Penguasaan Tanah untuk mendukung Pembang

PENGUASAAN TANAH UNTUK MENDUKUNG
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Oleh : Fahmi CMD Widodo

PENDAHULUAN
Penguasaan Tanah (land tenure) menggambarkan tentang bagaimana sebuah hak atas
tanah dikuasai. Pola yang homogen dan terstruktur dari penguasaan tanah membentuk sistem
penguasaan tanah. Definisi penguasaan tanah berbeda di tiap negara. Beberapa negara secara
jelas mencantumkannya dalam hukum mengenai tanah, sisanya ditentukan oleh masyarakat
adat.
Penguasaan tanah tidak berhenti dalam pengertian aspek kepemilikan saja, namun
juga terdapat aspek tanggung jawab dan batasan-batasan. Penguasaan tanah dalam arti yang
lebih lengkap adalah pola kepemilikan bidang tanah yang memenuhi aspek Rights (hak),
Responsibilities (tanggung jawab/kewajiban) dan Restrictions (batasan-batasan).
JENIS PENGUASAAN TANAH
Jenis penguasaan tanah terbagi dalam 4 kategori menurut Feder dan Feeny (1991) dalam Dale
(1999) :
1. Open access / akses terbuka : terjadi ketika bidang tanah tidak terdapat pemilik,
aksesnya terbuka untuk siapa saja dan tidak ada kewajiban apapun sebagai akibat
penggunaannya.
2. Common property / tanah bersama : terjadi ketika bidang tanah dikuasai sekelompok

masyarakat dimana anggota masyarakatnya berhak menggunakan dan sekaligus
berkewajiban menjaga dan merawat tanah tersebut.
3. Private property / milik perorangan : individu menguasai hak atas tanah dengan
disertai kewajiban dan batasan-batasan tertentu.
4. State property / milik negara : tanah-tanah yang dikuasai dan dikelola oleh badanbadan pemerintahan dalam hal akses dan penggunaannya dimana anggota masyarakat
wajib mematuhinya.

Paper Administrasi Pertanahan : 2013

Page 1

ASPEK PENGUASAAN TANAH
Aspek penguasaan tanah adalah terdiri dari hak, kewajiban dan batasan (RRR). Digambarkan
dalam diagram berikut.
A
M
D
J
P
R

s
i
u
e
p
g
a
m
s
n
g
h
l
p
t
e
k
t
,
o

r
l
s
n
i
a
P
m
b
s
h
c
n
(
e
i
a
t
n
h

l
b
r
i
a
g
s
i
a
o
r
u
p
,
l
a
n
k
e
)

i
n
s
a
k
s
t
,
n
a
e
i
(
,
a
w
e
p
b
n

s
e
a
d
,
n
t
l
T
l
(
g
a
a
u
k
g
s
n
e

u
a
a
s
d
w
n
h
a
)
i
j
a
,
i
n
b
t
h
a

y
i
n
a
n
b
)
a
g
h
,
s
(
e
a
d
s
d
l
u

l
a
p
i
t
,
a
s
d
i
l
l
D
a
l
e
,
1
9
9

9
)

Menurut sifat, penguasaan tanah dibedakan menjadi tetap dan sementara. Penguasaan
tanah tetap contohnya tanah yang dkuasai dari proses jual beli. Penguasaan tanah sementara
contohnya tanah garapan yang dikuasai dalam batas waktu atau tanah sewa.
Tidak setiap kepemilikan tanah mencerminkan penguasaan tanah. Ada tanah yang
dimiliki oleh A, namun dikuasai oleh B (karena B sebagai penggarap). Pola hubungan
kepemilikan dan penguasaan tidak selalu harus serial namun bisa paralel. Seseorang bisa
menguasai banyak bidang tanah milik orang lain atau sebaliknya. Menurut statusnya,
pemilikan tanah dibedakan menjadi : pemilikan tanah berdasar hukum formal dan pemilikan
tanah berdasar hukum adat (Wiradi, 2009). Pemilikan tanah menurut hukum formal sebagai
contoh : Hak Milik, hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan lain sebagainya. Di Indonesia diatur
dalam hukum tanah nasional yang mengacu kepada Undang-undang No.5 tahun 1960 atau
lebih dikenal sebagai UUPA (Undang-undang Pokok Agraria).
Pemilikan tanah berdasar hukum adat meskipun tidak diakui sebagai hukum positif
namun secara realita diakui keberadaannya oleh masyarakat dan seringkali dijadikan dasar
(alas hak) pemberian hak kepemilikan menurut hukum positif. Contoh pemilikan menurut
hukum adat : tanah yasan (merupakan tanah hasil membuka lahan yang dikategorikan setara
dengan hak milik), tanah gogolan (merupakan pembagian tanah pertanian milik desa,


Paper Administrasi Pertanahan : 2013

Page 2

penerima hak tidak boleh menjual), tanah titisoro atau tanah bondodeso (tanah milik desa
yang pemanfaatannya digilir berdasar jabatan desa), dan lain sebagainya.
Tatanan hukum dan norma sosial yang mendasari status pemilikan tanah, baik
menurut hukum positif maupun menurut masyarkat hukum adat, membentuk pola hubungan
tanah-individu-masyarakat-negara yang disebut Sistem Penguasaan Tanah.
TANAH SEBAGAI PENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Tiga pilar pokok dari terminologi “pembanguan berkelanjutan” adalah : ekonomi,
lingkungan dan sosial (Williamson, 2009). Dalam perkembangannya kemudian menjadi
empat pilar, ditambah unsur pemerintahan yang diselenggarakan dengan baik (good
governance). Pada gilirannya sistem administrasi pertanahan (land administration system =
LAS), sebagai bagian subsitem pemerintahan yang baik, dalam berbagai perannya yang
strategis seharusnya dapat berkontribusi dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Bentuk kontribusi bisa dalam konteks aturan, teknologi dan berbagai eksplorasi
strategis. Peraturan pertanahan yang disusun semestinya menjalin hubungan yang harmonis
antara kepentingan umum dan kepentingan bisnis. Selain itu peraturan pertanahan harus
menciptakan jaminan kepastian hukum. Sehingga tanah memiliki kepastian nilai ekonomis
sehingga bisa diberdayakan lebih luas meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Aspek teknis dari kontribusi LAS dapat menghasilkan perangkat dalam penyelesaian
sengketa pertanahan dan dalam konteks perencanaan ruang dapat mengeksekusi model-model
perencanaan tata ruang dan wilayah yang ideal. Ekplorasi teknis lebih lanjut diharapkan
mewujudkan peta tunggal sebagai wadah / kerangka sehingga terjadi efisiensi anggaran dan
efektifitas pekerjaan.
Untuk mengembangkan dan mengelola aset-aset sumberdaya dalam pengelolaan
pertanahan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan maka disusunlah kaidah-kaidah
pokok administrasi pertanahan (Williamson, 2009). Kaidah-kaidah tersebut yakni :
1. Sistem Administrasi Pertanahan (Land Administration System / LAS). LAS
menyediakan infrastruktur untuk implementasi politik pertanahan dan pengelolaan
pertanahan mendukung pembangunan berkelanjutan.
2. Paradigma pengelolaan pertanahan, menyediakan konsepsi kerangka kerja
untuk memahami dan inovasi administrasi pertanahan.
3. Masyarakat dan institusi, bertujuan memwujudkan pemerintahan yang baik,
pembangunan kapasitas, pengembangan institusional. LAS seharusnya me-reka-

Paper Administrasi Pertanahan : 2013

Page 3

ulang prosedur-prosedur layanan sehingga didapatkan bentuk pelayanan yang
lebih memenuhi kebutuhan pengguna : warga negara, pemerintah dan pebisnis.
4. Hak, Kewajiban dan Batasan, hak biasanya berkaitan dengan kepemilikan
sedangkan batasan berkaitan dengan pengontrolan penggunaan dan aktivitas
pemakaian tanah, sedangkan kewajiban lebih kepada aspek etik dan komitmen
sosial.
5. Kadaster, merupakan tulang punggung LAS yang berkaitan dengan penyatuan
data spasial dan identifikasi tunggal dari setiap bidang tanah.
6. LAS yang dinamis, memiliki 4 dimensi, yakni : 1. menampung refleksi
perubahan yang evolusioner terkait hubungan tanah dan masyarakat, 2.
pemanfaatan ICT (information and communication technologies) dan globalisasi
beserta akibatnya terhadap desain dan operasi dari LAS, 3. sifat alamiah informasi
dari LAS yang senantiasa mengalami perubahan yang cukup cepat, 4. perubahan
penggunaan dan informasi bidang tanah.
7. Proses, termasuk di dalam LAS adalah kumpulan proses yang menangani
perubahan informasi tanah. Proses tersebut antara lain menangani : transfer,
perubahan, pembuatan dan penyebaran kepentingan-kepentingan, penilaian dan
pengembangan tanah.
8. Teknologi, merupakan peluang yang berpotensi mengembangkan eifisiensi LAS.
9. Infrastruktur Data Spasial, membuka dimensi baru dalam kerja efektif dan
efisien dalam sebuah bidang kerja spasial yang lebih ramah untuk bagi-pakai
sehingga bagi pakai informasi menjadi lebih mudah yang berdampak mengurangi
pemborosan sumberdaya untuk pengolahan data yang sama.
10. Ukuran sukses, tidak ditentukan oleh rumit dan kompleksnya kerangka kerja
legal atau kecanggihan teknologi. Suksesnya LAS diukur dari kemampuannya
mengelola dan mengadministrasi tanah secara efisien, efektif dan murah.

Paper Administrasi Pertanahan : 2013

Page 4

PENUTUP
Sekumpulan norma hukum pertanahan dan norma adat membentuk sistem penguasaan
tanah (land tenure system / LTS). Negara menyusun norma hukum yang pada gilirannya
membentuk sistem administrasi pertanahan / LAS. LTS merupakan subsistem LAS. Pada
akhirnya LAS sebagai perangkat untuk implementasi kebijakan hukum dan politik
pertanahan, memiliki peran strategis untuk mendukung pembangunan berkelanjutan

Bahan Bacaan :
Peter Dale. John McLaughlin. 1999. “Land Administration”. Oxford University Press.
Gunawan Wiradi, dkk. 2009. “Ranah Studi Agraria : Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris”. Yogyakarta :
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
Ian Williamson. Stig Enemark. Jude Wallace. Abbas Rajabifard. 2009. “Land Adminsitration for Sustainable
Development”. New York : ESRI Press.

Paper Administrasi Pertanahan : 2013

Page 5