Efektivitas Penggunaan strategi Pinjaman LuarNege

Efektivitas Penggunaan Pinjaman LuarNegeri
untuk PembangunanInfrastruktur
dalamPenyusunanAPBN 2014 dan APBN 2015
Salimdan Yudhanto E. Putro1

Abstraksi
Kajian ini bertujuan untuk menganalisis pencapaian indikator sasaran
Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan (KKSK) Tahun 2014-2024
terkait pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif dalam penyusunan
APBN. Indikator pengadaan pinjaman luar negeri yang selektif tersebut
adalah prosentase penggunaan pinjaman luar negeri untuk bidang
infrastruktur energi dan non energi. Objek penelitian dalam kajian ini
adalah rencana penarikan pinjaman luar negeri berupa pinjaman proyek
dalam APBN 2014 dan APBN 2015. Dari hasil analisis tersebut akan
diketahui apakah rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam
penyusunan APBN 2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target dalam
KSKK. Kemudian apa permasalahan yang ada dalam melaksanakan
KSKK. Selanjutnya diharapkan akan diperoleh rekomendasi dalam
rangka untuk perbaikan kedepan dalam perencanaan dan penganggaran
pinjaman luar negeri.
Untuk melihat seberapa besar alokasi APBN untuk kegiatan infrastruktur

energi dan non energi yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, cara
yang dilakukan adalah dengan menetapkan definisi infrastruktur yang
dimaksud dalam KSKK, kemudian mengklasifikasikan kegiatan-kegiatan
pinjaman luar negeri dan besaran anggaran berdasarkan definisi
infrastruktur tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi ini diketahui bahwa
penyusunan rencana penarikan dan penggunaan pinjaman luar negeri
dalam APBN 2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target KSKK terkait
sasaran penggunaan pinjaman luar negeri yang selektif.
Katakunci: Infrastruktur, Kebijakan Pemerintah, Pinjaman Luar Negeri,
KSKK.

1

PegawaiDirektoratPenyusunan APBN, DirektoratJenderalAnggaran,
KementerianKeuangan

28

I.Pendahuluan
Indonesia sebagai negara berkembang terus berupaya untuk memacu

pembangunan ekonominya.Salah satu upaya yang dilakukan guna
memacu pertumbuhan ekonomi ini adalah dengan mengutamakan
pembangunan di bidang infrastruktur. Mengingat keterbatasan
pembiayaan yang bersumber dari penerimaan dalam negeri,maka
pinjaman luar negeri menjadisalah satu sumber pembiayaan yang
penting dalam APBN.Dalam masa pemerintahan orde lama dan orde
baru pinjaman luar negeri merupakan sumber utama penerimaan
alternatif untuk membiayai belanja pembangunan setelah penerimaan
dalam negeri berupa pajak dan non pajak.
Namun demikian sesuai GBHN pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988,
1993, 1998, 1999, dan GBHN Tahun 1999-2004diamanatkan bahwa
peranan bantuan luar negeri hanyalah sebagai pelengkap.Kebijakan
pembatasan pemanfaatanpinjaman luar negeri tersebut juga menjadi
konsep pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I dan II dengan
menerapkan kebijakan negative net flowyaitu penarikan pinjaman luar
negeri lebih kecil dari pembayaran cicilan pokok. Untuk menegaskan
kembali penerapan kebijakan tersebut, Sekretariat Kabinet pada
pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) mengeluarkan
SE/Seskab/XI/2012 perihal pembatasan pinjaman luar negeri yang
membebani APBN/APBD.

Sejalan dengan kebijakan di atas,Kementerian Keuangan memasukkan
kebijakan pengadaan pinjaman luar negeri secara selektif sebagai bagian
dari kebijakan strategis yang dituangkan dalam PMK nomor
183/KMK.01/2013 tentang Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan
(KKSK) Tahun 2014-2024.Kebijakan penggunaan pinjaman luar negeri
secara selektif tersebutditetapkan dalam rangka menyempurnakan
perencanaan penganggaran negara.
Untuk melihat pelaksanaan KSKK terkait dengan pengadaan pinjaman
luar negeri secara selektif tersebut, maka dilakukan kajian berjudul
EffektivitasKebijakan Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Untuk
Pembangunan Infrastruktur Dalam PenyusunanAPBN 2014 dan APBN
.Kajian ini merupakan langkah awal dalam upaya untuk memenuhi
sasaran KSKK tersebut.Kajian inibertujuan untuk menganalisis
pencapaian indikator sasaran KSKK terkait pengadaanpinjaman luar
29

negeri yang selektif dalam penyusunan APBN, yang dilihat dari seberapa
besarpenggunaan pinjaman luar negeri untuk bidang infrastruktur
energi dan non energi.Objek penelitian dalam kajian ini adalah rencana
penarikan pinjaman luar negeri berupa pinjaman proyek dalam APBN

2014 dan APBN 2015. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui apakah
rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam penyusunan APBN 2014
dan APBN 2015 telah memenuhi target dalam KSKK. Kemudian apa
permasalahan yang ada dalam melaksanakan KSKK. Selanjutnya
diharapkan akan diperoleh rekomendasi dalam rangka untuk perbaikan
kedepan dalam perencanaan dan penganggaran pinjaman luar negeri.

II. Studi Pustaka
II.1. Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan Tahun 20142024
Secaragarisbesar KSKK Tahun 2014-2024 merupakan dokumen yang
berisi rumusan kebijakan strategis yang mencakup visi misi, gambaran
lingkungan dan strategi organisasi ke depan dalam mewujudkan visi
misi tersebut. Kebijakan Strategis Kementerian Keuangan disusun
dengan tujuan sebagai berikut:
1.
2.
3.

Menjadi pedoman dan landasan dalam penyusunan Rencana Kerja
Kementerian Keuangan,

Sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Keuangan,
Sebagai acuan dalam penyusunan strategi dan implementasinya
dalam rangka mewujudkan visi Kementerian Keuangan tahun 2024.

Salah satu sasaran KSKK adalah pengadaan pinjaman luar negeri yang
selektif dalam rangka menyempurnakan perencanaan penganggaran
negara.Diantara sasaran kebijakan pengadaan pinjaman luar negeri yang
selektif tersebut sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1.KebijakanStrategisKementerianKeuangan (KKSK)
30

Sasaran

Pengadaan
pinjaman
luar negeri
yang selektif


Indikator

2012

2013

2014

2019

2025

Persentase
pinjaman proyek
untuk infrastruktur
terhadap total
pinjaman proyek

83,4%


80,6%

82,0%

85,0%

88,0%

11,4%

9,8%

9,0%

7,0%

5,0%

Persentase
pinjaman proyek

untuk infrastruktur
terhadap total
belanja infratruktur

Sumber: KementerianKeuangan, diolah.

Kebijakan di atas sebagai road map pengadaan pinjaman luar negeri
yang selektif dengan mengutamakan untuk bidang infrastruktur. Secara
bersamaan agar diupayakan pengalihan pembiayaan infrastruktur
secara bertahap dari menggunakan pinjaman luar negeri ke sumber
pembiayaan dari rupiah murni dengan mencakup duplikasi keunggulankeunggulan skema bisnis pinjaman luar negeri untuk diadopsi oleh
kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan rupiah murni (seperti: project
management, safeguards, advance procurement, dan keunggulan lainnya).

II.2. Pembangunan Infrastruktur
Mengapa bidang infrastruktur menjadi bidang yang diutamakan dalam
pemanfaatan pinjaman luar negeri. Pembenahan infrastruktur telah
menjadi program prioritas pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan
pertumbuhan

ekonomi
nasional.
Ketersediaan
infrastruktur akan menentukan lokasi kegiatan ekonomi dan jenis
kegiatan bahkan sektor yang dapat berkembang di suatu daerah.
Pengembangan infrastruktur dengan baik akan mengurangi efek jarak
antardaerah, menghubungkan dan mengintegrasikan pusat-pusat
kegiatan ekonomi baik daerah, nasional maupun internasional dengan
pasar-pasarnya dengan biaya yang rendah. Transportasi dan jaringan
infrastruktur komunikasi maupun energi yang baik merupakan
prasyarat untuk akses yang lebih baik bagi investor maupun masyarakat
dalam setiap kegiatan perekonomian. Ketersediaan infrastruktur yang
baik juga akan mendukung daya saing sektor riil, memberikan
penguatan pada iklim investasi dan dunia usaha. Kelancaran jaringan
distribusi dan lalu lintas antarwilayah akan mengurangi tekanan
31

disparitas harga, mendukung
meningkatkan efisiensi produksi.


tercapainya

skala

ekonomi,

dan

II.3. Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri
II.3.1. Peran Pinjaman Luar Negeri Dalam APBN
Sebelum adanya instrumen berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan
pinjaman dalam negeri, pinjaman luar negeri merupakan sumber utama
penerimaan alternatif untuk membiayai belanja pembangunan setelah
penerimaan pajak dan non pajak. Sejak era reformasi, pinjaman luar
negeri merupakan bagian dari instrumen pembiayaan utang yang
digunakan sebagai sumber pembiayaan APBN disampinginstrumen
utang lainnya seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman dalam
negeri.Kontribusi pinjaman luar negeri dalam pembiayaan APBN dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Pembiayaan Anggaran 2014-2015 (dalam miliar rupiah)

2014

2015

APBN

APBN

Keterangan

PEMBIAY AAN ANGGARAN (I+II)

17 5.354,5

245.894,7

I. Pem biay aan Dalam Negeri

196.258,0

269.7 09,7

4.398,5
4.398,5
-

4.467 ,5
4.467 ,5
-

1. Perbankan Dalam Negeri
a. Penerimaan Cicilan Pengembalian Penerusan Pinjaman (RDI)
b SAL
2. Non Perbankan Dalam Negeri
a. Hasil Pengelolaan Aset
b. SBN (Neto)
c. Pinjaman Dalam Negeri (Neto)
d. Dana Inv estasi Pemerintah & PMN
e. Kewajiban Penjaminan
II. Pem biay aan Luar Negeri (Neto)
1. Penarikan Pinjam an Luar Negeri (Bruto)
a. Pinjaman Program
b. Pinjaman Proy ek
2. Penerusan Pinjam an
3. Pem bay aran Cicilan Pokok Utang LN

Sumber: Nota Keuangan
APBN 2015

191.859,6
1 .000,0
205.068,8
963,0
(1 4.1 05,6)
(1 .066,7 )

265.242,2
350,0
27 7 .049,8
1 .621 ,2
(1 2.647 ,1 )
(1 .1 31 ,6)

(20.903,5)
39.132,7
3.900,0
35.232,7
(1.226,3)
(58.810,0)

(23.815,0)
47 .037 ,1
7 .1 40,0
39.897 ,1
(4.319,4)
(66.532,8)

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang
Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah,
pinjaman luar negeri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

32

1.

2.

Pinjaman tunai yaitu adalah pinjaman luar negeri dalam bentuk
devisa dan/atau rupiah yang digunakan untuk pembiayaan defisit
APBN dan pengelolaan portofolio utang.
Pinjaman kegiatanpinjaman luar negeri yang digunakan untuk
membiayai kegiatan tertentu.

Dalam postur APBN pinjaman tunai lebih dikenal dengan pinjaman
program dan pinjaman kegiatan lebih dikenal dengan pinjaman proyek.
II.3.2. Penggunaan Pinjaman Proyek Dalam APBN 2014 dan APBN
2015
Pinjaman proyek digunakan untuk membiayai kegiatan kementerian
negara/lembaga (K/L), membiayai kegiatan Pemda melalui mekanisme
pinjaman diterushibahkan (on-granting), dan membiayai kegiatan
Pemda dan/atau BUMN melalui mekanisme penerusan pinjaman (onlending).Komposisi pinjaman luar negeri 2014-2015 berdasarkan
pemanfaatannya disajikan dalam grafik berikut:
Grafik 1. RENCANA PENARIKAN PINJAMAN PROYEK, 2014-2015
(miliar rupiah)
35.000

30.981

32.881
APBN 2014

30.000

APBN 2015

25.000
20.000
15.000
10.000

3.026

5.000

2.696

4.319
1.226

K/L

On-Granting

On-Lending

Sumber: Nota Keuangan APBN 2015
Dalam APBN 2014 dan APBN 2015, beberapa K/L yang mendapat alokasi
dari pinjaman luar negeri antara lain Kementerian Pertahanan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian
Perhubungan, Kementerian, Kepolisian RI, dan Kementerian Dalam
Negeri. Pinjaman luar negeri di K/L umumnya digunakan untuk
membiayai kegiatan prioritas sesuai bidang tugasnya. Khusus di
33

Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI, pinjaman luar negeri
digunakan untuk pengadaan Alutsista dan Almatsus. Kegiatan yang
dibiayai oleh pinjaman diterushibahkan antara lain proyek Mass Rapid
Transit (MRT) di Pemprov DKI Jakarta, dan program pengelolaan
sumber daya air dan irigasi di 115 pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
Pemda dan/atau BUMN yang memperoleh alokasi penerusan pinjaman
antara lain PT Perusahaan Listrik Negara, PT Pertamina, PT Sarana Multi
Infrastruktur, Pemprov DKI. Alokasi penerusan pinjaman terutama
digunakan untuk mendukung kegiatan pembangunan energi kelistrikan,
pengembangan energi geothermal, dan pencegahan bencana banjir.
Tabel 3. Jumlah Proyek Pinjaman Luar Negeri 2014-2015
Uraian

APBN 2014

Kementerian Negara/Lembaga
On Granting
On Lending
Total Jumlah Proyek

265
2
19
286

APBN 2015
304
4
28
336

Sumber: Diolah dari data DJPPR Kementerian Keuangan

II.3.2. Tata Cara Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri
Disamping manfaat yang akan diperoleh dari pengadaan pinjaman luar
negeri, perlu diperhatikan risiko yang dapat timbul akibat pengelolaan
yang buruk terhadap pinjaman luar negeri maupun diakibatkan oleh
kondisi ekonomi makro terutama fluktuasi suku bunga dan nilai
tukarmata uang rupiah terhadap mata uang asing yang digunakan dalam
perjanjian pinjaman. Pengelolaan pinjaman luar negeri didasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan strategi
pembiayaan melalui utang baik jangka menengah lima tahunan maupun
jangka pendek atau tahunan. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan
memastikan agar utang negara termasuk pinjaman luar negeri dikelola
dengan menerapkan secara konsisten prinsip-prinsip tata kelola yang
baik seperti prinsip kehati-hatian, akuntabel, transparan, dan sesuai
dengan praktik pengelolaan utang yang dapat diandalkan atau sound
practice in government debt management.
Pengelolaan pinjaman luar negerimeliputi perencanaan, perundingan,
penganggaran, penarikan, dan pembayaran pinjaman (setelmen),
penatausahaan, monitoring dan evaluasi, serta publikasi mengacu pada
34

Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2011 beserta aturan turunannya.
Sebagian pinjaman luar negeri yang saat ini diproses, masih mengacu
ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan
Hibah serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri,
khususnya terkait dengan pinjaman komersial.
Pengelolaan pinjaman luar negeri melibatkan banyak pihak, terutama:
Bappenas, Kementerian Keuangan, K/L/ Pemda/BUMN, pelaksana
proyek.
a.

Perencanaan Kegiatan
Perencanaan kegiatan pinjaman luar negeri merupakan proses
penyusunan rencana kegiatan yang layak dan siap untuk dibiayai
dengan pinjaman luar negeri. Penyusunan rencana kegiatan
tersebut dikoordinasikan oleh Bappenas dengan memperhatikan
usulan K/L/Pemda/BUMN pelaksana kegiatan dan masukan dari
Kementerian Keuangan serta K/L terkait lainnya.
Dari proses perencanaan pinjaman luar negeri tersebut dikeluarkan
beberapa dokumen sebagai berikut berikut:
1.

Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri (RPPLN),
berisikebutuhan dan rencana pemanfaatan pinjaman luar
negeri dalam jangka menengah.

2.

Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah
(DRPLN-JM) atau yang dikenal dengan istilah Blue Book, yaitu
daftar rencana kegiatan K/L, Pemda, dan BUMN yang telah
memenuhi kriteriakelayakan untuk dibiayai dari pinjaman luar
negeri dalam periode jangka menengah.

3.

Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN) atau
yang dikenal dengan istilah Green Book, yaitu daftar rencana
kegiatan K/L, Pemda, dan BUMN dalam DRPLN-JM yang telah
memiliki indikasi pendanaan dan telah memenuhi kriteria
kesiapan kegiatanuntuk dibiayai dari pinjaman luar negeri
dalam jangka tahunan.

4.

Daftar Kegiatan adalah daftar rencana kegiatan yang telah
tercantum di dalam DRPPLN dan siap untuk diusulkan kepada
dan/atau dirundingkan dengan calon pemberi pinjaman luar
35

negeri. Daftar kegiatan ini disampaikan kepada Menteri
Keuangan untuk proses perundingan dengan calon pemberi
pinjaman.
b. Perundingan
Kementerian negara/Lembaga, Pemda dan BUMN tidak
diperkenankan melakukan perikatan yang dapat menimbulkan
kewajiban untuk melakukan pinjaman luar negeri. Perundingan
dalam rangka pinjaman luar negeri dilaksanakan Menteri Keuangan
dengan melibatkan beberapa instansi yaitu: Bappenas, K/L, Pemda,
BUMN, dan/atau instansi terkait lainnya.Perundingan dilakukan
setelah kriteria kesiapan kegiatan terpenuhi.Bila diperlukan
Menteri Keuangan dapat meminta dokumen kesiapan perundingan
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga, Pemda dan BUMN.
Hasil dari proses perundingan ini kemudian dituangkan dalam
Naskah Perjanjian Pinjaman Luar Negeri (Loan Agreement) yang
ditandatangani oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang diberi
kuasa dan pemberi pinjaman luar negeri. Perjanjian pinjaman luar
negeri ini secara umum memuat jumlah, peruntukan, hak dan
kewajiban; serta ketentuan dan persyaratan.
c.

Penganggaran
Untuk melaksanakan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman luar
negeri, alokasi anggarannya harus ditetapkan terlebih dahulu dalam
APBN. Tata cara pengajuan usulan dan penetapan anggarannya
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-KL) dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 177 Tahun 2014 tentang Tata Cara Perencanaan,
Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara.
Sesuai ketentuan di atas pengajuan usulan dan penetapan anggaran
yang besumber dari pinjaman luar negeri dapat dibedakan sebagai
berikut:
Pinjaman luar negeri K/L
1. K/L mengajukan usulan rencana penarikan pinjaman luar negeri
kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR).
36

2. DJPPR membahas usulan rencana penarikan pinjaman luar
negeri bersama Bappenas dan K/L pengusul dalam rapat
Trilateral meetingpinjaman dan hibah luar negeri (PHLN).
3. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan pinjaman luar
negeri disampaikan DJPPR kepada DJA untuk ditampung dalam
postur RAPBN.
4. Secara paralel K/L menyusun RKA-KL yang menampung
rencana penarikan pinjaman luar negeri sesuai hasil rapat
Trilateral meeting PHLN.
Pinjaman diterushibahkan
1. Pemda mengajukan usulan rencana penarikan pinjaman luar
negeri kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK).
2. DJPK menghimpun usulan rencana penarikan pinjaman luar
negeri yang diterushibahkan ke Pemda dan menyampaikannya
ke DJPPR.
3. DJPPR membahas usulan rencana penarikan pinjaman luar
negeri yang diterushibahkan bersama Bappenas, DJPK dalam
rapat Trilateral meeting PHLN. Dalam pembahasan tersebut
DJPPR juga dapat mengundang pemda pelaksana kegiatan atau
pihak lain yang terkait.
4. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan pinjaman luar
negeri disampaikan DJPPR kepada DJA untuk ditampung dalam
postur RAPBN.
Pinjaman diteruspinjamkan
1. Pemda dan/atau BUMN mengajukan usulan rencana penarikan
pinjaman luar negeri kepada Kementerian Keuangan c.q.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB).
2. DJPB menghimpun dan melakukan evaluasi atas usulan rencana
penarikan penerusan pinjaman luar negeri. Dalam melakukan
evaluasi tersebut DJPB dapat mengundang pemda dan/atau
BUMN pelaksana kegiatan, DJPPR, Bappenas atau pihak lain
yang terkait.

37

3. Hasil pembahasan usulan rencana penarikan penerusan
pinjaman luar negeri disampaikan DJPB kepada DJA untuk
ditampung dalam postur RAPBN.
d. Penarikan
Mekanisme penarikan Pinjaman Luar Negeri diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.05/2015 tentang
Tata Cara Penarikan Pinjaman Dan/Atau Hibah Luar Negeri.
Sesuai PMK tersebut tata cara penarikan pinjaman luar negeri
dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri dilakukan melalui:
1. Transfer ke Rekening Kas Umum Negara;
2. Pembayaran langsung;
3. Rekening khusus;
4. Letter of Credit (L/C); atau
5. Pembiayaan pendahuluan.
e.

Pembayaran kembali (settlement)
Atas pinjaman yang telah ditarik, Pemerintah berkewajiban
melakukan pembayaran pokok dan bunga utang serta kewajiban
utang lainnya yang terkait. Alokasi pembayaran kewajiban utang
tersebut ditetapkan dalam undang-undang APBN. Apabila
karena perubahan kondisi ekonomi makro atau sebab yang
lainnya sehingga anggaran untuk membayar kewajiban utang
dalam APBN tidak mencukupi, Pemerintah dapat melakukan
pembayaran bunga utang dan cicilan pokok utang melebihi pagu
yang ditetapkan dalam APBN yang selanjutnya dilaporkan
Pemerintah dalam APBN Perubahan dan/atau Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Sedangkan untuk penerusan pinjaman, Pemdadan BUMN
berkewajiban melakukan pembayaran cicilan pokok, bunga, dan
kewajiban lainnya yang terkait kepada Pemerintah. Pembayaran
tersebut dilakukan melalui mekanisme APBN. Penerimaan
pembayaran cicilan pokok dicatat sebagai penerimaan
pembiayaan, sedangkan penerimaan bunga dan kewajiban
lainnya dicatat sebagai penerimaan negara bukan pajak.
Mekanisme settelment lainnya adalah dengan program debt
swap dimana pelunasan pinjaman luar negeri dilakukan dengan
mengalokasikan anggaran untuk kegiatan tertentu yang
disetujui oleh pemberi pinjaman seperti program pendidikan,
38

pelestarian lingkungan dan sebagainya. Dengan adanya alokasi
anggaran tersebut, pihak pemberi pinjaman akan menyatakan
sebagian/seluruh pinjaman dihapus.
f.

Monitoring dan evaluasi
Menteri Keuangan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
realisasi penyerapan setiap triwulan pinjaman luar negeri dan
aspek keuangan lainnya, sementara monitoring dan evaluasi
terkait kinerja pelaksanaan dilakukan oleh Bappenas. Secara
bersamaan Menteri Keuangan dan Bappenas dapat melakukan
evaluasi pelaksanaan kegiatan yang dibiayai pinjaman luar
negeri pada setiap semester.

g.

Publikasi
Secara berkala, minimal enam bulan sekali Menteri Keuangan
menyelenggarakan publikasi informasi mengenai pinjaman luar
negeri yang meliputi: kebijakan, posisi, sumber, realisasi
penyerapan, dan pembayaran kewajiban pinjaman luar negeri.

Dalam rangka memberikan panduan bagi pengelolaan utang Pemerintah,
Menteri Keuanganmenerbitkan Keputusan Menteri Keuangan RI nomor
113/KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara (SPUN)
tahun 2014-2017. SPUN tersebut digunakan sebagai acuan dalam
penyusunan stategi pembiayaan tahunan melalui utang, penetapan batas
maksimal pinjaman luar negeri/pinjaman dalam negeri/surat berharga
syariah negara (SBSN) berbasis proyek, serta penerapan fleksibilitas
pembiayaan utang. SPUN 2014-2017 tersebut nantinya akan dikaji
kembali dan direvisi setiap tahun untuk mengakomodasi perubahanperubahan yang terjadi terkait dengan kebutuhan pembiayaan maupun
kondisi makro ekonomi.
Sesuai SPUN 2014-2017, strategi khusus pengelolaan pinjaman luar
negeri adalah sebagai berikut:
1)

Pengendalian pinjaman luar negeri melalui kebijakan negative net
flow secara konsisten;

2)

Komitmen pinjaman kegiatan (project loan) baru diarahkan untuk
membiayai pembangunan infrastruktur dan energi serta membiayai
pembelian barang yang belum dapat diproduksi di dalam negeri
dalam rangka alih tehnologi;
39

3)

Meningkatkan kualitas persiapan kegiatan dan pengadaan pinjaman
luar negeri:
a)

Meningkatkan peran serta dalam penyusunan dokumen
kerjasama dengan lender untuk menghindari terjadinya
pengadaan pinjaman luar negeri yang didikte oleh lender
(lender driven).

b)

Negosiasi pinjaman luar negeri hanya dilakukan setelah
terpenuhinya seluruh kriteria kesiapan (readiness criteria)
dari kegiatan yang akan dibiayai dengan pinjaman luar negeri;

c)

Menetapkan syarat dan ketentuan (terms and conditions)
pinjaman luar negeri yang sesuai dengan target risiko dan
biaya utang.

4)

Pinjaman luar negeri tunai/program dilakukan secara selektif,
antara lain dalam rangka mendukung fleksibilitas pembiayaan
utang.

5)

Meningkatkan kinerja pemanfaatan pinjaman luar negeri:
a)

Mengoptimalkan monitoring dan evaluasi pemanfaatan
pinjaman luar negeri untuk memastikan penarikan pinjaman
sesuai jadwal;

b)

Mengambil langkah penanganan atas kegiatan yang
bermasalah dan berdampak signifikan terhadap APBN
berdasarkan hasil monitoring;

c)

Meningkatkan
koordinasi
antarunit
terkait
dalam
penganggaran serta monitoring dan evaluasi pinjaman luar
negeri;

d)

Meningkatkan kualitas data pinjaman luar negeri.

III. Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif
komparatif.Sementaraitu, data yang digunakan adalah data sekunder
berupa data rencana penarikan pinjaman luar negeri per K/L dan per
proyek APBN tahun 2014-2015 yang diusulkanoleh DJPPR, Kementerian
Keuangan.
40

Metode analisis yang digunakan dalam kajian adalah metode deskriptif
komparatif, yang dilaksanakan dengan mengelompokkan penggunaan
anggaran pinjaman luar negeri dalam dua kategori, yaitu untuk
pembiayaan proyek infrastruktur, dan pembiayaan proyek non
infrastruktur.Pengelompokan tersebut dilakukan dengan memilah
masing-masing proyek pinjaman luar negeri pada setiap K/L
berdasarkan pada definisi infrastruktur yang digunakan.Berdasarkan
hasil pengelompokan tersebut, dilakukan analisis terhadap penggunaan
pinjaman luar negeri apakah telah sesuai dengan target di dalam KSKK.

IV. Pembahasan
IV.1. Ruang Lingkup Infrastruktur
Untuk melihat seberapa besar alokasi APBN untuk kegiatan infrastruktur
yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, langkah awal yang dilakukan
adalah menetapkan definisi infrastruktur yang akan menjadi dasar untuk
mengklasifikasikan kegiatan dan besaran anggaran yang termasuk dalam
lingkup infrastruktur. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat di dalam
dokumen KSKK ruang lingkup infrastruktur tidak didefinisikan secara
jelas, sementara terdapat banyak definisi infrastruktur yang masingmasing berbeda dalam hal cakupan kegiatannya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, infrastruktur berarti
prasarana.Sementara arti prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang untuk terselenggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, proyek, dsb.).
Sedangkan menurut MacMillan Dictionary of Modern Economics (1996)
infrastruktur merupakan elemen struktural ekonomi yang memfasilitasi
arus barang dan jasa antara pembeli dan penjual. Sedangkan The
Routledge Dictionary of Economics (1995) memberikan pengertian yang
lebih luas yaitu bahwa infrastruktur juga merupakan pelayan utama dari
suatu negara yang membantu kegiatan ekonomi dan kegiatan
masyarakat sehingga dapat berlangsung yaitu dengan menyediakan
transportasi dan juga fasilitas pendukung lainnya.
Dalam hubungan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi, beberapa
ekonom juga memberikan pendapatnya mengenai infrastruktur.
Hirschman (1958) mendefinisikan infrastruktur sebagai sesuatu yang
sangat dibutuhkan. Tanpa infrastruktur, kegiatan produksi pada berbagai
sektor kegiatan ekonomi (industri) tidak dapat berfungsi. Dalam World
41

Bank Report, infrastruktur dibagi kedalam tiga golongan yaitu (Bank
Dunia, 1994):
a.

Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang menyediakan jasa
dan digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public
utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public works
(bendungan, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi
(jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).

b.

Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan
dan keahlian masyarakat meliputi pendidikan (sekolah dan
perpustakaan), kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan) serta
untuk rekreasi (taman, museum, dan lain-lain).

c.

Infrastruktur administarasi/institusi, meliputi penegakan hukum,
kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Dalam pembahasannya infrastruktur dapat dikatakan memiliki sifat
sebagai barang publik. Barang publik mempunyai dua ciri utama dari sisi
penggunaannya (konsumsi barang publik) yaitu non-rivalry dan nonexcludable. Rivalry merupakan sifat rivalitas atau persaingan dalam
mengkonsumsi atau menggunakan suatu barang. Maknanya adalah jika
suatu barang digunakan oleh seseorang (pengguna), barang tersebut
tidak dapat digunakan oleh orang lain. Jika seseorang mongkonsumsi
atau menggunakan suatu barang dan tidak terjadi persaingan dengan
orang lain dalam mengkonsumsi barang tersebut sehingga tidak
mempengaruhi kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi barang
tersebut, maka dapat disebut sebagai barang publik.
Dalam pemahaman sifat infrasruktur sebagai barang publik maka
infrastruktur tersebut memiliki dampak eksternalitas positif.
Sebagaimana kita ketahui bersama definisi dari eksternalitas itu sendiri
adalah suatu kondisi ketika tindakan suatu perusahaan atau individu
memiliki dampak kepada individu atau perusahaan lainnya tanpa harus
membayar dampak tersebut (Stiglitz, 2000). Sesuai dengan sifatnya,
infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah dapat dinikmati
manfaatnya tanpa harus melakukan pembayaran langsung oleh pihak
pemakainya. Munnell (1990) dalam penelitiannya di USA menyatakan
bahwa infrastruktur menghasilkan eksternalitas positif. Variable seperti
jalan, sekolah, rumah sakit, fasilitas air minum, gas, listrik, dan
infrastruktur non militer lainnya memiliki dampak positif terhadap
perkembangan ekonomi. Hal ini semakin menunjukkan bahwa
eksternalitas positif dari infrastruktur memiliki spillover effect dalam
42

bentuk peningkatan produktifitas dari berbagai bihak yang terlibat
dalam roda perekonomian.
Infrastrukturpadaumumnyamempunyaikarakteristikmonopolialamiah
(Natural
Monopoly)
yang
disebabkanolehtingginyabiayatetapsertakepentingannyadalamperekono
mian.
Makadariitupemerintahmemegang
peranan
pentingdalampenyediaaninfrastruktur.
Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan dalam berbagai
literatur, dapat disimpulkan definisi kegiataninfrastruktur yaitu kegiatan
penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung
berjalannya perekonomian, khususnya dalam mendukung kelancaran
mobilitas arus barang dan jasa, kelancaran proses produksi, termasuk
untuk penyediaan layanan sosial, seperti pendidikan, kesehatan,
komunikasi, dan ketahanan pangan, yang meliputi kegiatan
pembangunan, peningkatan kemampuan, dan/atau pemeliharaan
infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.

IV.2. Analisis Pinjaman Luar NegeriUntuk
Infrastruktur Energi dan Non Energi.

Kegiatan

Analisis atas besaran prosentase anggaran infrastruktur yang dibiayai
dari pinjaman luar negeri dilakukan sebagai berikut:
1. Rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam APBN 2014 dan
APBN 2015 dirinci perproyek, kemudian masing-masing proyek
diklasifikasikan
kedalam
proyek
infrastruktur
dan
noninfrastruktur.
2. Metode perhitungan menggunakan full costing dimana seluruh
alokasi penarikan pinjaman luar negeri untuk kegiatan suatu
proyek infrastruktur yang bersangkutan diperhitungkan sebagai
alokasi infrastruktur.
3. Prosentase anggaran infrastruktur dimaksud yang pertama
dibandingkan dengan total pinjaman proyek diluar yang digunakan
untuk kegiatan alutsista dan almatsus, dan yang kedua
dibandingkan dengan total anggaran infrastruktur dalam APBN.
Pinjaman proyek untuk alutsista dan almatsus dikeluarkan dalam
perhitungan prosentase pinjaman luar negeri untuk infrastruktur
terutama karena pengadaan alutsista merupakan bagian dari
kebijakan pencapaian Minimum Essential Force (MEF) yang
43

merupakan amanat pembangunan nasional bidang pertahanan
keamanan yang ditetapkan dalam RPJMN 2010-2015 sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010. Pinjaman luar negeri
untuk pengadaan alutsista dan almatsus diperlukan karena
disamping kebutuhan untuk pencapaian MEF sangat besar,
pinjaman luar negeri tersebut juga dalam rangka alih tehnologi
mengingat kapasitas industri pertahanan dalam negeri masih
terbatas.
Anggaran infrastruktur dalam APBN terdiri atas anggaran kegiatan
infrastruktur oleh Pemerintah Pusat, anggaran infrastruktur yang
ditransfer ke daerah maupun dukungan infrastruktur pada pos
pembiayaan anggaran.
Dari hasil inventarisasi terhadap proyek-proyek pinjaman luar negeri
dalam APBN 2014 dan APBN 2015 diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4. Komposisi Pinjaman Luar Negeri dan Anggaran
Infrastruktur (dalam miliar rupiah)
No.
1.

2.
3.

Uraian
Pinjaman Luar Negeri untuk
membiayai
kegiatan
infrastruktur energi dan nonenergi
Pinjaman
proyek
diluar
Alutsista dan Almatsus
Total Anggaran Infrastruktur
dalam APBN

APBN 2014
19.223,75

APBN 2015
21.326,91

20.793,45

23.847,49

206.645,30

189.685,07

Sumber: Data diolah dari Dit. Pinjaman dan Hibah, DJPPR

Dari data diatas diperoleh hasil perhitungan prosentase pinjaman luar
negeri untuk infrastruktur energi dan non energi sebagai berikut.

44

Tabel 5. Perhitungan Prosentase Pinjaman Luar Negeri Untuk
Infrastruktur Energi Dan Non Energi
Target KSKK (%)
No.

Realisasi (%)

Uraian
2014

2019

2025

1. Persentase Pinjaman Luar Negeri
untuk membiayai kegiatan
infrastruktur energi dan non-energi

82

85

88

APBN 2014 APBN 2015
92,5

89,4

2. Persentase anggaran untuk kegiatan
infrastruktur yang
dibiayai/bersumber dari Pinjaman
Luar Negeri dibandingkan total
anggaran infrastruktur

9

7

5

8,7

8,9

Sumber: Data diolah dari Dit. Pinjaman dan Hibah, DJPPR

Dari hasil perhitungan sebagaimana tabel di atas diketahui bahwa:
1)

Indikator pertama KSKK terkait persentase pinjaman luar negeri
untuk membiayai kegiatan infrastruktur energi dan non-energi
dibandingkan total pinjaman proyek diluar Alutsista dan Almatsus
dalam APBN 2014 dan APBN 2015 telah tercapai, meskipun
prosentasenyamenurun dari APBN 2014 ke APBN 2015.

2)

Untuk pencapaian indikator kedua, terkait persentase anggaran
kegiatan infrastruktur yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri
dibandingkan total anggaran infrastruktur dalam APBN 2014 dan
APBN 2015 telah tercapai, meskipun prosentasenyameningkat dari
APBN 2014 ke APBN 2015.

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pencapaian target KSKK
terkaitbesaran pinjaman proyek untuk infrastruktur diantaranya adalah:
a.

Kebijakan dan pelaksanaan seleksi atas usulan pemanfaatan
pinjaman luar negeri.

b.

Jadwal tahunan pelaksanaan proyek (annual workplan).

c.

Kemampuan daya serap pelaksana kegiatan (executing agency).

d.

Jumlah
komitmen
(undisburshment).

e.

Alokasi rupiah murni untuk dialokasikan dalam anggaran
infrastruktur pada tahun yang bersangkutan.

pinjaman

45

yang

belum

dicairkan

V. Kesimpulan dan Rekomendasi
V.1. Kesimpulan
1.

Penyusunan rencana penarikan pinjaman luar negeri dalam APBN
2014 dan APBN 2015 telah memenuhi target KSKK terkait sasaran
penggunaan pinjaman luar negeri yang selektif.

2.

Pencapaian KSKK terkait pinjaman luar negeri untuk infrastruktur
antara lain dipengaruhi oleh kebijakan pemanfaatan pinjaman luar
negeri, kemampuan daya serap pelaksana kegiatan, dan alokasi
rupiah murni yang dialokasikan dalam anggaran infrastruktur pada
tahun yang bersangkutan.

V.2. Rekomendasi
Untuk memenuhi target KSKK terkait pinjaman luar negeri
direkomendasikan untuk dilakukanbeberapa halsebagai berikut:
1.

Komitmen pinjaman baru agar makin dibatasi baik besaran maupun
sektornya. Pinjaman baru difokuskan untuk sektor infrastruktur
energi dan non energi.

2.

Alokasi rupiah murni untuk kegiatan infrastruktur dalam APBN
agar terus ditingkatkansecara signifikan dari tahun ke tahun.

3.

Dalam menyusun rencana penarikan pinjaman luar negeri
dilakukan secara realistis dengan tetap memperhitungkan jadwal
penarikan.

4.

Memperkuat peran Kementerian Keuangan dalam proses
perencanaandan penganggaran pinjaman luar negeri, antara lain
dalam proses sebagai berikut:
a.

Penyusunan kebijakan tentang penggunaan pinjaman luar
negeri.

b.

Meningkatkan koordinasi dengan Bappenas dalam proses
penyusunan blue book.

c.

Penyusunan Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri.
46

d.

Trilateral meeting membahas kegiatan yang didanai dari
pinjaman luar negeri.

e.

Sosialisasi kepada K/L tentang perencanaan pinjaman luar
negeri.

5.

Memperkuat database dan IT terkait pengelolaan pinjaman luar
negeri.

6.

Memperkuat kemampuan pegawai dalam melakukan analisis
kegiatan yang didanai dari Pinjaman Luar Negeri.

V.3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya
Penulisan kajian ini dilakukan pada tahun 2014 di mana kebijakan
pemanfaatan pinjaman luar negeri mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) 2011-2014. Untuk
penulisan kajian selanjutnya terkait pinjaman luar negeri disarankan
agar menyesuaikan dengan kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri
dalam RPJMN 2015-2019.

47

Daftar Pustaka
PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah.
KMK Nomor 183/KMK.01/2013 tentang
Kementerian Keuangan Tahun 2014-2024.

Kebijakan

Strategis

KMK Nomor 113/KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan Utang
Negara (SPUN) tahun 2014-2017.
TAP MPR No.IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
TAP MPR No.IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
TAP MPR No.IV/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
TAP MPR No.II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
TAP MPR No.II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
TAP MPR No.II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
TAP MPR No.IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999-2004.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2012,
Bahasa Indonesia , Kemendikbud, Jakarta.

Kamus Besar

Hirschman,
, The Strategy of Economic Development , Yale
University Press, Texas.

Munel, Alicia H., 1990, How does public infrastructure affect regional
economic performance? , New England Economic Review, Sept./Oct., 1132.
Pearce, D. W. and co.,
, Macmillan Dictionary of Modern Economics
(Dictionary Series) , Palgrave Macmillan, Kings Cross London.
Rutherford, Donald,
, The Routledge Dictionary of Economics 1st
Edition , Routledge, New York, US.

Stiglitz, Joseph E.,
, Economic of the Public Sector (Third Edition) ,
W. W. Norton & Company, New York, US.

World Bank, 1994, World Development Report 1994: Infrastructure for
Development , Oxford University Press, United Kingdom.
48

Dokumen yang terkait

Penggunaan alat peraga mobil garis bilangan terhadap pemahaman konsep matematika siswa pada materi bilangan

9 70 176

Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Paprika di Desa Kumbo - Pasuruan Terkait Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Dari Bahaya Pestisida Tahun 2014

4 71 126

Efektivitas ekstrak daun sirih hijau (piper betle l.) terhadap pertumbuhan bakteri streptococcus pyogenes in vitro

2 49 44

Penerapan strategi produk dalam upaya meningkatkan penjualan pada CV.Suka Setia Putra Jaya Rancaekek

9 56 47

Sistem Informasi Pengolahan Data Pinjaman Pada Koperasi Serba Usaha Bersama di Ciroyom Provinsi Jawa Barat

4 39 117

Pengaruh Persepsi Kemudahan dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E Filling (Survei Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kpp Pratama Soreang)

12 68 1

Penggunaan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Pasar Baru Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2011-2012

4 103 122

Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III

17 90 58

Efektivitas Pemberian Ekstrak Ethanol 70 % Akar Kecombrang (Etlingera elatior) Terhadap Larva Instar III Aedes aegypti sebagai Biolarvasida Potensial Effectiveness of Giving 70% Ethanol Root Extract Kecombrang (Etlingera elatior) against Aedes aegypti lar

2 34 76

Efektivitas Iklan Televisi Rokok Dengan Menggunakan Consumer Decision Model (CDM)

2 23 105