Makalah Mikrobiologi Dasar Pertumbuhan M

PERTUMBUHAN MIKROBA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Dasar
yang dibimbing oleh Ibu Sulastri Arsad, S.Pi, M.Si, M.Sc.

Disusun oleh :
Tomi Aris (135080600111012)

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
PERTUMBUHAN MIKROBA

1.1 Pengertian pertumbuhan mikroba
a) Pengertian tumbuh dan berkembang
Tumbuh dalam pengertian umum diartikan sebagai bertambahnya
ukuran, sedangkan berkembang diartikan sebagai bertambahnya kuantitas.
Oleh karena itu pertumbuhan dapat ditunjukkan dengan adanya
pertambahan panjang, luas, volume, berat maupun kandungan tertentu,
sedangkan berkembang ditunjukan dengan bertambahnya jumlah individu

dan terbentuknya alat reproduksi. Dengan demikian dari segi ukuran,
maka tumbuh merupakan proses dari pendek menjadi panjang, dari sempit
menjadi luas, dari kosong menjadi berisi, dari ringan menjadi berat,
sedangkan berkembang adalah dari sedikit menjadi banyak.
Kuantitas atau ukuran pertumbuhan mikroorganisme dapat diukur,
Pertama dari segi pertambahan dimensi satu, misalnya : panjang,diameter,
jari-jari, dan jumlah sel, Kedua dari segi pertambahan dimensi dua,
misalnya :luas, Ketiga dari segi pertambahan dimensi tiga, misalnya :
volume, berat segar, berat kering. Selain tiga segi tersebut, pertumbuhan
juga dapat diukur dari segi komponen seluler, misalnya : RNA, DNA, dan
protein dan dari segi kegiatan metabolisme secara langsung, misalnya :
kebutuhan oksigen, karbon dioksida, dan lain-lain (Winarsih,2011).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :
pertumbuhan individu dan pertumbuhan koloni atau pertumbuhan
populasi. Pertumbuhan individu diartikan sebagai bertambahnya ukuran
tubuh, sedangkan pertumbuhan populasi diartikan sebagai bertambahnya
kuantitas individu dalam suatu populasi atau bertambahnya ukuran koloni.
Namun demikian pertumbuhan mikroorganisme unisel (bersel tunggal)
sulit diukur dari segi pertambahan panjang, luas, volume, maupun berat,
karena pertambahannya sangat sedikit dan berlangsung sangat cepat (lebih

cepat dari satuan waktu mengukurnya), sehingga untuk mikroorganisme
yang demikian satuan pertumbuhan sama dengan satuan perkembangan.
Pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme unisel lainnya dapat ditunjukan
dengan cara menghitung jumlah sel setiap koloninya maupun mengukur
kandungan senyawa tertentu yang dihasilkan (Winarsih,2011).

b) Pertumbuhan sel
Pertumbuhan Sel berarti penambahan jumlah sel melalui proses
pembelahan sel. Pembelahan sel ini membutuhkan transformasi energi
lebih dari 2000 reaksi kimia. Pertumbuhan sel diawali dengan molekulmolekul kecil yang saling berikatan membentuk molekul yang lebih besar
atau makromolekul kemudian menjadi struktur sel yang lebih kompleks
dan akhirnya menjadi satun sel atau individu baru. Pertumbuhan sel dapat
berbentuk linear, Tetra, sarcinae dan Grapelike atau Staphylo.
1.2 Reproduksi Mikroorganisme
A. Reproduksi Bakteri
a) Reproduksi Aseksual
Pembelahan Biner
Pembelahan biner yang terjadi pada bakteri adalah pembelahan
biner melintang yaitu suatu proses reproduksi aseksual, setelah
pembentukan dinding sel melintang, maka satu sel tunggal membelah

menjadi dua sel yang disebut dengan sel anak. Pembelahan Biner dapat
dibagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut.
1. Fase pertama, sitoplasma terbelah oleh sekat yang tumbuh tegak
lurus.
2. Fase kedua, tumbuhnya sekat akan diikuti oleh dinding melintang.
3. Fase ketiga, terpisahnya kedua sel anak yang identik.
Ada bakteri yang segera berpisah dan terlepas sama sekali.
Sebaliknya, ada pula bakteri yang tetap bergandengan setelah
pembelahan, bakteri demikian merupakan bentuk koloni. Pada keadaan
normal bakteri dapat mengadakan pembelahan setiap 20 menit sekali.
Jika pembelahan berlangsung satu jam, maka akan dihasilkan delapan
anakan sel (winarsih,2011).

Gambar Fase Pembelahan Biner
Penjelasan gambar :
1. Replikasi DNA dan elongasi
2. Dinding sel membran plasma membelah
3. Septum terbentuk dan DNA terpisah
4. Sel terpisah menjadi 2 (pemisahan sel menjadi dua) dan setiap sel
mengulangi proses tersebut.

b) Reproduksi Para Seksual yaitu dengan Trasformasi dan Transduksi.
c) Reproduksi Seksual (generatif) yaitu dengan Konjugasi.
1.3 Fase dan kurva pertumbuhan mikroorganisme
Pertumbuhan mikroorganisme dimulai dari awal pertumbuhan sampai
dengan berakhirnya aktivitas merupakan proses bertahap yang dapat
digambarkan sebagai kurva pertumbuhan. Kurva

pertumbuhan mikroba

terdiri dari 4 fase utama yaitu : lag, eksponensial, stasioner, dan kematian.
Kurva pertumbuhan yang lengkap merupakan gambaran pertumbuhan secara
bertahap (fase) sejak awal pertumbuhan sampai dengan terhenti mengadakan
kegiatan.

Kurva pertumbuhan mikroba

Menurut Hamdiyati (2014), Empat fase kurva pertumbuhan mikroorganisme,
yaitu :
1. Fase Lag atau Adaptasi
Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula

akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan di sekitarnya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh
beberapa factor, diantaranya:
1. Medium dan lingkungan pertumbuhan Jika medium dan lingkungan
pertumbuhan sama seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin
tidak diperlukan waktu adaptasi. Tetapi jika nutrient yang tersedia dan
kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan sebelumnya, diperlukan
waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim-enzim.
2. Jumlah inokulum Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan
mempercepat fase adaptasi. Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena
beberapa sebab, misalnya:
(1) kultur dipindahkan dari medium yang kaya nutrien ke medium yang
kandungan nuriennya terbatas,
(2) mutan yang baru dipindahkan dari fase statis ke medium baru dengan
komposisi sama seperti sebelumnya.

2. Fase Log atau Pertumbuhan Eksponensial

Pada fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan
mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat

dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan
nutrient, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara.
Pada fase ini mikroba membutuhkan energi lebih banyak dari pada fase
lainnya. Pada fase ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan.
Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumbuhan berbagai
mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada
suhu 370 C, sekitar 20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel
mamalia sekitar 10 jam pada temperatur yang sama. Akhir fase log,
kecepatan pertumbuhan populasi menurun dikarenakan :
1 Nutrien di dalam medium sudah berkurang.
2 Adanya hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat
menghambat pertumbuhan mikroba.
3. Fase Stasioner
Pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang
tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini
menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi
sudah habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai
komposisi yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik.
Pada fase ini sel-sel lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas,
dingin, radiasi, dan bahan-bahan kimia.

4. Fase Kematian
Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami
kematian karena beberapa sebab yaitu:
1 Nutrien di dalam medium sudah habis.
2 Energi cadangan di dalam sel habis.
Kecepatan kematian bergantung pada kondisi nutrien, lingkungan, dan
jenis mikroba.
Pada

kenyataannya

bahwa

gambaran

kurva

pertumbuhan

mikroorganisme tidak linear seperti yang dijelaskan di atas jika faktor-


faktor lingkungan yang menyertainya tidak memenuhi persyaratan.
Beberapa penyimpangan yang sering terjadi, misalnya : fase lag yang
terlalu lama karena faktor lingkungan kurang mendukung, tanpa fase lag
karena pemindahan ke lingkungan yang identik, fase eksponensial
berulang-ulang karena medium kultur kontinyu, dan lain sebagainya.
1.4 Kecepatan atau laju pertumbuhan Eksponesial
Pertumbuhan eksponensial adalah Pertumbuhan mikroorganisme
pada fase log atau fase dimana pertumbuhan mikroorganisme sangat cepat
dan dalam waktu yang singkat. Pertumbuhan yang cepat pada
miroorganisme, disebabkan karena jumlah nutrisi yang banyak. Fase ini
adalah fase yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan laju atau
kecepatan pertumbuhan dari mikroorganisme.
Rumus perhitungan Pertumbuhan eksponensial yaitu:
Nt = N0 x 2n
Keterangan:
Nt = Jumlah sel pada waktu t
N0 = Jumlah awal sel
n = Jumlah generasi selama waktu (t), dapat dihitung dengan rumus:
n = 3,3 ( log Nt – log N0 )

1.5 Waktu generasi (waktu pertumbuhan)
Waktu yang dibutuhkan dari mulai tumbuh sampai berkembang dan
menghasilkan individu baru disebut waktu generasi. Contoh : waktu generasi
bakteri E. Coli sekitar 17 menit, artinya dalam 17 menit satu E. Coli menjadi
dua atau lebih E. Coli. Untuk mikroorganisme yang membelah, misalnya
bakteri, maka waktu generasi diartikan sebagai selang waktu yang dibutuhkan
untuk membelah diri menjadi dua kali lipat.

Beberapa faktor yang mempengaruhi waktu generasi yaitu :

(1) Tahapan pertumbuhan mikroorganisme, misalnya seperti tersebut di
atas yang menyatakan bahwa satu sel bakteri menjadi 2 sel bakteri
memerlukan rentang waktu yang berbeda ketika128 sel bakteri menjadi
256 sel ;
(2) Takson mikroorganisme (jenis, spesies, dll), misalnya bakteri
Escherichia coli dalam saluran pencernakan manusia maupun binatang
umumnya mempunyai waktu generasi 15 - 20 menit sedangkan bakteri
lain (misalnya Salmonella typhi) mempunyai waktu generasi berjamjam.
Jika jumlah generasi selama selang waktu pengamatan diketahui, Waktu
Generasi mikroba dapat dihitung dengan rumus:

g=t/n
Keterangan:
g = waktu generasi
t = waktu pertumbuhan bakteri atau selisih antara waktu akhir dengan waktu
awal pengamatan pertumbuhan bakteri.
n = jumlah generasi selama waktu (t )
Namun, jika jumlah generasi belum diketahui Waktu generasi mikroba dapat
dihitung dengan rumus:
Mengetahui jumlah Generasi terlebih dahulu dengan rumus:
N = ( log10 Nf - log10 N0 )/0,301
Keterangan:
N = Jumlah generasi
Nf = Konsentrasi akhir sel ( cell/ml)
N0 = Konsentrasi awal sel (cell/ml)
0,301 = Faktor Konversi, konversi dari log2 sampai log10.
Setelah itu mencari Waktu generasi dengan rumus:
g = t / n seperti rumus diatas.

1.6 Pengukuran pertumbuhan


Metode pengukuran pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan
menjadi metode langsung dan tidak langsung.
A. Metode Langsung
Contoh metode langsung yaitu dengan hitungan mikroskopik
(menggunakan

hemositometer),

digunakan

untuk

mengukur

pertumbuhan bakteri pada susu / vaksin dan hitungan cawan digunakan
untuk mengukur pertumbuhan bakteri susu, air, makanan, tanah, dan
lain-lain (Winarsih,2011).
Hitungan

mikroskopik

menggunakan

ruang

penghitung

hemositometer mempunyai kelebihan cepat dalam pengerjaannya,
tetapi mempunyai beberapa kekurangannya, yaitu : tingkat kesalahan
tinggi, sel mati bisa terhitung, sel ukuran kecil sulit teramati. Metode
ini tidak sesuai untuk sel yang densitasnya rendah.
Hitungan cawan dapat dilakukan dengan metode :
1. Cawan sebar (spread plate method)
2. Cawan tuang (pour plate method) Penerapan metode cawan
tuang, terlebih dahulu dilakukan :
1. Satu seri pengenceran terhadap sampel
2. Ambil pengenceran tertentu
Menghitung sel hidup dengan cara ditanam pada media padat
Perhitungan

melalui

pengenceran

dan

diteruskan

dengan

menumbuhkan pada media kultur. Ada dua cara menumbuhkan pada
media kultur, yakni : bentang rata (spread-plate) dan tabur tuang rata
(pour-plate). Cara spread-plate dilaksanakan dengan meneteskan 100
μl suspensi sampel di atas medium kultur padat kemudian dibentang
ratakan menggunakan batang gelas bentuk huruf L. Cara pour-plate
dilaksanakan dengan meneteskan 100 μl suspensi sampel di dalam
cawan petri kemudian dituangi dengan medium cair dan digoyanggoyang supaya sampel bercampur homogen dengan medium kultur
bakteri (Winarsih,2011).
Menghitung dengan ruang hitung.

Perhitungan sel menggunakan ruang hitung dilakukan dengan
menggunakan suspensi hasil pengenceran diteteskan ke dalam ruang
hitung kemudian ditutup menggunakan gelas penutup preparat. Hindari
terjadinya gelembung udara pada waktu menutup ruang hitung. Ruang
hitung yang digunakan biasanya berupa hemasitometer atau ruang
penghitung sel-sel darah merah. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan di
bawah mikroskop dengan cara menghitung jumlah sel yang ada di
dalam ruang hitung. Ada tiga macam ruang hitung yang dapat
digunakan dengan ukuran ruang yang saling berbeda. Perhitungan
akan lebih mewakili dari jumlah sel yang sebenarnya jika
menggunakan semua macam ruang hitung dan sistem pengencerannya
yang benar-benar homogen, sehingga hasil rata-rata menjadi lebih
akurat.
B. Metode Tidak Langsung
Contoh metode tidak langsung adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan kekeruhan, bila suspensi biakan cair & homogen
2. Berdasarkan berat kering sel, bila suspensi biakan kental & tidak
homogen
3. Berdasarkan kadar nitrogen, bila suspensi biakan kental & tidak
homogen
4. Berdasarkan aktivitas biokimia, menggunakan uji mikrobiologis
Metode tidak langsung melalui kekeruhan/turbiditas dengan
melihat massa sel. Metode ini menggunakan alat : spektrofotometer.
Dengan alat ini dapat ditentukan nilai absorbansi (a) atau kerapatan
optik (od=optikal density). Sebelumnya perlu dibuat kurva baku untuk
mengetahui jumlah sel. Kelebihan : cepat, mudah, tidak merusak
sample. Kekurangan : sel hidup dan sel mati tidak terukur. Metode
tidak langsung melalui berat kering sel, dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
1. Menyaring atau sentrifugasi massa sel
2. Mencuci dengan aquadest atau buffer

3.Dikeringkan dalam oven, bila suhu 800 C memerlukan waktu 24 jam
atau 1100 C selama 8 jam
4. Kemudian ditimbang sehingga diperoleh berat kering sel.
Turbiditas dapat diukur menggunakan alat photometer (penerusan
cahaya), semakin pekat atau semakin banyak populasi mikrobia maka
cahaya yang diteruskan semakin sedikit. Turbiditas juga dapat diukur
menggunakan

spektrofotometer

(optical

density/

OD),

yang

sebelumnya dibuat kurva standart berdasarkan pengukuran jumlah sel
baik secara total maupun yang hidup saja atau berdasarkan berat kering
sel. Unit photometer atau OD proporsional dengan massa sel dan juga
jumlah sel, sehingga cara ini dapat digunakan untuk memperkirakan
jumlah atau massa sel secara tidak langsung.
1.7 Perhitungan populasi bakteri
Pada saat ditempatkan dalam medium nutrisi lengkap, sel bakteri tumbuh
lebih

besar

dan

akhirnya

membelah

menjadi

dua

sel.

Hal

ini

berkesinambungan dengan produksi populasi vegetatif sel yang tidak
terdiferensiasi. Dalam perkembangan biakan bakteri, terjadi peningkatan
massa sel dan jumlah organisme, tetapi hubungan kedua parameter tersebut
tidak konstan. Penelitian kuantitatif perlu dilakukan terhadap pertumbuhan sel,
oleh karena itu perlu dicatat perbedaan antara konsentrasi sel, atau jumlah sel
per unit volume biakan, dengan kepadatan bakteri, yang didefinisikan sebagai
protoplasma total per unit volume (Kusnadi,2014).
Massa sel ditentukan langsung dalam berat kering. Metode tersebut,
memakan-waktu, khususnya mengunakan referensi dalam isolasi dan
pemurnian dan dalam kalibrasi dasar metode lain. Metode yang sering
digunakan untuk menaksir berat atau jumlah biomassa total dalam suspensi
ialah mengukur densitas optik kultur kaldu dengan spektrofotometer. Teknik
tubidimetrik, secara khusus digunakan untuk menentukan masa sel selama
pertumbuhan, sebagai evaluasi terhadap efek zat antibakteri terhadap bakteri.
Metode lain untuk menentukan berat atau jumlah sel, dengan menentukan
nitrogen dan mengukur volume sel yang telah disentrifugasi.

Jumlah bakteri dalam suatu biakan dapat ditentukan dengan menghitung
langsung jumlah keseluruhan bakteri atau dengan cara tidak langsung,
menghitung jumlah sel yang hidup. Jumlah total bakteri yang hidup dan mati
dapat dilakukan dengan menggunakan alat penghitung seperti Petroff-Houser
counter, atau cara yang tepat dengan Coulter counter, suatu alat penghitung
partikel elektronik yang mengukur penyebaran ukuran dan jumlah dalam
suspensi bakteri (Kusnadi,2014).
Untuk menghitung jumlah yang hidup, diperlukan pembiakan pada
permukaan lempeng agar. Populasi mikroorganisme diencerkan dalam pelarut
nontoksik, dan populasi yang tercampur rata disebarkan dalam atau pada
medium padat yang sesuai, jadi setelah inkubasi setiap unit yang hidup
membentuk satu koloni. Jumlah individu yang hidup atau cluster yang ada
ditentukan dari jumlah koloni dan pengenceran. Sampel yang mengandung
mikroorganisme lebih dari 100 sel per mililiter, seperti urin atau dari sumber
air minum, memerlukan pemekatan sebelum dilakukan penghitungan. Hal ini
dilakukan melalui filter membran steril dengan ukuran pori yang dapat
menahan semua bakteri, selanjutnya membran dipindahkan ke suatu lapisan
absorben yang jenuh oleh kaldu nutrien.
1.8 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
Dalam pertumbuhan bakteri, semua substansi esensial harus tersedia untuk
sintesis dan pemeliharaan protoplasma, dengan sumber energi, dan kondisi
lingkungan yang sesuai. Bakteri merupakan organisme yang sangat “pintar”.
Mereka memperlihatkan kemampuan yang sangat besar dalam menggunakan
bahan makanan yang tersebar, menyusun bahan anorganik menjadi senyawa
organik yang sangat kompleks. Beberapa spesies juga belajar tumbuh pada
berbagai relung ekologik dengan temperatur, keasaman, dan tekanan oksigen
yang ekstrim. Kemampuan bakteri untuk bertahan di bawah keadaan sekitar
yang demikian merupakan perlindungan dari adaptabilitas tinggi dan refleks
kapasitasnya dalam keberhasilan merespon suatu stimulus yang dianggap
asing atau tidak pernah ditemui sebelumnya ( Hamdiyati,2014).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri:
1. Faktor nutrisi
Karbon, Bakteri Autotrofik (litotrof), untuk pertumbuhannya hanya
membutuhkan air, garam anorganik dan karbon dioksida. Kelompok
ini mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar metabolit
organik esensial. Bakteri heterotrofik (organotrof) membutuhkan
karbon organik untuk pertumbuhannya. Dalam praktek laboratorium,
glukosa secara luas digunakan sebagai sumber karbon organik, tetapi
berbagai senyawa lain juga dapat digunakan secara khusus atau sumber
karbon tertentu oleh bakteri yang berbeda. Di antara bakteri yang
“pintar”, Pseudomonas menggunakan lebih dari 100 senyawa organik
yang berbeda sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi.
Ion anorganik, Sejumlah kecil ion anorganik dibutuhkan oleh
semua bakteri. Selain nitrogen, sulfur dan fosfor yang terdapat sebagai
unsur dalam senyawa biologik , kalium, magnesium dan kalsium pada
bakteri fungsinya berhubungan dengan polimer anionik tertentu.
Magnesium berfungsi menstabilkan ribosom, membran sel, asam
nukleat, dan dibutuhkan untuk aktivitas sejumlah enzim. Kalium juga
dibutuhkan untuk aktivitas sejumlah enzim, dan konsentrasi kalium
dalam sel bakteri Gram-positif dipengaruhi oleh kandungan asam
teikoat pada dinding sel. Sebagian besar bakteri membutuhkan besi,
magnesium, seng, kupri, dan kobalt, dan untuk bakteri lain kebutuhan
molibdenum dan selenium dianggap esensial. Kebutuhan unsur
tersebut untuk bakteri lain lebih sulit untuk diperkirakan, karena
kadang-kadang diperlukan atau kehadirannya dianggap sebagai unsur
kontaminan dalam medium (Hamdiyati,2014).
Unsur dalam jumlah yang sedikit (trace element) berperan penting
dalam inetraksi inang-parasit. Pada inang hewan, kekuatan protein
pengikat-besi dalam cairan tubuh berfungsi untuk menahan besi
terhadap serangan mikroorganisme yang masuk. Keberhasilan
mikroorganisme

memasuki

inang,

akan

dapat

meningkatkan

kemampuannya untuk mengambil besi, dan dengan giat mengekstrak

besi

dari

berbagai

(siderophore)

sudah

lingkungannya.
dikenal

pada

Sejumlah
beberapa

senyawa
spesies

besi

bakteri.

Kehadirannya sangat penting untuk pengambilan besi, dan signifikan
secara evolusiner untuk keberhasilan kompetisi dengan inangnya
dalam hal nutrisi esensial yang jumlahnya terbatas (Hamdiyati,2014).
Karbon dioksida. Bakteri pengguna CO2 sebagai sumber karbon
seluler utama, ialah bakteri kemolitotrof dan fotolitotrof . Selain itu,
kemoorganotrof juga membutuhkan suplai CO2 yang memadai untuk
fiksasi CO2 heterotrofik dan untuk sintesis asam lemak. Karbon
dioksida secara normal dihasilkan selama katabolisme senyawa
organik, oleh karena itu tidak dianggap sebagai faktor pembatas.
Beberapa bakteri, seperti Neisseria dan Brucella, memiliki satu atau
banyak

enzim

yang

berafinitas

rendah

terhadap

CO2

dan

membutuhkan CO2 pada konsentrasi yang lebih tinggi (10%)
dibanding CO2 yang terdapat di atmosfir (0,03%). Keadaan ini harus
dipertimbangkan

untuk

kepentingan isolasi dan biakan bakteri

tersebut (Kusnadi,2014).
2. Lingkungan
Setiap mikroorganisme mempunyai respons yang berbeda terhadap
faktor lingkungan (suhu, pH, O, salinitas, dsb.)
1. Suhu
Tinggi

rendahnya

suhu

mempengaruhi

pertumbuhan

mikroorganisme. Bakteri dapat tumbuh dalam rentang suhu minus
50C sampai 800C, tetapi bagaimanapun juga setiap species
mempunyai rentang suhu yang pendek yang ditentukan oleh
sensitifitas sistem enzimnya terhadap panas.
Bakteri dapat dikelompokkan berdasarkan pada kisaran suhu
pertumbuhannya, yaitu :
1. Psikrofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 0 0C
sampai 200C. Suhu optimumnya sekitar 150C. Karakteristik
istimewa dari semua bakteri psikrofil adalah akan tumbuh pada
suhu 0 – 50 C.

2. Mesofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 20 0C
sampai 450 C. karakteristik istimewa dari semua bakteri mesofil
adalah kemampuannya untuk tumbuh pada suhu tubuh (370 C)
dan tidak dapat tumbuh pada suhu di atas 450 C.
Bakteri mesofil dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Yang mempunyai suhu pertumbuhan optimum 20 – 300 C,
termasuk tumbuhan saprofit.
b. Yang mempunyai suhu pertumbuhan optimum 35 – 400 C,
termasuk organisme yang tumbuh baik pada tubuh inang
berdarah panas.
3. Termofil adalah bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 45 0 C
atau lebih. Bakteri termofil dapat dibedakan menjadi dua
kelompok :
a. Fakultatif termofil adalah organisme yang dapat tumbuh pada
suhu 470 C, dengan suhu pertumbuhan optimum 45 – 600 C.
b. Obligat termofil adalah organisme yang dapat tumbuh pada
suhu di atas suhu 500 C, dengan suhu pertumbuhan optimum
di atas 600 C.
Perubahan suhu dapat mempengaruhi :
1. Pertumbuhan : miskin, banyak, atau mati
2. Perubahan karakteristik : pembentukan pigmen, misalnya
Serratia marcescens, pada suhu kamar merah, suhu lebih tinggi
atau rendah dari suhu kamar, pigmen merah hilang. Produksi
selulosa Acetobacter xylinum pada suhu lebih tinggi dari suhu
kamar akan menurun.
2. Derajat keasaman (pH)
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan tidak kalah pentingnya dari
pengaruh temperatur. Ada pH minimum, pH optimum, dan pH
maksimum. Rentang pH bagi pertumbuhan bakteri antara 4 – 9
dengan pH optimum 6,5 – 7,5. Jamur lebih menyukai pH asam,
rentang pH pertumbuhan jamur dari 1 – 9 dan pH optimumnya 4 –

6. Selama pertumbuhan pH dapat berubah, naik atau turun,
bergantung kepada komposisi medium yang diuraikan. Bila ingin
pH konstan selama pertumbuhan harus diberikan

larutan

penyangga atau buffer yang sesuai dengan media dan jenis
mikroorganisme (Hamdiyati,2014).
3. Kebutuhan Oksigen
oksigen tidak mutlak diperlukan mikroorganisme karena ada
juga kelompok yang tidak memerlukan oksigen bahkan oksigen
merupakan racun bagi pertumbuhan. Mikroorganisme terbagi atas
empat kelompok berdasarkan kebutuhan akan organisme, yaitu
mikroorganisme aerob yang memerlukan oksigen sebagai akseptor
elektron dalam proses respirasi. Mikroorganisme anaerob adalah
mikroorganisme yang tidak memerlukan O2 karena oksigen akan
membentuk H2O2 yang bersifat toksik dan meyebabkan kematian.
Mikroorganisme anaerob tidak memiliki enzim katalase yang dapat
menguraikan H2O2 menjadi air dan oksigen. Mikroorganisme
fakultatif anaerob adalah mikroorganisme yang tetap tumbuh dalam
lingkungan

kelompok

fakultatif

anaerob.

Mikroorganisme

mikroaerofilik adalah mikroorganisme yang memerlukan oksigen
dalam jumlah terbatas karena jumlah oksigen yang berlebih akan
menghambat kerja enzim oksidatif dan menimbulkan kematian
mikroba (Kusnadi,2014).
4.

Kondisi Osmotik.
Konsentrasi larutan yang aktif secara osmotik di dalam sel
bakteri, umumnya lebih tinggi dari konsentrasi di luar sel. Sebagian
besar bakteri, kecuali pada Mycoplasma dan bakteri yang
mengalami kerusakan dinging selnya, tidak toleran terhadap
perubahan osmotik dan akan mengembangkan sistem transpor
kompleks dan alat pengatur sensor-osmotik untuk memelihara
keadaan osmotik konstat dalam sel.

5.

Salinitas
Berdasarkan kebutuhan garam (NaCl) mikroorganisme dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Non halofil
2. Halotoleran
3. Halofil (NaCl 10-15%)
4. Halofil ekstrim

1.9 Pengendalian pertumbuhan mikroba
Pengendalian atau Kontrol terhadap pertumbuhan mikroorganisme dapat
dilakukan dengan cara membunuh mikroorganisme, atau menghambat
pertumbuhannya. Kontrol terhadap pertumbuhan dapat dilakukan secara :
1. Fisik
Secara fisik, menggunakan uap air panas dan tekanan tinggi,
diperoleh panas lembab, efektif dengan menggunakan autoklaf.
Sterilisasi dengan otoklaf memerlukan suhu 1210 C, tekanan 15 psi/1,5
kg/cm2, selama 15 menit. Sterilisasi fisik dapat juga dengan panas
kering menggunakan oven1600 C, selam 2 jam. Sterilisasi dengan oven
untuk alat-alat gelas dan bahan yang tidak tembus air.
2. Kimia
Secara kimia, menggunakan senyawa kimia untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroorganisme , contoh :
HgCl (0,1%), menyebabkan koagulasi protein
NaOCl Cl2 + H2 O = HCl + HOCl (asam hipoklorit, menyebabkan
klorinasi protein sel)
HOCl = HCl+ + O n (daya oksidasi kuat)
Senyawa

kimia

yang

dapat

mengendalikan

pertumbuhan

mikroorganisme, dapat dibedakan memjadi antiseptic, desinfektan, dan
bahan kemoterapetik/antibiotic. Antiseptik : substansi kimia yang
digunakan pada jaringan hidup yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisma. Desinfektan:substansi kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan sel vegetatif pada materi yang tidak hidup. Bahan

kemoterapetik :substansi kimia yang dapat merusak/menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dalam jaringan hidup, dihasilkan oleh
mikroorganisme (Hamdiyati,2014).
Tidak ada bahan kimia yang ideal atau dapat digunakan untuk
segala macam keperluan, maka diperlukan beberapa hal dalam
memilih dan menggunakan senyawa kimia untuk tujuan tertentu, yaitu
sebagai berikut:
a. Aktivitas antimikroba, yaitu memiliki kemampuan untuk
mematikan mikroorganisme, dalam konsentrasi yang rendah
pada spektrum yang luas, artinya dapat membunuh berbagai
macam mikroorganisme.
b. Kelarutan, artinya senyawa ini bisa larut dalam air atau pelarut
lain, sampai pada taraf yang diperlukan secara efektif.
c. Stabilitas, artinya memiliki stabilitas yang tinggi bila dibiarkan
dalam waktu yang relatif lama dan tidak boleh kehilangan sifat
antimikrobanya.
d. Tidak bersifat toksik bagi manusia maupun hewan lain, artinya
senyawa ini bersifat letal bagi mikroorganisme dan tidak
berbahaya bagi manusia maupun hewan lain.
e. Homogenitas, komposisinya harus selalu sama, sehingga bahan
aktifnya terdapat pada setiap aplikasi.
f. Ketersediaan dan biaya, senyawa itu harus tersedia dalam jumlah
besar dengan harga yang pantas.
g. Sifat bahan harus serasi , yaitu zat kimia yang digunakan untuk
disinfeksi alat-alat yang terkontaminasi tidak baik digunakan
untuk kulit karena dapat merusak sel kulit.
h. Tipe mikroorganisme, artinya tidak semua mikroorganisme
rentan terhadap mikrobiostatik atau mikrobiosida, oleh karena
itu harus dipilih tipe mikroorganisme yang akan dibasmi.
3. Mekanik
Secara mekanik, untuk bahan yang mudah rusak karena
pemanasan, misalnya vitamin, enzim, serum, antibiotik. Sebagai

Contoh : filtrasi, menggunakan filter berupa membran dengan tebal
tertentu, terbuat dari asbes, diatom, porselen, kaca berpori, selulosa.
membran selulosa : diameter pori 0,01-10 μm. Bahan/zat yang tidak
dapat dipanaskan pada suhu lebih dari 1000 C, dapat dilakukan
pasteurisasi dan tindalisasi. Pasteurisasi memerlukan pemanasan 63730 C, digunakan untuk pengawetan air, susu, bir, anggur. Pasteurisasi
dapat

membunuh

Salmonella,

mikroorganisme

Coxiella)

dan

beberapa

pathogen

(Mycobacterium,

mikroorganisme

normal.

Pelaksanaan pasteurisasi dapat dilakukan dengan cara :
LTH = low temperatur holding, menggunakan suhu 63 0 C , selama
30 menit
HTST = high temperatur short time, menggunakan suhu 720 C,
selama 15 detik
Tindalisasi adalah pemanasan dengan suhu 80-1000 C, selama 30
menit, 3 hari berturut-turut. Pelaksanaan tindalisasi melalui tahapan
sebagai berikut :
1. Tindalisasi 1: sel vegetatif mati, kemudian diinkubasi, spora
berkecambah menjadi sel vegetatif.
2. Tindalisasi 2: sel vegetatif mati, spora yang tersisa berkecambah
menjadi sel vegetatif.
3. Tindalisasi 3: semua sel mati.

Daftar Pustaka

Hamdiyati, Yanti.2014. Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme II.
http://file.upi.edu. Diakses pada tanggal 27 September pada pukul 16.20
WIB.
Winarsih,S. Dkk. 2011. Reproduksi dan Pertumbuhan Mikroorganisme.
http://staff.unila.ac.id. Diakses pada tanggal 28 September pada pukul
16.30 WIB.
Kusnadi. 2014. BAB IV Pertumbuhan Bakteri. http://file.upi.edu. Diakses pada
tanggal 27 September 2014 pada pukul 16.05 WIB