisional warisan turun temurun yang patut kita lestarikan, maka dari itu penulis ingin menyampaikan beberapa saran yaitu:


(3)

1. Bagi Paguron Pencak Silat Bajing Kiring

Paguron Pencak Silat Bajing Kiring sebagai wadah pelestarian Pencak Silat, hendaknya menjaga keaslian jurus-jurus serta eksistensinya, sehingga dapat menjadi kebanggaan masyarakat Cikampek dan dapat dikenal oleh masyarakat luas.

2. Bagi Lembaga

Untuk Program Seni Tari harus lebih mengembangkan pengenalan tarian khususnya dalam Pencak Silat, sehingga ketika peneliti terjun ke lapangan mendapatkan bekal yang cukup.

3. Bagi Msyarakat Luas

Masyarakat seharusnya lebih mencintai kesenian tradisional bangsa sendiri khususnya kesenian tradisional Jawa Barat yaitu Pencak Silat.

4. Bagi Peneliti Lanjutan

Diharapkan bagi mereka yang ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai Pencak Silat pada Paguron Bajing Kiring di Desa Krajan Kecamatan Cikampek Kabupaten Karawang lainnya selain latar balakang berdirinya paguron dan struktur penyajian Pencak Silat Bajing Kiring.

5. Bagi Pemerintah

Perlu adanya dukungan dari unsur pemerintah berupa bantuan dana maupun bantuan kemudahan lainnya termasuk dorongan dan motivasi yang terus menerus agar proses aktivitas Pencak Silat di


(4)

89

Indonesia dapat terus berlanjut dan berkembang. Hal yang paling penting juga yaitu proses transmisi kepada generasi muda harus terus dibina dan dikembangkan secara sistematis, efektif dan efisien.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arliani, Soya. (2004). “Ibing Pencak Gaya Cikalong Pada Paguron Benteng

Ksatria Di Kabupaten Cianjur”. Skripsi Sarjana pada FPBS UPI.

Bandung: tidak diterbitkan.

Astrit, Resti. (2007). Skripsi (Pewarisan penca ular di Desa Pasar Kaler

Kecamatan Samarang Kabupaten Garut), Bandung: tidak diterbitkan.

Caturwati, Endang. (2007). Tari di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press – STSI Bandung.

Djelantik. (1999). Estetika sebuah pengantar. Bandung: MSPI (Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia).

Fathoni, Abdurrahmat. (2006). Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan

Skiripsi, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kasmahidayat, Yuliawan dan Isus Sumiaty. (2008). Ibing Pencak Sebagai

Materi Pembelajaran. Bandung: CV. Bintang Warli Artika.

Maryono, O’ong. (1999). Pencak Silat Merentang Waktu, Cetakan ke-II,

Yogyakarta : Yayasan Galang.

Saleh, Mochamad (1985/1986). Materi Acara Perkuliahan, Sejarah

Perkembangan Pencak Silat. Bandung: Proyek Pengembangan Institut

Kesenian Indonesia Sub Proyek Akademi Seni Tari Indonesia Bandung. Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D, Bandung: CV. ALFABETA.

Sulaeman, Munandar. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Refika Aditama

Sumiaty, Isus. (2007). Peran Jurus Pencak Silat Sebagai Proses Penyembuhan Alternatif Dalam Kesehatan Masyarakat: Studi Kasus Padepokan Garuda Pancasila Di Lembang, Kabupaten Bandung (Tesis). Bandung: Universitas Padjadjaran.


(6)

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI.

Widagdho, Djoko. Dkk. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara

B. Sumber Lainnya:

http://wa-iki.blogspot.com/2011/05/sejarah-seni-pertunjukan-dalam.html http://wa-iki.blogspot.com/2011/05/virdi vp only Pengertian Pencak Silat.html

http://wa-iki.blogspot.com/2012/03/nopriansyah-kelape kiat-kiat-menuju-sukses-menjadi-wasit_15.html

http://wa-iki.blogspot.com/2012/04/Pelajar Serba guna Sejarah Pencak Silat & IPSI.html

http://wa-iki.blogspot.com/2004/01/N.Lerch Pencak Silat.html

http://budsun.blogspot.com/2010/04/fungsi-pencak-silat.html

http://mastercatoer.blogspot.com/2010/01/manfaat-pencak-silat.html