TUGAS REVIEW PKN POLITIK HUKUM HAM TENTA

Nadhira Annisa Putri
04011281621128
MKDU 3

TUGAS REVIEW PKN
“POLITIK HUKUM HAM TENTANG HAK-HAK POLITIK
PEREMPUAN DI INDONESIA”
Oleh : Nurhidayatuloh, SHI, S.Pd, SH., LL. M.,MH.,M.H.I
Gender berasal dari bahasa latin “GENUS” yang berarti jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan
perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun
budaya. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan perempuan yang
didasarkan pada ciri sosial masing (Zainuddin, 2006: 1).
Kesetaraan gender merujuk kepada keadaan setara dalam mendapatkan hak dan kewajiban.
Jargon kesetaraan gender ini marak dikumandangkan oleh para aktivis sosial, khususnya kaum
perempuan, yang menolak kebijakan-kebijakan pemerintah yang cenderung mendiskreditkan
kaum perempuan.
Kasus diskriminasi laki laki terhadap perempuan tidak hanya disatu bidang saja, melainkan
banyak hal. Baik itu dalam lingkup, keluarga, sosial, politik, ekonomi, bahkam kepemimpinan*.
Kaum perempuan sering ditempatkan dalam posisi sebagai obyek pelengkap saja. Dihambat
untuk bersekolah tinggi, mendapatkan karir yang diinginkan, diperlakukan seperti "anak
bawang" dalam lingkup pekerjaan hanyalah tiga dari beberapa kasus diskriminasi yang sering

kaum perempuan rasakan di Indonesia. Kalimat "Perempuan tak perlu sekolah tinggi karena pada
akhirnya akan kembali ke dapur" adalah satu dari perkataan yang seolah-olah perempuan adalah
inferior dari laki-laki dan tak perlu mengemban ilmu yang tinggi.
Perlakuan-perlakuan terhadap kaum perempuan ini tak jarang diperkuat dengan adanya doktrin
adat istiadat, budaya, sosial, dan kepercayaan masyarakat yang menganggap itu semua adalah
wajar.
Isu ini tidak hanya terjadi di indonesia saja, melainkan terjadi di negara-negara lain.
Isu mengenai hak-hak perempuan yang dianggap telah diabaikan pun akhirnya menjadi sorotan
dunia. PBB ( Perserikatan Bangsa-Bangsa), sebagai lembaga yang mendeklarasikan dirinya
sebagai lembaga penegak hak asasi manusia, mulai menanggapi persoalan kesetaraan gender
sebagai persoalan hak asasi manusia
Berangkat dari konsep Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan hak individu yang paling
mendasar yang terdapat dalam diri setiap manusia sebagai ciptaan Tuhan1
1 Nurhidayatuloh,SHI, S.Pd, Politik Hukum HAM Tentang Hak-Hak Politik Perempuan di Indonesia. 2011

Tuhan menciptakan manusia memiliki kedudukan yang sama.2 Tak ada yang lebih superior dan
tidak ada yang memiliki peran paling kecil dibanding yang lain. Pada dasarnya semua manusia,
baik perempuan maupun laki-laki salinh membutuhkan satu sama lain. Bukan laki-laki
mendominasi perempuan, tetapi keharmonisan antara laki-laki dan perempuan yang Tuhan
maksudkan dalam penciptaan manusia.

Logis apabila isu kesetaraan gender merupakan hal yang wajib diperhitungkan sebagai bagian
dari hak individu (perempuan) untuk mendapatkan hak dirinya sebagai seorang manusia, salah
satunya dalan bidang politik. Penjaminan politik terhadap perempuan tertulis secara gamblang
pafa konvensi mengenai Hak Politik Wanita (1953) dan ICCPR (16 Desember 1966). Lebih
khusus lagi demi perlindungan terhadap wanita agar terealisasi, secara khusus PBB melalui
General Assembly telah memunculkan The Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Against Woman (CEDAW) yang telah diratifikasi oleh negara-negara anggota
PBB*. Selain itu, PBB juga mewajibkan penghapusan diskriminasi terhadap kaum perempuan
yang diperkuat dengan dimasukkannya peraturan tersebut dalam konstitusi negara yang berlaku
untuk setiap negara anggota PBB.
Melihat langkah yang diambil PBB dalam menegakkan perlindungan terhadap perempuan
menandakan bahwa PBB menanggapi secara serius isu kesetaraan gender ini.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) menempati posisi
penting dalan ranah internasional. Perlindungan terhadap HAM tercantum dalam berbagai
piagam dan peraturan.
Isi perlindungan terhadap hak kaum perempuan lebih detail dapat dilihat dalam Konvensi
tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan yang telah
diratifikasi dan disetujui oleh Resolusi Majelis Umum 34/180 pada 18 Desember 1979.
Dalam pasal 2 konvensi disebutkan bahwa: Negara-negara pihak mengutuk diskriminasi
terhadap perempuan dalam segala bentuknya, dan bersepakat dengan segala cara yang

tepat dan tanpa ditunda-tunda, untuk menjalankan suatu kebijakan yang menghapus
diskriminasi terhadap perempuan, dan untuk tujuannya berusaha untuk;
(a) Memasukkan asas persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam undang undang
dasar mereka atau perundang-undangan lainnya yang layak apabila belum dimasukkan ke
dalamnya, dan untuk menjamin realisasi praktis pelaksanaan dari asas ini, melalui hukum
dan cara-cara lain yang tepat.
(b) Membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan upaya lainnya, dan di mana
perlu termasuk sanksi-sanksi, yang melarang semua diskriminasi terhadap perempuan.
Penegakan hukum terhadap negara-negara anggota PBB pun bisa dilihat pada Pasal 7 CEDAW
yang berbunyi: Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang diperlukan
untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan dalam kehidupan politik, kehidupan
kemasyarakatan negaranya, dan khususnya menjamin bagi perempuan, atas dasar persamaan
dengan laki-laki, hak sebagai berikut:
2 Nurhidayatuloh,SHI, S.Pd, Politik Hukum HAM Tentang Hak-Hak Politik Perempuan di Indonesia. 2011

a. Untuk memilih dalam semua pemilihan dan referendum publik, dan untuk dipilih pada
semua badan-badan yang secara umum dipilih; b. Untuk berpartisipasi dalam perumusan
kebijakan pemerintah dan pelaksanaannya, serta memegang jabatan publik dan
melaksanakan segala fungsi publik di semua tingkat pemerintahan;
c. Untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi dan perkumpulanperkumpulan nonpemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara.

Indonesia sendiri sudah melakukan ratifikasi terhadap perjanjian internasional berkaitan dengan
HAM. Indonesia telah menetapkan undang-undang tentang perlindungan wanita, yaitu UndangUndang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Peran perempuan dalam bidang
politik, khususnya dewan legislatif, telah diatur dalan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008
tentang Partai Polotik dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR,
DPD, dan DPRD. 3
Walaupun secara hukum, keterlibatan perempuan dalam bidang politik sudah difasilitasi, namun
permasalahan lain muncul, yaitu kapasitas perempuan itu sendiri. Sulitnya mencari perempuan
yang benar-benar memiliki kemampuan yang memadai dalam bidang politik menjadi alasan
rendahnya elektabilitas perempuan dalam pemilihan perwakilan. Permasalahan ini bukanlah
kesalahan satu pihak, melainkan menjadi pr bersama baik dari pihak pemerintah maupun kaum
perempuan. Pemerintah harus lebih tegas dalam menjalankan penegakan hukum atas
diskriminasi yang kerap terjadi dalam masyarakat dan juga kaum perempuan harus bersikap
lebih aktif, mandiri, dan kritis dalam menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat,
dalam hal ini politik.

3 Nurhidayatuloh,SHI, S.Pd, Politik Hukum HAM Tentang Hak-Hak Politik Perempuan di Indonesia. 2011