media massa sebagai aktor pemilu

MEDIA MASSA SEBAGAI
SALAH SATU AKTOR POLITIK
Presented by : LIA WAHYU HARTANTO (14/364854/SP/26232)

PENGERTIAN MEDIA MASSA (1)
 Media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti tengah atau
perantara. Massa berasal dari bahasa Inggris yaitu mass yang berarti
kelompok atau kumpulan. Dengan demikian, pengertian media massa
adalah perantara atau alat-alat yang digunakan oleh massa dalam
hubungannya  satu sama lain (Soehadi, 1978:38).
Media adalah sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh
manusia untuk menyampaikan atau menyebarkan ide, gagasan, atau
pendapat sehingga dapat sampai ke penerima yang dituju. Selain itu
media massa dipandang punya kedudukan strategis dalam masyarakat.
(Hamidjojo dalam Latuheru, 1993)

PENGERTIAN MEDIA MASSA (2)
• Aspek Sosial-Budaya
Media adalah institusi sosial yang membentuk definisi dan citra realitas serta
dianggap sebagai ekspresi sosial yang berlaku umum; secara ekonomis, media
adalah institusi bisnis yang membantu masyarakat untuk memperoleh

keuntungan dari berbagai usaha yang dijalankan.
• Aspek Politik
Media adalah wadah yang memberi ruang atau arena pertarungan wacana
bagi kepentingan berbagai kelompok sosial-politik yang ada dalam masyarakat
demokratis.

FUNGSI
• Ashadi Siregar (2004) memetakan tiga fungsi instrumental media massa:
1. Untuk memenuhi fungsi pragmatis bagi kepentingan pemilik media
massa sendiri,
2. Untuk memenuhi fungsi pragmatis bagi kekuatan-kekuatan ekonomi
dan politik dari pihak di luar media massa,
3. Untuk memenuhi fungsi pragmatis bagi kepentingan warga masyarakat.

TREND KEPEMILIKAN MEDIA
• Pada dasarnya, secara ideal, pemberitaan media massa haruslah sesuai dengan azas dan
prinsip jurnalistik yang berlaku secara universal, yakni menjunjung tinggi azas objektifitas,
akurat, adil, berimbang, dan menegaskan posisi netralitasnya. Selain itu, wajib hukumnya
setiap pelaku jurnalistik dalam pemberitaannya untuk menaati kode etik.
• Trend saat ini yang mengarah pada privatisasi atau kepemilikan pribadi maupun

kelompok atas perusahaan media massa sebenarnya bukanlah masalah, sepanjang
pemberitaan yang disebarkan kepada masyarakat luas senantiasa tunduk pada azas serta
prinsip ideal tersebut.
• Contoh kepemilikan media di Indonesia :
- ANTV dan TV One (Aburizal Bakrie, ketua umum partai Golkar 2009-2014)
- Metro TV dan harian cetak Media Indonesia Group (Surya Paloh, ketua umum partai
Nasdem)
- MNC Media Group meliputi MNC TV, RCTI, Global TV, dan harian cetak Sindo (Hary
Tanoesoedibjo, ketua dewan pertimbangan partai Hanura & ketua umum Perindo)

INDEPENDEN VS PARTISAN
• Menilik sejarah, jurnalisme politik Indonesia pernah berada pada sebuah
persimpangan jalan pada tahun 1950-an. Era ini adalah era menjamurnya
media partisan yang salah satunya bisa dilihat dalam kontestasi pemilu tahun
1955. Mochtar Lubis seperti dikutip Daniel Dakhidae (1991:43) menyebutkan
bahwa hanya sedikit koran yang independen dan terlepas dari afiliasi
partai politik. Media partisan menjadi perpanjangan partai dan menjadi senjata
untuk berkompetisi dalam gelaran pemilihan elektoral.
• Crawford dilansir oleh Dakhidae (1991:45) menyebutkan jumlah pembaca media
independen saat itu hanya sebesar 22,2%. Sementara itu, jumlah pembaca media

partisan sebesar 77,8% dengan persentase terbanyak yakni koran kelompok
komunis sejumlah 28,57%. Koran nasionalis menempati posisi kedua dengan
persentase 19,50%, koran sosialis sebanyak 18,14%, dan koran muslim sejumlah
11,56%. Empat media besar yang kala itu menjadi corong ideologi partai di
antaranya Harian Rakyat (Partai Komunis Indonesia), Pedoman (Partai Sosialis
Indonesia), Suluh Indonesia (Partai Nasionalis Indonesia), dan Abadi (Masyumi).

PROSENTASE JUMLAH PEMBACA MEDIA
CRAWFORD (1967:135)

PARADOKS
• Dalam kehidupan masyarakat demokratis, tiap-tiap orang memiliki hak
untuk memperoleh informasi publik yang objektif. Sementara media
massa sebagai sarana pemenuhan informasi paling mainstream justru
mulai ditunggangi oleh elit politik tertentu yang berkepentingan
mengarahkan pilihan politik masyarakat kepada apa yang dia munculkan
sebagai pilihan tunggal.

Politisasi media


POLITISASI MEDIA
• Saat ini media massa Indonesia lebih banyak berfungsi pragmatis untuk
kepentingan pemilik media dan kekuatan ekonomi-politik dari luar media.
• Dua fungsi yang bergabung menjadi satu tersebut menyebabkan banyak
media di Indonesia digunakan untuk kepentingan politik dari partai politik
dan kepentingan konglomerasi/bisnis yang berafiliasi kepada partai politik
tertentu
• politisasi media, yang mana pemberitaan yang mereka lakukan
semuanya didasarkan pada fakta politik untuk menggiring opini publik
guna kepentingan pemilu/pilkada.

MEDIA SEBAGAI AKTOR POLITIK
• Media telah menjadi perpanjangan tangan dari aktor-aktor politik yang
bermain. Perannya melampaui apa yang bisa dikerjakan oleh partai politik
melalui cara-cara konvensional. Bisa dilihat dari bagaimana elite-elite
politik mengeluarkan wacana dan gagasan-gagasannya melalui media.
• Sebagai aktor politik, ia bisa mengeluarkan atau menahan sebuah isu
yang menguntungkan maupun merugikan aktor-aktor politik yang lain.
Pembentukan opini publik terjadi, siapa yang memiliki akses atas media,
dia yang menguasai opini. Tesis tersebut dapat diidentifikasi pada

pergulatan para elit politik dalam ajang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014
yang lalu.

CASE STUDY (PEMILU 2014)
• Media ramai merayakan gegap gempita pertarungan dua kandidat yang
maju dalam gelaran Pilpres 2014. Hiruk pikuk tersebut melampaui garis
batas antara pemilik media, aktivitas politiknya, dan ruang redaksi.
• Peniadaan batas terlihat dalam kebijakan redaksional. Produk media dari
berita, editorial, sampai iklan politik menjadi kanal menyalurkan ideologi
pemilik dan jurnalisnya. Hal itu muncul di sejumlah media massa di
Indonesia, baik cetak mapun elektronik.

PERAN MEDIA DALAM PEMILU
• 5 peran ideal media dalam mewujudkan kehidupan demokratis
• Brian McNair  (An Introduction to Political Communication, 2003:21)
1. Media menjadi saluran menginformasikan apa yang sedang terjadi (surveillance).
2. Media mengedukasi masyarakat soal fakta yang ditemukan di lapangan. Pada posisi
tersebut, McNair menggarisbawahi objektifitas jurnalis sebagai edukator.
3. Media menjadi wadah diskursus yang kemudian dapat mempengaruhi opini publik.
Pada peran ini, media memiliki kemampuan yang besar dari yang bisa dilakukan

seorang politikus dalam membentuk wacana publik.
4. Media sebagai pemantau pemerintah (watch dog), menyanjung dan mengkritik.
pemerintah.
5. Media berperan untuk mengadvokasi beberapa pandangan politik (persuasion).
Artinya, media sebagai kanal yang digunakan beberapa partai politik untuk
menyampaikan sudut pandangnya.

• Shoemaker dan Reese menawarkan dua pendekatan dalam membaca peran
media.
• 1. Pendekatan pasif. Media sebagai kanal yang hanya melaporkan realitas sosial.
Young seperti dikutip Shoemaker dan Reese (1996:33) menawarkan konsep null
effects model di mana media merepresentasikan realitas tanpa adanya distorsi.
Dalam konteks ini, jurnalis merupakan neutral transmitter yang melaporkan
peristiwa melalui multiperspektif.
• Pendekatan kedua, yakni pendekatan aktif. Media ikut membingkai realitas sosial
menjadi realitas media. Media tidak lagi merepresentasikan peristiwa secara
utuh, tapi melalui beberapa sudut pandang yang dianggap menarik. Inilah yang
kemudian disebut sebagai manipulasi. Manipulasi bisa dalam bentuk teks dalam
media cetak maupun verbal serta video dalam media elektronik. Melalui
pemilihan angle, media menyuguhkan sajian yang menekankan pada isu

tertentu. Dalam konteks ini, rentan terjadi peliputan yang bias dan tidak
obyektif.

FUN FACT MEDIA MASSA DI INDONESIA
ERA PEMILU 2014
• sumber : http://pindai.org/2014/12/03/media-sebagai-aktor-politik /

1. Harian The Jakarta Post melalui editorialnya berjudul Endorsing Jokowi menunjukkan
dukungan terbukanya kepada Joko Widodo sebagai presiden. The Jakarta Post memaparkan
sejumlah alasan berdasar rekam jejak dan pandangan kedua kandidat. Ini merupakan
tradisi baru di mana dukungan politik disampaikan secara terbuka oleh media.
2. Lembaga Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) menemukan sebanyak
14,29% berita di harian Sindo dari total 35 berita politik yang diteliti, cenderung berpihak
pada kepentingan partai politik atau organisasi massa. Sementara itu, berita
demikian juga ditemukan di harian Kompas yakni sebanyak 2,5% dari total 40 berita yang
diteliti. Hal serupa juga terdapat di situs okezone.com yakni sebanyak 16,49% produk
beritanya cenderung berpihak pada kepentingan partai politik.

GLOBAL TV


Sumber: Heychael, Muhamad. 2014. Independensi Televisi Menjelang
Pemilu Presiden 2014. Jakarta (Remotivi)

MNC TV

TV ONE

METRO TV

CONCLUSION
• Media telah bertransfromasi menjadi aktor politik. Namun, ia tak bergerak sendiri dalam
memainkan peran tersebut. Ada kepentingan aktor-aktor politik dan pemilik modal yang
membuatnya demikian. Mereka berlindung di balik topeng media untuk melakukan
propaganda politik.
• Pada posisi demikian, independensi media berada pada titik nadir. Kebebasan informasi
termasuk bebas mengkritik dan menyampaikan pendapat, beralih menjadi kebablasan
informasi. Alih-alih bersandar pada kode etik, penyaringan informasi justru bersandar
pada kemauan sang pemilik media yang juga merupakan politikus.
• Saat momen-momen kritis pemilu, media berdiri di dua kaki: kaki kepentingan politik dan
kepentingan ekonomi sang pemilik. Alhasil, berita tak lagi menjadi sebuah upaya

mengungkapkan fakta, tetapi meracik propaganda, cenderung bias dan partisan. Di satu
sisi, wartawan tak lagi menjalankan kewajibannya sebagai “neutral transmitter”. 
• Pengalaman pemilu yang belum lama usai menunjukkan betapa brutalnya media yang
terbelah menjadi dua kubu. Efeknya bahkan masih terasa sampai sekarang. Pada titik ini,
publik yang menjadi tumbal. Konsekuensinya, pemahaman mengenai literasi media
menjadi pegangan yang menentukan. Hanya dengan begitu, publik bisa mengambil
remah-remah kebenaran di tengah tsunami kesimpangsiuran informasi yang terjadi.

Terima kasih