Pengaruh cahaya matahari docx 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Cahaya matahari merupakan sumber utama energi bagi kehidupan, tanpa
adanya cahaya matahari kehidupan tidak akan ada. Bagi pertumbuhan tanaman
ternyata pengaruh cahaya selain ditentukan oleh kualitasnya ternyata ditentukan
intensitasnya. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu
tanaman per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm2/hari). Dengan demikian
pengertian intensitas yang dimaksud sudah termasuk lama penyinaran, yaitu lama
matahari bersinar dalam satu hari. Pada dasarnya intensitas cahaya matahari akan
berpengaruh nyata terhadap sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan
intensitas cahaya matahari dibutuhkan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan
air untuk membentuk karbohidrat. Tanaman yang mendapatkan cahaya matahari
dengan intensitas yang tinggi menyebabkan lilit batang tumbuh lebih cepat,
susunan pembuluh kayu lebih sempurna, internodia menjadi lebih pendek, daun
lebih tebal tetapi ukurannya lebih kecil dibanding dengan tanaman yang
terlindung. Beberapa efek dari cahaya matahari penuh yang melebihi kebutuhan
optimum akan dapat menyebabkan layu, fotosintesis lambat, laju respirasi
meningkat tetapi kondisi tersebut cenderung mempertinggi daya tahan tanaman.
Menurut Salisbury dan Ross (1992) cahaya matahari mempunyai peranan besar
dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan
perkembangan, menutup dan membukanya stomata, dan perkecambahan tanaman,
metabolisme tanaman hijau, sehingga ketersediaan cahaya matahari menentukan
tingkat produksi tanaman. Tanaman hijau memanfaatkan cahaya matahari melalui
proses fotosintesis.
Pendapat di atas diperkuat oleh Baharsyah dkk, (1985) bahwa cahaya matahari
sangat besar peranannya dalam proses fisiologis yaitu fotosintesis, respirasi,
pertumbuhan dan perkembangan, pembukaan dan penutupan stomata, berbagai
pergerakan tanaman dan perkecambahan. Penyinaran matahari mempengaruhi
pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman melalui proses fotosintesis.
Hubungan antara penyinaran matahari dengan hasil adalah kompleks. Energi
cahaya matahari yang digunakan oleh tanaman dalam proses fotosintesis berkisar
antar 0,5 – 2,0 % dari jumlah total energi yang tersedia. Sehingga hasil
fotosintesis berkurang apabila intensitas cahaya kurang dari batas optimum yang
dibutuhkan oleh tanaman, yang tergantung pada jenis tanaman (Leopold &
Kriedemann, 1975) hal ini juga berlaku terhadap jenis-jenis anggrek. Bila cahaya
matahari kurang, karena tanaman anggrek berada dalam keadaan terlalu teduh,
maka proses assimilasi akan berkurang, sehingga hidratarang sebagai hasil proses
tersebut juga kurang jumlahnya.
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah perbedaan intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap
jaringan tanaman anggrek ?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap
jaringan epidermis daun tanaman anggrek ?
3. Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap
jaringan parenkim batang dan akar tanaman anggrek ?
4. Apa hubungan intensitas cahaya matahari terhadap zat yang
dihasilkan dalam proses metabolisme tanaman anggrek ?
1.3 Pembatasan Masalah
1.
Apakah perbedaan intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap
jaringan parenkim pada akar dan batang serta jaringan epidermis
2.
pada daun tanaman anggrek ?
Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap
3.
indeks stomata pada epidermis daun tanaman Anggrek ?
Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap
indeks butir pati, serta proporsi zat ergastik pada jaringan parenkim
batang dan akar tanaman Anggrek ?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui adakah pengaruh perbedaan intensitas cahaya
matahari terhadap jaringan tanaman anggrek.
2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari
terhadap jaringan epidermis daun tanaman anggrek.
3. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari
terhadap jaringan parenkim batang dan akar tanaman anggrek.
4. Untuk mengetahui hubungan intensitas cahaya matahari terhadap zat
yang dihasilkan dalam proses metabolisme tanaman anggrek.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Indeks stomata pada epidermis daun
2. Indeks butir pati pada parenkim batang
3. Proporsi zat ergastik pada parenkim akar
1.6 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta
bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian mini research anatomi
tumbuhan.
2. Manfaat Praktis
Dapat
dijadikan
bahan
perbandingan
untuk
penelitian
selanjutnya.
3. Manfaat bagi Penyusun
Mini research ini akan menambah pengetahuan bagi penyusun,
wawasan pengetahuan penyusun dapat bertambah
dengan adanya
mini reaserh ini, sehingga ini dapat memantapkan pengetahuan
penyusun tentang materi dan praktikum anatomi tumbuhan yang telah
dilaksanaan sebelum-sebelumnya.
BAB II
Tinjaun Teoritis
2.1 Pengaruh Cahaya Terhadap Suhu
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber
energi utama bagi ekosistem. Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas
bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk
karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat
akibat respirasi. Apabila semua faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis
dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan
tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu.
Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat),
dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik
kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan
pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai dkk (1998) suhu
dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol
laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak
langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan
mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi
juga laju kehilangan air dari organisme.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu
sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi
panas ketika cahaya diabsorpsi oleh suatu substansi. Suhu sering berperan bersamaan
dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi- fungsi dari organisme.
Jadi, ketika energi cahaya yang diterima oleh suatu tumbuhan diubah menjadi
energi panas, secara linier suhu pun menjadi naik. Kenaikan suhu ini akan
berpengaruh terhadap berbagai proses kimia yang ada pada tumbuhan.
2.2 Pengaruh Suhu terhadap Proses Respirasi
Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare yang artinya bernafas.
Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber
energi melalui proses kimia dengan menggunakan O2, proses pengambilan O2 untuk
memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO 2, H2O dan energi. Dari respirasi
akan dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan kehidupan, seperti sintesis
(anabolisme), gerak, dan pertumbuhan.
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu
ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu, umur tumbuhan, cahaya dan luka.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10°C, namun kenaikan ini tergantung pada masing-masing spesies.
Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi tersebut akan dipergunakan
dalam proses metabolisme atau energi kimia tersebut akan dipergunakan untuk
menggantikan energi yang dipergunakan dalam metabolisme.
Apabila banyak terjadi respirasi pada tanaman; berarti banyak energi yang
keluar dan banyak karbohidrat yang terurai. Ini dapat mempengaruhi produksi
tanaman tersebut.
2.3 Proses Pembentukan Stomata
Stomata adalah struktur epidermis yang dibentuk oleh dua sel penjaga atau
guard cells yang terletak pada pori-pori tanaman. Permukaan epidermis lainnya terdiri
atas lapisan lilin yang tidak dapat ditembus. Hal ini menjadikan stomata memiliki
peran yang penting dalam mengatur keluar masuknya gas (seperti CO2 dan O2),
hormon (seperti ABA) dan air dari dan ke dalam tanaman. Peran tersebut memiliki
dampak pada produktivitas dan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan
atau banjir. Selain itu, stomata juga merupakan pintu masuk bagi bakteri patogen,
sehingga mereka berpengaruh pada ketahanan terhadap cekaman biotik.
Hal tersebut berarti bahwa stomata merupakan salah satu kontrol utama dalam
peningkatan produktivitas tanaman. Studi pembentukan stomata mengindikasikan
bahwa terbentuknya stomata dipengaruhi oleh Mitogen-Activated Protein Kinase
(MAPK) tertentu yang responsif terhadap lingkungan. Penelitian dilakukan dengan
melihat fungsi dari protein kandidat melalui loss-of-function atau gain-of-function
melalui teknik mutasi. Loss-of-function dilakukan melalui represi dari gen kandidat,
sedangkan gain-of-function dilakukan dengan cara mengoverekspresikan gen-gen
tersebut. Protein-protein yang telah teridentifikasi antara lain MPK3, MPK6, MKK4,
MKK5 dan YODA.
MPK3 telah diketahui ekspresinya di sel penjaga. Aktivitas MPK3
dipengaruhi oleh ABA dan H2O2 yang menginduksi penutupan stomata. MPK6
dipengaruhi oleh hormon ABA dan ekspresinya diinduksi oleh flagela bakteri. Selain
itu, MKK4/MKK5-MPK3/MPK6 modul menunjukkan regulasi pada cekaman biotik
dan abiotik. YODA, protein MAPKKK yang mengaktifkan MKK4/MKK5, memiliki
ekspresi yang dipengaruhi oleh serangan bakteri.
Kesimpulan yang ada saat ini adalah bahwa cascade YODA-MKK4/MKK5MPK3/MPK6 mempengaruhi pembentukan stomata. Ekspresi gen-gen yang
mengkode protein-protein tersebut dipengaruhi oleh cekaman biotik dan abiotik.
2.4 Hubungan antara Laju Respirasi dengan Pembentukan Stomata
Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi akan dipergunakan dalam
proses metabolisme atau energi kimia, akan dipergunakan untuk menggantikan energi
yang dipergunakan dalam metabolisme.
Apabila banyak terjadi respirasi pada tanaman; berarti banyak energi yang
keluar dan banyak karbohidrat yang terurai. Ini dapat mempengaruhi produksi
tanaman tersebut.
Saat banyak energi yang keluar, ada juga energi yang perlu digantikan, maka
proses metabolisme akan berlangsung terus menerus, untuk menjaga keberlangsungan
metabolisme ini, tumbuhan membentuk stomata. Mengingat fungsi stomata sebagai
tempat keluar masuknya gas yang berperan dalam proses metabolisme, seperti karbon
dioksida dan oksigen. Maka dari itu kebutuhan akan berlangsungnya proses
metabolisme ini membuat tumbuhan memperbanyak jumlah stomata yang dibentuk.
Ketika jumlah stomata yang dibentuk cukup banyak, laju respirasi akan berjalan
dengan cepat. Semakin cepat laju respirasi, semakin cepat pula tumbuhan melakukan
proses metabolisme.
2.5 Pengertian Zat Ergastik
Zat ergastik adalah benda-benda hasil proses metabolisme protoplasma yang
berupa butir-butir tepung, gelembung minyak, kristal dan lain-lain, yang terdapat
dalam sitoplasma, vakuola, atau dinding sel (ergastic matter).
Di dalam sel-sel makhluk hidup khususnya sel tumbuhan selain banyak
dijumpai adanya benda-benda protoplasmik (hidup) juga terdapat benda-benda
nonprotoplasmik (tak hidup) atau disebut benda ergastik. Benda-benda ini terdiri dari
substansi yang bersifat cair maupun padat dan merupakan hasil dari metabolism sel.
Adapun benda ergastik yang bersifat padat adalah amilum, aleuron, kristal Caoksalat, kristal kersik, sistolit, dll. Sedang benda ergastik yang bersifat cair atau lendir
dari hasil tambahan metabolisme yang bersifat
organik atau anorganik terdapat di dalam cairan sel berupa zat-zat yang larut di
dalamnya, antara lain asam organik, karbohidrat, protein, lemak, gum, lateks tanin,
antosian alkaloid, minyak eteris atau minyak atsiri dan hars, yang ditemukan dalam
sitoplasma atau dalam vakuola Zat yang terlarut di dalam cairan sel berbeda-beda
untuk setiap sel, bahkan dalam sebuah sel komposisi zat yang terlarut di masingmasing vakuola mungkin berbeda satu sama lain.
1. Amilum
Amilum (pati) merupakan butir-butir tepung yang dapat disimpan sebagai
cadangan makanan. Pada setiap jenis tumbuhan, butir amilum mempunyai bentuk dan
susunan tertentu, namun pada umumnya berbentuk bundar atau lonjong. Adanya
perbedaan bentuk dan susunan butir amilum ini karena adanya hilus (titik permulaan
terbentuknya butir tepung) di setiap butir tepung. Berdasarkan letak hilus, butir
amilum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) amilum yang konsentris (hilus
terletak di tengah); (b) eksentris (hilus terletak di tepi). Sedang berdasarkan jumlah
hilus dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) monoadelph (hilus hanya satu); (b)
diadelph atau setengah majemuk (hilus berjumlah dua yang masing-masing
dikelilingi oleh lamela); dan (c) poliadelph/majemuk (hilus berjumlah banyak dan
tiap hilus dikelilingi oleh lamela). Bila jumlahnya sampai berdesakan dalam sel, maka
sisi-sisinya membentuk sudut. Pada beberapa tumbuhan seperti jagung dan padi, butir
amilum majemuk. Ukuran butir amilum bervariasi. Pada pati kentang misalnya garis
tengahnya antara 70-100 mm, pada jagung 12-18 mm. Dalam amilum terdapat
lamela-lamela yang mengelilingi hilus.
Adanya lamela-lamela ini disebabkan karena waktu pembentukan amilum,
tiap lapisan berbeda kadar airnya sehingga indeks pembiasannya berbeda. Lamelalamela ini akan hilang apabila dibubuhi alkohol keras, sebab air akan diserap oleh
alkohol sehingga indeks pembiasannya menjadi sama. Dibagian tengah amilum
kadang-kadang tampak seperti terkerat, peristiwa ini disebut korosi. Hal ini biasa
terjadi pada butir-butir amilum dalam biji yang sedang berkecambah. Sedang
peristiwa retak di bagian tengah butir amilum dikarenakan kepekatan di bagian
tengah butir amilum berkurang.
2. Aleuron dan kristal protein
Di tempat penyimpanan makanan cadangan (misalnya biji) selain amilum
terdapat juga protein. Pada waktu biji masih muda, terdapat vakuola berukuran kecil
dan berjumlah banyak. Menjelang biji menjadi tua, vakuola menjadi dan besar.
Setelah biji mengering, air dalam vakuola menjadi semakin sedikit sehingga
konsentrasi zat-zat terlarut di dalamnya (protein, garam dan lemak) semakin besar.
Karena peristiwa pengeringan ini maka vakuola pecah menjadi beberapa vakuola
kecil-kecil yang berisi protein, garam dan lemak. Kemudian zat-zat tersebut akan
mengkristal. Vakuola yang berisi kristal ini disebut aleuron.
Sebuah aleuron berisi sebuah atau lebih kristaloid putih telur dan sebuah atau
beberapa globoid yaitu bulatan kecil yang tersusun oleh zat fitin (garam Ca- dan Mgdari asam meseinesit hexafosfor). Butir aleuron dalam endosperm biji jarak (Ricinus
communis) mengandung globoid yang terdiri atas garam magnesium dan kalsium dari
asam inositol fosfat serta kristaloid. Disamping itu masih terdapat zat putih telur yang
amorf (yang bila ditetesi larutan Jodium berwarna kuning coklat).
Pada biji padi dan jagung, butir-butir aleuron terdapat di dalam sel-sel
jaringan endosperm yang letaknya paling luar. Lapisan ini disebut lapisan aleuron.
Lapisan ini biasanya akan terbuang bila mencuci beras terlalu bersih sebelum
dimasak. Pada biji jarak, butir aleuron letaknya tersebar dan berukuran besar.
3. Kristal Ca-oksalat
Kristal merupakan hasil tambahan yang terjadi pada berbagai proses
metabolisme. Yang paling sering ditemukan adalah kristal garam kalsium, terutama
Ca-oksalat (kalsium oksalat). Kristal Ca-oksalat merupakan hasil akhir atau hasil
sekresi dari suatu pertukaran zat yang terjadi di dalam sitoplasma. Ada yang menduga
bahwa asam oksalat bebas merupakan racun bagi tumbuhan karenanya diendapkan
berupa garam Ca-oksalat. Kristal ini terdapat di dalam plasma atau vakuola sel dan
larut dalam asam kuat (HCl dan H2SO4). Bentuk dari kristal Ca-oksalat bermacammacam, ada yang berupa kristal panjang, jika padat serta ditemukan sendiri-sendiri
disebut stiloid; kristal tunggal besar (daun Citrus sp); kecil berbebntuk prisma kecil
seperti pasir (tangkai daun Amaranthus); jarum/rafida (daun Ananas commosus, daun
Mirabilis jalapa, batang dan akar Alöe sp); bintang/roset (= majemuk) terdapat
pada daun Datura metel, sisik, pyramid;Kristal majemuk dan terhimpun dalam
kelompok bulat disebut drus; dan sebagainya dapat ditemukan dalam sel yang sama
rupanya dengan sel sekelilingnya, atau terdapat dalam sel yang khusus, berbeda dari
sel lainnya dan disebut idioblas.
4. Lainnya
Minyak dan lemak termasuk lipida serta senyawa lain yang bersifat lemak
seperti malam, suberin dan kutin juga merupakan zat ergastik. Zat-zat itu langsung
dibentuk oleh sitoplasma dan elaioplas. Pada biji, embrio dan sel meristematik umum
terdapat bahan cadangan seperti minyak dan lemak.
Garam silika sering ditemukan pada dinding sel seperti pada rumputrumputan, namun dapat ditemukan pula di dalam sel. Sistolit bentuk lain dari ergastik
yang merupakan tonjolan dinding sel ke arah lumen yang mengandung kalsium
karbonat. Sel yang berisi sistolit disebut litosist. Tanin merupakan kelompok turunan
fenol yang heterogen. Dalam sayatan mikroskopis tannin dikenal sebagai zat
berwarna kuning, merah atau coklat. Tanin dapat ditemukan pada berbagai bagian
tumbuhan terutama pada bagian daun, periderm dan dalam sel yang berhubungan
dengan ikatan pembuluh. Dalam sel, tannin ditemukan vakuola atau sebagai tetes
dalam sitoplasma dan kadang-kadang menembus dinding sel seperti pada jaringan
gabus. Diperkirakan bahwa tannin berfungsi melindungi tumbuhan terhadap
kekeringan dan kerusakan yang disebabkan oleh hewan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
Waktu :
hari
tanggal
: Jum’at-jum’at
: 19-25 mei 2014
tempat
: Laboratorium Struktur Tumbuhan, Fakultas Pendidikan
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
Alam,
Universitas
Pendidikan Indonesia.
3.2
Alat dan Bahan
a. Alat:
No
Nama Alat
Jumlah
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mikroskop
Kamera
Object glass
Cover glass
Silet
Pipet
Tusuk gigi
Lensa objektif
Lensa Okuler
tiga buah
tiga buah
lima buah
>10 buah
lima buah
Satu buah
lima buah
Satu buah
Satu buah
Tabel 3.1 Alat
b.
Bahan:
Tabel 3.2 Bahan
No.
1
2
3
Nama Bahan
Sayatan melintang akar Eichornia
crassipes
Sayatan radial batang Eichornia
crassipes
Sayatan paradermal daun Eichornia
Jumlah
Satu buah
Satu buah
Satu buah
4
5
3.3
crassipes
Reagen anilin sulfat
Aquades
Satu tetes
Satu tetes
Variabel Penelitian
a. Variabel bebas :
Cahaya matahari
b. Variabel terikat
Stomata, butir pati, dan ergastik.
3.4
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.
3.5
Pelaksanaan Penelitian
Topik dan spesimen ditentukan, dan dilakukan konsultasi melalui viocenote
Fiksasi sampel
Parameter umum dan parameter spesifik ditentukan
Spesimen segar diambil, Alat dan bahan disiapkan
Pengamatan awal akar dan daun dilakukan
Pengamatan dilanjutkan-batang
Identifikasi, pengukuran, dan pengambilan gambar
Laporan dibuat
Gambar 3.1 Bagan alir pelaksaan penelitian
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Daun A
Jumlah
Jumlah Sel
Stomata
Epidermis
Perbesaran Mikroskop
: 100×
Reagen
: Aquades
9
Sel Penutup
Stomata
Sel Penjaga
Sel Epidermis
BAB 4 HASIL
185
Indeks Stomata
9
9+185
9
= 0.04639
194
≈ 0.046
=
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Daun B
Jumlah
Jumlah Sel
Stomata
Epidermis
Indeks Stomata
Perbesaran Mikroskop
: 100×
Reagen
: Aquades
10
147
10
=
10+ 147
≈ 0.064
Sel Penutup
Stomata
Sel Penjaga
Sel Epidermis
Gambar
Daun A
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
10
157
= 0.0636
Indeks
stomata
0.046.
Maka, Bentuk sel epidermis heksagonal,
perbandingan antara sel stomata
hampir membentuk persegi panjang.
4 : 100.
Dengan tipe stomata diasitik. Stomata
yang dimiliki tidak tersebar secara
merata. Memiliki sedikit kloroplas.
Dokumen Pribadi, 2014
Daun B
Aspek Kuantitatif
Gambar
Indeks
stomata
perbandingan
0.064.
antara
sel
Aspek Kualitatif
Maka, Bentuk sel epidermis heksagonal,
stomata hampir membentuk persegi panjang.
dengan sel epidermis berkisar
Dengan tipe stomata diasitik. Stomata
6 : 100.
yang dimiliki tidak tersebar merata.
Memiliki banyak kloroplas.
Dokumen Pribadi, 2014
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Batang A
Jumlah Sel yang
Mengandung Zat Ergastik
Jumlah
Sel
Indeks
Perbesaran Mikroskop
: 400×
Reagen
: Anilin Sulfat
17
25
17
25
= 0.68
Ruang antar
Sel
Zat Ergastik
Sel Parenkim
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Batang B
Jumlah Sel yang
Mengandung Zat Ergastik
Jumlah
Sel
Indeks
Perbesaran Mikroskop
: 400×
Reagen
: Anilin Sulfat
17
Ruang antar
Sel
Zat Ergastik
Sel Parenkim
Tabel 4.5 Perbandingan Batang A dan Batang B
Batang A
24
17
24
= 0.71
Gambar
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Memiliki indeks 0.68, perbandingan Bentuk sel parenkim polihedral, zat
sel yang mengandung zat ergastik ergastik yang terkandung dalam setiap
dengan seluruh sel, mencapai 68:100
sel parenkim sedikit.
Dokumen Pribadi, 2014
Gambar
Batang B
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Memiliki indeks 0.71, perbandingan Bentuk sel parenkim polyhedral, zat
sel yang mengandung zat ergastik ergastik yang terkandung dalam setiap
dengan seluruh sel, mencapai 71:100
sel parenkim banyak.
Dokumen Pribadi, 2014
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Akar A
Jumlah Sel yang
Jumlah
Indeks
Perbesaran Mikroskop
: 400×
Reagen
: Anilin Sulfat
Zat Ergastik
Ruang antar sel
Sel Parenkim
Mengandung Zat Ergastik
Sel
6
50
6
50
= 0.12
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Akar B
Jumlah Sel yang
Mengandung Zat Ergastik
Perbesaran Mikroskop
: 400×
Reagen
: Anilin Sulfat
15
Zat Ergastik
rafida
Zat Ergastik
Kristal drus
Sel Parenkim
Tabel 4.8 Perbandingan Akar A dan Akar B
Akar A
Jumlah
Sel
70
Indeks
15
70
= 0.21
Gambar
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Memiliki indeks 0.12, perbandingan Zat ergastik yang terkandung dalam
sel yang mengandung zat ergastik setiap sel parenkim lebih sedikit dari
dengan seluruh sel, mencapai 12 : sayatan akar B.
100.
Dokumen Pribadi, 2014
Akar B
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Memiliki indeks 0.21, perbandingan Zat ergastik yang terkandung dalam
sel yang mengandung zat ergastik setiap sel parenkim lebih banyak dari
dengan seluruh sel, mencapai 21 : sayatn A.
100.
Dokumen Pribadi, 204
Tabel 4.9 Sayatan daun, akar, dan batang yang tidak terkena cahaya matahari secara
langsung
Gambar
Akar A
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Indeks stomata 0.046. Bentuk sel epidermis
Maka,
antara
perbandingan heksagonal,
sel
hampir
stomata membentuk
persegi
dengan sel epidermis panjang. Dengan tipe
berkisar 4 : 100.
stomata
diasitik.
Stomata yang dimiliki
Sayatan melintang daun,
dokumen pribadi 2014
tidak tersebar secara
merata.
Memiliki
sedikit kloroplas.
Memiliki indeks 0.71, Bentuk sel parenkim
perbandingan sel yang polyhedral, zat ergastik
mengandung
zat yang terkandung dalam
ergastik dengan seluruh setiap
Sayatan radial batang, dokumen
pribadi 2014
sel
parenkim
banyak.
sel, mencapai 71:100
Memiliki indeks 0.12, Zat
ergastik
perbandingan sel yang terkandung
mengandung
zat setiap
ergastik dengan seluruh lebih
sel, mencapai 12 : 100.
Sayatan melintang akar,
dokumen pribadi 2014
sel
yang
dalam
parenkim
sedikit
sayatan akar B.
dari
Tabel 4.10 Sayatan daun, akar, dan batang yang terkena cahaya matahari secara
langsung
Gambar
Akar A
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Indeks stomata 0.064. Bentuk sel epidermis
Maka,
antara
perbandingan heksagonal,
sel
stomata membentuk
hampir
persegi
dengan sel epidermis panjang. Dengan tipe
berkisar 6 : 100.
stomata
diasitik.
Stomata yang dimiliki
tidak tersebar merata.
Sayatan melintang daun,
dokumen pribadi 2014
Memiliki
banyak
kloroplas.
Memiliki indeks 0.71, Bentuk sel parenkim
perbandingan sel yang polyhedral, zat ergastik
mengandung
zat yang terkandung dalam
ergastik dengan seluruh setiap
sel, mencapai 71:100
sel
parenkim
banyak.
Sayatan radial batang, dokumen
pribadi 2014
Aspek Kuantitatif
Memiliki indeks 0.21,
perbandingan sel yang
mengandung
zat
ergastik dengan seluruh
sel, mencapai 21 : 100.
Sayatan melintang akar,
dokumen pribadi 2014
Aspek Kualitatif
Zat
ergastik
yang
terkandung
dalam
setiap sel parenkim
lebih
banyak
dari
sayatn A.
4.2 Pembahasan
Pada sayatan melintang anggrek yang terpapar cahaya matahari secara
langsung dan anggrek yang tidak terpapar cahaya secara lagsung memiliki bentuk sel
yang sama, dengan tipe stomata diasitik. Namun kedua preparat tersebut memiliki
perbedaan pada indeks stomata, anggrek yang mendapatkan perlakuan langsung
terkena cahaya matahari (Anggrek B) memiliki indeks stomata sebesar 0.064. Lebih
besar dari indeks stomata pada anggrek yang tidak langsung terkena cahaya yaitu
hanya sebesar 0.046. Hal ini mengindikasikan bahwa cahaya matahari memiliki
pengaruh pada indek stomata. Indeks stomata sendiri menunjukan perbandingan
jumlah stomata terhadap jumlah keseluruhan sel.
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup tumbuhan.
Energi
cahaya matahari diubah menjadi energi
panas, energi panas ini yang kemudian mendorong kelangsungan reaksi kimia pada
metabolisme menjadi lebih cepat. Semakin cepat reaksi metabolisme ini semakin
banyak energi yang dihasilkan. Untuk menyesuaikan reaksi kimia yang berlangsung
cepat ini, tumbuhan membentuk stomata karena fungsi stomata sebagai tempat
pertukaran gas. Untuk melakukan metabolisme, dibutuhkan beberapa bahan yang
berupa gas. Indeks stomata yang lebih besar pada daun anggrek yang langsung
terkena cahaya menunjukkan bahwa anggrek tersebut melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya yang berupa cahaya matahari.
Sedangkan pada sayatan melintang kedua batang anggrek ditemukan bentuk
sel parenkim yang sama, sel parenkim tersebut mengandung zat ergastik. Namun,
perbedaannya terletak pada jumlah zat ergastik yang dikandung setiap sel. Pada
preparat anggrek A zat ergastiknya sedikit berkisar satu hingga lima, namun pada
preparat anggrek B (anggrek yang langsung terkena cahaya matahari) zat ergastiknya
memenuhi sel tersebut. Dapat disimpulkan bahwa zat ergastik yang terkandung dalam
satu sel dipengaruhi oleh cahaya. Cahaya memengaruhi reaksi metabolism, karena
reaksi metabolisme semakin cepat, semakin banyak hasil metabolisme yang
dihasilkan. Zat ergastik sendiri merupakan hasil metabolisme. Jadi semakin cepat
proses metabolism berlangsung semakin banyakzat ergastik yang dihasilkan. Oleh
sebab itu, zat ergastik pada batang yang langsung terkena cahaya (Batang B) lebih
banyak daripada zat ergastik yang terkandung pada satu sel parenkim batang yang
tidak langsung terkena cahaya.
Hal di atas terjadi juga pada akar. Akar anggrek yang langsung terkena cahaya
(akar B) memiliki zat ergastik yag lebih banyak disbanding zat ergastik yang
terkandung pada akar yang tidak langsung terkena cahaya (akar A).
Setiap organ pada tumbuhan anggrek dipengaruhi oleh faKtor cahaya. Ketika
cahaya memengaruhi indeks stomata, indeks stomata menjadi lebih banyak. Dengan
banyaknya indeks stomata ini, semakin banyak gas yang didapatkan oleh tumbuhan
anggrek tersebut, karena gas tersebut didapatkan melalui stomata. Gas yang
didapatkan
merupakan
bahan untuk
metabolisme,
semakin
banyak bahan
metabolisme semakin banyak pula hasil metabolisme yang dihasilkan, baik itu dalam
bentuk energi atau dalam bentuk zat ergastik. Zat ergastik ini yang kemudian
disimpan dalam sel parenkimpada akar dan batang anggrek.
BAB V
KESIMPULAN
Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Adanya perbedaan intensitas cahaya matahari diduga berpengaruh terhadap
jaringan tanaman anggrek. Perbedaan intensitas cahaya matahari tersebut yang
secara kuantitatif berpengaruh terhadap perhitungan indeks stomata, indeks
butir pati, dan proporsi zat ergastik, yang nantinya akan berhubungan dengan
aspek kualitatifnya.
2. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap jaringan epidermis
tanaman Anggrek adalah adanya perbedaan jumlah stomata, dimana daun
yang terkena sinar matahari secara langsung memiliki indeks stomata yang
lebih besar dibanding dengan daun yang tidak terkena cahaya matahari secara
langsung.
3. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap jaringan parenkim
batang dan akar tanaman anggrek adalah diduga berpengaruh terhadap proses
metabolisme sehinnga mempengaruhi jumlah zat yang dihasilkan dari proses
metabolism tersebut. Zat yang dimaksud adalah zat ergastik.
4. Saat intensitas cahaya matahari yang diterima besar, maka proses metabolisme
akan berlangsung cepat, sehingga zat yang di hasilkan dari zat metabolisme
pun banyak.
Daftar Pustaka
Balai Besar Litbang Bioteknologi & Sumber Daya Genetik Pertanian. 2010.
Pengatur
Stomata.
[Online]
Tersedia
di:
http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2010/01/pengatur-stomata/.
Diakses 25 Mei 2014.
Fisiologi Pohon. 2013. Proses Respirasi. [Online] Tersedia di:
http://www.fisiologi-pohon.com/respirasi/. Diakses 25 Mei 2014.
Juliantara, K. 2009. Ekologi Tumbuhan (Cahaya, Suhu dan Air). [Online] Tersedia di:
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/17/ekologi-tumbuhan-cahaya-suhudan-air-39116.html. Diakses 25 Mei 2014.
Megawati,
et
al.
2009.
Fisiologi
Tumbuhan.
[Online]
Tersedia
di:
http://purigavilagarden.blogspot.com/2009/07/respirasi-tumbuhan.html.
Diakses 25 Mei 2014.
Adalah
Arti.
2012
Benda
Ergastik
Adalah
.
[Online]
Tersedia
di:
http://glosarium.org/arti/?k=benda%20ergastik. Diakses 25 Mei 2014.
Purnobasuki,
H.
2011.
Inklusi
Sel.
[Online]
Tersedia
di:
http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/InklusiSel_HeryPurnobasuki_
242.pdf. Diakses 25 Mei 2014.
PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI TERHADAP
JARINGAN PARENKIM AKAR DAN BATANG, SERTA JARINGAN
EPIDERMIS TANAMAN ANGGREK
LAPORAN MINI RISETANATOMI TUMBUHAN
diajukan untuk memenuhi tugas praktikum pendidikan biologi yang dibina oleh Eni
Nuraeni,M.Pd
KELAS : BIOLOGI C 2013
Kelompok : 1 (satu)
Ilham Yasir Akbar
1301527
Anisa Suci Sugiharti
1300904
Iin Asrinah
1305385
Indah Helma Pratiwi
1301968
Rahmawati
1307003
Shabrina Ulfa
1300473
Fitra Ramadhani
1301411
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Cahaya matahari merupakan sumber utama energi bagi kehidupan, tanpa
adanya cahaya matahari kehidupan tidak akan ada. Bagi pertumbuhan tanaman
ternyata pengaruh cahaya selain ditentukan oleh kualitasnya ternyata ditentukan
intensitasnya. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu
tanaman per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm2/hari). Dengan demikian
pengertian intensitas yang dimaksud sudah termasuk lama penyinaran, yaitu lama
matahari bersinar dalam satu hari. Pada dasarnya intensitas cahaya matahari akan
berpengaruh nyata terhadap sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan
intensitas cahaya matahari dibutuhkan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan
air untuk membentuk karbohidrat. Tanaman yang mendapatkan cahaya matahari
dengan intensitas yang tinggi menyebabkan lilit batang tumbuh lebih cepat,
susunan pembuluh kayu lebih sempurna, internodia menjadi lebih pendek, daun
lebih tebal tetapi ukurannya lebih kecil dibanding dengan tanaman yang
terlindung. Beberapa efek dari cahaya matahari penuh yang melebihi kebutuhan
optimum akan dapat menyebabkan layu, fotosintesis lambat, laju respirasi
meningkat tetapi kondisi tersebut cenderung mempertinggi daya tahan tanaman.
Menurut Salisbury dan Ross (1992) cahaya matahari mempunyai peranan besar
dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan
perkembangan, menutup dan membukanya stomata, dan perkecambahan tanaman,
metabolisme tanaman hijau, sehingga ketersediaan cahaya matahari menentukan
tingkat produksi tanaman. Tanaman hijau memanfaatkan cahaya matahari melalui
proses fotosintesis.
Pendapat di atas diperkuat oleh Baharsyah dkk, (1985) bahwa cahaya matahari
sangat besar peranannya dalam proses fisiologis yaitu fotosintesis, respirasi,
pertumbuhan dan perkembangan, pembukaan dan penutupan stomata, berbagai
pergerakan tanaman dan perkecambahan. Penyinaran matahari mempengaruhi
pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman melalui proses fotosintesis.
Hubungan antara penyinaran matahari dengan hasil adalah kompleks. Energi
cahaya matahari yang digunakan oleh tanaman dalam proses fotosintesis berkisar
antar 0,5 – 2,0 % dari jumlah total energi yang tersedia. Sehingga hasil
fotosintesis berkurang apabila intensitas cahaya kurang dari batas optimum yang
dibutuhkan oleh tanaman, yang tergantung pada jenis tanaman (Leopold &
Kriedemann, 1975) hal ini juga berlaku terhadap jenis-jenis anggrek. Bila cahaya
matahari kurang, karena tanaman anggrek berada dalam keadaan terlalu teduh,
maka proses assimilasi akan berkurang, sehingga hidratarang sebagai hasil proses
tersebut juga kurang jumlahnya.
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah perbedaan intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap
jaringan tanaman anggrek ?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap
jaringan epidermis daun tanaman anggrek ?
3. Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap
jaringan parenkim batang dan akar tanaman anggrek ?
4. Apa hubungan intensitas cahaya matahari terhadap zat yang
dihasilkan dalam proses metabolisme tanaman anggrek ?
1.3 Pembatasan Masalah
1.
Apakah perbedaan intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap
jaringan parenkim pada akar dan batang serta jaringan epidermis
2.
pada daun tanaman anggrek ?
Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap
3.
indeks stomata pada epidermis daun tanaman Anggrek ?
Bagaimana pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap
indeks butir pati, serta proporsi zat ergastik pada jaringan parenkim
batang dan akar tanaman Anggrek ?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui adakah pengaruh perbedaan intensitas cahaya
matahari terhadap jaringan tanaman anggrek.
2. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari
terhadap jaringan epidermis daun tanaman anggrek.
3. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari
terhadap jaringan parenkim batang dan akar tanaman anggrek.
4. Untuk mengetahui hubungan intensitas cahaya matahari terhadap zat
yang dihasilkan dalam proses metabolisme tanaman anggrek.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Indeks stomata pada epidermis daun
2. Indeks butir pati pada parenkim batang
3. Proporsi zat ergastik pada parenkim akar
1.6 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan, serta
bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian mini research anatomi
tumbuhan.
2. Manfaat Praktis
Dapat
dijadikan
bahan
perbandingan
untuk
penelitian
selanjutnya.
3. Manfaat bagi Penyusun
Mini research ini akan menambah pengetahuan bagi penyusun,
wawasan pengetahuan penyusun dapat bertambah
dengan adanya
mini reaserh ini, sehingga ini dapat memantapkan pengetahuan
penyusun tentang materi dan praktikum anatomi tumbuhan yang telah
dilaksanaan sebelum-sebelumnya.
BAB II
Tinjaun Teoritis
2.1 Pengaruh Cahaya Terhadap Suhu
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber
energi utama bagi ekosistem. Dengan tujuan untuk menghasilkan produktivitas
bersih, tumbuhan harus menerima sejumlah cahaya yang cukup untuk membentuk
karbohidrat yang memadai dalam mengimbangi kehilangan sejumlah karbohidrat
akibat respirasi. Apabila semua faktor- faktor lainnya mempengaruhi laju fotosintesis
dan respirasi diasumsikan konstan, keseimbangan antara kedua proses tadi akan
tercapai pada sejumlah intensitas cahaya tertentu.
Harga intensitas cahaya dengan laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat),
dapat mengimbangi kehilangan karbohidrat akibat respirasi dikenal sebagai titik
kompensasi. Harga titik kompensasi ini akan berlainan untuk setiap jenis tumbuhan.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh
terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan
pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Rai dkk (1998) suhu
dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol
laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak
langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan
mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi
juga laju kehilangan air dari organisme.
Sebenarnya sangat sulit untuk memisahkan secara mandiri pengaruh suhu
sebagai faktor lingkungan. Misalnya energi cahaya mungkin diubah menjadi energi
panas ketika cahaya diabsorpsi oleh suatu substansi. Suhu sering berperan bersamaan
dengan cahaya dan air untuk mengontrol fungsi- fungsi dari organisme.
Jadi, ketika energi cahaya yang diterima oleh suatu tumbuhan diubah menjadi
energi panas, secara linier suhu pun menjadi naik. Kenaikan suhu ini akan
berpengaruh terhadap berbagai proses kimia yang ada pada tumbuhan.
2.2 Pengaruh Suhu terhadap Proses Respirasi
Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare yang artinya bernafas.
Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber
energi melalui proses kimia dengan menggunakan O2, proses pengambilan O2 untuk
memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO 2, H2O dan energi. Dari respirasi
akan dihasilkan energi kimia ATP untak kegiatan kehidupan, seperti sintesis
(anabolisme), gerak, dan pertumbuhan.
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu
ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu, umur tumbuhan, cahaya dan luka.
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10°C, namun kenaikan ini tergantung pada masing-masing spesies.
Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi tersebut akan dipergunakan
dalam proses metabolisme atau energi kimia tersebut akan dipergunakan untuk
menggantikan energi yang dipergunakan dalam metabolisme.
Apabila banyak terjadi respirasi pada tanaman; berarti banyak energi yang
keluar dan banyak karbohidrat yang terurai. Ini dapat mempengaruhi produksi
tanaman tersebut.
2.3 Proses Pembentukan Stomata
Stomata adalah struktur epidermis yang dibentuk oleh dua sel penjaga atau
guard cells yang terletak pada pori-pori tanaman. Permukaan epidermis lainnya terdiri
atas lapisan lilin yang tidak dapat ditembus. Hal ini menjadikan stomata memiliki
peran yang penting dalam mengatur keluar masuknya gas (seperti CO2 dan O2),
hormon (seperti ABA) dan air dari dan ke dalam tanaman. Peran tersebut memiliki
dampak pada produktivitas dan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan
atau banjir. Selain itu, stomata juga merupakan pintu masuk bagi bakteri patogen,
sehingga mereka berpengaruh pada ketahanan terhadap cekaman biotik.
Hal tersebut berarti bahwa stomata merupakan salah satu kontrol utama dalam
peningkatan produktivitas tanaman. Studi pembentukan stomata mengindikasikan
bahwa terbentuknya stomata dipengaruhi oleh Mitogen-Activated Protein Kinase
(MAPK) tertentu yang responsif terhadap lingkungan. Penelitian dilakukan dengan
melihat fungsi dari protein kandidat melalui loss-of-function atau gain-of-function
melalui teknik mutasi. Loss-of-function dilakukan melalui represi dari gen kandidat,
sedangkan gain-of-function dilakukan dengan cara mengoverekspresikan gen-gen
tersebut. Protein-protein yang telah teridentifikasi antara lain MPK3, MPK6, MKK4,
MKK5 dan YODA.
MPK3 telah diketahui ekspresinya di sel penjaga. Aktivitas MPK3
dipengaruhi oleh ABA dan H2O2 yang menginduksi penutupan stomata. MPK6
dipengaruhi oleh hormon ABA dan ekspresinya diinduksi oleh flagela bakteri. Selain
itu, MKK4/MKK5-MPK3/MPK6 modul menunjukkan regulasi pada cekaman biotik
dan abiotik. YODA, protein MAPKKK yang mengaktifkan MKK4/MKK5, memiliki
ekspresi yang dipengaruhi oleh serangan bakteri.
Kesimpulan yang ada saat ini adalah bahwa cascade YODA-MKK4/MKK5MPK3/MPK6 mempengaruhi pembentukan stomata. Ekspresi gen-gen yang
mengkode protein-protein tersebut dipengaruhi oleh cekaman biotik dan abiotik.
2.4 Hubungan antara Laju Respirasi dengan Pembentukan Stomata
Energi kimia yang dihasilkan dari proses respirasi akan dipergunakan dalam
proses metabolisme atau energi kimia, akan dipergunakan untuk menggantikan energi
yang dipergunakan dalam metabolisme.
Apabila banyak terjadi respirasi pada tanaman; berarti banyak energi yang
keluar dan banyak karbohidrat yang terurai. Ini dapat mempengaruhi produksi
tanaman tersebut.
Saat banyak energi yang keluar, ada juga energi yang perlu digantikan, maka
proses metabolisme akan berlangsung terus menerus, untuk menjaga keberlangsungan
metabolisme ini, tumbuhan membentuk stomata. Mengingat fungsi stomata sebagai
tempat keluar masuknya gas yang berperan dalam proses metabolisme, seperti karbon
dioksida dan oksigen. Maka dari itu kebutuhan akan berlangsungnya proses
metabolisme ini membuat tumbuhan memperbanyak jumlah stomata yang dibentuk.
Ketika jumlah stomata yang dibentuk cukup banyak, laju respirasi akan berjalan
dengan cepat. Semakin cepat laju respirasi, semakin cepat pula tumbuhan melakukan
proses metabolisme.
2.5 Pengertian Zat Ergastik
Zat ergastik adalah benda-benda hasil proses metabolisme protoplasma yang
berupa butir-butir tepung, gelembung minyak, kristal dan lain-lain, yang terdapat
dalam sitoplasma, vakuola, atau dinding sel (ergastic matter).
Di dalam sel-sel makhluk hidup khususnya sel tumbuhan selain banyak
dijumpai adanya benda-benda protoplasmik (hidup) juga terdapat benda-benda
nonprotoplasmik (tak hidup) atau disebut benda ergastik. Benda-benda ini terdiri dari
substansi yang bersifat cair maupun padat dan merupakan hasil dari metabolism sel.
Adapun benda ergastik yang bersifat padat adalah amilum, aleuron, kristal Caoksalat, kristal kersik, sistolit, dll. Sedang benda ergastik yang bersifat cair atau lendir
dari hasil tambahan metabolisme yang bersifat
organik atau anorganik terdapat di dalam cairan sel berupa zat-zat yang larut di
dalamnya, antara lain asam organik, karbohidrat, protein, lemak, gum, lateks tanin,
antosian alkaloid, minyak eteris atau minyak atsiri dan hars, yang ditemukan dalam
sitoplasma atau dalam vakuola Zat yang terlarut di dalam cairan sel berbeda-beda
untuk setiap sel, bahkan dalam sebuah sel komposisi zat yang terlarut di masingmasing vakuola mungkin berbeda satu sama lain.
1. Amilum
Amilum (pati) merupakan butir-butir tepung yang dapat disimpan sebagai
cadangan makanan. Pada setiap jenis tumbuhan, butir amilum mempunyai bentuk dan
susunan tertentu, namun pada umumnya berbentuk bundar atau lonjong. Adanya
perbedaan bentuk dan susunan butir amilum ini karena adanya hilus (titik permulaan
terbentuknya butir tepung) di setiap butir tepung. Berdasarkan letak hilus, butir
amilum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) amilum yang konsentris (hilus
terletak di tengah); (b) eksentris (hilus terletak di tepi). Sedang berdasarkan jumlah
hilus dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) monoadelph (hilus hanya satu); (b)
diadelph atau setengah majemuk (hilus berjumlah dua yang masing-masing
dikelilingi oleh lamela); dan (c) poliadelph/majemuk (hilus berjumlah banyak dan
tiap hilus dikelilingi oleh lamela). Bila jumlahnya sampai berdesakan dalam sel, maka
sisi-sisinya membentuk sudut. Pada beberapa tumbuhan seperti jagung dan padi, butir
amilum majemuk. Ukuran butir amilum bervariasi. Pada pati kentang misalnya garis
tengahnya antara 70-100 mm, pada jagung 12-18 mm. Dalam amilum terdapat
lamela-lamela yang mengelilingi hilus.
Adanya lamela-lamela ini disebabkan karena waktu pembentukan amilum,
tiap lapisan berbeda kadar airnya sehingga indeks pembiasannya berbeda. Lamelalamela ini akan hilang apabila dibubuhi alkohol keras, sebab air akan diserap oleh
alkohol sehingga indeks pembiasannya menjadi sama. Dibagian tengah amilum
kadang-kadang tampak seperti terkerat, peristiwa ini disebut korosi. Hal ini biasa
terjadi pada butir-butir amilum dalam biji yang sedang berkecambah. Sedang
peristiwa retak di bagian tengah butir amilum dikarenakan kepekatan di bagian
tengah butir amilum berkurang.
2. Aleuron dan kristal protein
Di tempat penyimpanan makanan cadangan (misalnya biji) selain amilum
terdapat juga protein. Pada waktu biji masih muda, terdapat vakuola berukuran kecil
dan berjumlah banyak. Menjelang biji menjadi tua, vakuola menjadi dan besar.
Setelah biji mengering, air dalam vakuola menjadi semakin sedikit sehingga
konsentrasi zat-zat terlarut di dalamnya (protein, garam dan lemak) semakin besar.
Karena peristiwa pengeringan ini maka vakuola pecah menjadi beberapa vakuola
kecil-kecil yang berisi protein, garam dan lemak. Kemudian zat-zat tersebut akan
mengkristal. Vakuola yang berisi kristal ini disebut aleuron.
Sebuah aleuron berisi sebuah atau lebih kristaloid putih telur dan sebuah atau
beberapa globoid yaitu bulatan kecil yang tersusun oleh zat fitin (garam Ca- dan Mgdari asam meseinesit hexafosfor). Butir aleuron dalam endosperm biji jarak (Ricinus
communis) mengandung globoid yang terdiri atas garam magnesium dan kalsium dari
asam inositol fosfat serta kristaloid. Disamping itu masih terdapat zat putih telur yang
amorf (yang bila ditetesi larutan Jodium berwarna kuning coklat).
Pada biji padi dan jagung, butir-butir aleuron terdapat di dalam sel-sel
jaringan endosperm yang letaknya paling luar. Lapisan ini disebut lapisan aleuron.
Lapisan ini biasanya akan terbuang bila mencuci beras terlalu bersih sebelum
dimasak. Pada biji jarak, butir aleuron letaknya tersebar dan berukuran besar.
3. Kristal Ca-oksalat
Kristal merupakan hasil tambahan yang terjadi pada berbagai proses
metabolisme. Yang paling sering ditemukan adalah kristal garam kalsium, terutama
Ca-oksalat (kalsium oksalat). Kristal Ca-oksalat merupakan hasil akhir atau hasil
sekresi dari suatu pertukaran zat yang terjadi di dalam sitoplasma. Ada yang menduga
bahwa asam oksalat bebas merupakan racun bagi tumbuhan karenanya diendapkan
berupa garam Ca-oksalat. Kristal ini terdapat di dalam plasma atau vakuola sel dan
larut dalam asam kuat (HCl dan H2SO4). Bentuk dari kristal Ca-oksalat bermacammacam, ada yang berupa kristal panjang, jika padat serta ditemukan sendiri-sendiri
disebut stiloid; kristal tunggal besar (daun Citrus sp); kecil berbebntuk prisma kecil
seperti pasir (tangkai daun Amaranthus); jarum/rafida (daun Ananas commosus, daun
Mirabilis jalapa, batang dan akar Alöe sp); bintang/roset (= majemuk) terdapat
pada daun Datura metel, sisik, pyramid;Kristal majemuk dan terhimpun dalam
kelompok bulat disebut drus; dan sebagainya dapat ditemukan dalam sel yang sama
rupanya dengan sel sekelilingnya, atau terdapat dalam sel yang khusus, berbeda dari
sel lainnya dan disebut idioblas.
4. Lainnya
Minyak dan lemak termasuk lipida serta senyawa lain yang bersifat lemak
seperti malam, suberin dan kutin juga merupakan zat ergastik. Zat-zat itu langsung
dibentuk oleh sitoplasma dan elaioplas. Pada biji, embrio dan sel meristematik umum
terdapat bahan cadangan seperti minyak dan lemak.
Garam silika sering ditemukan pada dinding sel seperti pada rumputrumputan, namun dapat ditemukan pula di dalam sel. Sistolit bentuk lain dari ergastik
yang merupakan tonjolan dinding sel ke arah lumen yang mengandung kalsium
karbonat. Sel yang berisi sistolit disebut litosist. Tanin merupakan kelompok turunan
fenol yang heterogen. Dalam sayatan mikroskopis tannin dikenal sebagai zat
berwarna kuning, merah atau coklat. Tanin dapat ditemukan pada berbagai bagian
tumbuhan terutama pada bagian daun, periderm dan dalam sel yang berhubungan
dengan ikatan pembuluh. Dalam sel, tannin ditemukan vakuola atau sebagai tetes
dalam sitoplasma dan kadang-kadang menembus dinding sel seperti pada jaringan
gabus. Diperkirakan bahwa tannin berfungsi melindungi tumbuhan terhadap
kekeringan dan kerusakan yang disebabkan oleh hewan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
Waktu :
hari
tanggal
: Jum’at-jum’at
: 19-25 mei 2014
tempat
: Laboratorium Struktur Tumbuhan, Fakultas Pendidikan
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
Alam,
Universitas
Pendidikan Indonesia.
3.2
Alat dan Bahan
a. Alat:
No
Nama Alat
Jumlah
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mikroskop
Kamera
Object glass
Cover glass
Silet
Pipet
Tusuk gigi
Lensa objektif
Lensa Okuler
tiga buah
tiga buah
lima buah
>10 buah
lima buah
Satu buah
lima buah
Satu buah
Satu buah
Tabel 3.1 Alat
b.
Bahan:
Tabel 3.2 Bahan
No.
1
2
3
Nama Bahan
Sayatan melintang akar Eichornia
crassipes
Sayatan radial batang Eichornia
crassipes
Sayatan paradermal daun Eichornia
Jumlah
Satu buah
Satu buah
Satu buah
4
5
3.3
crassipes
Reagen anilin sulfat
Aquades
Satu tetes
Satu tetes
Variabel Penelitian
a. Variabel bebas :
Cahaya matahari
b. Variabel terikat
Stomata, butir pati, dan ergastik.
3.4
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.
3.5
Pelaksanaan Penelitian
Topik dan spesimen ditentukan, dan dilakukan konsultasi melalui viocenote
Fiksasi sampel
Parameter umum dan parameter spesifik ditentukan
Spesimen segar diambil, Alat dan bahan disiapkan
Pengamatan awal akar dan daun dilakukan
Pengamatan dilanjutkan-batang
Identifikasi, pengukuran, dan pengambilan gambar
Laporan dibuat
Gambar 3.1 Bagan alir pelaksaan penelitian
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Daun A
Jumlah
Jumlah Sel
Stomata
Epidermis
Perbesaran Mikroskop
: 100×
Reagen
: Aquades
9
Sel Penutup
Stomata
Sel Penjaga
Sel Epidermis
BAB 4 HASIL
185
Indeks Stomata
9
9+185
9
= 0.04639
194
≈ 0.046
=
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Daun B
Jumlah
Jumlah Sel
Stomata
Epidermis
Indeks Stomata
Perbesaran Mikroskop
: 100×
Reagen
: Aquades
10
147
10
=
10+ 147
≈ 0.064
Sel Penutup
Stomata
Sel Penjaga
Sel Epidermis
Gambar
Daun A
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
10
157
= 0.0636
Indeks
stomata
0.046.
Maka, Bentuk sel epidermis heksagonal,
perbandingan antara sel stomata
hampir membentuk persegi panjang.
4 : 100.
Dengan tipe stomata diasitik. Stomata
yang dimiliki tidak tersebar secara
merata. Memiliki sedikit kloroplas.
Dokumen Pribadi, 2014
Daun B
Aspek Kuantitatif
Gambar
Indeks
stomata
perbandingan
0.064.
antara
sel
Aspek Kualitatif
Maka, Bentuk sel epidermis heksagonal,
stomata hampir membentuk persegi panjang.
dengan sel epidermis berkisar
Dengan tipe stomata diasitik. Stomata
6 : 100.
yang dimiliki tidak tersebar merata.
Memiliki banyak kloroplas.
Dokumen Pribadi, 2014
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Batang A
Jumlah Sel yang
Mengandung Zat Ergastik
Jumlah
Sel
Indeks
Perbesaran Mikroskop
: 400×
Reagen
: Anilin Sulfat
17
25
17
25
= 0.68
Ruang antar
Sel
Zat Ergastik
Sel Parenkim
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Batang B
Jumlah Sel yang
Mengandung Zat Ergastik
Jumlah
Sel
Indeks
Perbesaran Mikroskop
: 400×
Reagen
: Anilin Sulfat
17
Ruang antar
Sel
Zat Ergastik
Sel Parenkim
Tabel 4.5 Perbandingan Batang A dan Batang B
Batang A
24
17
24
= 0.71
Gambar
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Memiliki indeks 0.68, perbandingan Bentuk sel parenkim polihedral, zat
sel yang mengandung zat ergastik ergastik yang terkandung dalam setiap
dengan seluruh sel, mencapai 68:100
sel parenkim sedikit.
Dokumen Pribadi, 2014
Gambar
Batang B
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Memiliki indeks 0.71, perbandingan Bentuk sel parenkim polyhedral, zat
sel yang mengandung zat ergastik ergastik yang terkandung dalam setiap
dengan seluruh sel, mencapai 71:100
sel parenkim banyak.
Dokumen Pribadi, 2014
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Akar A
Jumlah Sel yang
Jumlah
Indeks
Perbesaran Mikroskop
: 400×
Reagen
: Anilin Sulfat
Zat Ergastik
Ruang antar sel
Sel Parenkim
Mengandung Zat Ergastik
Sel
6
50
6
50
= 0.12
Gambar
Hasil Pengamatan Sayatan Melintang Akar B
Jumlah Sel yang
Mengandung Zat Ergastik
Perbesaran Mikroskop
: 400×
Reagen
: Anilin Sulfat
15
Zat Ergastik
rafida
Zat Ergastik
Kristal drus
Sel Parenkim
Tabel 4.8 Perbandingan Akar A dan Akar B
Akar A
Jumlah
Sel
70
Indeks
15
70
= 0.21
Gambar
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Memiliki indeks 0.12, perbandingan Zat ergastik yang terkandung dalam
sel yang mengandung zat ergastik setiap sel parenkim lebih sedikit dari
dengan seluruh sel, mencapai 12 : sayatan akar B.
100.
Dokumen Pribadi, 2014
Akar B
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Memiliki indeks 0.21, perbandingan Zat ergastik yang terkandung dalam
sel yang mengandung zat ergastik setiap sel parenkim lebih banyak dari
dengan seluruh sel, mencapai 21 : sayatn A.
100.
Dokumen Pribadi, 204
Tabel 4.9 Sayatan daun, akar, dan batang yang tidak terkena cahaya matahari secara
langsung
Gambar
Akar A
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Indeks stomata 0.046. Bentuk sel epidermis
Maka,
antara
perbandingan heksagonal,
sel
hampir
stomata membentuk
persegi
dengan sel epidermis panjang. Dengan tipe
berkisar 4 : 100.
stomata
diasitik.
Stomata yang dimiliki
Sayatan melintang daun,
dokumen pribadi 2014
tidak tersebar secara
merata.
Memiliki
sedikit kloroplas.
Memiliki indeks 0.71, Bentuk sel parenkim
perbandingan sel yang polyhedral, zat ergastik
mengandung
zat yang terkandung dalam
ergastik dengan seluruh setiap
Sayatan radial batang, dokumen
pribadi 2014
sel
parenkim
banyak.
sel, mencapai 71:100
Memiliki indeks 0.12, Zat
ergastik
perbandingan sel yang terkandung
mengandung
zat setiap
ergastik dengan seluruh lebih
sel, mencapai 12 : 100.
Sayatan melintang akar,
dokumen pribadi 2014
sel
yang
dalam
parenkim
sedikit
sayatan akar B.
dari
Tabel 4.10 Sayatan daun, akar, dan batang yang terkena cahaya matahari secara
langsung
Gambar
Akar A
Aspek Kuantitatif
Aspek Kualitatif
Indeks stomata 0.064. Bentuk sel epidermis
Maka,
antara
perbandingan heksagonal,
sel
stomata membentuk
hampir
persegi
dengan sel epidermis panjang. Dengan tipe
berkisar 6 : 100.
stomata
diasitik.
Stomata yang dimiliki
tidak tersebar merata.
Sayatan melintang daun,
dokumen pribadi 2014
Memiliki
banyak
kloroplas.
Memiliki indeks 0.71, Bentuk sel parenkim
perbandingan sel yang polyhedral, zat ergastik
mengandung
zat yang terkandung dalam
ergastik dengan seluruh setiap
sel, mencapai 71:100
sel
parenkim
banyak.
Sayatan radial batang, dokumen
pribadi 2014
Aspek Kuantitatif
Memiliki indeks 0.21,
perbandingan sel yang
mengandung
zat
ergastik dengan seluruh
sel, mencapai 21 : 100.
Sayatan melintang akar,
dokumen pribadi 2014
Aspek Kualitatif
Zat
ergastik
yang
terkandung
dalam
setiap sel parenkim
lebih
banyak
dari
sayatn A.
4.2 Pembahasan
Pada sayatan melintang anggrek yang terpapar cahaya matahari secara
langsung dan anggrek yang tidak terpapar cahaya secara lagsung memiliki bentuk sel
yang sama, dengan tipe stomata diasitik. Namun kedua preparat tersebut memiliki
perbedaan pada indeks stomata, anggrek yang mendapatkan perlakuan langsung
terkena cahaya matahari (Anggrek B) memiliki indeks stomata sebesar 0.064. Lebih
besar dari indeks stomata pada anggrek yang tidak langsung terkena cahaya yaitu
hanya sebesar 0.046. Hal ini mengindikasikan bahwa cahaya matahari memiliki
pengaruh pada indek stomata. Indeks stomata sendiri menunjukan perbandingan
jumlah stomata terhadap jumlah keseluruhan sel.
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup tumbuhan.
Energi
cahaya matahari diubah menjadi energi
panas, energi panas ini yang kemudian mendorong kelangsungan reaksi kimia pada
metabolisme menjadi lebih cepat. Semakin cepat reaksi metabolisme ini semakin
banyak energi yang dihasilkan. Untuk menyesuaikan reaksi kimia yang berlangsung
cepat ini, tumbuhan membentuk stomata karena fungsi stomata sebagai tempat
pertukaran gas. Untuk melakukan metabolisme, dibutuhkan beberapa bahan yang
berupa gas. Indeks stomata yang lebih besar pada daun anggrek yang langsung
terkena cahaya menunjukkan bahwa anggrek tersebut melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya yang berupa cahaya matahari.
Sedangkan pada sayatan melintang kedua batang anggrek ditemukan bentuk
sel parenkim yang sama, sel parenkim tersebut mengandung zat ergastik. Namun,
perbedaannya terletak pada jumlah zat ergastik yang dikandung setiap sel. Pada
preparat anggrek A zat ergastiknya sedikit berkisar satu hingga lima, namun pada
preparat anggrek B (anggrek yang langsung terkena cahaya matahari) zat ergastiknya
memenuhi sel tersebut. Dapat disimpulkan bahwa zat ergastik yang terkandung dalam
satu sel dipengaruhi oleh cahaya. Cahaya memengaruhi reaksi metabolism, karena
reaksi metabolisme semakin cepat, semakin banyak hasil metabolisme yang
dihasilkan. Zat ergastik sendiri merupakan hasil metabolisme. Jadi semakin cepat
proses metabolism berlangsung semakin banyakzat ergastik yang dihasilkan. Oleh
sebab itu, zat ergastik pada batang yang langsung terkena cahaya (Batang B) lebih
banyak daripada zat ergastik yang terkandung pada satu sel parenkim batang yang
tidak langsung terkena cahaya.
Hal di atas terjadi juga pada akar. Akar anggrek yang langsung terkena cahaya
(akar B) memiliki zat ergastik yag lebih banyak disbanding zat ergastik yang
terkandung pada akar yang tidak langsung terkena cahaya (akar A).
Setiap organ pada tumbuhan anggrek dipengaruhi oleh faKtor cahaya. Ketika
cahaya memengaruhi indeks stomata, indeks stomata menjadi lebih banyak. Dengan
banyaknya indeks stomata ini, semakin banyak gas yang didapatkan oleh tumbuhan
anggrek tersebut, karena gas tersebut didapatkan melalui stomata. Gas yang
didapatkan
merupakan
bahan untuk
metabolisme,
semakin
banyak bahan
metabolisme semakin banyak pula hasil metabolisme yang dihasilkan, baik itu dalam
bentuk energi atau dalam bentuk zat ergastik. Zat ergastik ini yang kemudian
disimpan dalam sel parenkimpada akar dan batang anggrek.
BAB V
KESIMPULAN
Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Adanya perbedaan intensitas cahaya matahari diduga berpengaruh terhadap
jaringan tanaman anggrek. Perbedaan intensitas cahaya matahari tersebut yang
secara kuantitatif berpengaruh terhadap perhitungan indeks stomata, indeks
butir pati, dan proporsi zat ergastik, yang nantinya akan berhubungan dengan
aspek kualitatifnya.
2. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap jaringan epidermis
tanaman Anggrek adalah adanya perbedaan jumlah stomata, dimana daun
yang terkena sinar matahari secara langsung memiliki indeks stomata yang
lebih besar dibanding dengan daun yang tidak terkena cahaya matahari secara
langsung.
3. Pengaruh perbedaan intensitas cahaya matahari terhadap jaringan parenkim
batang dan akar tanaman anggrek adalah diduga berpengaruh terhadap proses
metabolisme sehinnga mempengaruhi jumlah zat yang dihasilkan dari proses
metabolism tersebut. Zat yang dimaksud adalah zat ergastik.
4. Saat intensitas cahaya matahari yang diterima besar, maka proses metabolisme
akan berlangsung cepat, sehingga zat yang di hasilkan dari zat metabolisme
pun banyak.
Daftar Pustaka
Balai Besar Litbang Bioteknologi & Sumber Daya Genetik Pertanian. 2010.
Pengatur
Stomata.
[Online]
Tersedia
di:
http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2010/01/pengatur-stomata/.
Diakses 25 Mei 2014.
Fisiologi Pohon. 2013. Proses Respirasi. [Online] Tersedia di:
http://www.fisiologi-pohon.com/respirasi/. Diakses 25 Mei 2014.
Juliantara, K. 2009. Ekologi Tumbuhan (Cahaya, Suhu dan Air). [Online] Tersedia di:
http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/17/ekologi-tumbuhan-cahaya-suhudan-air-39116.html. Diakses 25 Mei 2014.
Megawati,
et
al.
2009.
Fisiologi
Tumbuhan.
[Online]
Tersedia
di:
http://purigavilagarden.blogspot.com/2009/07/respirasi-tumbuhan.html.
Diakses 25 Mei 2014.
Adalah
Arti.
2012
Benda
Ergastik
Adalah
.
[Online]
Tersedia
di:
http://glosarium.org/arti/?k=benda%20ergastik. Diakses 25 Mei 2014.
Purnobasuki,
H.
2011.
Inklusi
Sel.
[Online]
Tersedia
di:
http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/InklusiSel_HeryPurnobasuki_
242.pdf. Diakses 25 Mei 2014.
PENGARUH PERBEDAAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI TERHADAP
JARINGAN PARENKIM AKAR DAN BATANG, SERTA JARINGAN
EPIDERMIS TANAMAN ANGGREK
LAPORAN MINI RISETANATOMI TUMBUHAN
diajukan untuk memenuhi tugas praktikum pendidikan biologi yang dibina oleh Eni
Nuraeni,M.Pd
KELAS : BIOLOGI C 2013
Kelompok : 1 (satu)
Ilham Yasir Akbar
1301527
Anisa Suci Sugiharti
1300904
Iin Asrinah
1305385
Indah Helma Pratiwi
1301968
Rahmawati
1307003
Shabrina Ulfa
1300473
Fitra Ramadhani
1301411
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2014