PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN INDONESIA

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

Oleh Kelompok 4 :
Hatta Nurhakim Rizki (1341220004)
Juang Adi Santosa (1341220047)
M. Nur Cahyo (1341220013)
Khaidar Andrey I (1341220015)

PROGRAM STUDI TEKNIK OTOMOTIF ELEKTRONIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia masih berpredikat sebagai negara berkembang yang masih terus membangun
berbagai infrastruktur negara untuk bisa menjadi negara maju. Pembangunan di Indonesia
dirasa masih kurang, contoh saja tentang fasilitas listrik, masih banyak ditemukan
kesenjangan antara ketersediaan listrik di kota besar dengan pedesaan yang seringkali tidak

mendapatkan listrik. Menurut Wahidin (2013:34) distribusi dan alokasi nilai sumber daya
harus dibagi secara adil, maka sangat tidak adil jika yang menikmati fasilitas lengkap hanya
warga perkotaan saja. Pembangunan yang tidak merata bisa membuat adanya kesenjangan
yang tinggi dan itu membuat distribusi bahan baku dan barang-barang kebutuhan menjadi
tidak maksimal, pembangunan yang tidak merata juga berdampak pada ketahanan ekonomi
bangsa, perbedaan yang sangat jauh antara perkotaan dan pedesaan menjadi penyebabnya.
Untuk itulah pembangunan secara menyeluruh dan merata harus dilaksanakan, tidak hanya di
perkotaan saja tetapi di daerah pedesaan harus tersentuh pembangunan juga, baik itu
pembangunan fasilitas fisik seperti jalan dan listrik maupun fasilitas non fisik seperti
pendidikan. Pembangunan yang dilaksanakan harus didukung penuh oleh semua aspek, baik
itu pemerintah maupun rakyat harus bersinergi membangun negara agar lebih baik dan
mampu bersaing dengan negara lain secara global.
Selain pembangunan infrastruktur yang masih belum merata, bangsa Indonesia juga
sedang menghadapi tantangan berat yang merupakan konvergensi dari berbagai dampak
globalisasi. Menurut Tulung, dkk (2013:18), situasi global dunia yang didukung oleh
perkembangan teknologi komunikasi berbasis komputer secara masif telah menciptakan
gejala umurn bahwa masyarakat sangat mudah mendapatkan terpaan informasi dari media.
Informasi tersebut tidak semuanya relevan dengan upaya pembangunan karakter bangsa.
Giliran berikutnya pola perilaku masyarakat mengalami banyak perubahan. Nilai-nilai
religius, sosial, dan budaya yang bersumber dari budaya lokal dan adat istiadat yang

sebelumnya dijunjung tinggi oleh masyarakat, ada kecenderungan mulal dilupakan. Kondisi
faktual menuniukkan kurangnya pemahaman masyarakat terutama di kalangan generasi muda
tentang etika, solidaritas, nasionalisme, dan patriotisme. Seling dilupakannya nilai-nilai
kejujuran, seringnya teriadi pelanggaran disiplin, kurang menghargai perbedaan, rendahnya
semangat pengembangan diri, dan menurunnya integritas antara kata dan tindakan.
Kesuksesan dan kemajuan bangsa tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
2

kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi juga ditentukan oleh kemampuan mengelola diri
dan orang lain (soft skill). Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pembangunan dan pendidikan
karakter sangat penting untuk ditingkatkan. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
dan kebangsaan yang terwuiud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma Pancasila, agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Untuk bisa mencapai pembangunan yang maksimal, maka dibutuhkan suatu dasar yang
kuat dan kokoh, seperti saat membangun rumah, maka dibutuhkan pondasi yang kuat agar
rumah yang dibangun bisa tinggi dan kuat juga. Pondasi dari pembangunan itu adalah
Pancasila, pemahaman akan Pancasila di masyarakat terlebih lagi di kalangan pemerintah
harus kuat, karena menurut Azyumardi (2003:47), pemerintah merupakan alat kelengkapan
negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan negara, jadi harus

paham betul akan landasan negara untuk bisa memimpin pembangunan negara. Untuk
mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang pasti akan melakukan hal yang

paling

mendasar untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu membuat rancangan serta rincian yang
mendetail tentang apapun yang diperlukan untuk memenuhi itu semua. Sama halnya dengan
sebuah suatu negara yang memiliki cita-cita, di negara berkembang tentunya masih banyak
cita-cita yang belum bisa diraih, seperti negara Indonesia. Masih banyak cita-cita bangsa
Indonesia yang masih dikejar untuk bisa terwujud, dan tentunya tidak mudah meraih cita-cita
yang tinggi tanpa dukungan dari semua aspek negara. Selain butuh dasar negara yang kuat
yaitu Pancasila, dibutuhkan juga tiang-tiang pendukung yang kuat yaitu UUD 1945 yang bisa
mendukung dalam pembangunan negara.
Pembangunan yang dilakukan sebuah negara Indonesia tidak hanya melalui sebuah
rancangan saja, namun juga telah melewati sebuah pemikiran yang serius untuk tercapainya
negara sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara. Pembangunan haruslah dirancang
secara serius dan tidak semena-mena, tidak hanya di daerah tertentu saja untuk bisa
terciptanya suatu negara yang kuat. Pembangunan yang tidak semena-mena ini membutuhkan
berbagai macam usaha yang serius, pembangunan tidak hanya berupa materi saja, namun
juga sebuah moral dan spiritual bangsa. Pembangunan secara moral dan spiritual sangatlah

penting, karena nantinya akan berdampak pada sumber daya manusia yang akan datang,
karena jika pondasi moral baik, maka masa depan menusia itu pasti akan baik pula. Masa
depan bangsa ditentukan oleh bagaimana orang tua dan masyarakat mendidik anak muda
dengan baik dari kecil, pendidikan yang baik akan menghasilkan bibit yang baik pula.

3

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1. Mengapa Pancasila dijadikan sebagai paradigma pembangunan?
2. Apa dampak dasar negara Pancasila pada pembangunan Bangsa Indonesia?
3. Bagaimana cara menerapkan Pancasila sebagai paradigma pembangunan dalam
kehidupan masyarakat?

1.3 Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam tulisan ini
dirumuskan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan Pancasila dijadikan paradigma
pembangunan.

2. Untuk mengetahui dampak dasar negara Pancasila pada pembangunan Bangsa
Indonesia.
3. Untuk mengetahui cara menerapkan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.

4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Faktor yang Menyebabkan Pancasila dijadikan Paradigma Pembangunan
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Sosial, Budaya, Pertahanan
dan Keamanan Dikaitkan dengan Nilai-nilai Pancasila Dalam pembangunan nasional pasti
dibutuhkan suatu kerangka pemikiran yang melandasi pembangunan nasional itu sendiri.
Oleh karena itu, pancasila dapat dijadikan sebagai landasan pembangunan nasional. Namun
demikian, dari kata-kata Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional bidang sosial,
budaya, pertahanan, dan keamanan akan tercipta beberapa pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
itu sebagai berikut: Apa itu Paradigma dan mengapa Pancasila dapat dijadikan Paradigma
Pembangunan Nasional?
Menurut Tulung, dkk (2013:17), pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu

realisasi program untuk mencapai tujuan bangsa. Agar pembangunan dapat fokus pada
pencapaian tujuan, maka perlu dipandu dengan visi dan pandangan hidup yang kuat sehingga
tidak terombang-ambing dalam pusaran pengaruh kepentingan internasional. Visi dan
pandangan hidup itu harus bersumber dari nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai Pancasila
merupakan kulminasi ciri khas, identitas, jati diri, dan karakter bangsa yang dapat
membedakan dengan bangsa lain. Oleh karena itu Pancasila perlu dimantapkan kedudukan
dan fungsinya yang utama, yaitu sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dan sebagai
Pandangan Hidup Bangsa lndonesia. Giliran berikutnya nilai-nilai pancasila harus dipahami
dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menjadi acuan proses
pembangunan karakter bangsa, yaitu karakter mulia berbasis nilai-nilai Pancasila. Dengan
demikian pancasila menjadi paradigma atau cara pandang yang menjadi pedoman bersikap
dan berperilaku, acuan berinteraksi dengan orang lain, acuan menilai suatu tindakan baik atau
buruk, sebagai filter terhadap nilai-nilai negatif, dan sebagai dasar bagi penertiban kehidupan
sosial.
Arti hakiki pembangunan itu sendiri, menurut Goulet (Astroulakis, 2010) adalah
pemenuhan naluri manusia yang bersifat universal: Kebutuhan dasar, harga diri, dan
kemerdekaan memilih. Selama ini arah pembangunan hanya dipacu untuk mengejar
kemakmuran materiil yang ternyata tidak menyentuh semua kalangan. Sementara itu harkat
dan martabat bangsa cenderung diabaikan. Padahal pembangunan seharusnya ditujukan untuk
membangun harkat dan martabat manusianya (people Centered). Untuk itulah penting


5

paradigma pembangunan yang berdimensi sosial untuk menghantarkan bangsa pada
kemuliaan dalam tata kehidupan beradab.
Menurut Hanapiah (2001:1), pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila
sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya
sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka
arah / tujuan bagi yang menyandangnya. Yang menyandangnya itu di antaranya: (1)
pengembangan ilmu pengetahuan, (2) pengembangan hukum, (3) supremasi hukum dalam
perspektif pengembangan HAM, (4) pengembangan sosial politik, (5) pengembangan
ekonomi, (6) pengembangan kebudayaan bangsa, (7) pembangunan pertahanan, dan (8)
sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebagai titik tolak memahami asal mula Pancasila.
Secara materil, nilai-nilai Pancasila bermula dari tradisi hidup berdampingan (antar umat
beragama), toleransi umat beragama, persamaan haluan politik yang anti penjajahan untuk
mencita-citakan kemerdekaan, gerakan nasionalisme, dan sebagainya. Yang kesemuanya
telah hidup dalam adat, kebiasaan, kebudayaan, dan agama-agama bangsa Indonesia.
Menrut Siregar (2011:5), The founding fathers telah meletakkan identitas Sistem
Ekonomi Konstitusional Indonesia (SEKI) dalam Pancasila dan UUD 45 yang secara jelas
mengandung mentalitas atau aqidah patriotik (berjuang dan berkorban untuk kejayaan

sesama) dalam berekonomi. Disinilah terletak paradigma pembangunan ekonomi Indonesia
yang sebenarnya. Prinsip yang dikandungnya terdiri dari kolektivisme atau kerjasama dan
kebersamaan atau brotherhood (tolong-menolong dalam persaudaraan). Terkandung pula
prinsip kedaulatan ekonomi yang terimplikasi dalam keadulatan pangan, kedaulatan energi,
dan kedaulatan sektor/sumberdaya strategis. Tak kalah penting, prinsip otoritas dan
kewajiban negara dalam menjamin keadilan sosial dan kemakmuran rakyat. Dengan ini
pemerintah harus bijak memperlakuan jenis barang, sebagai komoditas bisnis atau non bisnis,
dan menetapkan batasan penguasaan asset. Kesemuanya dipastikan hanya untuk kemakmuran
rakyat karena negeri ini bukan untuk asing atau untuk golongan investor saja.
Menrut Siregar (2011:6), dasar-dasar SEKI adalah Pancasila, Pembukaan UUD ’45, UUD
’45 beserta penjelasannya khususnya: Pasal 33*) ayat 1,2, dan 3, Pasal 27 ayat 2 dan Pasal
34. selain itu juga menjadi dasar SEKI adalah GBHN dan Tap MPR No.XVI/1998 tentang
Politik Ekonomi Bagi Demokrasi Ekonomi. SEKI bersifat khas dan berbeda dengan arah
sistem global yang dominan saat ini, yakni Neoliberal. Perbedaan inilah yang menjadi
tantangan bagi kelangsungan pembangunan kendati ada pendapat tentang keniscayaan
“berbeda” dalam Neolib seperti dikemukakan Mac Ewan (dalam Mubyarto, 1999):Contrary
to the claims of its proponents, there are alternatives to the neo-liberalism course, and these
6

alternatives are far preferable in term of immediate and long term consequences. Akan

tetapi, faham yang didukung kekuatan full mesin ekonomi-politik ini tidak tinggal diam
membiarkan dominasinya terancam dengan cara pandangnya terhadap kehidupan setiap
sistem perekonomian. Neo-Liberalism, in its extreme or revised form, presents us with a view
of the world in which there are only two choices, an economy organized by markets or an
economy organized by a dictatorial –or at best inept and inefficient- static bureaucracy (Mac
Ewan dalam Mubyarto, 1999).
Pembangunan Nasional tidak memiliki arti yang sempit hanya membangun fisiknya saja.
Pembangunan Nasional memiliki arti yang luas yaitu membangun masyarakat Indonesia
seutuhnya. Pancasila dapat dijadikan paradigma pembangunan Nasional karena nilai-nilai
pancasila dapat diterapkan dan sesuai dengan perkembangan jaman. Dalam pembangunan
Nasional harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila. Pada undangundang alinea ke-IV telah tercantum tujuan dari Negara Indonesia, yaitu memajukan
kesejahteraan umum dan mencapai masyarakat adil dan makmur. Dan dalam upaya
membangun Indonesia seutuhnya itulah diperlukan penerapan dari nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat
manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang
monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat

dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan.
Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil yang
berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutan
bahwa tujuan negara adalah “ melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social”. Tujuna pertama merupakan manifestasi dari negara hokum formal,
sedangkan tujuan kedua dan ketiga merupakan manifestasi dari pengertian negara hukum
material, yang secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus. Sementara tujuan yang
7

terakhir adalah

perwujudan dari kesadaran suatu bangsa yang hidup di tengah-tengah

pergaulan masyarakat internasional. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam sila pancasila
dikembangkan atas dasar ontomologis manusia, baik sebagai makhluk individu atau social.

Nilai-nilai Pancasila harus dikembalikan kepada kondisi objektif masyarakat Indonesia. Maka
dari itu,pancasila harus menjadi paradigm perilaku manusia Indonesia, termasuk dalam
pembanguan nasionalnya.

2.2 Dampak Dasar Negara Pancasila pada Pembangunan Bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara menjadikan setiap tingkah laku dan setiap
pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan pelaksana pemerintahan harus selalu
berpedoman pada Pancasila, dan tetap memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur serta
memegang teguh cita-cita moral bangsa. Pancasila sebagai sumber nilai menunjukkan
identitas bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, hal ini
menandakan bahwa dengan Pancasila bangsa Indonesia menolak segala bentuk penindasan,
penjajahan dari satu bangsa terhadap bangsa yang lain. Bangsa Indonesia menolak segala
bentuk kekerasan dari manusia satu terhadap manusia lainnya, dikarenakan Pancasila sebagai
sumber nilai merupakan cita-cita moral luhur yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari
bangsa Indonesia.
Pancasila mengarahkan pembangunan agar selalu dilaksanakan demi kesejahteraan umat
manusia dengan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa dan keluhuran bangsa sebagai bagian
dari umat manusia di dunia. Pembangunan di segala bidang selalu mendasarkan pada nilainilai Pancasila.
Implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa mendorongpeningkatan
kualitas SDM dalam pembangunan lingkungan hidup. Kebutuhan trasformasi dari moral
Pancasila menjadi norma tindakan dan kebijakan, yang dituangkan dalam perundangundangan. Sasarannya adalah transparansi danaccountibility tata kelola pembangunan.
Pendekatan ini untuk membuktikan terjadinyapeningkatan kualitas SDM penyelenggara
negara. Pada tingkat penyelenggara, SDM yang berkualitas mampu merumuskan peraturan
perundangan atau kebijakan dalam penguatan fungsi lembaga-lembaga negara, otonomi
daerah dan pengelolaan sumber daya alam.
Menurut

Siregar

(2013:9),

pada

tingkat

wilayah

(institutional

arrangement),

mengidentifikasi aturanatau mekanisme alokasi sumberdaya di antara unit-unit ekonomi.
Pada tingkat regionini, tercipta kelembagaan ekonomi ekologi, cluster, atau kaitan ekonomi
riil, yangberdampak langsung kepada masyarakat. Pada tingkat pelaku ekonomi atau
8

masyarakat, SDM berkualitas lahir seiring dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dalam
bidangpembangunan perkotaan, ekowisata dan infrastruktur.Kualitas itu akan lahir dari
manusia yang berkarakter religius, percaya diri, danmemiliki etos kerja yang tinggi. SDM
berkualitas inilah yang menjalankanpenyelenggaraan negara maupun sebagai pelaku
pembangunan, yang lebih berorientasikepada kesejahteraan dalam rangka peningkatan harkat
bangsa sebagai manusia.
Menurut Hanapiah (2001:10), paradigma baru TNI dalam rangka menjadikan Pancasila
(sila-sila Pancasila) 10 sebagai paradigma pembangunan pertahanan adalah berupa: (1)
Tindakan TNI senantiasa: (a) melaksanakan tugas negara dalam rangka pemberdayaan
kelembagaan fungsional, (b) atas kesepakatan bangsa, (c) bersama-sama komponen strategis
bangsa lainnya, (d) sebagai bagian dari sistem nasional, (e) melalui pengaturan
konstitusional; dan (2) pada hakikatnya merupakan pemberdayaan bangsa. Esensi
implementasi paradigma-baru itu secara internal TNI berupa: (1) tanggalkan kegiatan sosial
politik, (2) bertugas pokok pada pertahanan negara terhadap ancaman dari luar negeri, (3)
keamanan dalam negeri merupakan fungsi Polri, (4) melakukan penguatan dan penajaman
pada konsistensi doktrin gabungan (keseimbangan AD-AL-AU).
Paradigma lama TNI (ABRI) berupa: (1) pendekatan keamanan pada masalah
kebangsaan, (2) posisi ABRI dekat dengan pusat kekuasaan, (3) ABRI sebagai penjuru bagi
penyelesaian segenap masalah kebangsaan, (4) ABRI dapat ambil inisiatif bagi penyelesaian
masalah kebangsaan, (5) ABRI berperan dalam sistem politik nasional, (6) bermitra tetap
dalam politik: dukung mayoritas tunggal (ABG).
Dalam bidang pengembangan IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang pada
hakikatnya merupakan hasil kreatifitas rohani mausia. Unsur rohani manusia meliputi aspek
akal, rasa, dan kehendak. Akal

merupakan potensi rohaniah manusia dan hubunganya

daengan intelektualitas, rasa dalam bidang estesis, dan kehendak dalam bidang moral. Tujuan
yang esensial dari iptek adalah demi kesejaheraan umat manusia, sehingga pada hakekatnya
tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusa
harus didasarkan kepada moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Menurut Prihantoro (2003:77), pengembangan dan pembangunan bidang politik harus
mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan
kenegaraan disebut hak asasi manusia. Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada
kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individu-mahluk sosial
yang terjelma sebagai rakyat. Selain sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar
moralitas politik negara. Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa “negara berdasarkan atas
9

Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Hal ini
menurutnya agar memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan.
Oleh karena itu dalm politik negara termasuk para elit politik dan para penyelenggara negara
untuk memegang budi pekerti kemanusiaan serta memegang teguh cita-cita moral rakyat
leluhur.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam politik
negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila IV), adapun pengembangan dan aktualisasi
politik negara berdasarkan pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan (sila I), moral
kemanusiaan (sila II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa (sila
III). Adapun aktualisasi dan pengembangan politik negara demi tercapainya keadilan dalam
hidup bersama (sila V).
Dapat disimpulkan bahwa pengembangan politik negara terutama dalam proses
reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila
pancasila sehingga, praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara dengan
memfitnah, memprovokasi menghasut rakyat yang tidak berdosa untuk diadu domba harus
segera diakhiri.
Menurut Lubis (2003), negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat
hukum.

Demi

tegaknya

hak-hak

warga

Negara

maka

diperlukan

peraturan

perundangundangan Negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam
rangka melindungi hak-hak warganya. Oleh karena itu Negara bertujuan melindungi segenap
wilayah Negara dan bangsanya. Oleh karena pancasila sebagai dasar Negara dan
mendasarkan diri pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan
keamanan Negara harus dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai
pendukung pokok Negara.
Demikian pula pertahanan dam keamanan Negara bukanlah hanya untuk sekelompok
warga ataupun kelompok politik tertentu, sehingga berakibat Negara menjadi totaliter dan
otoriter. Oleh karena itu Pertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan
demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Pertahanan dan Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan
rakyat sebagai warga negara.
Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta
kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam
masyarakat agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu
negara hukum dan bukannya suatu Negara yang berdasarkan kekuasaan.
10

Menurut Winataputra (2011:4), melihat sifat komprehensif dan kompleksitas dari
pembangunan karakter bangsa tersebut, telah ditetapkan yang menjadi lingkup sasaran
pembangunan karakter bangsa mencakup ranah sebagai berikut (Kebijakan Nasional,2010:56) .
1. Lingkup Keluarga yang “...merupakan wahana pembelajaran dan pembiasaan karakter
yang dilakukan oleh orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga terhadap anak sebagai
anggota keluarga sehingga diharapkan dapat terwujud keluarga berkarakter mulia yang
tecermin dalam perilaku keseharian.”
2.

Lingkup Satuan

Pendidikan

yang “...merupakan

wahana pembinaan dan

pengembangan karakter yang dilakukan dengan menggunakan (a) pendekatan terintegrasi
dalam semua mata pelajaran, (b) pengembangan budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan
kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, serta (d) pembiasaan perilaku dalam kehidupan di
lingkungan satuan pendidikan. Pembangunan karakter melalui satuan pendidikan dilakukan
mulai dari pendidikan usia dini sampai pendidikan tinggi.”
3. Lingkup Pemerintahan yang “...merupakan wahana pembangunan karakter bangsa
melalui keteladanan penyelenggara negara, elite pemerintah, dan elite politik. Unsur
pemerintahan merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter
bangsa karena aparatur negara sebagai penyelenggara pemerintahan merupakan pengambil
dan pelaksana kebijakan yang ikut menentukan berhasilnya pembangunan karakter pada
tataran informal, formal, dan nonformal.” Pemerintahlah yang mengeluarkan berbagai
kebijakan dalam
4. Lingkup Masyarakat Sipil yang “...merupakan wahana pembinaan dan pengembangan
karakter melalui keteladanan tokoh dan pemimpin masyarakat serta berbagai kelompok
masyarakat yang tergabung dalam organisasi sosial kemasyarakatan sehingga nilai-nilai
karakter dapat diinternalisasi menjadi perilaku dan budaya dalam kehidupan sehari-hari”.
5. Lingkup Masyarakat Politik yang “...merupakan wahana yang melibatkan warga
negara dalam penyaluran aspirasi dalam politik. Masyarakat politik merupakan suara
representatif dari segenap elite politik dan simpatisannya. Masyarakat politik memiliki nilai
strategis dalam pembangunan karakter bangsa karena semua partai politik memiliki dasar
yang mengarah pada terwujudnya upaya demokratisasi yang bermartabat.”
6. Lingkup Dunia Usaha dan Industri yang “...merupakan wahana interaksi para pelaku
sektor riil yang menopang bidang perekonomian nasional. Kemandirian perekonomian
nasional sangat bergantung pada kekuatan karakter para pelaku usaha dan industri yang di
antaranya dicerminkan oleh menguatnya daya saing, meningkatnya lapangan kerja, dan
11

kebanggaan terhadap produk bangsa sendiri.” 7. Lingkup Media Massa yang “...merupakan
sebuah fungsi dan sistem yang memberi pengaruh sangat signifikan terhadap publik,
khususnya terkait dengan 5 pembentukan nilai-nilai kehidupan, sikap, perilaku, dan
kepribadian atau jati diri bangsa. Media massa, baik elektronik maupun cetak memiliki fungsi
edukatif

atau

pun

nonedukatif

bergantung

dari

muatan

pesan

informasi

yang

disampaikannya.”
2.3 Cara Menerapkan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan dalam Kehidupan
Masyarakat Berbangsa dan Bernegara
Penerapan nilai-nilai Pancasila harus dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dari Sila ke I sampai Sila Sila ke V
yang harus diaplikasikan atau dijabarkan dalam setiap kegiatan adalah sebagai berikut (
Soejadi, 1999 : 88- 90).
1. Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai religius, antara lain.
a. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
b. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Penerapan Sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu peduli terhadap sesama, kepedulian
terhadap sesama ini membentuk moral bangsa yang baik dan bisa menunjang pembangunan
bangsa Indonesia di masa depan.

2. Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang
harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut.
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia
2. Saling mencintai sesama manusia
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
12

7. Berani membela kebenaran dan keadilan
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena
itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Penerapan, pengamalan/aplikasi sila ini dalam kehidupan sehari hari

yaitu dapat

diwujudkan dalam bentuk kepedulian akan hak setiap orang untuk memperoleh pembangunan
lingkungan yang baik dan sehat, hak setiap orang untuk mendapatkan informasi tentang
pembangunan, hak setiap orang untuk berperan dalam rangka pembangunan nasional yang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan sebagainya.
Dalam hal ini banyak yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk mengamalkan Sila ini,
misalnya menyekolahkan anak sampai tingkat SMA untuk bisa memperoleh pendidikan yang
memadai dan mendukung pembangunan di bidang moral dan peningkatan sumber daya
manusia, mengadakan pengendalian tingkat polusi udara agar udara yang dihirup bisa tetap
nyaman, menjaga kelestarian tumbuh-tumbuhan yang ada di lingkungan sekitar, mengadakan
gerakan penghijauan dan sebagainya.

3. Di dalam Sila Persatuan Indonesia terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus
diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut.
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi atau golongan
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika.
Penerapan sila ini dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan mendukung dan ikut serta
dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah demi kemajuan bersama dan tidak
mementingkan diri sendiri, melakukan inventarisasi tata nilai tradisional yang harus selalu
diperhitungkan dalam pengambilan kebijaksanaan dan pengendalian pembangunan
lingkungan di daerah dan mengembangkannya melalui pendidikan dan latihan serta
penerangan dan penyuluhan dalam pengenalan tata nilaim, tradisional dan tata nilai agama
yang mendorong perilaku manusia untuk melindungi sumber daya dan lingkungan (Salladien
dalam Burhan Bungin dan Laely Widjajati , 1992 : 156-158).

13

4. Di dalam Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan terkandung nilai-nilai perikemanusiaan yang harus
diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini antara lain sebagai berikut.
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
musyawarah
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilainilai kebenaran dan keadilan.
Penerapan sila ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, antara lain (Koesnadi
Hardjasoemantri, 2000 : 560 ).
· Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung
jawab dalam mengambil keputusan di masyarakat
· Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan
tanggung jawab masyarakat dalam ikut serta di pembangunan, seperti hal kecil yaitu
gotong royong membangun fasilitas desa dan juga sadar jika masyarakat berhak
mendapatkan pendidikan
· Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan masyarakat,
dunia usaha dan pemerintah dalam upaya peningkatan ekonomi masyarakat.

5. Di dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia terkandung nilai-nilai
perikemanusiaan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini
antara lain sebagai berikut.
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan gotong-royong
2. Bersikap adil
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4. Menghormati hak-hak orang lain
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
14

7. Tidak bersifat boros
8. Tidak bergaya hidup mewah
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
10. Suka bekerja keras
11. Menghargai hasil karya orang lain
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Penerapan sila ini tampak dalam ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur masalah
yang ada dalam masyarakat contohnya keadilan memperoleh hak dan kewajiban, tidak
adanya kesenjangan hukum antar individu. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa
menerapkannya dengan cara berlaku adil saat mengambil keputusan, jika perilaku ini kita
tanamkan sejak dini, maka akan terbentuk moral yang kuat dan tidak mudah tergoda akan
korupsi misalnya.
Sebagai contoh lain yaitu dalam Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang GarisGaris Besar Haluan Negara (GBHN), Bagian H yang mengatur aspek-aspek pembangunan
dan pengelolaan di bidang lingkungan hidup dan pemanfaatan sumber daya alam. Dalam
ketetapan MPR ini hal itu diatur sebagai berikut (Penabur Ilmu, 1999 : 40).
· Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi
· Meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan
konservasi, rehabilitasi dan penghematan pengunaan dengan menerapkan teknologi ramah
lingkungan
· Mendelegasikan secara betahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup, sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga yang diatur dengan undangundang
· Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan
memperhatikan kelestarian fungsi dan keseim-bangan lingkungan hidup, pembangunan
yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan
ruang yang pengaturannya diatur dengan undang-undang.

15

BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan pembahasan, dan hasil pembahasan diatas dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Pancasila adalah dasar negara yang kuat dan bisa menjadi pondasi yang teguh dalam
penerapan pembangunan Bangsa Indonesia
2. Butir-butir Pancasila dapat diterapkan dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari
agar bisa mendukung pembangunan negara
3. Pancasila berdampak langsung pada pembangunan di Indonesia karena dijadikan
sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

5.2 Saran
1. Bagi penulis berikutnya
Memperbanyak sumber dari buku dalam penulisan Bab II terutama dalam poin 2.1
dan 2.2
2. Bagi masyarakat atau pembaca pada umumnya
Belajar tentang Pancasila dan penerapannya di bangku sekolah minimal 12 tahun.
Mengajarkan penerapan butir-butir Pancasila pada anak-anak sejak kecil.
3. Bagi pemerintah
Memfasilitasi sekolah yang memadai agar banyak orang bisa bersekolah, yang
nantinya bisa menjadi paham akan Pancasila dan pembangunan negara bisa
terealisasi dengan baik dan merata.

16

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2013, Pendidikan Kewarganegaraan (civil education): Demokrasi,

Hak

Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana.
Darmodiharjo, Darji. 1993, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang:
Laboratorium Pancasila IKIP Malang.
Dekker, Nyoman. 1997, Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa. Malang: IKIP Malang.
Wahidin. 2013, Pendidikan Kewarganegaraan. Tangerang: In Media.
Hanapiah,

Pipin.

Pancasila

Sebagai

Paradigm.

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2009/05/ pancasila_sbg_paradigm.pdf. Diakses tanggal 30 Mei 2016
pukul 19.03.
Lubis,

Solly.

Pembangunan

Hukum

Nasional.

http://www.lfip.org/english/pdf/bali-

seminar/Makalah%20lepas%20-%20Pembangunan%20Hukum%20Nasional%20%20solly%20lubis.pdf diakses tanggal 30 Mei 2016 pukul 6:41 WIB.
Prihantoro, Edy. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional dan Aktualisasi Diri.
http://elearning.gunadarma.ac.id/index.php?option=com_wrapper&Itemid=36.
Diakses tanggal 31 mei 2016 pukul 19.03.
Winataputra, Udin Saripudin. Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter
Bangsa Melalui Pendidikan Karakter.
https://kisyani.files.wordpress.com/2010/07/makalah-1.pdf diakses tanggal 31 Mei
2016 pukul 4:41 WIB.

17