Dan Untukku Agamaku Mendorong Penegakkan
DAN UNTUKKU, AGAMAKU.
“Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan Di Indonesia”
Kertas Kebijakan YLBHI tentang Hak Atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia.
DAN UNTUKKU, AGAMAKU.
„Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan Di Indonesia‟
Kertas Kebijakan YLBHI tentang Hak Atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia.
Tim Peneliti:
YLBHI bersama Satgas KBB LBH Bandung, LBH Yogyakarta,
LBH Surabaya dan LBH Padang
Penulis:
Yasmin Purba
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 1
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan Di Indonesia
© Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 2016
Penulis
Editor
Tim Peneliti
: Yasmin Purba
:
: YLBHI bersama Satgas KBB LBH Bandung,
LBH Yogyakarta, LBH Surabaya dan LBH Padang
Ilustrasi & Tata Letak :
Disain Sampul
:
Diterbitkan oleh
:
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Jalan Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat 10320
Telepon: (021) 3929840 /Faksimili: (021) 31930140
Website: www.ylbhi.or.id / e-mail: [email protected]
ISBN
2 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
DAFTAR ISI
BAB I
Pengantar …………………………………………………………………
BAB II
Pengakuan terhadap Hak atas Kebebasan Beragama
dan Berkeyakinan sebagai Hak Asasi Manusia yang
Mutlak (Hak Absolut) ……………………………………………
BAB III
Jaminan Hukum atas Hak Untuk Memeluk dan
Mempraktikkan Agama dan/atau Keyakinan ……………
BAB IV
Situasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di
Indonesia ………………………………………………………………….
a. Diskriminasi Hukum dan Kebijakan terhadap
Hak KBB ………………………………………………………
b. Praktik-Praktik Diskriminasi dan Pelanggaran
Hak KBB di Tingkat Daerah ………………………….
Situasi KBB di Jawa Barat ………………………...
Situasi KBB di Yogyakarta ………………………..
Situasi KBB di Jawa Timur ……………………….
Situasi KBB di Sumatera Barat ………………….
BAB V
Kesimpulan dan Rekomendasi ……………………………….....
BAB VI
Penutup …………………………………………………………………...
1
3
5
7
7
11
12
16
19
26
32
38
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 3
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
BAB I
Kebebasan untuk memeluk agama atau keyakinan tertentu
adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin secara
hukum di Indonesia. Lebih dari itu, hak atas kebebasan
berpikir, beragama dan berkeyakinan, dikategorikan sebagai hak
yang bersifat mutlak, yang tidak boleh dikurangi
pemenuhannya dalam kondisi apapun.
Namun demikian, dari tahun ke tahun, kita selalu menyaksikan
berbagai pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama
dan berkeyakinan di berbagai wilayah Indonesia. Tingkat
pelanggaran terhadap kebebasan beragama akan terlihat
semakin tinggi bila digabungkan dengan pelanggaranpelanggaran terhadap hak untuk mempraktikkan agama atau
keyakinan, khususnya oleh kelompok-kelompok agama dan/atau
keyakinan yang minoritas.
Policy brief ini dibuat sebagai salah satu upaya Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk
memaparkan temuan-temuan yang dihimpun oleh SatuanSatuan Tugas (Satgas) Kebebasan Beragama yang dibentuk di
Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat,
terkait dengan situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di
wilayah-wilayah tersebut. Tujuan utama dari policy brief ini
4 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
adalah untuk menyajikan fakta-fakta dan rekomendasirekomendasi terkait dengan penikmatan hak atas kebebasan
bergama dan berkeyakinan kepada publik dan para pengambil
kebijakan di negeri ini.
Besar harapan kami bahwa berbagai temuan dan rekomendasi
yang kami himpun dan ajukan di dalam policy brief ini dapat
mendorong dan menjadi acuan bagi para pengambil kebijakan
nasional (pemerintah pusat) untuk menyusun kebijakan terkait
dengan penegakkan hak atas kebebasan beragama dan
berkeyakinan di Indonesia yang sejalan dengan prinsip-prinsip
dan standar universal hak asasi manusia (HAM), sesuai dengan
kewajibannya, sebagai penyelenggara negara, untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi HAM bagi setiap
warga negaranya.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 5
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
BAB II
Hak mutlak adalah hak yang penikmatannya tidak dapat
dikurangi dalam keadaaan apapun, sehingga tidak ada satu
dasar apapun yang dapat membenarkan pelanggaran atas hak
tersebut.1 Selain itu, pemenuhan atas hak tersebut juga harus
dilakukan tanpa pengecualian apapun. 2 Di dalam rezim hak
asasi manusia, hak ini juga dikenal dengan istilah hak yang
bersifat non-derogable.
Perumusan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan
(selanjutnya, hak KBB) sebagai hak yang tidak dapat dikurangi
penikmatannya dalam hal apapun, dimuat di dalam berbagai
sumber hukum di Indonesia. Pengakuan yang tertinggi atas hak
KBB di dalam hukum Indonesia tercermin di dalam UndangUndang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
1
Lihat, Alan Gewirth “Are There Any Absolute Rights?”, dalam The
Philosophical Quarterly, Vol. 31, No. 122, Jan. 1981 (Oxford University
Press, 1981), hlm. 2.
2
Ibid.
6 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.3
Pengakuan yang serupa atas hak KBB sebagai hak yang mutlak
ditegaskan juga di dalam Pasal 4 Undang-Undang No.
39/1999. 4 Selain itu, dengan diratifikasinya Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui
Undang-Undang No. 12 tahun 2005, maka pemerintah
Indonesia juga telah mengakui jaminan atas penghormatan yang
mutlak atas hak KBB yang dimuat di dalam Pasal 4 ayat (2)
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang,
antara lain, menyatakan bahwa kebebasan untuk berpikir,
beragama dan berkeyakinan seperti yang diatur oleh Pasal 18 di
dalam Kovenan tersebut.5
3
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab XA, Pasal 28I,
dapat diakses di: http://www.dpr.go.id/uu/uu1945
4
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, Pasal 4. Dapat diakses di:
http://www.komnasham.go.id/instrumen-ham-nasional/uu-no-39-tahun1999-tentang-ham
5
Lihat, Majelis Umum PBB, Resolusi No. 2200 A, Kovenan Hak-Hak Sipil
dan Politik, Pasal 4 jo. Pasal 18, dapat diakses di:
http://referensi.elsam.or.id/2014/09/kovenan-internasional-hak-haksipil-dan-politik/
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 7
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
BAB III
Hak untuk beragama dan berkeyakinan dijamin di dalam UUD
1945 di dalam 2 Bab , yaitu Bab XA tentang Hak Asasi
Manusia dan, secara khusus, di dalam Bab XI tentang Agama.
Sebagai bagian dari jaminan HAM atas hak untuk beragama,
Pasal 28E ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”6
Sementara jaminan kebebasan untuk berkeyakinan dinyatakan
di dalam Pasal 28E ayat (2) sebagai berikut: “Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”7
Jaminan-jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan
tersebut dipertegas kembali di dalam Pasal 29 ayat (2), yang
6
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, op.cit., Pasal 28E ayat
(1).
7
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, op.cit., Pasal 28E ayat
(2).
8 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
menyatakan bahwa: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan yang
berkali-kali ditegaskan di dalam Konstitusi tersebut, bahkan
ditempatkan sebagai salah-satu hak yang mutlak, seharusnya
menunjukkan betapa besar komitmen yang dijanjikan oleh
negara terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan
hak KBB tersebut.
Selain jaminan konstitusional, seperti yang disebutkan di atas,
pengakuan hukum bagi hak KBB juga terdapat di dalam Pasal
22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang tentang Hak Asasi
Manusia,8 serta Pasal 18 Kovenan Hak-Hak Sipil Politik yang
telah diratifikasi oleh pemerintah melalui Undang-Undang No.
12/2005.9
8
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, op.cit., Pasal 22 ayat (1) dan (2).
9
Lihat,, Majelis Umum PBB, op.cit., Pasal 18.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 9
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
BAB IV
Meskipun Indonesia telah mengakui jaminan atas kebebasan
beragama dan berkeyakinan sebagai bagian dari hak asasi
manusia bagi warga negaranya, namun berbagai praktik
pelanggaran terhadap hak tersebut masih cukup masif terjadi
baik dalam bentuk diskriminasi di ranah hukum dan kebijakan,
diskriminasi di dalam perlakuan di dalam mengakses pelayanan
umum, hingga berbagai bentuk kekerasan, khususnya bagi
kelompok-kelompok agama atau keyakinan yang minoritas.
A. Diskriminasi Hukum dan Kebijakan terhadap Hak KBB
Di ranah hukum dan kebijakan nasional, ada beberapa produk
peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang membatasi
penikmatan hak KBB, yang antara lain adalah sebagai berikut10:
1. Penetapan Presiden (PNPS) No. 1 tahun 1965.
Secara garis besar, PNPS ini mengatur tentang larangan
menyiarkan penafsiran yang berbeda terhadap ajaran dan
praktik agama-agama yang dianut secara sah di Indonesia,
atau untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa
10
Lihat, The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), “Panduan
Pemantauan Tindak Pidana Penodaan Agama dan Ujaran Kebencian atas
Dasar Agama”, (Jakarta: 2012), hlm. 11-14.
10 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
dengan agama-agama tersebut.11 Agama-agama yang diakui
secara resmi tersebut adalah Islam, Kristen, Katolik, Budha,
Hindu dan Khonghucu.12
PNPS ini dapat menghambat penikmatan hak KBB,
khususnya terkait dengan kebebasan individual/kelompok
untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya tersebut.
Meskipun
hak
untuk
memanifestasikan
dan
mengekspresikan agama bukan termasuk hak asasi manusia
yang mutlak (non-derogable), sehingga dapat dibatasi
namun, pembatasan tersebut haruslah dilakukan
berdasarkan pembatasan hak yang sesuai dengan kaedah
hak-hak asasi manusia yaitu pembatasan hak yang dilakukan
untuk “…keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral
masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang
lain…”13 Sementara, pasal 1 PNPS tersebut telah memukul
rata pelarangan bagi segala penafsiran yang di luar pokokpokok ajaran agama yang diketahui oleh Kementerian
Agama, meskipun bukan merupakan ancaman terhadap
keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat,
atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
11
Lihat, Republik Indonesia, Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Pasal 1, dapat
diakses di:
http://www.peraturan.go.id/inc/view/11e44c4e2b836b80835f31323132
3134.html
12
Ibid., Penjelasan terhadap Pasal 1, dapat diakses di:
http://www.peraturan.go.id/inc/view/11e44c4e2b836b80835f31323132
3134.html
13
Majelis Umum PBB, op.cit., Pasal 18 ayat (3).
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 11
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
2. Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
UU Perkawinan hanya mengakui perkawinan yang sah
apabila dilakukan sesuai dengan hukum agama dan
kepercayaan masing-masing. 14 Dalam penerapannya,
ketentuan ini menyulitkan orang-orang yang memeluk
agama atau kepercayaan yang tidak termasuk di dalam
enam agama resmi yang diakui oleh negara.
3. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Pengaturan yang terkait soal materi pengajaran agama yang
diwajibkan di sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi, 15 serta jalur pendidikan formal dan
informal16 di dalam UU ini menciptakan persoalan terkait
dengan ketersediaan pengajar bagi kelompok agama dan
keyakinan minoritas. Hingga seringkali para murid yang
tidak termasuk ke dalam golongan agama mayoritas
dan/atau resmi, diwajibkan untuk mengikuti pelajaran
14
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Perkawinan, Pasal 2, dapat diakses di:
http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf
15
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 37, dapat diakses di:
http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf
16
Ibid., Pasal 30.
12 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
agama yang disediakan di sekolah, meskipun mereka tidak
memeluk agama tersebut.
4. Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 3 tahun
2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut,
Anggota, dan/ atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.
Surat keputusan bersama (SKB) ini melarang Jemaat
Ahmadiyah untuk menghentikan segala “…kegiatan
menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan
umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama
yang dianut di Indonesia…”17 Selain itu, SKB ini juga secara
eksplisit melarang Jemaat Ahmadiyah untuk menjalankan
ibadahnya yang menyerupai cara ibadah suatu agama
tertentu18, yang dalam hal ini adalah agama Islam.
5. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam
Negeri Nomor 9 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas
Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Umat Beragama,
17
Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung,
Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia No 3 tahun 2008 tentang Peringatan dan
Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/ atau Anggota Pengurus Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, Diktum Kesatu, dapat
diakes di:
http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHukum/klep1354606430.pdf
18
Ibid.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 13
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan
Pendirian Rumah Ibadat.
Syarat-syarat pendirian rumah ibadah yang diatur di dalam
Peraturan Bersama ini, khususnya yang terkait dengan
jumlah minimum pengguna rumah ibadah, serta jumlah
minimum persetujuan warga di sekitar wilayah
pembangunan rumah ibadah tersebut, seringkali dijadikan
alat untuk mempersulit pembangunan rumah ibadah bagi
kelompok-kelompok agama yang jumlahnya minoritas di
wilayah tersebut.
B. Praktik-Praktik Diskriminasi dan Pelanggaran Hak KBB di
Tingkat Daerah.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
menemukan bahwa eskalasi dari pelanggaran terhadap
kebebasan beragama telah meningkat dengan sangat
mengkhawatirkan sejak tahun 2005, terutama sejak Majelis
Ulama Indonesia
(MUI) mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI) adalah kelompok yang menyimpang dari ajaran Islam.19
19
Lihat, Atas Nama Agama, Human Rights Watch, 2013, hlm. 36, dapat
diakes di:
https://www.hrw.org/sites/default/files/reports/indonesia0213ba_ForUpl
oad.pdf
14 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Sejak tahun 2014, YLBHI bersama kantor-kantor LBH di
wilayah-wilayah dengan tingkat pelanggaran KBB yang tinggi
seperti Jawab Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera
Barat, membentuk Satuan Tugas untuk Kebebasan Beragama
dan Berkeyakinan (Satgas KBB). Satgas KBB tersebut bertugas
untuk memantau dan melakukan pendampingan hukum serta
advokasi di wilayah mereka masing-masing.
Berikut ini ringkasan temuan-temuan yang dihimpun oleh
Satgas KBB yang telah melakukan pemantauan di wilayah
mereka selama dua tahun belakangan ini.
Situasi KBB di Jawa Barat
Jawa Barat merupakan wilayah dengan tingkat pelanggaran
terhadap hak KBB yang tertinggi. Satgas KBB di wilayah Jawa
Barat menemukan bahwa SKB Menteri Agama, Jaksa Agung
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota dan/atau
Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan
Warga Masyarakat (SKB Tiga Menteri) telah menginspirasi
berbagai kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok JAI di
Jawa Barat hingga saat ini.
Satgas KBB Jawa Barat menemukan bahwa JAI merupakan
kelompok yang paling sering menjadi target pelanggaran hak
KBB, mulai dari bentuk kebijakan yang diskriminatif, perusakan
rumah ibadah mereka, hingga pembunuhan anggota JAI.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 15
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Sejak tahun 2008, kelompok JAI di Jawa Barat mengalami
berbagai bentuk kekerasan seperti berikut ini:
-
Pembakaran Masjid JAI di Parakan Sukabumi (2008);
Perusakan bangunan Mesjid Cibitung Leuwisadeng (2008);
Perusakan rumah anggota JAI di Bogor (2010);
Penyerangan terhadap pemukiman Ahmadiyah di Kampung
Manislor (2010);
- Penyerangan terhadap JAI di Desa Cikeusik, Banten (2011),
yang mengakibatkan tewasnya 3 orang anggota JAI; dan
- penyegelan masjid Ahmadiyah di Tasikmalaya (2015).
Sementara itu, pemerintah daerah Jawa Barat, alih-alih
menjalankan kewajibannya untuk melindungi kelompok JAI,
justru semakin melegitimasi diskriminasi terhadap mereka
dengan mengeluarkan berbagai kebijakan diskriminatif yang
semakin menyulitkan kelompok JAI untuk memeluk,
memanifestasikan dan mengekspresikan keyakinannya di
wilayah Jawa Barat. Salah satu bentuk kebijakan diskriminatif
tersebut adalah Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12
Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah
Indonesia di Jawa Barat yang diikuti oleh peraturan serupa di
kota/kabupaten misalnya Kota Bogor, Depok dan Banjar.
Berbagai kebijakan diskriminatif tersebut, selain semakin
menginspirasikan berbagai intimidasi dan kekerasan terhadap
kelompok JAI, membuat kelompok JAI semakin sulit di dalam
mengakses layanan-layanan publik, salah satunya adalah
kesulitan untuk memiliki KTP. Sebagai ilustrasi, berdasarkan
16 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB di Manislor,
Kuningan, Jawa Barat terdapat sekitar 2772 anggota JAI yang
tidak memiliki KTP.
Sulitnya mendapatkan KTP bagi para anggota JAI juga
didorong oleh MUI yang menyatakan bahwa anggota JAI tidak
dapat mencantumkan Islam sebagai agama di kolom KTP
mereka, sehingga pilihannya adalah dikosongkan atau tetap
ditulis sebagai Islam apabila anggota JAI tersebut melakukan
“pertobatan”. Pendapat ini kemudian disetujui oleh Kepala
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dengan tidak
menerbitkan KTP bagi penganut Ahmadiyah.
Selain kelompok JAI, diskriminasi juga dilakukan terhadap
kelompok Syiah di Jawa Barat. Meskipun Satgas KBB belum
menemukan tindakan kekerasan terhadap kelompok ini, namun
sudah ada kebijakan yang diskriminatif terhadap mereka yaitu,
penerbitan Surat Edaran Wali Kota Nomor: 300/1321Kesbangpol yang melarang perayaan Asyura oleh kelompok
Syiah. Kampanye anti Syiah juga mulai marak di Jawa Barat
dengan dideklarasikannya Aliansi Nasional Anti Syiah
(ANNAS) pada tanggal 15 November, 2015 yang lalu di
Purwakarta.
Namun, berbeda dengan Kota Bogor, pemerintah daerah
Purwakarta justru lebih memiliki komitmen untuk melindungi
hak KBB warganya. Hal ini tercermin dari penerbitan Surat
Edaran Bupati Purwakarta Nomor 450/2621/Kesra tentang
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 17
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Jaminan Melaksanakan Ibadah Berdasarkan Kepercayaan
Masing-Masing.
Kemudian, diskriminasi berdasarkan agama dan keyakinan di
Jawa Barat juga terjadi kepada kelompok Kristen/Katolik.
Berdasarkan pemantauan Satgas KBB Jawa Barat, di Kabupaten
Cianjur, setidak-tidaknya ada sekitar tujuh gereja yang disegel
di kabupaten ini, yaitu: Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI)
Ciranjang, Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Ciranjang,
Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB), Gereja Gerakan
Pentakosta Betlehem (GGPB), Gereja Bethel Indonesia (GBI),
Gereja
Injil
Seutuh
Internasional
(GISI)
dan
GerejaSidangJemaat Allah (GSJA). Penyegelan terjadi di
Kabupaten Bekasi terhadap Gereja HKBP Filadelfia.
Penyegelan ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi
melalui SK Bupati Bekasi No : 300/675/Kesbangponlinmas/ 09,
tertanggal 31 Desember 2009 perihal Penghentian Kegiatan
Pembangunan dan Kegiatan Ibadah, gereja Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP) Filadelfia.
Perlakuan yang diskriminatif juga dirasakan oleh kelompok
penghayat Sunda Wiwitan di Jawa Barat. Perlakuan yang
diskriminatif tersebut khususnya dirasakan di sektor pelayanan
administrasi publik seperti layanan pembuatan akte kelahiran
dan pencatatan perkawinan. Satgas KBB Jawa Barat
menemukan bahwa kelompok penghayat ini mengalami
kesulitan pencatatan perkawinan arena organisasinya tidak
terdaftar di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
sebagaimana disyaratkan oleh UU Adminduk, sehingga
18 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Disducapil tidak dapat memberikan keterangan perkawinan
bagi penghayat Sunda Wiwitan. Akibat dari sulitnya
mencatatkan perkawinan bagi para penghayat Sunda Wiwitan,
mereka pun akhirnya sulit untuk mendapatkan akte kelahiran
bagi anak-anak mereka juga.
Situasi KBB di Yogyakarta.
Selama proses pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB
Yogyakarta, ada berbagai pelanggaran terhadap hak KBB yang
ditemukan berkisar pada pelarangan kegiatan keagamaan,
penolakan izin pembangunan rumah ibadah, serta penyebaran
kebencian oleh kelompok-kelompok intoleran.
Pelarangan kegiatan keagamaan.
1. Pembubaran Camp Rohani “Reclaiming His Love” yang
diselenggarakan oleh Gereja Advent Surakarta, di Kaliuran,
Yogyakarta bulan Juli 2015 dan diikuti oleh 1.500 siswa
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP).
Kegiatan ini dihentikan pada hari pertamanya, oleh
kelompok intoleran yang tergabung di dalam Front Jihad
Islam (FJI). FJI beralasan penyelenggara tidak mengantongi
izin untuk melakukan kegiatan tersebut, padahal
penyelenggara mengaku telah mendapat izin dari Polsek
Cangkringan. Ironisnya, pembubaran kegiatan keagamaan
ini dibiarkan oleh pihak kepolisian setempat.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 19
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
2. Ancaman pembubaran kegiatan pengkajian agama yang
dilakukan oleh Rausyan Fikr Institute oleh Front Jihad
Islam (FJI). Peristiwa pengerahan massa FJI untuk
membubarkan kegiatan keagaam ini terjadi pada bulan
Oktober 2015 di Sleman, Yogyakarta. FJI menuduh
Rausyan Fikr Institute sebagai bagian dari kelompok Shiah,
sehingga kegiatannya harus dibubarkan.
Upaya pembubaran ini bukanlah yang pertama kali, pada
tahun 2014 Lembaga ini juga telah mendapat kecaman serta
penolakan dari kelompok intoleran. Kelompok intoleran
tersebut tergabung di dalam beberapa ormas diantaranya
adalah Forum Umat Islam D.I.Yogyakarata (FUI-D.I.Y)
dan Front Jihad Islam (FJI).
3.
Pelarangan perayaan Paskah di Stadion Kridosono
Yogyakarta. Acara perayaan paskah ini sebelumnya telah
mendapat banyak ancaman dari kelompok intoleran yang
tergabung di dalam Forum Umat Islam D.I.Yogyakarta
(FUI-D.I.Y) melalui berbagai media sosial (medsos).
Meskipun pada akhirnya acara dapat dilaksanakan dengan
lancar, namun sempat di warnai aksi konvoi kelompok
intoleran yang hendak membubarkan acara tersebut yang
kemudian berhasil dihalau oleh beberapa anggota kepolisian
yang pada waktu itu berjaga dilokasi.
Meskipun banyak diketahui khalayak umum, aksi
penolakan dan penyebaran kebencian tersebut, tetap saja
tidak ada seorang pun yang dapat dimintai
pertanggungjawaban.
20 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Penolakan izin pembangunan rumah ibadah.
1. Penolakan terhadap Gereja Baptis Indonesia (GBI) Saman,
Bantul.
GBI Saman sudah berdiri sejak tahun 1992, namun akibat
gempa yang melanda Yogyakarta di tahun 2006, bangunan
gereja tersebut mengalami kerusakan. Untuk memulihkan
kondisi bangunan gereja yang rusak tersebut, maka pihak
GBI Saman merencanakan untuk merenovasi gereja
tersebut.
Namun, upaya untuk merenovasi tersebut terhalang oleh
anjuran dari Pemerintah Kabupaten Bantul yang
menyarankan pihak GBI Saman untuk mengajukan
permohonan izin pembangunan rumah ibadah. Alih-alih
mendapatkan izin pembangunan rumah ibadah, GBI Saman
justru mendapatkan aksi penolakan atas keberadaan gereja
tersebut. Aksi penolakan tersebut dilakukan oleh Forum
Umat Islam (FUI) pada bulan Juli 2015.
Beberapa kali upaya “penggerudukan” oleh anggota FUI
tersebut berhasil dihalau oleh pihak kepolisian. Namun,
beberapa hari berselang dari aksi penolakan oleh FUI
tersebut, terjadi aksi pembakaran terhadap bangunan gereja
tersebut oleh orang yang tak dikenal.
2. Penolakan ijin terhadap Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Pos Palagan, Mlati. Seperti kasus penolakan yang terjadi
pada GBI Saman, aktivitas keagamaan di GKI Pos Palangan
ini juga ditentang oleh kelompok intoleran. Pada Jumat, 02
Oktober 2015 malam, Front Jihad Islam (FJI) menentang
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 21
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
proses keberadaan gereja GKI Pos Palagan dengan alasan
perizinan pendirian rumah ibadah. FJI menilai terjadi
perubahan izin yang tidak resmi dalam proses
pembangunan rumah ibadah.
Situasi KBB di Jawa Timur.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB Jawa
Timur, setidak-tidaknya ada sekitar 38 (tiga puluh delapan)
kasus pelanggaran hak KBB di Jawa Timur sepanjang tahun
2010-2015. Bentuk- bentuk pelanggaran tersebut secara umum
yaitu: (1) Persekusi dan diskriminasi terhadap Jemaat
Ahmadiyah, (2) penyerangan dan kampanye anti Syiah, (3)
larangan aktifitas terhadap Jemaat Majelis Tafsir Al-Qur’an
(MTA), (4) larangan aktifitas terhadap penganut Aliran
Kepercayaan, (5) diskriminasi pelayanan administrasi
kependudukan, (6) masalah ijin pendirian rumah ibadah, dan
(7) tidak dipenuhinya pendidikan yang layak bagi anak-anak
warga pengungsi Syiah Sampang.
Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran hak KBB
yang berhasil dicatat oleh Satgas KBB Jawa Timur tersebut:
1.
Persekusi dan Diskriminasi terhadap Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI).
Hak untuk memanifestasikan dan mengekspresikan agama
bagi kelompok JAI di Jawa Timur sangatlah terlanggar
22 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa Timur
Nomor 188/94/Kpts/013/2011 Tentang Larangan Aktifitas
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jawa Timur.
Akibat Keputusan Gubernur tersebut, Jemaat Ahmadiyah
mengalami berbagai intimidasi dan penyerangan, salah satu
contohnya adalah perusakan dan penyegelan Masjid
Ahmadiyah yang terjadi di Kabupaten Tulungagung pada
tahun 2013. Kemudian, tindakan pelarangan itu terulang
kembali pada tanggal 18 Januari 2016.
2. Kampanye anti Syiah.
Sepanjang tahun 2015, setidaknya ada 4 peristiwa mobilisasi
kampanye intoleran terhadap kelompok Syiah yaitu:
- Kampanye anti Syiah di Kota Bangil Pasuruan pada
tanggal 14 Oktober 2015;
- Deklarasi Aliansi Ulama Madura (AUMA) oleh para
kyai di Pondok Pesantren Nurul Kholil Kabupaten
Bangkalan pada tanggal 31 Oktober 2015;
- Penyelenggaraan
Kajian dan Seminar bertema
“Mewaspadai Bahaya Syiah dan Liberalisme” di Hall
Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya, pada 1
November 2015; dan
- Pernyataan MUI Jawa Timur, pada saat Musyawarah
Daerah ke-IX pada tanggal 19 Desember 2015, yang
mengatakan bahwa sekte syiah adalah sesat,
menyimpang dan menodai agama. Syiah juga dianggap
menjadi ancaman bagi NKRI. MUI Jawa Timur juga
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 23
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
bertekad akan terus membasmi aliran yang dianggap
sesat di Jawa Timur.
3.
Penyerangan Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam
(YAPI) Bangil di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2011.
Peristiwa ini diawali oleh tindakan saling mengolok-olok
antara para santri dari Pondok Pesantren YAPI dengan
anggota jamaah Aswaja yang kemudian semakin memanas
dan diikuti dengan aksi pelemparan batu dan penyerangan
oleh para jamaah Aswaja ke dalam pondok pesantren.
4. Penyerangan terhadap warga Syiah di Sampang.
Dampak dari kampanye kebencian terhadap Syiah terjadi
pada 26 Agustus 2012 di mana terjadi peristiwa
penganiayaan, pembunuhan yang diikuti dengan
pembakaran rumah pengikut Syiah di Kabupaten Sampang.
Ini merupakan puncak peristiwa yang dialami pengikut
syiah di Sampang, sebelumnya ada rangkaian peristiwa
pembakaran dan pengusiran pemimpin Syiah, di mana
sebelumnya terjadi penyerangan oleh 500 orang anti Syiah
yang merangsek dan melempari rumah Ustad Tajul Muluk
dengan batu. Bahkan beberapa saksi menyatakan massa anti
Syiah juga melempar bondet, sejenis petasan yang berisi
paku, beling, dan benda tajam lainnya.
5.
Penyerangan Pondok Pesantren Darus Sholihin Jember
24 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Kasus penyerangan Pondok Pesantren Darus Sholihin yang
diasuh Habib Ali Bin Umar Al-Habsy terjadi pada hari
Rabu 11 September 2013 di Jember. Puluhan warga
menyerang pondok pesantren ini secara brutal. Di dalam
peristiwa penyerangan ini, setidak-tidaknya tiga motor
dibakar. Selain itu, sejumlah perlengkapan Masjid dan
Musolla dirusak, kemudian beberapa perlengkapan kelas
Pondok Pesantren dibakar, bahkan para penyerang nyaris
membakar seluruh pondok pesantren tersebut. Akibat
penyerangan ini, puluhan orang dikabarkan mengalami luka
berat, bahkan seorang pria (dari kelompok penyerang)
meninggal dunia akibat luka bacok saat melakukan
perlawanan.
6. Larangan aktifitas terhadap Jemaat Majelis Tafsir AlQur’an (MTA)
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB
Jawa Timur, sepanjang tahun 2013-2014 terpantau ada 8
(delapan) peristiwa pelanggaran hak atas KBB terhadap
Jemaah MTA, termasuk larangan untuk beribadah, hingga
penyerangan. Pelaku pelanggaran atas hak KBB terhadap
jemaah MTA ini terdiri dari warga, ormas (GP Anshor),
hingga DPRD (Gresik).
7. Larangan
Aktivitas
Kepercayaan.
terhadap
Penganut
Aliran
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 25
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Warga Kelurahan/Kecamatan Plaosan, Kabupaten
Magetan merasa resah dengan kegiatan yang dilakukan
sekelompok masyarakat penganut aliran kepercayaan
Kejawen Pangruwatan Sejati pimpinan Supardi. Aliran
Kejawen dinilai menyimpang dari ajaran agama umumnya,
dan dinilai sebagai ajaran sesat karena kegiatannya pada
malam hari dan berusaha merekrut anak-anak warga
setempat yang masih dibawah umur. Masalah ini akhirnya
dibawa ketingkat desa setempat karena diduga aliran
kepercayaan ini belum melakukan pemberitahuan di Badan
Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang
Linmas) Pemerintah Kabupaten Magetan. Kemudian pada
tanggal 28 Agustus 2014 Kepala Bakesbang Linmas Pemkab
Magetan meminta pimpinan kepercayaan Pangruwatan
Sejati (Supardi) untuk tidak melakukan kegiatannya karena
dianggap meresahkan masyarakat. Permintaan untuk
menghentikan kegiatannya ini dibuat dalam bentuk
pernyataan di kantor kelurahan.
8. Diskriminasi Pelayanan Administrasi Kependudukan
Warga syiah Sampang yang mengungsi atau terusir dari
kampung halamannya mengalami kesulitan di dalam
mengurus data kependudukan mereka. Berdasarkan
pemantauan Satgas KBB Jawa Timur, ada sekitar 30 orang
warga yang sudah memasuki usia dewasa namun tidak bisa
membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sementara warga
26 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
yang sudah memiliki KTP tidak bisa mengganti ke Kartu
Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Pihak Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispenduk)
Kabupaten Sampang meminta rekomendasi dari
Bakesbangpol Kabupaten Sampang saat warga mau
membuat KTP dan e-KTP. Kemudian pihak Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga melarang
warga kembali ke Sampang untuk membuat KTP dan
berjanji akan mendatangkan pihak Dispenduk Sampang ke
tempat pengungsian untuk membuatkan e-KTP warga
dengan alasan demi keamanan. Akan tetapi sampai saat ini
belum ada tindak lanjut. Selain masalah KTP, masalah data
kependudukan lainnya adalah banyak tanggal lahir anakanak yang ada dalam Akta Kelahiran tidak sesuai dengan
yang ada di Kartu Keluarga, namun karena alasan
keamanan untuk saat ini belum bisa merubahnya.
9. Masalah Ijin Pendirian Rumah Ibadah
Sepanjang tahun 2010-2015 persoalan izin IMB pendirian
rumah ibadah masih terus berlanjut. Di Jawa Timur,
terdapat delapan kasus pada tahun 2010 yang berkaitan
dengan masalah IMB, yaitu:
- Penghentian paksa pembangunan dua buah Gereja
(Gereja Katholik Indonesia dan Gereja Kristen Bethany
Indonesia) di Gresik oleh Pemkab Gresik dengan alasan
belum memenuhi persyaratan administrasi dan teknis;
- Penolakan pembangunan Gereja Bethany di Bojonegero;
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 27
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
- Penyegelan tiga tempat ibadah (gereja) yang dianggap
ilegal
yakni
Jimbaran dan Niaga Square di Kota Mojokerto;
Saba,
- Penolakan peresmian Gereja Allah di Margorejo;
- Sulit dan lamanya mengurus ijin pendirian rumah ibadah
terjadi
di
Kabupaten Jombang. 80 persen belum mendpatkan izin,
meski ada yang sudah mengurus sampai empat tahun,
diantaranya Gereja Bethel Diaspora dan Gereja Masa
depan Cerah;
- Penolakan warga terhadap rumah yang digunakan untuk
kebaktian di Sidoarjo; dan
- Penolakan pendirian sekolah anak cacat yang dilakukan
oleh Front Pembela Islam (FPI) Malang dengan alasan
pendirian sekolah tersebut adalah bentuk Kristenisasi di
Kota Batu, Malang.
Situasi KBB di Sumatera Barat.
Di dalam kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB
Sumatera Barat, ada beberapa kebijakan yang diskriminatif dan
berpotensi menciderai hak atas KBB masyarakat Sumatera
Barat, khususnya bagi mereka yang bukan muslim. Berikut ini
beberapa temuan yang dihimpun oleh Satgas KBB Sumatera
Barat terkait dengan situasi kebebasan beragama dan
berkeyakinan di wilayah tersebut.
28 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
1.
Kebijakan-kebijakan yang berpotensi menciderai hak KBB
di Sumatera Barat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berpotensi menciderai
hak KBB warga Sumatera Barat, khususnya yang non
muslim:
- Kebijakan Kewajiban Berpakaian Muslim dan Muslimah
Setidaknya, ada 3 kebijakan daerah mengenai tata cara
berpakaian yaitu; Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman
No. 22 Tahun 2003 tentang Berpakaian Muslim dan
Muslimah bagi Para Pelajar, Mahasiswa dan Karyawan;
disamping itu juga terdapat surat Himbauan Bupati
Tanah Datar No. 451.4.556/Kesra-2001 perihal Himbauan
Berbusana Muslim/Muslimah kepada Dinas Pendidikan
dan Tenaga Kerja; serta Instruksi Wali Kota Padang No.
451.422/Binsos-III/2005 tentang Pelaksanaan Wirid
Remaja
Didikan
Subuh
dan
Berpakaian
Muslim/Muslimah bagi Murid/Pelajar SD/MI,
SLTP/MTS, SLTA/SMK/SMA di Kota Padang.
Sekalipun di dalam aturannya tidak diwajibkan bagi non
muslim, tetapi di dalam praktik siswa non muslim
terpaksa memakai jilbab karena mereka takut dianggap
berbeda dan kadangkala mendapatkan intimidasiintimidasi dari guru.
- Kebijakan Restribusi Jasa Umum Daerah.
Pada tahun 2011 Pemerintah Kota Padang mengeluarkan
Perda No 11 Tahun 2011 tentang Restribusi Jasa Umum.
Perda ini menyamaratakan standar makam tanpa
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 29
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
pengecualian. Peraturan ini menetapkan biaya
pemakaman untuk ukuran makam standar 1 meter x 2
meter atau 2 meter persegi di Lokasi A Rp 375 ribu dan
Lokasi B Rp 300 ribu per makam. Setelah itu setiap dua
tahun, makam akan dikenai sewa tanah Rp125.000 di
Lokasi A dan Rp100.000 di Lokasi B. Untuk retribusi
dua tahunan itu, makam yang lebih luas dari ukuran
standar dikenai retribusi tambahan kelebihan tanah Rp
250.000 per meter persegi di Lokasi A dan Rp 200.000 di
Lokasi B.
Sementara, kebutuhan tanah makam untuk etnis
Tionghoa lebih besar karena sesuai budaya mereka.
Kuburan etnis Tionghoa selalu berdampingan suami istri
dengan ukuran minimal peti mati 2 x 3 meter, sehingga
luas satu kuburan pasangan minimal 4 x 6 meter minimal.
Menurut tokoh etnis Tionghoa yang sekaligus
merupakan anggota DPRD provinsi Sumatera Barat
Albert Hendra Lukman untuk satu kuburan pasangan
etnis Tionghoa dibutuhkan 24 meter persegi. Untuk di
Lokasi A akan dikenai biaya standar 2 meter yaitu
Rp125.000, dan ditambah 22 meter dikalikan Rp 250.000.
Artinya, setiap dua tahun sekali, makam pasangan suamiistri wajib membayar retribusi sebesar Rp 5.625.000 atau
Rp 2.812.500 untuk satu orang, atau Rp1.400.000 untuk
satu orang pertahunnya. Nilai ini jauh lebih mahal
dibandingkan dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang harus dibayar oleh warga negara
30 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
2. Pendirian dan renovasi rumah ibadah.
Seperti di daerah-daerah lain, permasalahan renovasi dan
pendirian rumah ibadah terjadi pula di Sumatera Barat.
Walau belum terjadi kekerasan seperti di beberapa wilayah
lainnya, namun ketatnya syarat pendirian rumah ibadah
menyebabkan kesulitan untuk merenovasi atau mendirikan
rumah ibadah. Padahal,
jumlah rumah ibadah
dibandingkan dengan jumlah pengikutnya sudah tidak
memadai. Merujuk pada Data Sumbar Dalam Angka 2014,
jumlah penganut agama katolik berjumlah 10.689 orang,
dengan 5 rumah ibadah. Ini artinya satu rumah ibadah akan
menampung 2.000 orang. Dan untuk penganut agama
Kristen terdapat 3.971 orang dengan 4 rumah ibadah, ini
berarti satu rumah ibadah akan diisi oleh 1.000 orang.
Sulitnya mendirikan rumah ibadah ini merupakan bentuk
pengutamaan kelompok agama mayoritas (favoritism) oleh
negara.
3. Polemik krematorium.
Sebuah krematorium yang sudah sejak lama dijadikan
tempat mengkremasi jenazah bagi kelompok masyarakat
keturunan Tionghoa di Pondok Padang, Kota Padang,
diprotes keberadaannya oleh sejumlah warga dan pengurus
masjid di Pasa Gadang, Pasabatibuah dan Palinggam,
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 31
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Sumatera Barat. Padahal, krematorium ini sudah
mendapatkan izin dari Pemerintah Kota Pondok Padang,
termasuk lulus uji dampak lingkungan dari Dinas
Lingkungan Hidup. Dan tidak ada keberatan dari warga di
sekitarnya.
Respon pemerintah daerah, dan juga DPRD, sangat lambat,
hingga pemantauan Satgas KBB Sumatera Barat
dirampungkan, belum ada program-program yang dilakukan
oleh pemerintah daerah dalam kaitannya dengan izin
operasional krematorium tersebut.
4. Pemidanaan terhadap Alexander A’an
Kasus Alexander An sudah cukup lama berlalu. Pada tahun
2012, ia dipidana berdasarkan Pasal 28E UU ITE tentang
penyebaran kebencian. Kasus ini terjadi, saat Am masih
bekerja sebagai PNS di Pemda Dhamasraya. Ia dituduh
melakukan penyebaran kebencian karena memposting
sebuah karikatur nabi Muhammad di account facebooknya.
Kasus ini sendiri dipicu oleh rekan kerjanya yang biasa
berdebat dengan Alexander An yang dalam perdebatan itu
sering mempertanyakan keberadaan Tuhan, terkait masih
adanya korupsi, kejahatan dan kemiskinan. Kepada
temannya, Alexander An mengaku tidak mempercayai
Tuhan (atheis). Rekannya, kemudian memprint out
chapture dinding facebook Alexander An, memperbanyak
dan membagi-bagikannya ke masyarakat sambil mengatakan
bahwa : “ada atheis dikantornya”.
32 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Saat ini Alexander An sudah selesai menjalani pidananya,
namun ia tak berani tinggal di Sumatera Barat karena
merasa Sumatera Barat sudah tak bersahabat dengannya.
5. Penolakan Pencatatan Perkawinan Ahmadiyah
Sekalipun pada tahun 2011 Gubernur Sumatera Barat,
menerbitkan Peraturan Gubernur No 17 Tahun 2011
tentang Pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Islamiyah
di Sumatera Barat, namun sejauh ini belum terjadi
pengusiran ataupun kekerasan terhadap penganut
Ahmadiyah. Namun, diskriminasi terjadi dalam bentuk
kesulitan untuk menyelenggarakan aktivitas seminar atau
sosial, dan penolakan pencatatan perkawinan.
Penolakan pencatatan perkawinan bagi Ahmadiyah ini
diformulasikan
dalam
surat
edaran
No.
KO.03.02/14/PW.01/2008 yang melarang wali nagari
mengeluarkan persyaratan administrasi (NA) pernikahan
kepada anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebelum
“bertaubat”, meminta pembantu Pegawai Pencatat Nikah
(PPN) untuk tidak memandu pelaksanaan akad nikah
anggota JAI sebelum menandatangani surat pernyataan
bersyahadat dan meminta JAI untuk membuat surat
perjanjian tidak kembali menjadi pengikut JAI.
Penolakan ini merupakan bentuk diskriminasi yang
dilakukan negara, dan bentuk pemaksaan terhadap orang
lain untuk bertobat. Akibatnya, pasangan Ahmadiyah yang
menikah tidak tercatat, dan hal ini berdampak lanjutan
kepada hak perempuan dan anak-anak yang dilahirkan dari
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 33
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
perkawinan yang tidak tercatat, yaitu kepastian hukum
status perkawinan, dan status anak yang dilahirkan adalah
“anak ibu”.
BAB V
34 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Berbagai temuan yang didapatkan oleh Satgas KBB di wilayah
Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Padang
menunjukkan betapa masifnya pelanggaran terhadap hak atas
KBB dan betapa rentannya kondisi kelompok minoritas agama
di Indonesia.
Di tingkat nasional, temuan-temuan senada juga didapatkan
oleh lembaga dan/atau organisasi yang menjadikan hak atas
KBB sebagai salag satu fokus isu mereka, seperti Komnas
HAM dan Setara Institute. Di dalam laporan akhir tahunnya,
Komnas HAM menemukan bahwa ada sekitar 87 pengaduan
pelanggaran hak atas KBB. 20 Komnas HAM juga mencatat
bahwa pelanggaran hak atas KBB di tahun 2015 meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya, tahun 2014, yang berjumlah
74 pengaduan. 21 Sementara itu, Setara Institute, yang
merupakan organisasi masyarakat sipil yang memiliki perhatian
khusus terhadap hak atas KBB di Indonesia, juga menemukan
adanya peningkatan angka peristiwa pelanggaran dan bentuk
tindakan intoleransi di tahun 2015, jika dibandingkan dengan
tahun 2014.22 Di tahun 2015, Setara Institute menemukan telah
20
Komnas HAM, “LAPORAN AKHIR TAHUN PELAPOR KHUSUS
KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN KOMISI NASIONAL HAK
ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA 2015”, 2015, hlm. 5.
21
Ibid.
22
“Laporan Setara Institute, Pelanggaran Kebebasan Beragama Meningkat
pada 2015.” Kompas.Com: Nasional, 18 Januari 2016:
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 35
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
terjadi 197 peristiwa pelanggaran dan 236 bentuk tindakan
intoleransi, dengan tingkat pelanggaran tertinggi di Jawa Barat,
Aceh dan Jawa Timur.23
Satgas KBB yang melakukan pemantauan di empat wilayah
seperti yang disebutkan di atas menemukan bahwa pelakupelaku utama pelanggaran hak atas KBB adalah Pemerintah
Daerah, ormas-ormas intoleran dan kepolisian. Pemerintah
Daerah melakukan pelanggaran terutama melalui kebijakankebijakan diskriminatif yang dibuatnya, sedangkan ormas
intoleran merupakan aktor yang aktif melakukan tindakan
kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, sementara
kepolisian seringkali gagal memberikan perlindungan bagi
kelompok minoritas dari ancaman maupun penyerangan dan
kekerasan yang dilakukan oleh kelompok intoleran.
Atas temuan-temuan yang dihimpun oleh Satgas KBB di
berbagai wilayah pemantauan, seperti yang telah dipaparkan di
atas, maka melalui Kertas Kebijakan ini, YLBHI ingin
menyampaikan beberapa hal berikut ini kepada Pemerintah
Indonesia:
1. YLBHI mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa
kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan salah
http://nasional.kompas.com/read/2016/01/18/17250491/Laporan.Setar
a.Institute.Pelanggaran.Kebebasan.Beragama.Meningkat.di.2015
23
Ibid.
36 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
satu komponen yang fundamental bagi terselenggaranya
kehidupan bernegara yang damai dan demokratis.
2. YLBHI mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa di
dalam kerangka Negara Hukum yang baik, maka negara
wajib menjalankan kewajibannya untuk menghormati,
melindungi dan memenuhi hak asasi manusia bagi
seluruh warganya tanpa ada pengecualian apapun.
3. YLBHI juga ingin mengingatkan Pemerintah Indonesia
bahwa hak untuk memeluk agama dan keyakinan
adalah merupakan hak asasi manusia yang bersifat
mutlak dan tidak dapat dikurangi penikmatannya baik
dalam keadaan atau atas dasar apapun juga (nonderogable right).
4. Oleh karena itu, YLBHI ingin menekankan kepada
Pemerintah Indonesia untuk menjalankan kewajiban
konstitusionalnya dan kewajiban hukumnya sebagai
Negara Pihak di dalam Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipol), untuk
secara sungguh-sungguh menjalankan kewajibankewajibannya terhadap hak atas kebebasan beragama
dan berkeyakinan sebagai berikut:
- Melindungi setiap individu, baik dari pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh agen-agen negara
dan juga dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu atau badan-badan swasta (nonnegara) yang dapat mengurangi penikmatan hak atas
KBB yang dijamin di dalam Kovenan Hak Sipol;
- Melakukan
upaya-upaya yang tepat atau
melaksanakan due diligence untuk mencegah
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 37
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
terjadinya pelanggaran terhadap hak atas KBB yang
dijamin oleh Kovenan Hak Sipol (preventive
meassures);
- Menyelidiki
dan menghukum para pelaku
pelanggaran terhadap hak atas KBB yang dijamin
oleh Kovenan Hak Sipol (punitive Measures); dan
- Memberikan ganti rugi dan pemulihan yang efektif
dan memadai kepada para korban pelanggaran yang
dilakukan oleh individu-individu atau badan-badan
non-negara (Remedial Measures)
Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut di atas, maka
YLBHI meminta Presiden RI, Joko Widodo, untuk mengambil
kepemimpinan yang tegas di dalam melindungi hak atas KBB
bagi seluruh warga negara Indonesia dengan cara:
1. Mengambil segala langkah yang diperlukan untuk
mencabut berbagai peraturan perundang-undangan dan
kebijakan negara yang menciderai penikmatan hak atas
KBB, termasuk UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama; Keputusan
Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia tahun 2008 tentang Peringatan
dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau
Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI);
dan Peraturan Bersama Menteri No. 9 dan No. 8 tahun
2006 Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
38 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan
Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Umat
2. Memerintahkan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk
segera mencabut berbagai peraturan daerah yang melanggar
ataupun berpotensi melanggar hak atas KBB.
3. Memerintahkan kepada Kementerian Agama untuk
menghentikan segala proses perumusan dan pembahasan
rancangan peraturan perundang-undangan yang berpotensi
melanggar dan mengurangi penikmatan hak atas KBB bagi
warga negara Indonesia.
4. Memerintahkan
kepada
seluruh
jajaran
Kementerian/Lembaga pemerintah yang terkait untuk
segera merumuskan peraturan perundang-undangan yang
dapat secara menyeluruh menjamin penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak atas KBB sesuai dengan
standar dan prinsip HAM yang universal. Proses
perumusan
perundang-undangan ini harus dilakukan
dengan pendekatan yang partisipatoris dengan melibatkan
berbagai kelompok masyarakat sipil, khususnya yang
bergerak dibidang HAM, di dalam setiap tahapan
pembahasannya.
5. Memerintahkan kepada Kapolri untuk menertibkan seluruh
jajarannya untuk menghormati prinsip-prinsip dan standar
HAM di dalam menangani konflik dan potensi konflik yang
bermotifkan agama. Serta menindak dan memproses secara
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 39
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
hukum setiap individu ataupun kelompok yang melakukan
tindakan intoleran terhadap kelompok-kelompok agama
ataupun keyakinan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
6. Menindak dan memberikan sanksi yang tegas kepada
aparat-aparat negara yang melakukan pelanggaran terhadap
hak atas KBB, baik yang melakukannya secara aktif maupun
yang secara pasif mengabaikan tugasnya untuk melindungi
hak atas KBB.
7. Memerintahkan kepada kementerian/lembaga negara yang
terkait untuk segera merumuskan dan memberikan hak atas
pemulihan bagi para korban pelanggaran hak atas KBB,
sesuai dengan prinsip pemulihan yang dirujuk oleh PBB,
dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- Pemenuhan akses terhadap keadilan yang setara dan
efektif kepada korban pelanggaran hak atas KBB;
- Pemberian reparasi yang memadai, efektif dan cepat
atas dampak yang diderita oleh korban pelanggaran hak
atas KBB; ;
- Pemenuhan akses terhadap informasi yang terkait
dengan pelanggaran-pelanggaran dan reparasi.
40 |
“Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan Di Indonesia”
Kertas Kebijakan YLBHI tentang Hak Atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia.
DAN UNTUKKU, AGAMAKU.
„Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan Di Indonesia‟
Kertas Kebijakan YLBHI tentang Hak Atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia.
Tim Peneliti:
YLBHI bersama Satgas KBB LBH Bandung, LBH Yogyakarta,
LBH Surabaya dan LBH Padang
Penulis:
Yasmin Purba
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 1
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan Di Indonesia
© Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 2016
Penulis
Editor
Tim Peneliti
: Yasmin Purba
:
: YLBHI bersama Satgas KBB LBH Bandung,
LBH Yogyakarta, LBH Surabaya dan LBH Padang
Ilustrasi & Tata Letak :
Disain Sampul
:
Diterbitkan oleh
:
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Jalan Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat 10320
Telepon: (021) 3929840 /Faksimili: (021) 31930140
Website: www.ylbhi.or.id / e-mail: [email protected]
ISBN
2 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
DAFTAR ISI
BAB I
Pengantar …………………………………………………………………
BAB II
Pengakuan terhadap Hak atas Kebebasan Beragama
dan Berkeyakinan sebagai Hak Asasi Manusia yang
Mutlak (Hak Absolut) ……………………………………………
BAB III
Jaminan Hukum atas Hak Untuk Memeluk dan
Mempraktikkan Agama dan/atau Keyakinan ……………
BAB IV
Situasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di
Indonesia ………………………………………………………………….
a. Diskriminasi Hukum dan Kebijakan terhadap
Hak KBB ………………………………………………………
b. Praktik-Praktik Diskriminasi dan Pelanggaran
Hak KBB di Tingkat Daerah ………………………….
Situasi KBB di Jawa Barat ………………………...
Situasi KBB di Yogyakarta ………………………..
Situasi KBB di Jawa Timur ……………………….
Situasi KBB di Sumatera Barat ………………….
BAB V
Kesimpulan dan Rekomendasi ……………………………….....
BAB VI
Penutup …………………………………………………………………...
1
3
5
7
7
11
12
16
19
26
32
38
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 3
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
BAB I
Kebebasan untuk memeluk agama atau keyakinan tertentu
adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin secara
hukum di Indonesia. Lebih dari itu, hak atas kebebasan
berpikir, beragama dan berkeyakinan, dikategorikan sebagai hak
yang bersifat mutlak, yang tidak boleh dikurangi
pemenuhannya dalam kondisi apapun.
Namun demikian, dari tahun ke tahun, kita selalu menyaksikan
berbagai pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama
dan berkeyakinan di berbagai wilayah Indonesia. Tingkat
pelanggaran terhadap kebebasan beragama akan terlihat
semakin tinggi bila digabungkan dengan pelanggaranpelanggaran terhadap hak untuk mempraktikkan agama atau
keyakinan, khususnya oleh kelompok-kelompok agama dan/atau
keyakinan yang minoritas.
Policy brief ini dibuat sebagai salah satu upaya Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk
memaparkan temuan-temuan yang dihimpun oleh SatuanSatuan Tugas (Satgas) Kebebasan Beragama yang dibentuk di
Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Barat,
terkait dengan situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di
wilayah-wilayah tersebut. Tujuan utama dari policy brief ini
4 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
adalah untuk menyajikan fakta-fakta dan rekomendasirekomendasi terkait dengan penikmatan hak atas kebebasan
bergama dan berkeyakinan kepada publik dan para pengambil
kebijakan di negeri ini.
Besar harapan kami bahwa berbagai temuan dan rekomendasi
yang kami himpun dan ajukan di dalam policy brief ini dapat
mendorong dan menjadi acuan bagi para pengambil kebijakan
nasional (pemerintah pusat) untuk menyusun kebijakan terkait
dengan penegakkan hak atas kebebasan beragama dan
berkeyakinan di Indonesia yang sejalan dengan prinsip-prinsip
dan standar universal hak asasi manusia (HAM), sesuai dengan
kewajibannya, sebagai penyelenggara negara, untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi HAM bagi setiap
warga negaranya.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 5
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
BAB II
Hak mutlak adalah hak yang penikmatannya tidak dapat
dikurangi dalam keadaaan apapun, sehingga tidak ada satu
dasar apapun yang dapat membenarkan pelanggaran atas hak
tersebut.1 Selain itu, pemenuhan atas hak tersebut juga harus
dilakukan tanpa pengecualian apapun. 2 Di dalam rezim hak
asasi manusia, hak ini juga dikenal dengan istilah hak yang
bersifat non-derogable.
Perumusan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan
(selanjutnya, hak KBB) sebagai hak yang tidak dapat dikurangi
penikmatannya dalam hal apapun, dimuat di dalam berbagai
sumber hukum di Indonesia. Pengakuan yang tertinggi atas hak
KBB di dalam hukum Indonesia tercermin di dalam UndangUndang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
1
Lihat, Alan Gewirth “Are There Any Absolute Rights?”, dalam The
Philosophical Quarterly, Vol. 31, No. 122, Jan. 1981 (Oxford University
Press, 1981), hlm. 2.
2
Ibid.
6 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.3
Pengakuan yang serupa atas hak KBB sebagai hak yang mutlak
ditegaskan juga di dalam Pasal 4 Undang-Undang No.
39/1999. 4 Selain itu, dengan diratifikasinya Kovenan
Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui
Undang-Undang No. 12 tahun 2005, maka pemerintah
Indonesia juga telah mengakui jaminan atas penghormatan yang
mutlak atas hak KBB yang dimuat di dalam Pasal 4 ayat (2)
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik yang,
antara lain, menyatakan bahwa kebebasan untuk berpikir,
beragama dan berkeyakinan seperti yang diatur oleh Pasal 18 di
dalam Kovenan tersebut.5
3
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Bab XA, Pasal 28I,
dapat diakses di: http://www.dpr.go.id/uu/uu1945
4
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, Pasal 4. Dapat diakses di:
http://www.komnasham.go.id/instrumen-ham-nasional/uu-no-39-tahun1999-tentang-ham
5
Lihat, Majelis Umum PBB, Resolusi No. 2200 A, Kovenan Hak-Hak Sipil
dan Politik, Pasal 4 jo. Pasal 18, dapat diakses di:
http://referensi.elsam.or.id/2014/09/kovenan-internasional-hak-haksipil-dan-politik/
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 7
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
BAB III
Hak untuk beragama dan berkeyakinan dijamin di dalam UUD
1945 di dalam 2 Bab , yaitu Bab XA tentang Hak Asasi
Manusia dan, secara khusus, di dalam Bab XI tentang Agama.
Sebagai bagian dari jaminan HAM atas hak untuk beragama,
Pasal 28E ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”6
Sementara jaminan kebebasan untuk berkeyakinan dinyatakan
di dalam Pasal 28E ayat (2) sebagai berikut: “Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”7
Jaminan-jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan
tersebut dipertegas kembali di dalam Pasal 29 ayat (2), yang
6
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, op.cit., Pasal 28E ayat
(1).
7
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, op.cit., Pasal 28E ayat
(2).
8 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
menyatakan bahwa: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Jaminan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan yang
berkali-kali ditegaskan di dalam Konstitusi tersebut, bahkan
ditempatkan sebagai salah-satu hak yang mutlak, seharusnya
menunjukkan betapa besar komitmen yang dijanjikan oleh
negara terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan
hak KBB tersebut.
Selain jaminan konstitusional, seperti yang disebutkan di atas,
pengakuan hukum bagi hak KBB juga terdapat di dalam Pasal
22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang tentang Hak Asasi
Manusia,8 serta Pasal 18 Kovenan Hak-Hak Sipil Politik yang
telah diratifikasi oleh pemerintah melalui Undang-Undang No.
12/2005.9
8
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, op.cit., Pasal 22 ayat (1) dan (2).
9
Lihat,, Majelis Umum PBB, op.cit., Pasal 18.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 9
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
BAB IV
Meskipun Indonesia telah mengakui jaminan atas kebebasan
beragama dan berkeyakinan sebagai bagian dari hak asasi
manusia bagi warga negaranya, namun berbagai praktik
pelanggaran terhadap hak tersebut masih cukup masif terjadi
baik dalam bentuk diskriminasi di ranah hukum dan kebijakan,
diskriminasi di dalam perlakuan di dalam mengakses pelayanan
umum, hingga berbagai bentuk kekerasan, khususnya bagi
kelompok-kelompok agama atau keyakinan yang minoritas.
A. Diskriminasi Hukum dan Kebijakan terhadap Hak KBB
Di ranah hukum dan kebijakan nasional, ada beberapa produk
peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang membatasi
penikmatan hak KBB, yang antara lain adalah sebagai berikut10:
1. Penetapan Presiden (PNPS) No. 1 tahun 1965.
Secara garis besar, PNPS ini mengatur tentang larangan
menyiarkan penafsiran yang berbeda terhadap ajaran dan
praktik agama-agama yang dianut secara sah di Indonesia,
atau untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa
10
Lihat, The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), “Panduan
Pemantauan Tindak Pidana Penodaan Agama dan Ujaran Kebencian atas
Dasar Agama”, (Jakarta: 2012), hlm. 11-14.
10 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
dengan agama-agama tersebut.11 Agama-agama yang diakui
secara resmi tersebut adalah Islam, Kristen, Katolik, Budha,
Hindu dan Khonghucu.12
PNPS ini dapat menghambat penikmatan hak KBB,
khususnya terkait dengan kebebasan individual/kelompok
untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya tersebut.
Meskipun
hak
untuk
memanifestasikan
dan
mengekspresikan agama bukan termasuk hak asasi manusia
yang mutlak (non-derogable), sehingga dapat dibatasi
namun, pembatasan tersebut haruslah dilakukan
berdasarkan pembatasan hak yang sesuai dengan kaedah
hak-hak asasi manusia yaitu pembatasan hak yang dilakukan
untuk “…keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral
masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang
lain…”13 Sementara, pasal 1 PNPS tersebut telah memukul
rata pelarangan bagi segala penafsiran yang di luar pokokpokok ajaran agama yang diketahui oleh Kementerian
Agama, meskipun bukan merupakan ancaman terhadap
keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat,
atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
11
Lihat, Republik Indonesia, Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, Pasal 1, dapat
diakses di:
http://www.peraturan.go.id/inc/view/11e44c4e2b836b80835f31323132
3134.html
12
Ibid., Penjelasan terhadap Pasal 1, dapat diakses di:
http://www.peraturan.go.id/inc/view/11e44c4e2b836b80835f31323132
3134.html
13
Majelis Umum PBB, op.cit., Pasal 18 ayat (3).
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 11
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
2. Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
UU Perkawinan hanya mengakui perkawinan yang sah
apabila dilakukan sesuai dengan hukum agama dan
kepercayaan masing-masing. 14 Dalam penerapannya,
ketentuan ini menyulitkan orang-orang yang memeluk
agama atau kepercayaan yang tidak termasuk di dalam
enam agama resmi yang diakui oleh negara.
3. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Pengaturan yang terkait soal materi pengajaran agama yang
diwajibkan di sekolah, mulai dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi, 15 serta jalur pendidikan formal dan
informal16 di dalam UU ini menciptakan persoalan terkait
dengan ketersediaan pengajar bagi kelompok agama dan
keyakinan minoritas. Hingga seringkali para murid yang
tidak termasuk ke dalam golongan agama mayoritas
dan/atau resmi, diwajibkan untuk mengikuti pelajaran
14
Lihat, Republik Indonesia, Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Perkawinan, Pasal 2, dapat diakses di:
http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf
15
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Pasal 37, dapat diakses di:
http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf
16
Ibid., Pasal 30.
12 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
agama yang disediakan di sekolah, meskipun mereka tidak
memeluk agama tersebut.
4. Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 3 tahun
2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut,
Anggota, dan/ atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.
Surat keputusan bersama (SKB) ini melarang Jemaat
Ahmadiyah untuk menghentikan segala “…kegiatan
menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan
umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama
yang dianut di Indonesia…”17 Selain itu, SKB ini juga secara
eksplisit melarang Jemaat Ahmadiyah untuk menjalankan
ibadahnya yang menyerupai cara ibadah suatu agama
tertentu18, yang dalam hal ini adalah agama Islam.
5. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam
Negeri Nomor 9 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas
Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Umat Beragama,
17
Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Agung,
Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia No 3 tahun 2008 tentang Peringatan dan
Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/ atau Anggota Pengurus Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, Diktum Kesatu, dapat
diakes di:
http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHukum/klep1354606430.pdf
18
Ibid.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 13
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan
Pendirian Rumah Ibadat.
Syarat-syarat pendirian rumah ibadah yang diatur di dalam
Peraturan Bersama ini, khususnya yang terkait dengan
jumlah minimum pengguna rumah ibadah, serta jumlah
minimum persetujuan warga di sekitar wilayah
pembangunan rumah ibadah tersebut, seringkali dijadikan
alat untuk mempersulit pembangunan rumah ibadah bagi
kelompok-kelompok agama yang jumlahnya minoritas di
wilayah tersebut.
B. Praktik-Praktik Diskriminasi dan Pelanggaran Hak KBB di
Tingkat Daerah.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
menemukan bahwa eskalasi dari pelanggaran terhadap
kebebasan beragama telah meningkat dengan sangat
mengkhawatirkan sejak tahun 2005, terutama sejak Majelis
Ulama Indonesia
(MUI) mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI) adalah kelompok yang menyimpang dari ajaran Islam.19
19
Lihat, Atas Nama Agama, Human Rights Watch, 2013, hlm. 36, dapat
diakes di:
https://www.hrw.org/sites/default/files/reports/indonesia0213ba_ForUpl
oad.pdf
14 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Sejak tahun 2014, YLBHI bersama kantor-kantor LBH di
wilayah-wilayah dengan tingkat pelanggaran KBB yang tinggi
seperti Jawab Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera
Barat, membentuk Satuan Tugas untuk Kebebasan Beragama
dan Berkeyakinan (Satgas KBB). Satgas KBB tersebut bertugas
untuk memantau dan melakukan pendampingan hukum serta
advokasi di wilayah mereka masing-masing.
Berikut ini ringkasan temuan-temuan yang dihimpun oleh
Satgas KBB yang telah melakukan pemantauan di wilayah
mereka selama dua tahun belakangan ini.
Situasi KBB di Jawa Barat
Jawa Barat merupakan wilayah dengan tingkat pelanggaran
terhadap hak KBB yang tertinggi. Satgas KBB di wilayah Jawa
Barat menemukan bahwa SKB Menteri Agama, Jaksa Agung
dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota dan/atau
Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan
Warga Masyarakat (SKB Tiga Menteri) telah menginspirasi
berbagai kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok JAI di
Jawa Barat hingga saat ini.
Satgas KBB Jawa Barat menemukan bahwa JAI merupakan
kelompok yang paling sering menjadi target pelanggaran hak
KBB, mulai dari bentuk kebijakan yang diskriminatif, perusakan
rumah ibadah mereka, hingga pembunuhan anggota JAI.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 15
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Sejak tahun 2008, kelompok JAI di Jawa Barat mengalami
berbagai bentuk kekerasan seperti berikut ini:
-
Pembakaran Masjid JAI di Parakan Sukabumi (2008);
Perusakan bangunan Mesjid Cibitung Leuwisadeng (2008);
Perusakan rumah anggota JAI di Bogor (2010);
Penyerangan terhadap pemukiman Ahmadiyah di Kampung
Manislor (2010);
- Penyerangan terhadap JAI di Desa Cikeusik, Banten (2011),
yang mengakibatkan tewasnya 3 orang anggota JAI; dan
- penyegelan masjid Ahmadiyah di Tasikmalaya (2015).
Sementara itu, pemerintah daerah Jawa Barat, alih-alih
menjalankan kewajibannya untuk melindungi kelompok JAI,
justru semakin melegitimasi diskriminasi terhadap mereka
dengan mengeluarkan berbagai kebijakan diskriminatif yang
semakin menyulitkan kelompok JAI untuk memeluk,
memanifestasikan dan mengekspresikan keyakinannya di
wilayah Jawa Barat. Salah satu bentuk kebijakan diskriminatif
tersebut adalah Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12
Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah
Indonesia di Jawa Barat yang diikuti oleh peraturan serupa di
kota/kabupaten misalnya Kota Bogor, Depok dan Banjar.
Berbagai kebijakan diskriminatif tersebut, selain semakin
menginspirasikan berbagai intimidasi dan kekerasan terhadap
kelompok JAI, membuat kelompok JAI semakin sulit di dalam
mengakses layanan-layanan publik, salah satunya adalah
kesulitan untuk memiliki KTP. Sebagai ilustrasi, berdasarkan
16 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB di Manislor,
Kuningan, Jawa Barat terdapat sekitar 2772 anggota JAI yang
tidak memiliki KTP.
Sulitnya mendapatkan KTP bagi para anggota JAI juga
didorong oleh MUI yang menyatakan bahwa anggota JAI tidak
dapat mencantumkan Islam sebagai agama di kolom KTP
mereka, sehingga pilihannya adalah dikosongkan atau tetap
ditulis sebagai Islam apabila anggota JAI tersebut melakukan
“pertobatan”. Pendapat ini kemudian disetujui oleh Kepala
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dengan tidak
menerbitkan KTP bagi penganut Ahmadiyah.
Selain kelompok JAI, diskriminasi juga dilakukan terhadap
kelompok Syiah di Jawa Barat. Meskipun Satgas KBB belum
menemukan tindakan kekerasan terhadap kelompok ini, namun
sudah ada kebijakan yang diskriminatif terhadap mereka yaitu,
penerbitan Surat Edaran Wali Kota Nomor: 300/1321Kesbangpol yang melarang perayaan Asyura oleh kelompok
Syiah. Kampanye anti Syiah juga mulai marak di Jawa Barat
dengan dideklarasikannya Aliansi Nasional Anti Syiah
(ANNAS) pada tanggal 15 November, 2015 yang lalu di
Purwakarta.
Namun, berbeda dengan Kota Bogor, pemerintah daerah
Purwakarta justru lebih memiliki komitmen untuk melindungi
hak KBB warganya. Hal ini tercermin dari penerbitan Surat
Edaran Bupati Purwakarta Nomor 450/2621/Kesra tentang
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 17
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Jaminan Melaksanakan Ibadah Berdasarkan Kepercayaan
Masing-Masing.
Kemudian, diskriminasi berdasarkan agama dan keyakinan di
Jawa Barat juga terjadi kepada kelompok Kristen/Katolik.
Berdasarkan pemantauan Satgas KBB Jawa Barat, di Kabupaten
Cianjur, setidak-tidaknya ada sekitar tujuh gereja yang disegel
di kabupaten ini, yaitu: Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI)
Ciranjang, Gereja Gerakan Pentakosta (GGP) Ciranjang,
Gereja Kristen Perjanjian Baru (GKPB), Gereja Gerakan
Pentakosta Betlehem (GGPB), Gereja Bethel Indonesia (GBI),
Gereja
Injil
Seutuh
Internasional
(GISI)
dan
GerejaSidangJemaat Allah (GSJA). Penyegelan terjadi di
Kabupaten Bekasi terhadap Gereja HKBP Filadelfia.
Penyegelan ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi
melalui SK Bupati Bekasi No : 300/675/Kesbangponlinmas/ 09,
tertanggal 31 Desember 2009 perihal Penghentian Kegiatan
Pembangunan dan Kegiatan Ibadah, gereja Huria Kristen Batak
Protestan (HKBP) Filadelfia.
Perlakuan yang diskriminatif juga dirasakan oleh kelompok
penghayat Sunda Wiwitan di Jawa Barat. Perlakuan yang
diskriminatif tersebut khususnya dirasakan di sektor pelayanan
administrasi publik seperti layanan pembuatan akte kelahiran
dan pencatatan perkawinan. Satgas KBB Jawa Barat
menemukan bahwa kelompok penghayat ini mengalami
kesulitan pencatatan perkawinan arena organisasinya tidak
terdaftar di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
sebagaimana disyaratkan oleh UU Adminduk, sehingga
18 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Disducapil tidak dapat memberikan keterangan perkawinan
bagi penghayat Sunda Wiwitan. Akibat dari sulitnya
mencatatkan perkawinan bagi para penghayat Sunda Wiwitan,
mereka pun akhirnya sulit untuk mendapatkan akte kelahiran
bagi anak-anak mereka juga.
Situasi KBB di Yogyakarta.
Selama proses pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB
Yogyakarta, ada berbagai pelanggaran terhadap hak KBB yang
ditemukan berkisar pada pelarangan kegiatan keagamaan,
penolakan izin pembangunan rumah ibadah, serta penyebaran
kebencian oleh kelompok-kelompok intoleran.
Pelarangan kegiatan keagamaan.
1. Pembubaran Camp Rohani “Reclaiming His Love” yang
diselenggarakan oleh Gereja Advent Surakarta, di Kaliuran,
Yogyakarta bulan Juli 2015 dan diikuti oleh 1.500 siswa
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama
(SMP).
Kegiatan ini dihentikan pada hari pertamanya, oleh
kelompok intoleran yang tergabung di dalam Front Jihad
Islam (FJI). FJI beralasan penyelenggara tidak mengantongi
izin untuk melakukan kegiatan tersebut, padahal
penyelenggara mengaku telah mendapat izin dari Polsek
Cangkringan. Ironisnya, pembubaran kegiatan keagamaan
ini dibiarkan oleh pihak kepolisian setempat.
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 19
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
2. Ancaman pembubaran kegiatan pengkajian agama yang
dilakukan oleh Rausyan Fikr Institute oleh Front Jihad
Islam (FJI). Peristiwa pengerahan massa FJI untuk
membubarkan kegiatan keagaam ini terjadi pada bulan
Oktober 2015 di Sleman, Yogyakarta. FJI menuduh
Rausyan Fikr Institute sebagai bagian dari kelompok Shiah,
sehingga kegiatannya harus dibubarkan.
Upaya pembubaran ini bukanlah yang pertama kali, pada
tahun 2014 Lembaga ini juga telah mendapat kecaman serta
penolakan dari kelompok intoleran. Kelompok intoleran
tersebut tergabung di dalam beberapa ormas diantaranya
adalah Forum Umat Islam D.I.Yogyakarata (FUI-D.I.Y)
dan Front Jihad Islam (FJI).
3.
Pelarangan perayaan Paskah di Stadion Kridosono
Yogyakarta. Acara perayaan paskah ini sebelumnya telah
mendapat banyak ancaman dari kelompok intoleran yang
tergabung di dalam Forum Umat Islam D.I.Yogyakarta
(FUI-D.I.Y) melalui berbagai media sosial (medsos).
Meskipun pada akhirnya acara dapat dilaksanakan dengan
lancar, namun sempat di warnai aksi konvoi kelompok
intoleran yang hendak membubarkan acara tersebut yang
kemudian berhasil dihalau oleh beberapa anggota kepolisian
yang pada waktu itu berjaga dilokasi.
Meskipun banyak diketahui khalayak umum, aksi
penolakan dan penyebaran kebencian tersebut, tetap saja
tidak ada seorang pun yang dapat dimintai
pertanggungjawaban.
20 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Penolakan izin pembangunan rumah ibadah.
1. Penolakan terhadap Gereja Baptis Indonesia (GBI) Saman,
Bantul.
GBI Saman sudah berdiri sejak tahun 1992, namun akibat
gempa yang melanda Yogyakarta di tahun 2006, bangunan
gereja tersebut mengalami kerusakan. Untuk memulihkan
kondisi bangunan gereja yang rusak tersebut, maka pihak
GBI Saman merencanakan untuk merenovasi gereja
tersebut.
Namun, upaya untuk merenovasi tersebut terhalang oleh
anjuran dari Pemerintah Kabupaten Bantul yang
menyarankan pihak GBI Saman untuk mengajukan
permohonan izin pembangunan rumah ibadah. Alih-alih
mendapatkan izin pembangunan rumah ibadah, GBI Saman
justru mendapatkan aksi penolakan atas keberadaan gereja
tersebut. Aksi penolakan tersebut dilakukan oleh Forum
Umat Islam (FUI) pada bulan Juli 2015.
Beberapa kali upaya “penggerudukan” oleh anggota FUI
tersebut berhasil dihalau oleh pihak kepolisian. Namun,
beberapa hari berselang dari aksi penolakan oleh FUI
tersebut, terjadi aksi pembakaran terhadap bangunan gereja
tersebut oleh orang yang tak dikenal.
2. Penolakan ijin terhadap Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Pos Palagan, Mlati. Seperti kasus penolakan yang terjadi
pada GBI Saman, aktivitas keagamaan di GKI Pos Palangan
ini juga ditentang oleh kelompok intoleran. Pada Jumat, 02
Oktober 2015 malam, Front Jihad Islam (FJI) menentang
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 21
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
proses keberadaan gereja GKI Pos Palagan dengan alasan
perizinan pendirian rumah ibadah. FJI menilai terjadi
perubahan izin yang tidak resmi dalam proses
pembangunan rumah ibadah.
Situasi KBB di Jawa Timur.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB Jawa
Timur, setidak-tidaknya ada sekitar 38 (tiga puluh delapan)
kasus pelanggaran hak KBB di Jawa Timur sepanjang tahun
2010-2015. Bentuk- bentuk pelanggaran tersebut secara umum
yaitu: (1) Persekusi dan diskriminasi terhadap Jemaat
Ahmadiyah, (2) penyerangan dan kampanye anti Syiah, (3)
larangan aktifitas terhadap Jemaat Majelis Tafsir Al-Qur’an
(MTA), (4) larangan aktifitas terhadap penganut Aliran
Kepercayaan, (5) diskriminasi pelayanan administrasi
kependudukan, (6) masalah ijin pendirian rumah ibadah, dan
(7) tidak dipenuhinya pendidikan yang layak bagi anak-anak
warga pengungsi Syiah Sampang.
Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran hak KBB
yang berhasil dicatat oleh Satgas KBB Jawa Timur tersebut:
1.
Persekusi dan Diskriminasi terhadap Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI).
Hak untuk memanifestasikan dan mengekspresikan agama
bagi kelompok JAI di Jawa Timur sangatlah terlanggar
22 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Jawa Timur
Nomor 188/94/Kpts/013/2011 Tentang Larangan Aktifitas
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Jawa Timur.
Akibat Keputusan Gubernur tersebut, Jemaat Ahmadiyah
mengalami berbagai intimidasi dan penyerangan, salah satu
contohnya adalah perusakan dan penyegelan Masjid
Ahmadiyah yang terjadi di Kabupaten Tulungagung pada
tahun 2013. Kemudian, tindakan pelarangan itu terulang
kembali pada tanggal 18 Januari 2016.
2. Kampanye anti Syiah.
Sepanjang tahun 2015, setidaknya ada 4 peristiwa mobilisasi
kampanye intoleran terhadap kelompok Syiah yaitu:
- Kampanye anti Syiah di Kota Bangil Pasuruan pada
tanggal 14 Oktober 2015;
- Deklarasi Aliansi Ulama Madura (AUMA) oleh para
kyai di Pondok Pesantren Nurul Kholil Kabupaten
Bangkalan pada tanggal 31 Oktober 2015;
- Penyelenggaraan
Kajian dan Seminar bertema
“Mewaspadai Bahaya Syiah dan Liberalisme” di Hall
Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya, pada 1
November 2015; dan
- Pernyataan MUI Jawa Timur, pada saat Musyawarah
Daerah ke-IX pada tanggal 19 Desember 2015, yang
mengatakan bahwa sekte syiah adalah sesat,
menyimpang dan menodai agama. Syiah juga dianggap
menjadi ancaman bagi NKRI. MUI Jawa Timur juga
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 23
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
bertekad akan terus membasmi aliran yang dianggap
sesat di Jawa Timur.
3.
Penyerangan Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam
(YAPI) Bangil di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2011.
Peristiwa ini diawali oleh tindakan saling mengolok-olok
antara para santri dari Pondok Pesantren YAPI dengan
anggota jamaah Aswaja yang kemudian semakin memanas
dan diikuti dengan aksi pelemparan batu dan penyerangan
oleh para jamaah Aswaja ke dalam pondok pesantren.
4. Penyerangan terhadap warga Syiah di Sampang.
Dampak dari kampanye kebencian terhadap Syiah terjadi
pada 26 Agustus 2012 di mana terjadi peristiwa
penganiayaan, pembunuhan yang diikuti dengan
pembakaran rumah pengikut Syiah di Kabupaten Sampang.
Ini merupakan puncak peristiwa yang dialami pengikut
syiah di Sampang, sebelumnya ada rangkaian peristiwa
pembakaran dan pengusiran pemimpin Syiah, di mana
sebelumnya terjadi penyerangan oleh 500 orang anti Syiah
yang merangsek dan melempari rumah Ustad Tajul Muluk
dengan batu. Bahkan beberapa saksi menyatakan massa anti
Syiah juga melempar bondet, sejenis petasan yang berisi
paku, beling, dan benda tajam lainnya.
5.
Penyerangan Pondok Pesantren Darus Sholihin Jember
24 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Kasus penyerangan Pondok Pesantren Darus Sholihin yang
diasuh Habib Ali Bin Umar Al-Habsy terjadi pada hari
Rabu 11 September 2013 di Jember. Puluhan warga
menyerang pondok pesantren ini secara brutal. Di dalam
peristiwa penyerangan ini, setidak-tidaknya tiga motor
dibakar. Selain itu, sejumlah perlengkapan Masjid dan
Musolla dirusak, kemudian beberapa perlengkapan kelas
Pondok Pesantren dibakar, bahkan para penyerang nyaris
membakar seluruh pondok pesantren tersebut. Akibat
penyerangan ini, puluhan orang dikabarkan mengalami luka
berat, bahkan seorang pria (dari kelompok penyerang)
meninggal dunia akibat luka bacok saat melakukan
perlawanan.
6. Larangan aktifitas terhadap Jemaat Majelis Tafsir AlQur’an (MTA)
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB
Jawa Timur, sepanjang tahun 2013-2014 terpantau ada 8
(delapan) peristiwa pelanggaran hak atas KBB terhadap
Jemaah MTA, termasuk larangan untuk beribadah, hingga
penyerangan. Pelaku pelanggaran atas hak KBB terhadap
jemaah MTA ini terdiri dari warga, ormas (GP Anshor),
hingga DPRD (Gresik).
7. Larangan
Aktivitas
Kepercayaan.
terhadap
Penganut
Aliran
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 25
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Warga Kelurahan/Kecamatan Plaosan, Kabupaten
Magetan merasa resah dengan kegiatan yang dilakukan
sekelompok masyarakat penganut aliran kepercayaan
Kejawen Pangruwatan Sejati pimpinan Supardi. Aliran
Kejawen dinilai menyimpang dari ajaran agama umumnya,
dan dinilai sebagai ajaran sesat karena kegiatannya pada
malam hari dan berusaha merekrut anak-anak warga
setempat yang masih dibawah umur. Masalah ini akhirnya
dibawa ketingkat desa setempat karena diduga aliran
kepercayaan ini belum melakukan pemberitahuan di Badan
Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang
Linmas) Pemerintah Kabupaten Magetan. Kemudian pada
tanggal 28 Agustus 2014 Kepala Bakesbang Linmas Pemkab
Magetan meminta pimpinan kepercayaan Pangruwatan
Sejati (Supardi) untuk tidak melakukan kegiatannya karena
dianggap meresahkan masyarakat. Permintaan untuk
menghentikan kegiatannya ini dibuat dalam bentuk
pernyataan di kantor kelurahan.
8. Diskriminasi Pelayanan Administrasi Kependudukan
Warga syiah Sampang yang mengungsi atau terusir dari
kampung halamannya mengalami kesulitan di dalam
mengurus data kependudukan mereka. Berdasarkan
pemantauan Satgas KBB Jawa Timur, ada sekitar 30 orang
warga yang sudah memasuki usia dewasa namun tidak bisa
membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sementara warga
26 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
yang sudah memiliki KTP tidak bisa mengganti ke Kartu
Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Pihak Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispenduk)
Kabupaten Sampang meminta rekomendasi dari
Bakesbangpol Kabupaten Sampang saat warga mau
membuat KTP dan e-KTP. Kemudian pihak Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga melarang
warga kembali ke Sampang untuk membuat KTP dan
berjanji akan mendatangkan pihak Dispenduk Sampang ke
tempat pengungsian untuk membuatkan e-KTP warga
dengan alasan demi keamanan. Akan tetapi sampai saat ini
belum ada tindak lanjut. Selain masalah KTP, masalah data
kependudukan lainnya adalah banyak tanggal lahir anakanak yang ada dalam Akta Kelahiran tidak sesuai dengan
yang ada di Kartu Keluarga, namun karena alasan
keamanan untuk saat ini belum bisa merubahnya.
9. Masalah Ijin Pendirian Rumah Ibadah
Sepanjang tahun 2010-2015 persoalan izin IMB pendirian
rumah ibadah masih terus berlanjut. Di Jawa Timur,
terdapat delapan kasus pada tahun 2010 yang berkaitan
dengan masalah IMB, yaitu:
- Penghentian paksa pembangunan dua buah Gereja
(Gereja Katholik Indonesia dan Gereja Kristen Bethany
Indonesia) di Gresik oleh Pemkab Gresik dengan alasan
belum memenuhi persyaratan administrasi dan teknis;
- Penolakan pembangunan Gereja Bethany di Bojonegero;
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 27
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
- Penyegelan tiga tempat ibadah (gereja) yang dianggap
ilegal
yakni
Jimbaran dan Niaga Square di Kota Mojokerto;
Saba,
- Penolakan peresmian Gereja Allah di Margorejo;
- Sulit dan lamanya mengurus ijin pendirian rumah ibadah
terjadi
di
Kabupaten Jombang. 80 persen belum mendpatkan izin,
meski ada yang sudah mengurus sampai empat tahun,
diantaranya Gereja Bethel Diaspora dan Gereja Masa
depan Cerah;
- Penolakan warga terhadap rumah yang digunakan untuk
kebaktian di Sidoarjo; dan
- Penolakan pendirian sekolah anak cacat yang dilakukan
oleh Front Pembela Islam (FPI) Malang dengan alasan
pendirian sekolah tersebut adalah bentuk Kristenisasi di
Kota Batu, Malang.
Situasi KBB di Sumatera Barat.
Di dalam kegiatan pemantauan yang dilakukan oleh Satgas KBB
Sumatera Barat, ada beberapa kebijakan yang diskriminatif dan
berpotensi menciderai hak atas KBB masyarakat Sumatera
Barat, khususnya bagi mereka yang bukan muslim. Berikut ini
beberapa temuan yang dihimpun oleh Satgas KBB Sumatera
Barat terkait dengan situasi kebebasan beragama dan
berkeyakinan di wilayah tersebut.
28 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
1.
Kebijakan-kebijakan yang berpotensi menciderai hak KBB
di Sumatera Barat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berpotensi menciderai
hak KBB warga Sumatera Barat, khususnya yang non
muslim:
- Kebijakan Kewajiban Berpakaian Muslim dan Muslimah
Setidaknya, ada 3 kebijakan daerah mengenai tata cara
berpakaian yaitu; Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman
No. 22 Tahun 2003 tentang Berpakaian Muslim dan
Muslimah bagi Para Pelajar, Mahasiswa dan Karyawan;
disamping itu juga terdapat surat Himbauan Bupati
Tanah Datar No. 451.4.556/Kesra-2001 perihal Himbauan
Berbusana Muslim/Muslimah kepada Dinas Pendidikan
dan Tenaga Kerja; serta Instruksi Wali Kota Padang No.
451.422/Binsos-III/2005 tentang Pelaksanaan Wirid
Remaja
Didikan
Subuh
dan
Berpakaian
Muslim/Muslimah bagi Murid/Pelajar SD/MI,
SLTP/MTS, SLTA/SMK/SMA di Kota Padang.
Sekalipun di dalam aturannya tidak diwajibkan bagi non
muslim, tetapi di dalam praktik siswa non muslim
terpaksa memakai jilbab karena mereka takut dianggap
berbeda dan kadangkala mendapatkan intimidasiintimidasi dari guru.
- Kebijakan Restribusi Jasa Umum Daerah.
Pada tahun 2011 Pemerintah Kota Padang mengeluarkan
Perda No 11 Tahun 2011 tentang Restribusi Jasa Umum.
Perda ini menyamaratakan standar makam tanpa
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 29
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
pengecualian. Peraturan ini menetapkan biaya
pemakaman untuk ukuran makam standar 1 meter x 2
meter atau 2 meter persegi di Lokasi A Rp 375 ribu dan
Lokasi B Rp 300 ribu per makam. Setelah itu setiap dua
tahun, makam akan dikenai sewa tanah Rp125.000 di
Lokasi A dan Rp100.000 di Lokasi B. Untuk retribusi
dua tahunan itu, makam yang lebih luas dari ukuran
standar dikenai retribusi tambahan kelebihan tanah Rp
250.000 per meter persegi di Lokasi A dan Rp 200.000 di
Lokasi B.
Sementara, kebutuhan tanah makam untuk etnis
Tionghoa lebih besar karena sesuai budaya mereka.
Kuburan etnis Tionghoa selalu berdampingan suami istri
dengan ukuran minimal peti mati 2 x 3 meter, sehingga
luas satu kuburan pasangan minimal 4 x 6 meter minimal.
Menurut tokoh etnis Tionghoa yang sekaligus
merupakan anggota DPRD provinsi Sumatera Barat
Albert Hendra Lukman untuk satu kuburan pasangan
etnis Tionghoa dibutuhkan 24 meter persegi. Untuk di
Lokasi A akan dikenai biaya standar 2 meter yaitu
Rp125.000, dan ditambah 22 meter dikalikan Rp 250.000.
Artinya, setiap dua tahun sekali, makam pasangan suamiistri wajib membayar retribusi sebesar Rp 5.625.000 atau
Rp 2.812.500 untuk satu orang, atau Rp1.400.000 untuk
satu orang pertahunnya. Nilai ini jauh lebih mahal
dibandingkan dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
yang harus dibayar oleh warga negara
30 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
2. Pendirian dan renovasi rumah ibadah.
Seperti di daerah-daerah lain, permasalahan renovasi dan
pendirian rumah ibadah terjadi pula di Sumatera Barat.
Walau belum terjadi kekerasan seperti di beberapa wilayah
lainnya, namun ketatnya syarat pendirian rumah ibadah
menyebabkan kesulitan untuk merenovasi atau mendirikan
rumah ibadah. Padahal,
jumlah rumah ibadah
dibandingkan dengan jumlah pengikutnya sudah tidak
memadai. Merujuk pada Data Sumbar Dalam Angka 2014,
jumlah penganut agama katolik berjumlah 10.689 orang,
dengan 5 rumah ibadah. Ini artinya satu rumah ibadah akan
menampung 2.000 orang. Dan untuk penganut agama
Kristen terdapat 3.971 orang dengan 4 rumah ibadah, ini
berarti satu rumah ibadah akan diisi oleh 1.000 orang.
Sulitnya mendirikan rumah ibadah ini merupakan bentuk
pengutamaan kelompok agama mayoritas (favoritism) oleh
negara.
3. Polemik krematorium.
Sebuah krematorium yang sudah sejak lama dijadikan
tempat mengkremasi jenazah bagi kelompok masyarakat
keturunan Tionghoa di Pondok Padang, Kota Padang,
diprotes keberadaannya oleh sejumlah warga dan pengurus
masjid di Pasa Gadang, Pasabatibuah dan Palinggam,
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 31
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
Sumatera Barat. Padahal, krematorium ini sudah
mendapatkan izin dari Pemerintah Kota Pondok Padang,
termasuk lulus uji dampak lingkungan dari Dinas
Lingkungan Hidup. Dan tidak ada keberatan dari warga di
sekitarnya.
Respon pemerintah daerah, dan juga DPRD, sangat lambat,
hingga pemantauan Satgas KBB Sumatera Barat
dirampungkan, belum ada program-program yang dilakukan
oleh pemerintah daerah dalam kaitannya dengan izin
operasional krematorium tersebut.
4. Pemidanaan terhadap Alexander A’an
Kasus Alexander An sudah cukup lama berlalu. Pada tahun
2012, ia dipidana berdasarkan Pasal 28E UU ITE tentang
penyebaran kebencian. Kasus ini terjadi, saat Am masih
bekerja sebagai PNS di Pemda Dhamasraya. Ia dituduh
melakukan penyebaran kebencian karena memposting
sebuah karikatur nabi Muhammad di account facebooknya.
Kasus ini sendiri dipicu oleh rekan kerjanya yang biasa
berdebat dengan Alexander An yang dalam perdebatan itu
sering mempertanyakan keberadaan Tuhan, terkait masih
adanya korupsi, kejahatan dan kemiskinan. Kepada
temannya, Alexander An mengaku tidak mempercayai
Tuhan (atheis). Rekannya, kemudian memprint out
chapture dinding facebook Alexander An, memperbanyak
dan membagi-bagikannya ke masyarakat sambil mengatakan
bahwa : “ada atheis dikantornya”.
32 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Saat ini Alexander An sudah selesai menjalani pidananya,
namun ia tak berani tinggal di Sumatera Barat karena
merasa Sumatera Barat sudah tak bersahabat dengannya.
5. Penolakan Pencatatan Perkawinan Ahmadiyah
Sekalipun pada tahun 2011 Gubernur Sumatera Barat,
menerbitkan Peraturan Gubernur No 17 Tahun 2011
tentang Pelarangan aktivitas Jemaat Ahmadiyah Islamiyah
di Sumatera Barat, namun sejauh ini belum terjadi
pengusiran ataupun kekerasan terhadap penganut
Ahmadiyah. Namun, diskriminasi terjadi dalam bentuk
kesulitan untuk menyelenggarakan aktivitas seminar atau
sosial, dan penolakan pencatatan perkawinan.
Penolakan pencatatan perkawinan bagi Ahmadiyah ini
diformulasikan
dalam
surat
edaran
No.
KO.03.02/14/PW.01/2008 yang melarang wali nagari
mengeluarkan persyaratan administrasi (NA) pernikahan
kepada anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia sebelum
“bertaubat”, meminta pembantu Pegawai Pencatat Nikah
(PPN) untuk tidak memandu pelaksanaan akad nikah
anggota JAI sebelum menandatangani surat pernyataan
bersyahadat dan meminta JAI untuk membuat surat
perjanjian tidak kembali menjadi pengikut JAI.
Penolakan ini merupakan bentuk diskriminasi yang
dilakukan negara, dan bentuk pemaksaan terhadap orang
lain untuk bertobat. Akibatnya, pasangan Ahmadiyah yang
menikah tidak tercatat, dan hal ini berdampak lanjutan
kepada hak perempuan dan anak-anak yang dilahirkan dari
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 33
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
perkawinan yang tidak tercatat, yaitu kepastian hukum
status perkawinan, dan status anak yang dilahirkan adalah
“anak ibu”.
BAB V
34 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Berbagai temuan yang didapatkan oleh Satgas KBB di wilayah
Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sumatera Padang
menunjukkan betapa masifnya pelanggaran terhadap hak atas
KBB dan betapa rentannya kondisi kelompok minoritas agama
di Indonesia.
Di tingkat nasional, temuan-temuan senada juga didapatkan
oleh lembaga dan/atau organisasi yang menjadikan hak atas
KBB sebagai salag satu fokus isu mereka, seperti Komnas
HAM dan Setara Institute. Di dalam laporan akhir tahunnya,
Komnas HAM menemukan bahwa ada sekitar 87 pengaduan
pelanggaran hak atas KBB. 20 Komnas HAM juga mencatat
bahwa pelanggaran hak atas KBB di tahun 2015 meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya, tahun 2014, yang berjumlah
74 pengaduan. 21 Sementara itu, Setara Institute, yang
merupakan organisasi masyarakat sipil yang memiliki perhatian
khusus terhadap hak atas KBB di Indonesia, juga menemukan
adanya peningkatan angka peristiwa pelanggaran dan bentuk
tindakan intoleransi di tahun 2015, jika dibandingkan dengan
tahun 2014.22 Di tahun 2015, Setara Institute menemukan telah
20
Komnas HAM, “LAPORAN AKHIR TAHUN PELAPOR KHUSUS
KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN KOMISI NASIONAL HAK
ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA 2015”, 2015, hlm. 5.
21
Ibid.
22
“Laporan Setara Institute, Pelanggaran Kebebasan Beragama Meningkat
pada 2015.” Kompas.Com: Nasional, 18 Januari 2016:
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 35
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
terjadi 197 peristiwa pelanggaran dan 236 bentuk tindakan
intoleransi, dengan tingkat pelanggaran tertinggi di Jawa Barat,
Aceh dan Jawa Timur.23
Satgas KBB yang melakukan pemantauan di empat wilayah
seperti yang disebutkan di atas menemukan bahwa pelakupelaku utama pelanggaran hak atas KBB adalah Pemerintah
Daerah, ormas-ormas intoleran dan kepolisian. Pemerintah
Daerah melakukan pelanggaran terutama melalui kebijakankebijakan diskriminatif yang dibuatnya, sedangkan ormas
intoleran merupakan aktor yang aktif melakukan tindakan
kekerasan terhadap kelompok agama minoritas, sementara
kepolisian seringkali gagal memberikan perlindungan bagi
kelompok minoritas dari ancaman maupun penyerangan dan
kekerasan yang dilakukan oleh kelompok intoleran.
Atas temuan-temuan yang dihimpun oleh Satgas KBB di
berbagai wilayah pemantauan, seperti yang telah dipaparkan di
atas, maka melalui Kertas Kebijakan ini, YLBHI ingin
menyampaikan beberapa hal berikut ini kepada Pemerintah
Indonesia:
1. YLBHI mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa
kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan salah
http://nasional.kompas.com/read/2016/01/18/17250491/Laporan.Setar
a.Institute.Pelanggaran.Kebebasan.Beragama.Meningkat.di.2015
23
Ibid.
36 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
satu komponen yang fundamental bagi terselenggaranya
kehidupan bernegara yang damai dan demokratis.
2. YLBHI mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa di
dalam kerangka Negara Hukum yang baik, maka negara
wajib menjalankan kewajibannya untuk menghormati,
melindungi dan memenuhi hak asasi manusia bagi
seluruh warganya tanpa ada pengecualian apapun.
3. YLBHI juga ingin mengingatkan Pemerintah Indonesia
bahwa hak untuk memeluk agama dan keyakinan
adalah merupakan hak asasi manusia yang bersifat
mutlak dan tidak dapat dikurangi penikmatannya baik
dalam keadaan atau atas dasar apapun juga (nonderogable right).
4. Oleh karena itu, YLBHI ingin menekankan kepada
Pemerintah Indonesia untuk menjalankan kewajiban
konstitusionalnya dan kewajiban hukumnya sebagai
Negara Pihak di dalam Kovenan Internasional tentang
Hak-Hak Sipil dan Politik (Kovenan Hak Sipol), untuk
secara sungguh-sungguh menjalankan kewajibankewajibannya terhadap hak atas kebebasan beragama
dan berkeyakinan sebagai berikut:
- Melindungi setiap individu, baik dari pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh agen-agen negara
dan juga dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu atau badan-badan swasta (nonnegara) yang dapat mengurangi penikmatan hak atas
KBB yang dijamin di dalam Kovenan Hak Sipol;
- Melakukan
upaya-upaya yang tepat atau
melaksanakan due diligence untuk mencegah
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 37
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
terjadinya pelanggaran terhadap hak atas KBB yang
dijamin oleh Kovenan Hak Sipol (preventive
meassures);
- Menyelidiki
dan menghukum para pelaku
pelanggaran terhadap hak atas KBB yang dijamin
oleh Kovenan Hak Sipol (punitive Measures); dan
- Memberikan ganti rugi dan pemulihan yang efektif
dan memadai kepada para korban pelanggaran yang
dilakukan oleh individu-individu atau badan-badan
non-negara (Remedial Measures)
Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut di atas, maka
YLBHI meminta Presiden RI, Joko Widodo, untuk mengambil
kepemimpinan yang tegas di dalam melindungi hak atas KBB
bagi seluruh warga negara Indonesia dengan cara:
1. Mengambil segala langkah yang diperlukan untuk
mencabut berbagai peraturan perundang-undangan dan
kebijakan negara yang menciderai penikmatan hak atas
KBB, termasuk UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama; Keputusan
Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia tahun 2008 tentang Peringatan
dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau
Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI);
dan Peraturan Bersama Menteri No. 9 dan No. 8 tahun
2006 Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
38 | Kertas Kebijakan YLBHI
Mendorong Penegakkan Hak Atas Kebebasan Beragana dan Berkeyakinan di Indonesia
Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan
Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
Umat
2. Memerintahkan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk
segera mencabut berbagai peraturan daerah yang melanggar
ataupun berpotensi melanggar hak atas KBB.
3. Memerintahkan kepada Kementerian Agama untuk
menghentikan segala proses perumusan dan pembahasan
rancangan peraturan perundang-undangan yang berpotensi
melanggar dan mengurangi penikmatan hak atas KBB bagi
warga negara Indonesia.
4. Memerintahkan
kepada
seluruh
jajaran
Kementerian/Lembaga pemerintah yang terkait untuk
segera merumuskan peraturan perundang-undangan yang
dapat secara menyeluruh menjamin penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak atas KBB sesuai dengan
standar dan prinsip HAM yang universal. Proses
perumusan
perundang-undangan ini harus dilakukan
dengan pendekatan yang partisipatoris dengan melibatkan
berbagai kelompok masyarakat sipil, khususnya yang
bergerak dibidang HAM, di dalam setiap tahapan
pembahasannya.
5. Memerintahkan kepada Kapolri untuk menertibkan seluruh
jajarannya untuk menghormati prinsip-prinsip dan standar
HAM di dalam menangani konflik dan potensi konflik yang
bermotifkan agama. Serta menindak dan memproses secara
Hak Atas Kebebasan Beragaman dan Berkeyakinan di Indonesia | 39
DAN UNTUKKU, AGAMAKU
hukum setiap individu ataupun kelompok yang melakukan
tindakan intoleran terhadap kelompok-kelompok agama
ataupun keyakinan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
6. Menindak dan memberikan sanksi yang tegas kepada
aparat-aparat negara yang melakukan pelanggaran terhadap
hak atas KBB, baik yang melakukannya secara aktif maupun
yang secara pasif mengabaikan tugasnya untuk melindungi
hak atas KBB.
7. Memerintahkan kepada kementerian/lembaga negara yang
terkait untuk segera merumuskan dan memberikan hak atas
pemulihan bagi para korban pelanggaran hak atas KBB,
sesuai dengan prinsip pemulihan yang dirujuk oleh PBB,
dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
- Pemenuhan akses terhadap keadilan yang setara dan
efektif kepada korban pelanggaran hak atas KBB;
- Pemberian reparasi yang memadai, efektif dan cepat
atas dampak yang diderita oleh korban pelanggaran hak
atas KBB; ;
- Pemenuhan akses terhadap informasi yang terkait
dengan pelanggaran-pelanggaran dan reparasi.
40 |