Peningkatan kedisiplinan siswa melalui sistem kredit poin oleh sdu (smada discipline up holder) di sma negeri 2 Ngawi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi yang ditandai dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi tentu berakibat pada masuknya pengaruh dari luar terhadap pola pikir serta sikap para siswa dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan teknologi yang sangat pesat inilah yang menjadi momok bagi generasi muda, hal ini tentu diakibatkan semakin mudahnya budaya dari luar yang masuk ke Indonesia. Tanpa menyaring kebudayaan yang masuk dari luar tersebut tentu akan menyebabkan semakin tidak terwujudnya karakter bangsa yang ditanamkan dalam pembelajaran di sekolah. Hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan kedisiplinan yang merupakan salah satu bagian dari karakter bangsa. Sebagai generasi muda para siswa seharusnya bersikap disiplin sesuai dengan karakter bangsa.

Perkembangan teknologi telah merasuki berbagai hal di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam hal sikap serta perilaku dari para siswa selaku generasi muda yang bersikap tidak disiplin. Hal ini tentu dapat dilihat dari banyaknya siswa yang melanggar peraturan sekolah, misalnya saja adalah menyemir rambut, memakai seragam sekolah yang tidak sesuai dengan aturan sekolah seperti contohnya adalah siswi yang memakai rok diatas lutut, terlambat datang ke sekolah dll. Hal ini tentu erat kaitanya dengan masuknya budaya dari luar yang tidak sesuai dengan karakter bangsa yaitu sikap disiplin. Generasi muda sekarang lebih suka meniru gaya dari artis baik itu dari dalam maupun dari luar negeri tanpa menyaring terlebih dahulu apakah hal itu sesuai dengan karakter bangsa atau tidak. Siswa lebih suka meniru gaya tersebut karena menurut mereka gaya tersebut gaul dan tidak ketinggalan jaman. Sebaliknya kebanyakan siswa memberikan cap kepada mereka yang bersikap disiplin sebagai orang yang kolot dan ketinggalan jaman. Berkenaan dengan kedisiplinan, Menurut Emile Durkheim alih bahasa Lucas Ginting (1990: 176) menyatakan bahwa:

commit to user

Hanya melalui disiplin sajalah kita dapat mengajar anak untuk mengendalikan keinginan-keinginannya, membatasi segala macam seleranya, menetapkan sasaran-sasaran aktivitasnya. Pembatasan merupakan syarat kebahagiaan dan kesehatan moral. Tentu saja pembatasan yang diperlukan berbeda-beda menurut waktu dan tempat dan berbeda pula untuk setiap tahap dalam kehidupan

Disiplin merupakan salah satu bentuk karakter bangsa dan merupakan salah satu bagian dari kajian PKn. Dan tujuan pembelajaran PKn berdasarkan permendiknas No. 22 tahun 2006 adalah membentuk kedisiplinan warga negara sebagai perwujudan salah satu karakter bangsa (Civic disposition). Seorang siswa yang baik tentu harus bersikap disiplin karena merupakan salah satu bagian dari karakter bangsa. Di dalam pembelajaran di sekolah tentu harus mewujudkan serta mendidik siswa bersikap disiplin sehingga terwujudnya tujuan pendidikan nasional yaitu mewujudkan warga negara yang berkarakter kebangsaan, dimana sikap disiplin merupakan salah satu bagiannya. Maka sudah seharusnya para siswa selaku generasi penerus bangsa bersikap disiplin yaitu dengan mematuhi setiap peraturan yang ada di dalam sekolah.

Elisabeth B. Hurlock menyatakan bahwa cara menanamkan kedisiplinan ada tiga yaitu “Cara menanamkan kedisiplinan otoriter, Cara menanamkan kedisiplinan permisif, Cara menanamkan kedisiplinan demokratis” (Med

Meitasari, 1999:93). Di sekolah pada umumnya cara yang digunakan untuk menanamkan kedisiplinan adalah dengan cara otoriter yaitu adalah menanamkan perilaku yang diinginkan dengan peraturan keras dalam mengendalikan dengan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman. Pada umumnya masalah kedisiplinan siswa di sekolah ditangani dan juga ditindak langsung oleh guru yaitu guru BP/BK, melalui bimbingan konseling guru BP memberikan penyuluhan terhadap siswa yang mempunyai masalah kedisiplinan. Dengan demikian tentu diharapkan siswa yang mempunyai masalah dengan kedisiplinan dapat kembali bersikap disiplin di sekolah. Penanganan kedisiplinan di sekolah tentu perlu adanya inovasi, hal ini karena jumlah siswa tentunya tidak sebanding dengan jumlah guru

commit to user

BP/BK. Siswa perlu dilibatkan aktif di dalam penanganan kedisiplinan di sekolah, misalnya saja adalah adanya organisasi yang beranggotakan siswa yang mempunyai tugas untuk menegakkan kedisiplinan di sekolah, sehingga penegakkan disiplin dapat lebih ditingkatkan lagi. Apabila siswa dilibatkan dalam menegakkan kedisiplinan tentu siswa akan lebih merasa mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masalah kedisiplinan di sekolah. Dengan demikian bukan hanya tanggung jawab guru BP/BK saja yang bertanggung jawab terhadap kedisiplinan siswa di sekolah, melainkan juga para siswa.

Penegakkan kedisiplinan di SMA Negeri 2 Ngawi tidak hanya dilakukan oleh guru BP/BK, namun di sini siswa juga turut berperan aktif di dalam penegakan kedisiplinan. Hal ini ditunjukan dengan adanya suatu organisasi dimana siswa dilibatkan di dalam upaya penegakan kedisiplinan yang selanjutnya diberi nama SDU (Smada Discipline Up Holder). Tujuan dari organisasi SDU sendiri adalah untuk menegakkan kedisiplinan siswa di SMA negeri 2 Ngawi dan dalam pelaksanaan penegakkan kedisiplinan siswa ini terdapat seksi-seksi yang mempunyai tugas dan wewenagnya masing-masing.

Dengan adanya SDU ini masalah kedisiplinan siswa di SMA Negeri 2 Ngawi diharapkan akan lebih dapat ditingkatkan karena siswa disini dilibatkan secara aktif. SDU sendiri beranggotakan siswa dari kelas 10-11 yang dalam perekrutan anggotanya dilakukan seleksi dan selanjutnya dilakukan diklat untuk menggebleng kedisiplinan para anggotanya. Di SMAN 2 Ngawi, dalam upayanya untuk meningkatkan kedisiplinan siswa yang sesuai dengan karakter bangsa setiap hari sejak pukul 06.00- 07.00 diadakan pemeriksaan terhadap siswa yang datang ke sekolah apakah mereka melanggar peraturan sekolah atau tidak hal ini kaitannya dengan pemeriksaan terhadap seragam serta atribut (dasi, Pin) yang dipakai oleh siswa yang akan memasuki gerbang sekolah. Pemeriksaan ini sendiri dilakukan oleh anggota SDU (Smada Discipline Up Holder) dimana anggota dari SDU ini sendiri juga merupakan siswa dari SMAN 2 Ngawi yang telah menjalani seleksi serta diklat. Apabila ada siswa yang melanggar peraturan sekolah di dalam pemeriksaan tersebut maka akan dikenakan sanksi yaitu berupa poin. Dan dari

commit to user

poin ini nanti akan terakumulasi setiap tahunnya yang di dalam sistem kerjanya disebut sistem kredit point, dimana apabila jumlah poin siswa sudah melebihi batas akhir yang ditentukan maka siswa tersebut akan dikeluarkan. Dengan adanya sistem kredit poin oleh SDU ini diharapkan siswa dapat bersikap disiplin dan tujuan sekolah sebagai pembentuk warga negara yang berkarakter bangsa dapat terwujud (Program Kerja SDU SMA Negeri 2 Ngawi).

Meskipun siswa sudah dilibatkan aktif dalam upaya penegakkan kedisiplinan siswa di sekolah melalui organisasi SDU, namun dari pengamatan awal peneliti yang melakukan pengamatan di SMA Negeri 2 Ngawi masih banyak siswa yang tidak mematuhi tata tertib sekolah. Dari pengamatan awal tersebut peneliti menemui beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh siswa diantaranya adalah tidak memakai atribut sekolah, terlambat datang ke sekolah. Dari hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti dengan siswa, alasan mereka tidak memakai atribut pin atau juga dasi karena pin atau dasi mereka hilang, dan untuk mendapatkan pin pengganti siswa harus memesan dahulu ke koperasi sekolah karena pihak sekolah tidak menyediakan pin atau juga dasi secara langsung. Sedangkan siswa yang melakukan pelanggaran terlambat beralasan karena jarak rumah dengan sekolah yang jauh dan juga sulitnya dalam hal transportasi menuju ke sekolah. Hal ini terjadi karena banyak siswa dari SMA Negeri 2 Ngawi yang berasal dari luar kecamatan kota Ngawi, sehingga memang jarak rumah dengan sekolah jauh.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dari Upaya peningkatan kedisiplinan siswa melalui sistem kredit point oleh SDU (Smada Discipline Up Holder) di SMA Negeri 2 Ngawi. Karena upaya meningkatkan kedisiplinan siswa di sekolah di Kabupaten Ngawi yang melibatkan siswa secara aktif di dalam prakteknya baru dilaksanakan di SMA Negeri 2 Ngawi. Untuk itu dalam penelitian ini peneliti mengambil judul

“Peningkatan Kedisiplinan Siswa melalui Sistem Kredit Point oleh SDU (Smada Discipline Up Holder ) di SMA Negeri 2 Ngawi”

commit to user

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut ini:

1. Bagaimana pelaksanaan Sistem Kredit Point oleh SDU (Smada Discipline Up Holder) terhadap upaya penegakan kedisiplinan siswa di SMA Negeri 2 Ngawi?

2. Bagaimana dampak dari implementasi Sistem Kredit Point oleh SDU (Smada Discipline Up Holder) bagi kedisiplinan siswa SMA Negeri 2 Ngawi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki suatu tujuan yang ingin dicapai, antara lain:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan Sistem Kredit Point oleh SDU (Smada Discipline Up Holder) terhadap upaya penegakan kedisiplinan siswa di SMA Negeri 2 Ngawi.

2. Untuk mengetahui dampak dari implementasi Sistem Kredit Point oleh SDU (Smada Discipline Up Holder) bagi kedisiplinan siswa SMA Negeri 2 Ngawi

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang studi yang sesuai dengan penelitian ini.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding bagi siapa saja yang ingin mengkaji lebih dalam lagi.

commit to user

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru atau Sekolah Diharapkan dapat sebagai contoh inovasi dalam upaya untuk meningkatkan kedisiplinan siswa di sekolah

b. Bagi penulis Digunakan sebagai penelitian untuk mengembangkan pengetahuan tentang inovasi dalam upaya meningkatkan kedisiplinan siswa di sekolah

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Kedisiplinan Siswa

a. Pengertian Disiplin

Suatu pergaulan di masyarakat tentu dibutuhkan norma-norma serta aturan-aturan untuk menegakkan nilai dalam pergaulan hidup dengan tujuan agar tercapai suatu ketertiban. Dalam norma-norma yang dianut masyarakat tersebut tentu akan menghasilkan beberapa sikap, diantaranya adalah sikap disiplin. Disiplin merupakan istilah yang sudah umum diberbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Kita mengenal disiplin kerja, disiplin lalu lintas dan disiplin belajar. Disiplin merupakan suatu tindakan yang menuntut adanya suatu kepatuhan, ketertiban serta tepat waktu di dalam melakukan suatu pekerjaan. Seseorang dapat dikatakan memiliki sikap dan perilaku disiplin yang baik apabila perbuatanya selalu mentaati peraturan, kemudian tertib dan teratur di dalam menjalankan pekerjaannya.

Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni seseorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin.

Sylvia Rimm (2003:47) menyatakan bahwa : Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar mereka belajar

mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Diharapkan disiplin diri mereka akan membuat hidup mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih sayang.

Berkaitan dengan hal tersebut Tatag utomo (2005:181) menyatakan bahwa “Disiplin artinya mematuhi peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis”. Sedangkan Edi Suardi menyatakan bahwa “Disiplin adalah suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak secara sadar, baik pihak guru maupun pihak siswa ”(Sardiman A.M, 1990:17).

commit to user

Berkaitan dengan hal tersebut, Emile Durkheim (1990:176) menyatakan bahwa: Hanya melalui disiplin sajalah kita dapat mengajar anak untuk

mengendalikan keinginan-keinginannya, membatasi segala macam seleranya, menetapkan sasaran-sasaran aktivitasnya. Pembatasan merupakan syarat kebahagiaan dan kesehatan moral. Tentu saja pembatasan yang diperlukan berbeda-beda menurut waktu dan tempat dan berbeda pula untuk setiap tahap dalam kehidupan.

Soegeng Prijodarminto (1992:23) menyatakan bahwa “Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban“. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1990:114) “Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk atu ran”. Selanjutnya Amir Achsin (1990:96) mengemukakan bahwa “Disiplin dapat diartikan pemantauan secara sadar akan aturan- aturan yang telah ditetapkan secara sadar”.

Berdasarkan pendapat beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan suatu tindakan mentaati semua peraturan atau tata tertib yang telah dibuat dan berlaku di dalam suatu organisasi, baik itu peraturan secara tertulis maupun peraturan yang tidak tertulis. Perilaku disiplin yang diharapkan adalah perilaku yang taat dan patuh dari seseorang terhadap peraturan yang berlaku yang tumbuh atas dasar kesadaran dari dalam diri sendiri dan bukan karena adanya unsur-unsur paksaan dari berbagai pihak. Disiplin juga merupakan cara belajar sukarela yang tercipta melalui perilaku ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban seseorang.

b. Unsur–Unsur Kedisiplinan

Kedisiplinan mendorong individu untuk bekerjasama dengan individu lainnya. Kedisiplinan itu lahir, tumbuh dan berkembang dari sikap individu di dalam sistem nilai budaya yang telah ada di dalam masyarakat. Menurut Soegeng P rijodarminto (1992:24) “Terdapat unsur pokok yang membentuk

commit to user

disiplin, yaitu sikap yang telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada di masyarakat”. Sikap atau atitude merupakan unsur yang hidup di

dalam jiwa manusia yang harus mampu bereaksi terhadap lingkungannya, dapat berupa tingkah laku atau pemikiran. Sistem nilai budaya merupakan bagian dari budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman atau penuntun bagi kelakuan manusia. Perpaduan antara sikap dan sistem nilai budaya yang menjadi pengarah dan pedoman untuk mewujudkan sikap mental berupa perbuatan atau tingkah laku.

Berkaitan dengan hal tersebut, Elizabeth B. Hurlock (1999:84-93) menyatakan bahwa “Disiplin yang mampu mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial harus mempunyai empat unsur pokok, yaitu: peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi ”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Peraturan Peraturan sebagai pedoman perilaku atau pola yang ditetapkan (mungkin orang tua, guru dan teman bermain) untuk tingkah laku. Tujuannya ialah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Peraturan memiliki dua fungsi, yaitu:

a) Peraturan memiliki nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota kelompok tersebut.

b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Banyak peraturan yang ada sebagai pedoman perilaku anak bervariasi menurut situasi, usia anak, sikap orang yang mendisiplin, cara teknik menanamkan disiplin dan banyak faktor lainnya. Peraturan bertindak sebagai dasar konsep moral dan konsep moral sebaliknya bertindak sebagai dasar kode moral. Dari konsep moral umum atau nilai moral anak mengembangkan kode moral.

commit to user

10

2) Hukuman Hukuman diberikan kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman memiliki tiga fungsi dalam perkembangan moral anak yaitu:

a) Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

b) Hukuman ialah mendidik, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman.

c) Hukuman memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat.

3) Penghargaan Penghargaan diberikan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan dipunggung. Penghargaan mempunyai tiga fungsi, yaitu:

a) Penghargaan mempunyai nilai mendidik, bila suatu tindakan disetujui anak akan merasa hal itu baik.

b) Penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial.

c) Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak adanya penghargaan akan melemahkan keinginan untuk mengulang perilaku ini.

Jenis penghargaan yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan anak. Bentuk penghargaan antara lain dengan penerimaan sosial, hadiah dan perilaku yang istimewa.

4) Konsistensi Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi harus menjadi ciri semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku, kosistensi dalam pengajaran dan pemaksaan peraturan, konsistensi dalam hukuman yang diberikan

commit to user

11

kepada mereka yang tidak menyesuaikan standar dan konsistensi dalam penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan. Konsistensi mempunyai tiga fungsi, yaitu:

a) Konsistensi memiliki nilai mendidik yang besar, bila peraturannya konsisten maka akan memacu proses belajar karena nilai pendorongnya.

b) Konsistensi memiliki nilai motivasi yang kuat.

c) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur –unsur

kedisiplinan merupakan segala sesuatu yang membentuk atau terdapat dalam kedisiplinan. Peraturan merupakan pedoman untuk bertingkah laku sesuai dengan norma, agar dapat hidup dengan tenang dan teratur. Hukuman merupakan suatu ikatan bagi individu yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan, hal ini dilakukan agar individu mendapat efek jera atas tindakan yang dilakukan sehingga tidak akan mengulanginya lagi. Penghargaan merupakan imbalan atas perbuatan yang telah diperbuat, sehingga menimbulkan suatu kebanggaan terhadap diri individu tersebut. Sedangkan konsistensi adalah tingkat stabilitas yang berguna untuk berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku. Hilangnya salah satu unsur pokok tersebut akan menyebabkan sikap yang tidak menguntungkan pada anak dan perilaku yang tidak akan sesuai dengan standar dan harapan sosial dari masyarakat, maka masing-masing unsur ini berperan dalam perkembangan moral bagi individu. Melalui disiplin individu dapat belajar berperilaku agar diterima masyarakat dan kelompok.

commit to user

12

c. Aspek–Aspek Kedisiplinan

Disiplin dibentuk oleh beberapa aspek, berkaitan dengan hal tersebut terdapat tiga aspek yang membentuk disiplin, yaitu :

1) Sikap mental, yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau pengembangan, pengendalian pikiran, dan pengendalian watak

2) Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma kriteria dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam/kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan, norma, kriteria dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses)

3) Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.(Soegeng Prijodarminto, 1992:23).

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kedisiplinan tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek seperti sikap mental, pemahaman terhadap aturan perilaku, norma, kriteria dan standar perilaku serta sikap yang wajar terhadap peraturan yang ada. Ketiga aspek tersebut menyebabkan proses pembentukan kedisiplinan, yang berupaya membantu memberikan pendidikan perilaku bagi anak. Semua individu ingin menerapkan disiplin tetapi tingkat penerapan disiplin tiap individu berbeda. Adanya perbedaan ini terbukti dengan laju perkembangan tiap-tiap individu, tidak semua individu dengan umur yang sama mempunyai kebutuhan disiplin yang sama. Disiplin yang cocok antara individu yang satu belum tentu sama dengan individu yang lainya yang mempunyai umur sama. Jadi dalam aspek kedisiplinan sikap mental, aturan perilaku dan norma sangat penting bagi individu. Aspek kedisiplinan akan memberikan pemahaman dan memberikan pengertian yang mendalam bagi individu untuk dapat bersikap taat terhadap peraturan.

d. Fungsi Kedisiplinan

Secara umum fungsi kedisiplinan adalah untuk mengarahkan seseorang agar dapat menyesuaikan diri dengan suasana dan kondisi terhadap norma-norma yang ada di masyarakat, sehingga tercipta suasana yang kondusif

commit to user

13

dengan cara mentaati norma-norma yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Menurut Dawn Lighter (1999:12) “Fungsi utama disiplin adalah mengajarkan tingkah laku yang baik sambil menghilangkan tingkah laku yang tidak baik”. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi disiplin adalah belajar untuk mengendalikan diri dan bertingkah laku yang baik. Dalam mendidik anak diperlukan disiplin yang tegas, dalam hal apa yang harus dilakukan serta apa yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan menurut Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa (1992: 137), disiplin perlu dalam mendidik anak supaya:

1) Mudah meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain

mengenai hak milik orang lain

2) Mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban dan

secara langsung mengerti larangan –larangan

3) Mengerti tingkah laku baik dan buruk

4) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa terasa

terancam oleh hukuman

5) Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain

Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa disiplin dapat memberikan pengertian kepada anak tentang hal-hal yang bermanfaat dan berguna bagi kehidupannya untuk bertingkah laku baik dan meninggalkan tingkah laku yang tidak baik, belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu dengan kesadaran sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain, tidak memetingkan diri sendiri.

Elisabeth B. Hurlock (1999:97) menyatakan ada dua fungsi kedisiplinan, yaitu :

1) Fungsi disiplin yang bermanfaat

a) Untuk mengajar anak bahwa perilaku tertentu selalu akan diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti pujian

b) Untuk mengajar anak suatu tindakan penyesuaian yang wajar, tanpa menuntut konfornitas yang berlebihan

c) Untuk membantu anak mengembangkan pengendalian diri dan pengarahan diri sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk membimbing tindakan mereka

2) Fungsi disiplin yang tidak bermanfaat

commit to user

14

a) Untuk menakut-nakuti anak

b) Sebagai pelampiasan agresi orang yang mendisiplin

Dari pendapat di atas penulis menarik kesimpulan bahwa fungsi kedisiplinan adalah mendidik anak agar dapat menyesuaikan segala tingkah lakunya seperti yang diharapkan masyarakat, tidak hanya patuh terhadap aturan saja, tetapi lebih dapat mengembangkan kemampuan diri sendiri sebagai wujud dari kedewasaan.

e. Faktor–Faktor yang Menyebabkan Kedisiplinan

Keberhasilan seseorang di dalam suatu kegiatan selalu berhubungan dengan keuletan, tanggung jawab dan kedisiplinan yang tinggi. Kedisiplinan merupakan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan atau tata tertib. Seorang siswa dikatakan disiplin jika dia patuh dan taat terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku di tempat dia berada, dalam hal ini adalah sekolah tempat menuntut ilmu. Kedisiplinan merupakan awal untuk mencapai suatu keberhasilan untuk itu perlu ditanamkan sejak dini. Kedisiplinan dapat disebabkan oleh faktor –faktor yang memberikan motivasi, menurut Emile Durkheim (1990:24 –34) “Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kedisiplinan, yaitu: tanggung jawab (responsibility), harapan diri dan harapan orang lain”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Tanggung jawab (responsibility) Orang yang memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikan suatu tugas maka orang tersebut akan terdorong dan berusaha mengatur dirinya sendiri dan orang lain agar bertanggung jawab untuk dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan baik.

2) Harapan Diri Seseorang bersikap disiplin terdorong oleh adanya harapan dan keinginan untuk memperoleh atau menghindari sesuatu.

commit to user

15

3) Harapan Orang lain Harapan dan kepentingan yang berasal dari orang lain akan mendorong seseorang untuk melakukan perilaku taat atau disiplin.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang menyebabkan kedisiplinan adalah tanggung jawab, harapan diri dan harapan orang lain. Tanggung jawab merupakan suatu usaha yang konsisten dalam mengatur diri sendiri dan orang lain untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Harapan diri yaitu adanya dorongan dari dalam diri sendiri untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan keinginan. Harapan orang lain yaitu adanya kegiatan yang dilakukan berdasarkan motivasi dari orang lain untuk dapat berbuat dan berperilaku baik. Untuk itu faktor yang menyebabkan kedisiplinan harus benar-benar diperhatikan agar kedisiplinan dapat terwujud sesuai dengan yang diinginkan.

f. Cara Menanamkan Kedisiplinan

Dalam melakukan suatu kegiatan antara individu satu dengan yang lain akan berbeda-beda hasilnya, hal ini disebabkan karena tingkat kedisiplinan yang dimiliki oleh tiap-tiap individu berbeda-beda juga, maka diperlukan penanaman kedisiplinan sejak dari dini. Kedisiplinan pada individu sudah terbentuk apabila individu tersebut sudah dapat bertingkah laku dengan pola tingkah laku yang baik. Anak dikatakan sudah menerapkan kedisiplian dengan baik apabila anak tersebut tanpa hukuman sudah dapat berperilaku sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Kedisiplinan diri pada anak sudah terbentuk, apabila anak sudah dapat bertingkah laku sesuai dengan pola tingkah laku yang baik. Anak sudah mengenal kedisiplinan yang baik apabila anak tanpa hukuman sudah dapat bertingkah laku dan memilih perbuatan-perbuatan yang diharapkan oleh lingkungannya. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1999:93-95) “Terdapat tiga cara menanamkan disiplin yaitu cara menanamkan kedisiplinan otoriter, cara

commit to user

16

menanamkan kedisiplinan permitif, cara menanamkan kedisiplinan demokratis”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Cara menanamkan kedisiplinan otoriter Menanamkan perilaku yang diinginkan dengan peraturan keras dalam mengendalikan dengan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman terutama hukuman badan atau sama sekali tidak adanya persetujuan, pujian atau tanda-tanda penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan.

2) Cara menanamkan kedisiplinan permitif Dengan menggunakan sedikit demi sedikit disiplin, biasanya tidak membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Dalam hal ini, anak sering tidak diberi batas- batas atau kendala yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan.

3) Cara menanamkan kedisiplinan demokratis Metode penanaman disiplin dengan menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak untuk mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan, sehingga lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan.

Jadi disiplin dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu secara otoriter, permitif dan demokratis. Akan tetapi disiplin sebaiknya dilakukan dengan cara yang tidak terlalu otoriter, tetapi juga tidak terlalu memperbolehkan semuanya (permitif). Dalam menanamkan disiplin kepada anak orang tua harus menjelaskan secara lengkap apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan, mengapa hal itu boleh atau tidak, apa dampaknya jika dilakukan atau tidak dilakukan dan sebagainya.

commit to user

17

Dari uraian di atas dijelaskan berbagai cara dalam menanamkan kedisiplinan dan acuan dasar perilaku dalam menjalankan kedisiplinan. Kedisiplinan pada anak dapat juga ditanamkan dengan memberikan tata tertib yang mengatur hidup anak. Tata tertib yang disertai pengawasan dan pemberian pengertian pada setiap pelanggaran, tentunya akan menimbulkan rasa keteraturan dan disiplin diri. Tingkah laku anak yang berarti dan bertujuan, harus dibimbing oleh orang tua, guru, pembimbing atau orang dewasa lainnya. Tingkah laku anak supaya menjadi teratur maka perlu adanya pengertian baik melalui nasehat dan pengarahan sehingga tercapai tingkah laku yang wajar dan serasi.

Cara menanamkan kedisiplinan otoriter adalah menanamkan perilaku yang diinginkan dengan peraturan keras dalam mengendalikan dengan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman, terutama hukuman badan atau fisik. Disiplin otoriter selalu mengendalikan disiplin melalui hukuman, terutama hukuman badan. Anak kehilangan kesempatan untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri, sehingga tidak dapat bersikap mandiri dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan tindakan mereka.

Cara menanamkan kedisiplinan permitif adalah dengan menggunakan sedikit disiplin, biasanya tidak membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan hukuman. Disiplin permisif merupakan protes terhadap disipin yang kaku dan keras, dalam disiplin permisif anak sering dibiarkan meraba-raba dalam situasi yang sulit untuk ditanggulangi oleh mereka sendiri tanpa bimbingan atau pengendalian. Jadi anak diijinkan untuk mengambil keputusan dan berbuat sekehendak mereka sendiri.

Penanaman kedisiplinan demokratis dengan menggunakan penjelasan, diskusi, dan penalaran untuk membantu anak mengerti dan memahami perilaku tertentu sesuai yang diharapkan, sehingga lebih menekankan aspek edukatif atau pendidikan disiplin daripada aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar

commit to user

18

pada penghargaan. Hukuman yang diberikan cenderung bersifat tidak keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan. Disiplin demokratis mempunyai tujuan untuk mengembangkan kendali atas perilaku individu itu sendiri, sehingga mereka akan melakukan perbuatan yang benar walaupun tidak ada ancaman apabila melakukan hal yang tidak benar.

Berkaitan dengan hal tersebut, Soegeng Prijodarminto (1992:24) menyatakan bahwa: Disiplin akan tumbuh dan dapat dibina melalui latihan, pendidikan

atau penanaman kebiasaan dengan keteladanan-keteladanan tertentu, yang harus dimulai sejak ada dalam lingkungan keluarga, mulai pada masa kanak-kanak dan terus tumbuh berkembang dan menjadikannya bentuk disiplin yang semakin kuat.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa menanamkan sikap disiplin dimulai dari masa kanak-kanak yang diajarkan oleh orang tua di dalam lingkungan keluarga. Disiplin akan tumbuh apabila dibina melalui latihan, pendidikan dan penanaman kebiasaan terhadap keteladanan- keteladanan tertentu.

g. Disiplin Sekolah

Philip Robinson menyatakan bahwa “Sekolah sebagai organisasi, yaitu unit sosial yang secara sengaja dibentuk untuk tujuan- tujuan tertentu”(H. Mahmud, 2011:167). Sekolah sengaja diciptakan untuk tujuan tertentu, yaitu memudahkan pengajaran sejumlah pengetahuan. Sedangkan C.E Bidwel dan B.

Davies menyatakan bahwa “Sekolah sebagai organisasi birokrasi”(H. Mahmud, 2011:168). Lalu H. Mahmud (2011:167) menyatakan bahwa “Sekolah memiliki dua pengertian. Pertama, lingkungan fisik dengan berbagai perlengkapan yang merupakan tempat penyelenggaraan proses pendidikan

untuk usia dan kriteria tertentu. Kedua, proses kegiatan belajar mengajar”. Berkaitan dengan hal tersebut, Charles Handy dan Robert Aitken menyatakan

bahwa “Sekolah merupakan sebuah organisasi. Di sekolah, siswa harus

commit to user

dengan yang dipe rlukan”(Suharsimi Arikunto, 1990:13). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sekolah adalah suatu lembaga resmi untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar dalam penanaman nilai dan norma agar siswa dapat berperilaku baik. Bentuk pembelajaran yang diberikan di sekolah tidak hanya ilmu pengetahuan dan ketrampilan saja, tetapi juga perkembangan watak anak melalui latihan kebiasaan dan tata tertib, pendidikan agama, budi pekerti. Dengan hal tersebut diharapkan perilaku disiplin siswa akan terbentuk sejak dini.

Slameto (1997 :67) menyatakan bahwa “Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar”. Dari uraian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan tentang kedisiplinan sekolah yaitu merupakan suatu perilaku taat pada aturan yang berlaku di sekolah tersebut baik itu peraturan yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Kedisiplinan sekolah juga meliputi kedisiplinan di kelas karena itu merupakan suatu ikatan di dalam lingkup sekolah. Hal ini merupakan suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, keteraturan dan ketertiban untuk mencapai perubahan tingkah laku sebagai hasil dari kesadaran individu.

Berkaitan dengan kedisiplinan sekolah E.D. Nakpodia (2010:145), menyatakan bahwa : School discipline is an essential element in school administration. This

is because discipline is a mode of life in accordance with laid down rules of the society to which all members must conform, and the violation of which are questionable and also disciplined. It is seen as a process of training and learning that fosters growth and development.

Hal tersebut bermakna disiplin sekolah adalah unsur yang penting dalam adminitrasi sekolah. Hal ini karena disiplin adalah model hidup dengan mentaati aturan sosial dimana semua anggota harus menyesuaikan dan pelanggaran yang dapat dipertanyakan dan juga bersikap disiplin. Ini terlihat sebagai proses berlatih dan belajar bahwa terbiasa tumbuh dan berkembang.

commit to user

20

Sedangkan menurut Denis Thaddeus Ofoyuru dan Lawrence Too- Okema (2011 : 234), menyatakan bahwa “Discipline is what teachers do to help students behave acceptably. on the roles of teachers can be appreciated because he looked at discipline only at the class level ”. Pernyataan tersebut mempunyai arti disiplin adalah apa yang guru lakukan untuk membantu murid terbiasa menerimanya. Aturan yang diterapkan oleh guru dapat diapresiasi karena dia melihat disiplin hanya pada level kelas.

Ada beberapa macam disiplin belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajar di sekolah. Slameto (1997:27-32) menyatakan bahwa

Perilaku disiplin belajar siswa dalam mengikuti pelajaran disekolah dapat dibedakan menjadi 5 macam, yaitu : disiplin siswa dalam masuk sekolah, disiplin siswa dalam mengerjakan tugas, disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah, disiplin dalam mentaati peraturan s ekolah, disiplin administrasi”.

Agar lebih jelas berikut akan dijelaskan sedikit uraian mengenai macam-macam disiplin belajar siswa di sekolah, yaitu:

1) Disiplin siswa dalam masuk sekolah Disiplin siswa dalam masuk sekolah ialah keaktifan, kepatuhan dan ketaatan dalam masuk sekolah, artinya seorang siswa disiplin masuk sekolah jika ia selalu aktif masuk sekolah pada waktunya, tidak pernah terlambat serta tidak pernah membolos setiap hari.

2) Disiplin siswa dalam mengerjakan tugas Mengerjakan tugas merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam belajar yang dilakukan baik di dalam maupun di luar jam pelajaran sekolah. Tujuan dari pemberian tugas adalah untuk menunjang pemahaman dan penguasaan materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru di sekolah agar siswa berhasil dalam belajarnya.

3) Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah Siswa yang memiliki disiplin belajar dapat dilihat dari keteraturan dan ketekunan belajarnya. Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah

commit to user

21

menuntut adanya keaktifan, keteraturan, ketekunan dan ketertiban dalam mengikuti pelajaran yang terarah pada suatu tujuan belajar.

4) Disiplin dalam mentaati peraturan sekolah Dalam hal ini tata tertib sekolah merupakan peraturan yang mengikat para personal yang ada di sekolah agar proses belajar dapat berjalan lancar. Tata tertib juga merupakan pendukung dalam usaha pembentukan disiplin belajar bagi siswa. Setiap siswa wajib mentaati peraturan atau tata tertib sekolah yang telah ditentukan.

5) Disiplin Adminitrasi Disiplin adminitrasi adalah kedisiplinan siswa dalam membayar iuran rutin, yang biasanya diberikan waktu untuk melunasi pembayaran tersebut. Kedisiplinan ini diharapkan benar-benar dilakukan siswa untuk menunjang biaya operasional sekolah, dan siswa diharapkan dapat bertanggung jawab dalam melakukannya.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin sekolah meliputi disiplin siswa dalam masuk sekolah, disiplin siswa dalam mengerjakan tugas, disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah, disiplin dalam mentaati peraturan sekolah, disiplin administrasi. Disiplin sekolah menuntut adanya ketepatan waktu dalam masuk sekolah, siswa dituntut untuk berangkat ke sekolah sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan sekolah. Disiplin siswa dalam mengerjakan tugas dapat berupa mengerjakan ujian ulangan yang diberikan oleh guru, mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru. Jadi yang dimaksud disiplin siswa dalam mengerjakan tugas adalah disiplin yang mencakup keteraturan serta tanggung jawab di dalam mengerjakan tugas serta memahami materi yang diajarkan. Disiplin siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah mencakup kesiapan siswa dalam mengikuti pelajaran, keaktifan dalam mengikuti pelajaran dengan mencatat hal-hal penting yang diajarkan oleh guru serta menanyakan hal-hal yang kurang jelas sehingga siswa yang bersangkutan benar-benar mengerti dan memahami materi pelajaran. Disiplin dalam mentaati tata tertib sekolah adalah

commit to user

22

disiplin yang menuntut siswa untuk mematuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Sedangkan disiplin adminitrasi harus dilakukan oleh setiap siswa hal ini untuk mendukung kegiatan belajar mengajar kaitanya dengan biaya operasional sekolah.

2. Tinjauan Tentang Sistem Kredit Poin oleh SDU ( Smada Disipline Up

Holder )

a. Pengertian Organisasi

Pergaulan di masyarakat sering dijumpai adanya sekelompok orang yang bekerja, baik itu bekerja di kantor, perusahaan, lembaga pendidikan, berdagang di pasar atau tempat kerja lainya. Kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang tersebut pasti mempunyai tujuan. Proses kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan disebut sebagai proses adminitrasi.

Adminitrasi terdapat delapan unsur di dalamnya yang salah satunya adalah organisasi. Mengenai pengertian organisasi yang juga disebut formal organization , biasanya dipakai sekurang-kurangnya tiga arti yaitu:

1) Sistem kerjasama

2) Sekelompok orang yang bekerjasama

3) Proses pembagian kerja John R. Schermerhorn menyatakan bahwa “An organization is a collection of people working together in division of labot to achieve a common purpose” (Moekijat, 1990:45). Artinya organisasi adalah suatu gabungan daripada orang-orang yang bekerjasama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Gibson (2000:5) “An organizations is a coordinated unit consisting of at least two people how function to achieve common goal on set of goal ”. Artinya organisasi adalah suatu unit terkoordinasi yang terdiri sekurangnya dua atau lebih yang fungsinya untuk mencapai tujuan bersama atau menentukan beberapa tujuan.

commit to user

23

Sedangkan menurut Hebert G. Hicks menyajikan rumusan berikut tentang sebuah organisasi “… An organization is structured process in which persons interact for objectives” (J. Winardi, 2003:15). Adapun definisi tersebut berlandaskan sejumlah fakta yang merupakan ciri umum semua organisasi. 1) sejumlah organisasi senantiasa mencakup sejumlah orang, 2) orang-orang tersebut terlibat satu sama lain dengan satu atau dengan lain cara, maksudnya mereka semua berinteraksi, 3) Interaksi tersebut selalu dapat diatur atau diterangkan dengan jenis struktur tertentu, 4) Masing-masing orang di dalam sesuatu organisasi memiliki sasaran-sasaran pribadi. Sedangkan J. Winardi (2003:15) menyatakan bahwa :

… Sebuah organisasi merupakan sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam elemen atau subsistem, diantara mana subsistem manusia mungkin merupakan subsistem terpenting, dan dimana terlihat bahwa masing-masing subsistem saling berinteraksi dalam upaya mencapai sasaran-sasaran atau tujuan-tujuan organisasi yang bersangkutan.

Inti dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa organisasi adalah suatu wadah bersama yang merupakan sistem kerjasama dari sekelompok orang yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan apabila dipelajari secara seksama akan diperoleh kesimpulan pokok tentang organisasi, yaitu :

1) Adanya kumpulan orang-orang Artinya dalam suatu organisasi itu harus ada orang-orang sebagai pendukung organisasi atau sebagai anggota.

2) Adanya kerjasama antar anggota Artinya dituntut adanya kerjasama antar anggota dalam organisasi disegala bidang untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan bersama.

3) Adanya tujuan yang ingin dicapai Artinya organisasi dapat berjalan kalau didukung adanya tujuan yang telah disepakati bersama oleh para pendukungnya.

commit to user

24

b. Kajian Organisasi Formal

Dalam setiap aktifitas manusia pasti ada suatu kegiatan yang bersifat formal maupun non formal. Begitu juga dengan organisasi, organisasi ada yang bersifat formal dan non formal. Organisasi formal tidak lepas dari tiga unit kajian, seperti yang dikemukakan oleh Alo Liliweri (1997:8-12 ) “Organisasi formal terdiri dari 3 kajian yaitu : individu, hubungan antar pribadi dalam kelompok, dan organisasi besar”. Maka akan dijelaskan seperti berikut ini :

1) Kajian Terhadap Individu Individu mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam organisasi, ini merupakan unsur manajemen dan SDM yang melaksanakan semua kegiatan organisasi.

2) Kajian Terhadap Hubungan Antar Pribadi dalam Kelompok Kerja

Dalam hubungan antar pribadi dengan kelompok kerja merupakan hubungan yang saling terjalin saling melengkapi, seperti hubungan antar kerja kelompok kecil dalam industri atau bisnis. Untuk itu hubungan ini diharapkan saling memberikan dukungan dan motivasi.

3) Kajian Terhadap Organisasi Besar Dalam organisasi besar selalu terdapat susunan yang sistematis dan terkoordinasi dengan baik. Ini dilakukan agar setiap kegiatan organisasi terencana dengan baik sehingga tepat pada sasaran dan tujuan yang diinginkan, seperti adanya komitmen terhadap organisasi ini harus benar- benar diterapkan kepada anggota-anggotanya, efektifitas organisasi, sasaran organisasi dan kemampuan organisasi untuk beradaptasi.

c. Prinsip–Prinsip Organisasi

Prinsip-prinsip organisasi sering juga disebut sebagai azas-azas organisasi. Prinsip atau azas merupakan pondasi, dasar atau sesuatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir. Menurut W. Warren Haynes dan Joseph L. Massei, prinsip-prinsip organisasi ada empat macam, yaitu:

1) Prinsip kesatuan perintah (Unity Of Command)

commit to user

25

2) Prinsip rentangan kendali atau rentangan pengawasan (Span Of Control )

3) Prinsip Pengecualian (The Exception Princeple)

4) Prinsip Hirarki (The Scalar Principle). (Ig. Wursanto, 2002:218).

Berkaitan dengan hal tersebut, Prajudi Atmosudirjo mengemukakan bahwa : Terdapat dua belas prinsip organisasi, yaitu : prinsip tujuan, prinsip

pembagian kerja, prinsip perimbangan tugas, prinsip pelimpahan kekuasaan, kesatuan komando, komunikasi, prinsip pengecekan, prinsip kontinunitas, prinsip saling asuh, prinsip koordinasi, prinsip kehayatan dan prinsip tahu diri. (Ig. Wursanto, 2002:218)

Hal Tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Prinsip Tujuan, yang berarti bahwa organisasi harus mempunyai tujuan.

2) Prinsip Pembagian Kerja, bahwa di dalam organisasi harus ada pembagian kerja dan penugasan kerja yang homogen.

3) Prinsip perimbangan antara tugas, tanggung jawab dan wewenang.

4) Prinsip pelimpahan kekuasaan harus jelas batas-batasnya.

5) Kesatuan Komando, bahwa azas ini menghendaki satu orang satu atasan (the one man one chief principle).

6) Komunikasi, untuk mengadakan pertukaran informasi antar instansi yang ada dalam organisasi.

7) Prinsip Pengecekan, yang berarti bahwa setiap pimpinan berkewajiban

untuk melakukan pengecekan terhadap pelaksanaan kegiatan.

8) Prinsip Kontinunitas, yang artinya kegiatan dalam organisasi harus bersifat terus-menerus, tidak boleh berhenti dalam keadaan atau situasi bagaimanapun.

9) Prinsip Saling Asuh, yang berarti antara unit (lini dengan staff) saling bekerjasama dan menyadari akan kepentingan setiap unit yang ada dalam organisasi.

10) Prinsip Koordinasi, untuk mencegah timbulnya bahaya disintegrasi.

commit to user

26

11) Prinsip Kehayatan, yang mencerminkan bahwa organisasi itu hidup atau berhayat.

12) Prinsip Tahu Diri, yang berarti bahwa setiap anggota organisasi harus sadar akan tugas dan tanggung jawabnya serta mengetahui posisi masing- masing dalam organisasi.

Dari pendapat beberapa tokoh di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk membangun dan menggerakkan organisasi yang kompleks (organisasi modern) diperlukan prinsip-prinsip organisasi sebagai dasar atau fondamen sehingga organisasi dapat berjalan dengan baik, serta struktur organisasinya efektif dan efisien. Dengan demikian tercapai atau tidaknya tujuan organisasi secara tergantung pada kemampuan pimpinan organisasi dalam melaksanakan prinsip-prinsip organisasi.

d. Karakteristik Organisasi

Organisasi selain mempunyai elemen yang umum juga mempunyai karakteristik yang umum, diantaranya karakteristik tersebut adalah bersifat dinamis, memerlukan informasi, mempunyai tujuan dan struktur. Seperti yang diungkapkan oleh Arni Muhammad (2002:29-34 ) “Tiap organisasi disamping mempunyai elemen yang umum juga mempunyai karakteristik yang umum, dinamis, memerlukan informasi, mempunyai tujuan, terstruktur”. Dari

penjelasan di atas maka dapat diuraikan mengenai karakteristik tersebut.

1) Dinamis Organisasi sebagai suatu sistem terbuka terus-menerus mengalami perubahan, karena selalu menghadapi tantangan baru dari lingkungannya dan perlu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang selalu berubah tersebut. Maksudnya di sini adalah suatu organisasi harus bersifat peka terhadap lingkungan di sekitarnya dalam memenuhi keinginan anggota-anggotanya.

2) Memerlukan Informasi

commit to user

27

Semua organisasi memerlukan informasi untuk hidup. Tanpa informasi organisasi tidak akan bisa berjalan. Untuk mendapatkan informasi adalah melalui proses komunikasi. Oleh karena itu komunikasi memegang peranan penting dalam organisasi untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan bagi organisasi. Informasi yang dibutuhkan ini baik dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi.