Pilgub Kalbar Dan Kredibilitas Seorang P

Pilgub NTT Dan Kedewasaan Politik Masyarakat
*Oleh: Yakobus Sila, S.Fil
Masyarakat Nusa Tenggara Timur sedang memasuki putaran kedua pemilihan gubernur. Hajat
besar bernama Pilgub ini diwarnai isu suku dan agama untuk memilih para kandidat. Menebarkan
pesona suku dan agama untuk meraih kedudukan politik tampaknya tidak relevan lagi dalam konteks
demokrasi. Kalau masih mengandalkan isu suku dan agama dalam menentukan pilihan politik, para
pemilih (masyarakat) dikatakan belum cukup dewasa berpolitik. Dan boleh jadi calon pemimpin yang
terpilih kurang berkualitas dan kurang kredibel karena dipilih atas dasar pertimbangan suku atau agama
tertentu bukan berdasarkan kualitas calonnya.
Fenomena politik sukuisme menebarkan aroma kepemimpinan diskriminatif, ketika pemimpin
dari suku atau etnis tertentu terpilih menjadi pemimpin. Ada semacam sikap kompromistis antara
pemimpin dari suku terpilih dengan para warga dari suku atau agama yang memilih pemimpin tersebut
dengan masyarakat dari suku lain yang dianggap sebagai lawan politik. Pemimpin tersebut bisa saja
bersikap diskriminatif dalam menentukan kebijakan publik. Pemimpin terpilih akan cenderung
mementingkan suku atau etnis dari pada kelompok suku atau etnis yang lain. Kenyataan seperti ini bisa
membahayakan integrasi wilayah kepemimpinannya.
Seorang pemimpin mestinya sanggup menghargai keberagaman yang ada dalam masyarakatnya
dan merangkul setiap perbedaan sehingga tercipta harmonisasi dan membangun semangat persatuan
yang Pancasilais. Pemimpin yang bersikap diskriminatif adalah tipe pemimpin yang mewarisi kebiasaan
masa lalu yang tidak terpuji dan mengarah pada terciptanya disintegrasi masyarakat.
Isu lain yang mencuat di masyarakat tidak hanya soal fenomena politik sukuisme, tetapi juga

soal kredibilitas seorang pemimpin. Menjadi pemimpin harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat

(Social trust). Masyarakat sekarang hampir muak berbicara tentang sikap dan tingkah laku para
pemimpin. Alasanya, pemimpin sekarang semakin bertingkah elitis dan borjuis dengan mengabaikan
penderitaan rakyat. Sikap rendah hati bahkan sampai rendah diri diperlihatkan saat mengkampanyekan
diri menjadi pemimpin. Namun ketika terpilih para pemimpin kita akan berubah gaya hidup menjadi
seperti kaum borjuis yang berduit.
Bagi para calon pemimpin harap diingat bahwa Masyarakat sekarang semakin sadar dan kritis
terhadap sikap seorang calon pemimpin yang berbohong dengan mengumbar janji-janji palsu yang tidak
realistis. Calon pemimpin kita sering membualkan janji-janji palsu yang membius publik pemilih. Calon
pemimpin yang demikian tidak layak karena tidak memiliki kredibilitas cukup untuk memimpin
masyarakat yang semakin sadar akan proses demokratisasi.
Masyarakat yang sadar demokrasi tidak lagi tergiur dengan janji-janji palsu. Mereka memerlukan
sosok Pemimpin yang sanggup merealisasikan setiap janji yang keluar dari mulut seorang pemimpin.
Selain itu seorang pemimpin juga adalah sosok yang harus memiliki kesanggupan untuk menghargai
perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat serta bertindak lebih arif dalam setiap keputusan
yang berkaitan dengan nasib rakyat kebanyakan. Menjadi pemimpin di propinsi Kalimantan Barat yang
multi-etnis menuntut cara bersikap dan wawasan berpikir para calon pemimpin yang sanggup
menghargai pluralitas suku, etnis dan agama. Karena calon pemimpin yang berpikir dan berwawasan
eksklusif hanya akan melahirkan penderitaan masyarakat. Masyarakat yang majemuk menuntut

kebijakan pemimpin yang sanggup mengakomodir segala kepentingan masyarakat tanpa pertimbangan
suku, etnis dan agama demi menjaga harmonisasi dan integrasi masyarakat.
Menyikapi berbagai isu para calon pemimpin yang akan bertarung dalam Pilgub NTT 2013,
masyarakat diharapkan memiliki sikap yang semakin bijaksana dan dewasa dalam menentukan pilihan
politik. Percaturan politik dalam Pilgub tidak sekedar menentukan pilihan atas dasar rasa kesukuan atau

keagamaan,

tetapi

harus

disertai

pertimbangan

akal

politik


yang

sehat

dan

dapat

dipertanggungjawabkan secara rasional. Pertimbangan politik yang sehat dan rasional mengabaikan
setiap pertimbangan kesukuan untuk menentukan pemimpin yang sungguh bermutu dan berkualitas. Di
samping itu masyarakat juga diharapkan belajar pada pengalaman masa lalu yang bisa menempa,
mengasah sikap politik, menajamkan pilihan, dan kematangan masyarakat untuk memilih para calon
pemimpin. Masyarakat harusnya merujuk pada kenyataan, adanya kebohongan politik para calon
pemimpin yang hanya ‘menenangkan’ masyarakat dengan janji-janji palsu sekedar menghibur serentak
melumpuhkan daya nalar-politik masyarakat.
Di lain pihak diharapkan masyarakat pemilih yang cinta demokrasi tidak bersikap apatis, acuh
tak acuh dalam menentukan pilihan politik. Pilihan politik dengan menentukan calon pemimpin yang
kredibel dan berkualitas akan menentukan arah perkembangan propinsi Nusa Tenggara Timur. Sikap
protes dengan mengacuhkan pilihan politik akan merugikan rakyat sendiri, karena toh kebijakan politik
pemimpin terpilih turut menentukan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat pemilih yang bijak dan

demokratis adalah masyarakat yang semakin dewasa menentukan pilihan politik sambil tetap kritis
memantau ‘permainan’ politis para calon pemimpin. Dengan demikian, momen pesta demokrasi
pemilihan gubernur NTT tahun 2013 menjadi ajang pertarungan politik yang sehat, menyenangkan dan
mendewasakan bukan sekedar arena permainan politik busuk dengan menebarkan isu-isu yang tidak
relevan.
*Penulis: Staf Pengajar SMA Amkur Pemangkat,
kabupaten Sambas, Kalimantan Barat