Kaitan Antara Otonomi Daerah dengan Pena

Kaitan Antara Otonomi Daerah dengan Penanggulangan Kemiskinan di
Daerah
Dibuat untuk memenuhi tugas paper hukum Pemerintahan Daerah

Disusun oleh :
Luthfi Abdurahman H. (E00
Meylani Meka (E0015
Muhamad Bintang Ramadhan (E0015
Nanda Ayu Octavia (E0015287)
Sarah Oktaviandita (E0015377)
Titah Brianita (E0015409)

Universitas Sebelas Maret
Fakultas Hukum
2017

I.

Abstrak

Abstract

Poverty is a problem that requires a systematic, integrated, and holistic approach and
approach. The complexity of the problem of poverty needs to be resolved through a nonpartial but holistic, integrated, integrated and synergic development program implemented in
pockets of poverty such as in rural areas, rural areas that are still left behind, and areas with
high levels of poor people. One policy that should be supported together is the synergy of
poverty alleviation handling from the central government and local government. The regional
autonomy prevailing in Indonesia brings implications for the empowerment of the region that
is required to be active and proactive in exploring, processing and developing every potential
in the region to be able to contribute postively to the improvement of the people's welfare.
Theoretically, each region is able to perform this role of autonomy in a healthy and optimal
that will be able to improve the nation's life as a whole. The relationship with the poverty that
occurs in the community is the local government is given free authority to form and run a
work program that can help improve the welfare of people in the region by using the potential
that exists in the area. Real programs planned by the government such as the effectiveness of
poverty alleviation and employment creation, the government launched the National
Community Empowerment Program (PNPM) Mandiri starting in 2007. Through PNPM
Mandiri reformulated poverty reduction mechanisms involving community elements, from the
planning stage , Implementation, to monitoring and evaluation. Through a participatory
development process, critical awareness and community independence, especially the poor,
can be developed so that they are not as objects but as subjects of poverty reduction efforts.
Abstrak

Kemiskinan merupakan permasalahan yang memerlukan penanganan dan pendekatan
secara sistematik, terpadu, dan menyeluruh. Kompleksitas masalah kemiskinan perlu
diselesaikan melalui program pembangunan yang tidak bersifat parsial akan tetapi holistic,
terpadu, terintegrasi, dan secara sinergis diimplementasikan pada kantung – kantung
kemiskinan seperti di daerah pinggiran, daerah pedalaman yang masih tertinggal, dan daerah
yang tingkat masyarakat miskinnya tinggi. Satu kebijakan yang patut didukung bersama yaitu
sinergisitas estafet penanganan kemiskinan dari pemerintah pusat dan pemerintaha daerah.
Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia membawa implikasi pada keberdayaan daerah
yang dituntut untuk senantiasa aktif dan proaktif dalam menggali, mengolah, dan
mengembangkan setiap potensi yang terdapat di daerah untuk dapat berkontribusi secara
postifi bagi peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Secara teoritis, setiap daerah mampu
melakukan peran otonomi ini secara sehat dan optimal yang akan mampu meningkatkan taraf
hidup bangsa secara menyeluruh. Hubungannya dengan kemisikinan yang terjadi
dimasyarakat ialah pemerintah daerah diberikan kewenangan bebas untuk membentuk dan
menjalankan program kerja yang bisa membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah
dengan menggunakan potensi yang ada di daerah tersebut. Program – program nyata yang
direncakan oleh pemerintah seperti adanya efektifitas penanggulangan kemiskinan dan

penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali

mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses
pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat
miskin, dapat dikembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai
subyek upaya penanggulangan kemiskinan.
II.

Pendahuluan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah klasik yang senantiasa dihadapi
manusia, karena melibatkan seluruh aspek kehidupan. Munculnya kemiskinan sering
tidak disadari manusia yang bersangkutan, namun setelah mulai kesusahan
mendapatkan kebutuhan pokok hidup mereka akan sadar bahwa sebetulnya
kemiskinan sudah mereka rasakan. Kondisi yang nyata pada masyarakat miskin
menyebabkan mereka tidak dapat mengembangkan potensi yang ada di dalam
dirinya. Mereka membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai, fisik dan mental
yang kuat dan sehat. Hal tersebut akan sulit terpenuhi karena dihubungkan dengan
kemiskinan, sehingga mereka tidak dapat hidup dengan layak dan sejahtera sesuai
dengan standar secara maksimal.
Kemiskinan merupakan permasalahan yang memerlukan penanganan dan
pendekatan secara sistematik, terpadu, dan menyeluruh. Kompleksitas masalah

kemiskinan perlu diselesaikan melalui program pembangunan yang tidak bersifat
parsial

akan

tetapi

holistic,

terpadu,

terintegrasi,

dan

secara

sinergis

diimplementasikan pada kantung – kantung kemiskinan seperti di daerah pinggiran,

daerah pedalaman yang masih tertinggal, dan daerah yang tingkat masyarakat
miskinnya tinggi.
Di setiap periode pemerintahan, meskipun dalam program kerjanya selalu
memprioritaskan masalah kemiskinan yang terjadi di masyarakat, namun ternyata
belum mampu menemukan pola yang efektif secara berkesinambungan. Berbagai
program kerja yang dirancang oleh pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan
sejak era pemerintahan sentralistik hingga desentralistik memang memberikan warna
pada perbaikan meskipun belum signifikan dibandingkan jumlah pertambahan angka
kemiskinan di masyarakat yang ada.
Satu kebijakan yang patut didukung bersama yaitu sinergisitas estafet penanganan

kemiskinan dari pemerintah pusat dan pemerintaha daerah. Otonomi daerah yang
berlaku di Indonesia membawa implikasi pada keberdayaan daerah yang dituntut
untuk senantiasa aktif dan proaktif dalam menggali, mengolah, dan mengembangkan
setiap potensi yang terdapat di daerah untuk dapat berkontribusi secara postifi bagi
peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Secara teoritis, setiap daerah mampu
melakukan peran otonomi ini secara sehat dan optimal yang akan mampu
meningkatkan taraf hidup bangsa secara menyeluruh.
Pemerintah, pihak swasta, dan lembaga perekonomian telah melakukan berbagai
upaya dalam menangani kemiskinan melalui kebijakan program bantuan ekonomi,

bantuan sosial, bantuan modal kerja, maupun subsidi. Program – program tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat.
Seharusnya program ini berdampak baik dan maksimal bagi masyarakat, namun
belum bisa dijadikan acuan karena belum banyak masyarakat yang mendukung dan
menjalankan program – program pengentasan kemiskinan ini. Yang ingin kami bahas
dalam paper ini ialah bagaimana otonomi daerah di era reformasi dapat
mengakomodasi kebutuhan masyarakat melalui program – program yang mampu
mewujudkan tujuan Negara Indonesia yaitu menyejahterakan kehidupan bangsa dari
berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.
● Rumusan Masalah Yang Diajukan:
1. Apa artinya otonomi daerah dan bagaimana kaitannya dengan
masalah kemiskinan?
2. Apa bentuk nyata kinerja pemerintah daerah sehubungan dengan
otonomi daerah untuk mengurangi angka kemiskinan?
3. Bagaimana solusi yang dapat dilakukan pemerintah

III.

Konstruksi Argumen
Dasar perundang – undangan yang kami gunakan ialah Undang – Undang Dasar Negara


Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 pasal 18A ayat(2) yang berbunyi “

Hubungan

keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.” Selain itu kami juga mengaitkan hal tersebut dengan Undang

-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang tersebut diberikan penegasan
tentang makna otonomi daerah pada pasal 1 ayat (5) : bahwa otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Mengenai kewenangan daerah dipertegas lagi dalam pasal 10 ayat (1) bahwa
pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan
pemerintah pusat.
Adapun urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi : politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi (peradilan), moneter dan fiskal
nasional serta agama. Dengan demikian selain kelima urusan tersebut merupakan kewenangan

pemerintah daerah. Sehingga berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat daerah tentulah
merupakan tanggung jawab pemerintah daerah yang merupakan buah dari pelimpahan
wewenang (otonomi daerah). Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan kewenangan tersebut
terutama terhadap masalah kemiskinan yang mungkin terdapat di daerah tersebut. Dalam Undang
– Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 disebutkan tujuan
otonomi daerah sebagai berikut:
Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut disebutkan adanya 3 (tiga) tujuan otonomi daerah, yakni
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Peningkatan
kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat dipercepat perwujudannya melalui peningkatan
pelayanan di daerah dan pemberdayaan masyarakat atau adanya peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan di daerah. Sementara upaya peningkatan daya saing diharapkan
dapat dilaksanakan dengan memperhatikan keistimewaan atau kekhususan serta potensi daerah
dan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Hubungannya dengan kemisikinan yang terjadi dimasyarakat ialah pemerintah daerah
diberikan kewenangan bebas untuk membentuk dan menjalankan program kerja yang bisa

membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah dengan menggunakan potensi yang ada

di daerah tersebut. Program – program nyata yang direncakan oleh pemerintah seperti adanya
efektifitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah meluncurkan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007. Melalui
PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang
melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan
dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian
masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat dikembangkan sehingga mereka bukan sebagai
obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Selain itu upaya yang bisa
dilakukan adalah


Pengentasan kemiskinan menjadi tugas penting dari UU nomor 25 tahun 1999, dimana

pemda mempunyai wewenang luas, dan didukung dana yang cukup dari APBD. Pengentasan
kemiskinan menggunakan prinsip: pengembangan SDM dengan memberdayakan peranan
wanita, membrdayakan dan mempermudah akses keluarga miskin untuk berusaha, dengan
mendekatkan pada modal dan pemasaran produknya, menanggulangi bencana, dan membuat
kebijakan yang berpihak kepada rakyat miskin.



Pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan harus mengedepankan peran

masyarakat dan sektor swasta, dengan melakukan investasi yang dapat menyerap tenaga kerja
dan pasar bagi penduduk miskin.


Dalam pemberdayan masyarakat, peranan pemda adalah memberikan legitimasi kepada

LSM dan masyarakat penerima bantuan, menjadi penengah apabila terjadi konflik, mendorong
peningkatan kemampuan keluarga miskin, turut mengendalikan pembangunan fisik, dan
memberikan sosialisasi gerakan terpadu pengentasan kemiskinan.
Dan terakhir yang menjadi penggerak bagi program ini adalah masyarakat sendiri yang ingin
ikut terlibat untuk mendukung dan ikut melaksanakan program – program pemerintah tersebut
yang baik dampaknya bagi masyarakat luas

IV.

Kesimpulan
Sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi Indonesia juga menerapkan sistem


otonomi daerah disetiap daerah yang masuk dalam wilayahnya. Otonomi daerah memungkinkan

pemerintah daerah untuk mengelola potensi daerah dan memanfaatkan yang sebesar – besarnya
untuk kemakmuran dan kesejahteraan. Hal ini terdapat dalam UUD NKRI 1295 dan Undang –
Undang mengenai Pemerintahan Daerah. Penuntasan kemiskinan ini dapat dilakukan dengan
mengadakan program – program yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan secara bertahap
dan terintergrasi. Contohnya PNPM yang bertujuan untuk melakukan pengawalan usaha – usaha
kecil dan berkembang miliki masyarakat, investasi badan usaha swasta yang mampu menyerap
pekerja masyarakat lokal, pemberdayaan lembaga swadaya dan lembaga pelatihan keterampilan
yang memampukan masyarakat berkompetisi di dunia kerja, dan masih banyak lagi program
penuntasan kemiskinan yang merupakan buah dari otonomi daerah. Namun pada akhirnya hal
tersebut akan menuntut peran aktif masyarakat daerah itu sendiri apakah mau mendukung dan
melakukan atau malah apatis.

DAFTAR PUSTAKA

Marzuki, Laica. 2007. Hakikat Desentralisasi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Jurnal Konstitusi.
Mahkamah Agung Republik indonesia, Jakarta.

Noor, Isran. 2012. Politik Ekonomi Daerah Untuk Penguatan NKRI.

Sinaga, Obasatar. 2010. Otonomi Daerah Dan Kebijakan Publik Implementasi Kerjasama Internasional.
Lepsindo.Bandung

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Junto Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah