Prototype pada Sistem Informasi Teknolog
SISTEM INFORMASI TEKNOLOGI DALAM KEPERAWATAN
MAKALAH
Oleh :
KELOMPOK 7
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
PROTOTYPE TEKNOLOGI ASUHAN KEPERAWATAN
MAKALAH
diajukan guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sistem Informasi dalam Keperawatan
dengan dosen pengampuh Ns. Muhammad Zulfatul A’la, M.Kep
Oleh :
Ahclun Nisa Mubaros
152310101002
Sulistya Ningsih
152310101015
Moh. Selfis Haqiqi
152310101031
Tirtanti Prawita Sari
152310101036
Wahyu Adinda
152310101186
Nindyah Mentari
152310101210
Winda Anisyawati
152310101223
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
Pendahuluan
Rumah sakit sebagai pemberi layanan kesehatan harus memperhatikan dan menjamin
keselamatan pasien. Perilaku perawat yang tidak menjaga keselamatan pasien berkontribusi
terhadap insiden keselamatan pasien. Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera,
kerusakan fisik dan psikologis.
Keselamatan pasien merupakan hak pasien. Pasien berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama masa perawatan di rumah sakit (Kemenkes, 2009). UU No
36/2009 Pasal 53 (3) tentang kesehatan menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan
harus mendahulukan nyawa pasien. Keselamatan pasien telah menjadi prioritas untuk layanan
kesehatan seluruh dunia (Cosway, 2012).
Menurut Ananta (2013) dalam Suparna (2015), kejadian-kejadian yang berkaitan
dengan keselamatan pasien semakin marak masuk ke ranah hukum bahkan sampai ke
pengadilan. Kenyataan bahwa di RS terdapat puluhan bahkan ratusan jenis obat, ratusan
prosedur, terdapat banyak pasien, banyak profesi yang bekerja serta banyak sistem
merupakan potensi yang sangat besar terjadinya kesalahan. Keselamatan pasien merupakan
hak pasien yang dijamin dalam UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, untuk itu pihak RS
perlu meminimalkan kesalahan – kesalahan yang mungkin terjadi dalam setiap tindakan yang
dilakukan terhadap pasien di RS.
Beberapa kasus terjatuhnya pasien berakibat pada kematian dan luka berat. Jatuh
dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik
yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fractur lain yang
sering terjadi akibat jatuh adalah fractur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta
kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi,
syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi
termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari,
falafobia atau fobia jatuh (Stanley, 2006).
Pemberi layanan kesehatan berkontribusi terhadap terjadinya kesalahan yang
mengancam keselamatan pasien, khususnya perawat, pelayanan terlama ( 24 jam secara terus
menerus) dan tersering berinteraksi pada pasien. Sayangnya, perawat tak juga selalu berada
disisi pasien selama 24 jam secara utuh. Ada begitu banyak pekerjaan perawat yang membuat
sosoknya terkadang tak berada disisi pasien. Hal ini pula yang mengakibatkan perawat
membutuhkan alat monitoring keadaan pasien secara berkala tanpa harus selalu berada disisi
pasiennya.
Metodologi
Metode yang kami lakukan adalah bagaimana sebuah alat dapat memantau pasien
ketika pasien tersebut pingsan atau jatuh dari bed. Alat yang ingin kami kenalkan ini sejenis
kamera cctv yang dipasang di langit-langit ruang rawat dengan sudut pandang dan
kemiringan yang telah diatur. Alat ini dapat menyensor apabila ada pasien yang tergeletak di
lantai dengan mengirimkan sinyal berupa sirine dan tangkapan layar kepada server yang
berada di nurse station. Dengan begitu, perawat akan menyadari bahwa ada pasien yang
tengah terjatuh dan dapat segera berlari menuju ruang rawat pasien tersebut. Spesialnya, alat
ini dapat menyensor dan membedakan mana orang yang jatuh tergeletak atau orang yang
dengan sengaja tidur di lantai.
Hasil
Sistem Pendeteksi Orang Tergeletak berbasis sebuah Kamera Pengawas dengan
menggunakan metode Template Matching dirancang untuk berfungsi sebagai sistem
peringatan dini untuk orang tergeletak, mulai dari mendeteksi keberadaan orang tergeletak
dan kemudian meneruskan informasi tersebut kepada orang lain yang berkepentingan
(misalnya dokter atau perawat) di sekitar lokasi tersebut.
Sistem ini menggunakan kamera pengawas yang terpasang tetap pada bagian atas
ruangan dan Template matching dipilih sebagai metode pendeteksian orang tergeletak karena
metode ini merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam aplikasi pendeteksian
objek (Brunelli, 2009). Penggunaan kamera juga merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan dalam pengembangan sistem pendeteksi orang tergeletak (Perry, dkk., 2009).
Beberapa cara telah dikembangkan untuk mendeteksi orang tergeletak. Salah satu cara yang
telah dikembangkan yaitu dengan menggunakan pendeteksi orang tergeletak menggunakan
akselerometer dan/atau gyroscope. Kendati telah dikembangkan dalam berbagai desain yang
stylish dan nyaman, masih terdapat kelemahan yang menjadi masalah dari penggunaan
pendeteksi orang tergeletak jenis ini, karena pendekatan ini mengharuskan pengguna untuk
selalu membawa atau memasangnya di badan agar pendeteksian dapat bekerja.
Pendeteksi orang tergeletak berbasis kamera menjadi alternatif yang dapat digunakan
karena tidak memerlukan alat yang terpasang ke badan. Sistem pendeteksi ini menggunakan
kamera pengawas yang terpasang, namun citra yang ditangkap kamera pengawas di olah
menggunakan enam metode secara berurutan. selanjutnya diolah dengan metode background
subtraction (Porikli, 2005 dan Piccardi, 2004), thresholding (Jain, 1989), median filtering
(Gonzalez, 2008), hole-filling (Gonzalez, 2008), segmentasi objek (Maillet dkk., 2000) dan
template matching (Theodoridis dkk., 2009, Brunelli, 2009 dan Jurie dkk., 2002). Template
matching dipilih sebagai metode pendeteksian orang tergeletak karena metode ini merupakan
salah satu cara yang dapat digunakan dalam aplikasi pendeteksian objek.
Pembahasan
Beberapa kasus terjatuhnya pasien berakibat pada kematian dan luka berat. Jatuh
dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik
yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fractur lain yang
sering terjadi akibat jatuh adalah fractur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta
kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi,
syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi
termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari,
falafobia atau fobia jatuh (Stanley, 2006).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi
berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras,
kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab spesifik
yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami
jatuh (Stanley, 2006). Menurut Darmojo (2004) Jatuh merupakan suatu kejadian yang
dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring atau terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan kehilangan
kesadaran atau tanpa kehilangan kesadaran
Resiko jatuh banyak terjadi pada pasien dengan gangguan mobilitas seperti stroke
iskemik dan lansia. Menurut Smeltzer (2008) dalam Nathan (2012) stroke iskemik adalah
penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.
Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri
ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Sebagian besar stroke iskemik terjadi di
hemisfer otak, meskipun sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang otak. Stroke
ini asimtomatik (tak bergejala) atau hanya menimbulkan kecanggungan, kelemahan ringan
(biasanya hanya satu lengan), atau masalah pada daya ingat. Namun stroke ringan yang
berganda dan terjadi berulang-ulang dapat menimbulkan cacat berat, penurunan kognitif, dan
demensia. Penyebab terjadinya stroke iskemik secara umum menurut Muttaqin (2008) dalam
Nathan (2012) karena adanya gangguan aliran darah ke otak yang disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah atau tertutupnya salah satu pembuluh darah ke otak, hal ini
terjadi karena: trombosis serebral, hemoragi, hipoksia umum, dan hipoksia setempat.
Selain itu, resiko jatuh juga besar pada kalangan lansia. Perubahan fisiologis pada
lanjut usia yang berkaitan dengan kejadian jatuh diantaranya adalah perubahan sistem
musculoskeletal, sistem persyarafan dan sistem sensoris (Lueckenotte, 2000). Menurut
Pujiastuti (2003), lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan
persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan SSP.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengkajian pasien resiko jatuh adalah
sebuah metode pengukuran resiko untuk jatuh melelui proses identifikasi, implementasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko untuk jatuh dan untuk meminimalkan atau
mencegah timbulnya resiko untuk cidera akibat jatuh. Alat pendeteksi ini merupakan salah
satu untuk mencegah timbulnya resiko cidera akibat jatuh.
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut :
1. Background Subtraction
Citra background ini berupa citra ruangan saat tidak ada orang di dalamnya dan akan
di-update secara manual oleh operator.
2.
Thresholding
Thresholding pada sistem ini dilakukan dengan cara mengubah daerah citra yang
terdeteksi sebagai obyek menjadi warna putih dan daerah citra yang terdeteksi
sebagai bukan obyek menjadi warna hitam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3a.
3. Median filtering
Median filter adalah salah satu filter non-linear yang banyak digunakan untuk
memperhalus dan mengurangi derau pada citra (derau pada sistem yang dirancang
berbentuk bintik putih). Timbulnya derau pada suatu citra dapat disebabkan oleh
pencahayaan, suhu, transmisi data atau jenis kamera yang berbeda (Gonzalez, 2008).
Hasil proses median filtering ditunjukkan pada Gambar 3b.
4. Hole filling
Algoritma hole-filling disebut juga dilasi bersyarat (conditional dilation) (Gonzalez,
2008). Persamaan hole-filling ini tercantum pada Persamaan (3). Algoritma ini
digunakan untuk mengisi lubang (hole) yang terletak di dalam objek dengan
melakukan dilasi pada piksel yang berada dalam batas-batas tepian objek. Hole pada
citra biner didefinisikan sebagai daerah background citra yang dikelilingi oleh tepitepi dari objek dalam citra (Gonzalez, 2008).
5. Segmentasi objek
Pada bagian segmentasi objek, banyaknya piksel putih dari citra hasil hole-filling
diproyeksikan secara horisontal dan vertikal (Maillet dkk., 2000) seperti pada
Gambar 4. Proyeksi vertikal dan horisontal banyaknya piksel putih ini digunakan
untuk mencari daerah atau lokasi dari batas setiap objek (atas-bawah, kanan-kiri) dari
citra biner (Liyanage, 2008). Pada proyeksi tersebut diukur lebar proyeksi setiap
objek baik secara vertika maupun horisontal (x1 & x2 pada proyeksi horisontal dan
y1 & y2 pada proyeksi vertikal). Proyeksi terlebar (x2 & y2 untuk contoh pada
Gambar 3) dipilih untuk menjadi batas segmentasi objek yang akan diproses lebih
lanjut pada metode template matching.
6. Template matching
Template matching digunakan sebagai metode pendeteksian keberadaan orang
tergeletak dalam ruangan. Pada template matching ini digunakan dataset citra
template posisi orang tergeletak untuk dicari nilai korelasi silangnya dengan citra
objek yang didapat dari bagian segmentasi objek.
Dataset citra template dihasilkan dari pengolahan dataset citra posisi tergeletak
(contoh pada seperti Gambar 5) yang diperoleh dari dari 30 responden (15 pria dan
15 wanita).
Dataset citra posisi tergeletak di atas akan diolah menjadi dataset
citra template untuk digunakan oleh sistem. Setiap citra pada
dataset citra posisi tergeletak ini diolah melalui metode background
subtraction
beserta
thresholding,
median
fltering,
hole-flling
(pengisian lubang) seperti yang dijelaskan pada bagian 2.1 sampai
dengan 2.4, kemudian objek dari hasil citra yang didapat akan
diambil melalui cropping untuk mendapatkan template bentuk posisi
tergeletak orang yang ada dalam setiap citra. Contoh citra template
dapat dilihat pada Gambar 6
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang sudah dijelaskan diatas, kita dapat mengetahui
bahwa sistem pendeteksi ini sangatlah bermanfaat bagi perawat untuk memudahkan
dilakukannya monitoring. Perawat dapat mengetahui keadaan pasien walau sedang tidak
berada disisi pasien. Sistem ini akan mengirimkan signal ketika pasien jatuh dari tempat tidur
dan perawat akan menuju ke ruangan pasien. Sistem ini pun dapat menyensor dan
membedakan mana orang yang jatuh tergeletak atau orang yang dengan sengaja tidur di
lantai. Hal ini dapat mengurangi jumlah kasus pasien yang mengalami cidera karena terjatuh
di rumah sakit. Ada baiknya jika alat-alat seperti ini diletakkan di ruang rawat pasien dengan
gangguan mobilitas dan pasien lansia.
Daftar pusaka
Suparna.2015.Evaluasi Penerapan Patient Safety Risiko Jatuh Unit Gawat Darurat di Rumah
Sakit Panti Rini Kalasan Sleman. http://opac.unisayogya.ac.id/179/1/Naskah%20Publikasi.pdf [03 Oktober 2016]
Syahailatua,N.W.J.2012. Persepsi Pasien dengan Stroke Iskemik Terhadap Tindakan
Pencegahan Resiko Jatuh yang Dilakukan Perawat di Ruang Inap Dewasa Rumah
Sakit
Advent
Bandung.
http://kti.unai.edu/wp-content/uploads/2014/10/Nathan-
Syahailatua-Skripsi.pdf [03 Oktober 2016]
Ashar,P.H.2016. Gambaran Persepsi Faktor Risiko Jatuh pada Lansia di Panti Werdha Budi
Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/.../1/
PERMATA%20HIDAYAT%20ASHAR-FKIK.pdf [03 Oktober 2016]
Candra.2013. Sistem Pendeteksi Orang Tergeletak Memanfaatkan Kamera Pengawas dengan
Menggunakan
Metode
Template
/123456789/4 639 [03 Oktober 2016]
Matching.
http://repository.uksw.edu/handle
MAKALAH
Oleh :
KELOMPOK 7
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
PROTOTYPE TEKNOLOGI ASUHAN KEPERAWATAN
MAKALAH
diajukan guna memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Sistem Informasi dalam Keperawatan
dengan dosen pengampuh Ns. Muhammad Zulfatul A’la, M.Kep
Oleh :
Ahclun Nisa Mubaros
152310101002
Sulistya Ningsih
152310101015
Moh. Selfis Haqiqi
152310101031
Tirtanti Prawita Sari
152310101036
Wahyu Adinda
152310101186
Nindyah Mentari
152310101210
Winda Anisyawati
152310101223
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
Pendahuluan
Rumah sakit sebagai pemberi layanan kesehatan harus memperhatikan dan menjamin
keselamatan pasien. Perilaku perawat yang tidak menjaga keselamatan pasien berkontribusi
terhadap insiden keselamatan pasien. Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera,
kerusakan fisik dan psikologis.
Keselamatan pasien merupakan hak pasien. Pasien berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama masa perawatan di rumah sakit (Kemenkes, 2009). UU No
36/2009 Pasal 53 (3) tentang kesehatan menyatakan bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan
harus mendahulukan nyawa pasien. Keselamatan pasien telah menjadi prioritas untuk layanan
kesehatan seluruh dunia (Cosway, 2012).
Menurut Ananta (2013) dalam Suparna (2015), kejadian-kejadian yang berkaitan
dengan keselamatan pasien semakin marak masuk ke ranah hukum bahkan sampai ke
pengadilan. Kenyataan bahwa di RS terdapat puluhan bahkan ratusan jenis obat, ratusan
prosedur, terdapat banyak pasien, banyak profesi yang bekerja serta banyak sistem
merupakan potensi yang sangat besar terjadinya kesalahan. Keselamatan pasien merupakan
hak pasien yang dijamin dalam UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, untuk itu pihak RS
perlu meminimalkan kesalahan – kesalahan yang mungkin terjadi dalam setiap tindakan yang
dilakukan terhadap pasien di RS.
Beberapa kasus terjatuhnya pasien berakibat pada kematian dan luka berat. Jatuh
dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik
yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fractur lain yang
sering terjadi akibat jatuh adalah fractur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta
kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi,
syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi
termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari,
falafobia atau fobia jatuh (Stanley, 2006).
Pemberi layanan kesehatan berkontribusi terhadap terjadinya kesalahan yang
mengancam keselamatan pasien, khususnya perawat, pelayanan terlama ( 24 jam secara terus
menerus) dan tersering berinteraksi pada pasien. Sayangnya, perawat tak juga selalu berada
disisi pasien selama 24 jam secara utuh. Ada begitu banyak pekerjaan perawat yang membuat
sosoknya terkadang tak berada disisi pasien. Hal ini pula yang mengakibatkan perawat
membutuhkan alat monitoring keadaan pasien secara berkala tanpa harus selalu berada disisi
pasiennya.
Metodologi
Metode yang kami lakukan adalah bagaimana sebuah alat dapat memantau pasien
ketika pasien tersebut pingsan atau jatuh dari bed. Alat yang ingin kami kenalkan ini sejenis
kamera cctv yang dipasang di langit-langit ruang rawat dengan sudut pandang dan
kemiringan yang telah diatur. Alat ini dapat menyensor apabila ada pasien yang tergeletak di
lantai dengan mengirimkan sinyal berupa sirine dan tangkapan layar kepada server yang
berada di nurse station. Dengan begitu, perawat akan menyadari bahwa ada pasien yang
tengah terjatuh dan dapat segera berlari menuju ruang rawat pasien tersebut. Spesialnya, alat
ini dapat menyensor dan membedakan mana orang yang jatuh tergeletak atau orang yang
dengan sengaja tidur di lantai.
Hasil
Sistem Pendeteksi Orang Tergeletak berbasis sebuah Kamera Pengawas dengan
menggunakan metode Template Matching dirancang untuk berfungsi sebagai sistem
peringatan dini untuk orang tergeletak, mulai dari mendeteksi keberadaan orang tergeletak
dan kemudian meneruskan informasi tersebut kepada orang lain yang berkepentingan
(misalnya dokter atau perawat) di sekitar lokasi tersebut.
Sistem ini menggunakan kamera pengawas yang terpasang tetap pada bagian atas
ruangan dan Template matching dipilih sebagai metode pendeteksian orang tergeletak karena
metode ini merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam aplikasi pendeteksian
objek (Brunelli, 2009). Penggunaan kamera juga merupakan salah satu alternatif yang dapat
digunakan dalam pengembangan sistem pendeteksi orang tergeletak (Perry, dkk., 2009).
Beberapa cara telah dikembangkan untuk mendeteksi orang tergeletak. Salah satu cara yang
telah dikembangkan yaitu dengan menggunakan pendeteksi orang tergeletak menggunakan
akselerometer dan/atau gyroscope. Kendati telah dikembangkan dalam berbagai desain yang
stylish dan nyaman, masih terdapat kelemahan yang menjadi masalah dari penggunaan
pendeteksi orang tergeletak jenis ini, karena pendekatan ini mengharuskan pengguna untuk
selalu membawa atau memasangnya di badan agar pendeteksian dapat bekerja.
Pendeteksi orang tergeletak berbasis kamera menjadi alternatif yang dapat digunakan
karena tidak memerlukan alat yang terpasang ke badan. Sistem pendeteksi ini menggunakan
kamera pengawas yang terpasang, namun citra yang ditangkap kamera pengawas di olah
menggunakan enam metode secara berurutan. selanjutnya diolah dengan metode background
subtraction (Porikli, 2005 dan Piccardi, 2004), thresholding (Jain, 1989), median filtering
(Gonzalez, 2008), hole-filling (Gonzalez, 2008), segmentasi objek (Maillet dkk., 2000) dan
template matching (Theodoridis dkk., 2009, Brunelli, 2009 dan Jurie dkk., 2002). Template
matching dipilih sebagai metode pendeteksian orang tergeletak karena metode ini merupakan
salah satu cara yang dapat digunakan dalam aplikasi pendeteksian objek.
Pembahasan
Beberapa kasus terjatuhnya pasien berakibat pada kematian dan luka berat. Jatuh
dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis. Kerusakan fisik
yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis fractur lain yang
sering terjadi akibat jatuh adalah fractur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta
kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik tidak terjadi,
syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi
termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari,
falafobia atau fobia jatuh (Stanley, 2006).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi
berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras,
kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab spesifik
yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami
jatuh (Stanley, 2006). Menurut Darmojo (2004) Jatuh merupakan suatu kejadian yang
dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring atau terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan kehilangan
kesadaran atau tanpa kehilangan kesadaran
Resiko jatuh banyak terjadi pada pasien dengan gangguan mobilitas seperti stroke
iskemik dan lansia. Menurut Smeltzer (2008) dalam Nathan (2012) stroke iskemik adalah
penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.
Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri
ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Sebagian besar stroke iskemik terjadi di
hemisfer otak, meskipun sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang otak. Stroke
ini asimtomatik (tak bergejala) atau hanya menimbulkan kecanggungan, kelemahan ringan
(biasanya hanya satu lengan), atau masalah pada daya ingat. Namun stroke ringan yang
berganda dan terjadi berulang-ulang dapat menimbulkan cacat berat, penurunan kognitif, dan
demensia. Penyebab terjadinya stroke iskemik secara umum menurut Muttaqin (2008) dalam
Nathan (2012) karena adanya gangguan aliran darah ke otak yang disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah atau tertutupnya salah satu pembuluh darah ke otak, hal ini
terjadi karena: trombosis serebral, hemoragi, hipoksia umum, dan hipoksia setempat.
Selain itu, resiko jatuh juga besar pada kalangan lansia. Perubahan fisiologis pada
lanjut usia yang berkaitan dengan kejadian jatuh diantaranya adalah perubahan sistem
musculoskeletal, sistem persyarafan dan sistem sensoris (Lueckenotte, 2000). Menurut
Pujiastuti (2003), lanjut usia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan
persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan SSP.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengkajian pasien resiko jatuh adalah
sebuah metode pengukuran resiko untuk jatuh melelui proses identifikasi, implementasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko untuk jatuh dan untuk meminimalkan atau
mencegah timbulnya resiko untuk cidera akibat jatuh. Alat pendeteksi ini merupakan salah
satu untuk mencegah timbulnya resiko cidera akibat jatuh.
Cara kerja sistem ini adalah sebagai berikut :
1. Background Subtraction
Citra background ini berupa citra ruangan saat tidak ada orang di dalamnya dan akan
di-update secara manual oleh operator.
2.
Thresholding
Thresholding pada sistem ini dilakukan dengan cara mengubah daerah citra yang
terdeteksi sebagai obyek menjadi warna putih dan daerah citra yang terdeteksi
sebagai bukan obyek menjadi warna hitam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3a.
3. Median filtering
Median filter adalah salah satu filter non-linear yang banyak digunakan untuk
memperhalus dan mengurangi derau pada citra (derau pada sistem yang dirancang
berbentuk bintik putih). Timbulnya derau pada suatu citra dapat disebabkan oleh
pencahayaan, suhu, transmisi data atau jenis kamera yang berbeda (Gonzalez, 2008).
Hasil proses median filtering ditunjukkan pada Gambar 3b.
4. Hole filling
Algoritma hole-filling disebut juga dilasi bersyarat (conditional dilation) (Gonzalez,
2008). Persamaan hole-filling ini tercantum pada Persamaan (3). Algoritma ini
digunakan untuk mengisi lubang (hole) yang terletak di dalam objek dengan
melakukan dilasi pada piksel yang berada dalam batas-batas tepian objek. Hole pada
citra biner didefinisikan sebagai daerah background citra yang dikelilingi oleh tepitepi dari objek dalam citra (Gonzalez, 2008).
5. Segmentasi objek
Pada bagian segmentasi objek, banyaknya piksel putih dari citra hasil hole-filling
diproyeksikan secara horisontal dan vertikal (Maillet dkk., 2000) seperti pada
Gambar 4. Proyeksi vertikal dan horisontal banyaknya piksel putih ini digunakan
untuk mencari daerah atau lokasi dari batas setiap objek (atas-bawah, kanan-kiri) dari
citra biner (Liyanage, 2008). Pada proyeksi tersebut diukur lebar proyeksi setiap
objek baik secara vertika maupun horisontal (x1 & x2 pada proyeksi horisontal dan
y1 & y2 pada proyeksi vertikal). Proyeksi terlebar (x2 & y2 untuk contoh pada
Gambar 3) dipilih untuk menjadi batas segmentasi objek yang akan diproses lebih
lanjut pada metode template matching.
6. Template matching
Template matching digunakan sebagai metode pendeteksian keberadaan orang
tergeletak dalam ruangan. Pada template matching ini digunakan dataset citra
template posisi orang tergeletak untuk dicari nilai korelasi silangnya dengan citra
objek yang didapat dari bagian segmentasi objek.
Dataset citra template dihasilkan dari pengolahan dataset citra posisi tergeletak
(contoh pada seperti Gambar 5) yang diperoleh dari dari 30 responden (15 pria dan
15 wanita).
Dataset citra posisi tergeletak di atas akan diolah menjadi dataset
citra template untuk digunakan oleh sistem. Setiap citra pada
dataset citra posisi tergeletak ini diolah melalui metode background
subtraction
beserta
thresholding,
median
fltering,
hole-flling
(pengisian lubang) seperti yang dijelaskan pada bagian 2.1 sampai
dengan 2.4, kemudian objek dari hasil citra yang didapat akan
diambil melalui cropping untuk mendapatkan template bentuk posisi
tergeletak orang yang ada dalam setiap citra. Contoh citra template
dapat dilihat pada Gambar 6
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang sudah dijelaskan diatas, kita dapat mengetahui
bahwa sistem pendeteksi ini sangatlah bermanfaat bagi perawat untuk memudahkan
dilakukannya monitoring. Perawat dapat mengetahui keadaan pasien walau sedang tidak
berada disisi pasien. Sistem ini akan mengirimkan signal ketika pasien jatuh dari tempat tidur
dan perawat akan menuju ke ruangan pasien. Sistem ini pun dapat menyensor dan
membedakan mana orang yang jatuh tergeletak atau orang yang dengan sengaja tidur di
lantai. Hal ini dapat mengurangi jumlah kasus pasien yang mengalami cidera karena terjatuh
di rumah sakit. Ada baiknya jika alat-alat seperti ini diletakkan di ruang rawat pasien dengan
gangguan mobilitas dan pasien lansia.
Daftar pusaka
Suparna.2015.Evaluasi Penerapan Patient Safety Risiko Jatuh Unit Gawat Darurat di Rumah
Sakit Panti Rini Kalasan Sleman. http://opac.unisayogya.ac.id/179/1/Naskah%20Publikasi.pdf [03 Oktober 2016]
Syahailatua,N.W.J.2012. Persepsi Pasien dengan Stroke Iskemik Terhadap Tindakan
Pencegahan Resiko Jatuh yang Dilakukan Perawat di Ruang Inap Dewasa Rumah
Sakit
Advent
Bandung.
http://kti.unai.edu/wp-content/uploads/2014/10/Nathan-
Syahailatua-Skripsi.pdf [03 Oktober 2016]
Ashar,P.H.2016. Gambaran Persepsi Faktor Risiko Jatuh pada Lansia di Panti Werdha Budi
Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/.../1/
PERMATA%20HIDAYAT%20ASHAR-FKIK.pdf [03 Oktober 2016]
Candra.2013. Sistem Pendeteksi Orang Tergeletak Memanfaatkan Kamera Pengawas dengan
Menggunakan
Metode
Template
/123456789/4 639 [03 Oktober 2016]
Matching.
http://repository.uksw.edu/handle