Laporan Praktikum Dan Avertebrata Air

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM AVERTEBRATA AIR

Laporan ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Kelulusan Mata Kuliah Avertebrata Air

OLEH : ARDANA KURNIAJI I1A2 10 097 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2011

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Spons adalah hewan dari filum Porifera yang berarti "pembawa pori". Tubuh mereka terdiri dari jelly seperti mesohyl terdapat di antara dua lapisan tipis sel. Sementara semua hewan memiliki sel terspesialisasi yang dapat berubah menjadi sel- sel khusus, spons yang unik dalam memiliki beberapa sel-sel khusus yang dapat berubah menjadi jenis lain. Spons tidak memiliki saraf, pencernaan atau sistem peredaran darah. Sebaliknya, sebagian besar mengandalkan aliran air konstan yang masuk melalui tubuh mereka untuk mendapatkan makanan dan oksigen dan untuk menghilangkan limbah.

Bentuk tubuh mereka yang diadaptasi untuk memaksimalkan efisiensi dari aliran air. Semua sessile, meskipun ada spesies yang hidup diair tawar, namun sebagian besar hidup dilaut, mulai dari zona pasang surut sampai kedalaman lebih dari 8.800 meter (5,5 mi). Sementara sebagian besarnya hidup sekitar 5,000-10,000 meter yang biasa dikenal spesies pemakan bakteri dan partikel makanan lainnya di air. Sebagai hewan yang tergolong „purba‟ karena strukturnya yang sederhana, maka cara hidupnya juga relatif simpel karena tidak memiliki organ tubuh. Sponge biasanya mendapatkan suplay makanan dari lingkungan sekitarnya atau organisme yang berasosiasi dengannya.

Sebagai hewan berongga, kemampuannya sangat menakjubkan karena mampu menyaring air dalam volume besar dengan struktur tubuh yang terbatas. Hal ini sangat membantu dalam mengatasi jumlah partikel tersuspensi akibat intrusi dari daratan atau lumpur yang terbawa arus sehingga mengurangi tingkat kekeruhan, ini sangat menolong kehidupan karang karena kondisi perairan terjaga baik. Filum ini dapat dibagi menjadi tiga kelas besar, yaitu Calcarea, Demospongiae dan Hexactinellida. Demospongiae adalah yang paling banyak ditemukan, tersebar luas dan merupakan spons yang terdiri dari jenis-jenis yang paling beragam dan telah mendapat perhatian relatif banyak dari ahli kimia dan biokimia.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka sangat penting untuk dilakukan praktikum Avertebrata air mengenai filum porifera dengan tujuan untuk mengamati dan mengenal lebih jauh mengenai struktur tubuh morfologi dan anatomi filum porifera.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Porifera secara morfologi dan anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Porifera. Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Porifera.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Porifera berasal dari bahasa latin dari kata porus yang berarti lubang kecil dan kata ferre yang berarti mempunyai. Jadi, Porifera merupakan hewan berpori atau hewan yang memiliki lubang-lubang kecil pada tubuhnya (Setiowati, 2007 hal 126)

Menurut Firmansyah (2005), spons di klasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum

: Dictioceratidaceaer Genus : Spongilla Species : Spongilla sp.

Gambar 1. Sponge (Spongilla sp.)

2.2. Morfologi dan Anatomi

Tubuh Porifera berbentuk seperti vas bunga yang menempel pada dasar perairan. Tubuhnya lunak dan permukaannya berpori (ostium). Porifera memiliki rongga tubuh (Spongocoel) dan lubang keluar (Oskulum). Air akan mengalir dari ostium masuk ke spongocoel dan akhirnya akan mengalir ke luar melalui oskulum. Porifera memiliki dua lapisan jaringan tubuh (diploblastik). Lapisan luar tersusun oleh sel-sel epidermis yang disebut pinakosit, sedangkan lapisan dalamnya tersusun oleh sel-sel endodermis berbentuk corong. (Setiowati, 2007).

Tubuh Porifera dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu tipe ascon, tipe sycon dan tipe rhagon atau leukon. Walaupun strukturnya berbeda, fungsinya tetap sama, yaitu sebagai saluran air. Ascon merupakan saluran air dengan lubang ostium yang dihubungkan langsung oleh saluran ke spongocoel. Sycon merupakan saluran air yang bercabang-cabang ke rongga-rongga yang berhubungan langsung dengan spongocoel. Rhagon merupakan tipe saluran air yang kompleks. Air mengalir melalui ostium kemudian masuk melalui saluran menuju rongga-rongga yang dibatasi oleh Tubuh Porifera dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu tipe ascon, tipe sycon dan tipe rhagon atau leukon. Walaupun strukturnya berbeda, fungsinya tetap sama, yaitu sebagai saluran air. Ascon merupakan saluran air dengan lubang ostium yang dihubungkan langsung oleh saluran ke spongocoel. Sycon merupakan saluran air yang bercabang-cabang ke rongga-rongga yang berhubungan langsung dengan spongocoel. Rhagon merupakan tipe saluran air yang kompleks. Air mengalir melalui ostium kemudian masuk melalui saluran menuju rongga-rongga yang dibatasi oleh

Gambar 2. Struktur Morfologi Spons

Pori-pori yang terdapat pada Porifera membentuk saluran air yang bermuara dirongga tubuh (spongocoel). Pada ujung rongga tubuh terdapat lubang besar yang disebut oskulum. Tubuh Porifera tersusun oleh sel-sel berbentuk pipih dan berdinding tebal yang disebut sel pinakosit. Pada lapisan dalam spongocoel, dilapisi oleh sel yang berbentuk seperti lampu dan berflagel yang disebut sel koanosit (Firmansyah, 2005).

Gambar 3. Struktur Anatomi Spons

Tubuh diploblastik, tersusun atas

a. Lapisan luar (epidermis = epithelium dermal). Terdiri atas pinakosit

b. Lapisan dalam, terdiri atas jajaran sel berleher (koanosit). Sel koanosit berfungsi sebagai organ respirasi dan mengatur pergerakan air. Diantara lapisan luar dan

- Gelatin protein matrik - Amubosit (sifatnya mobil/mengembara). Sel amebosit berfungsi untuk

transportasi O 2 dan zat-zat makanan, ekskresi dan penghasil gelatin - Arkeosit merupakan sel yang tumpul dan dapat membentuk sel-sel reproduktif - Porosit/miosit terletak disekitar pori dan berfungsi untuk membuka dan

menutup pori. - Skleroblast berfungsi membentuk spikula - Spikula merupakan unsure pembentuk tubuh (Rusyana, 2011).

Gambar 4. Letak Spikula pada tubuh Spons

Filum Porifera disebut juga hewan spons. Porifera merupakan hewan multiseluler yang paling sederhana, tidak memiliki kepala atau anggota badan lain layaknya hewan. Oleh karena itu, banyak yang keliru mengidentifikasi porifera sebagai tanaman laut. Tubuh porifera dihubungkan oleh saluran-saluran yang terbuka diujungnya dan membentuk pori-pori (Zakrinal, 2008).

2.3. Habitat dan Penyebaran

Filum Porifera disebut juga hewan spons. Kata porifera berasal dari bahasa latin yaitu porus yang berarti pori dan fer berarti membawa. Hewan ini dikatakan juga sebagai hewan berpori. Hewan porifera merupakan hewan multiseluler yang paling sederhana. Hewan ini merupakan hewan sessile (hidup melekat pada substrat). Hewan spons memiliki ukuran bervariasi, yaitu berkisar dari 1 cm hingga 2 m. sebagian besar hewan ini hidup dilaut. Menurut Campbell (1998:594), dari 9.000 spesies hewan spons, hanya 100 spesies saja yang hidup di air tawar, sisanya hidup diperairan laut (Firmansyah, 2005).

Porifera hidup di lautan yang airnya tenang dan jernih serta tidak berarus kuat. Selain itu, ada yang hidup di laut dangkal dan ada pula yang hidup di laut dalam. Porifera juga dapat ditemukan di perairan tawar seperti di danau dan aliran sungai yang jernih. Porifera dapat ditemukan perairan laut Sulawesi, NTB, dan NTT (Setiowati, 2007).

Porifera memiliki sekitar 10.000 spesies yang kebanyakan hidup di air laut. Hewan ini merupakan hewan sessile (hidup melekat pada substrat). Spesies tersebut Porifera memiliki sekitar 10.000 spesies yang kebanyakan hidup di air laut. Hewan ini merupakan hewan sessile (hidup melekat pada substrat). Spesies tersebut

Sekitar 150 jenis porifera hidup di ait tawar, misalnya Haliciona dari kelas Demospongia.Porifera yang telah dewasa tidak dapat berpindah tempat (sesil), hidupnya menempel pada batu atau benda lainya di dasar laut.Karena porifera yang bercirikan tidak dapat berpindah tempat, kadang porifera dianggap sebagai tumbuhan. (Ferdinand, 2008).

2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Porifera bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi aseksual terjadi melalui pembentukan tunas (Budding). Tunas yang dihasilkan dapat memisahkan diri dari induknya yang selanjutnya menjadi individu baru. Akan tetapi, tunas yang dihasilkan dapat juga melekat pada induknya dan membentuk koloni yang cukup besar. Reproduksi aseksual lainnya dengan pembentukan gammule (butir benih). Hal ini terjadi jika kondisi tidak menguntungkan. Misalnya, perubahan suhu atau perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan porifera mati. Akan tetapi, gammule akan tetap hidup dan akan keluar jika kondisi menguntungkan untuk menjadi individu baru (Karmana, 2007).

Perkembangbiakan seksual belum dilakukan dengan kelamin khusus. Baik ovum maupun spermatozoid berkembang dari sel-sel amobosit khusus yang disebut Arkheosit. Ovum yang belum atau telah dibuahi oleh spermatozoid tetap tinggal didalam tubuh induknya (mesoglea). Setelah terjadi pembuahan, maka zygot akan mengadakan pembelahan berualang kali, akhirnya terbentuk larva berambut getar yang disebut amphiblastula, dan amphiblastula ini kemudian akan keluar dari dalam tubuhnya malalui oskulum. Setelah ia tiba dilingkungan eksternal, dengan rambut getarnya kemudian ia akan berenang-renang mencari lingkungan yang bisa menjamin

kelangsungan hidupnya (kaya dengan O 2 dan zat-zat makanan). Larva ini kemudian akan berubah menjadi parenchymula. Bila telah menemukan tempat yang sesuai, maka ia akan melekatkan diri pada suatu obyek tertentu dan selanjutnya tumbuh menjadi porifera baru, sedangkan untuk non seksual dilakukan dengan membentuk tunas atau kuncup kearah luar yang kemudian memisahkan diri dari induknya dan hidup sebagai individu baru (Rusyana, 2011).

Gambar 5. Perkembangbiakan porifera

Porifera melakukan reproduksi secara aseksual maupun seksual.Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan tunas dan gemmule. Gemmule disebut juga tunas internal. Gemmule dihasilkan hanya menjelang musim dingin di dalam tubuh porifera yang hidup di air tawar.Porifera dapat membentuk individu baru dengan regenerasi. Reproduksi seksual dilakukan dengan pembentukan gamet (antara sperma dan ovum). Ovum dan sperma dihasilkan oleh koanosit.Sebagian besar Porifera menghasilkan ovum dan juga sperma pada individu yang sama sehingga porifera bersifat Hemafrodit (Zakrinal, 2008).

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Porifera merupakan hewan heterotrof. Makanan Porifera biasanya berupa plankton yang masuk ke spongocoel. Adapun oksigen diserap oleh sel kollar atau koanosit. Untuk sisa makanan, dibuang melalui oskulum. Ada yang menarik pada porifera ini, yaitu oksigen dan makanan yang digunakan oleh sel koanosit sebagian di transfer ke sel-sel yang bergerak, yaitu sel amoebosit (Firmansyah, 2005).

Porifera tidak memiliki sistem saluran pencernaan sehingga makanan (plankton dan bahan organic) langsung masuk dalam sel koanosit dan diedarkan keseluruh bagian tubuh (Zakrinal,2008).

Gambar 6. Struktur Sel Koanosit (Anonim, 2011)

Makanan bersama air masuk kedalam tubuh Porifera melalui sistem saluran air yang berupa pori (ostia), spongosoel dan oskulu, makanan ditangkap oleh sel koanosit diruang spongosoel. Selanjutnya akan dicerna secara intraseluler oleh koanosit dan selanjutnya hasilnya diedarkan oleh sel-sel amoebosit yang dapat bergerak bebas keseluruh bagian tubuh (Susilowarno, 2010).

2.6. Nilai Ekonomis

Porifera belum memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Porifera dimanfaatkan manusia karena sponsnya bersifat elastic yang dapat digunakan untuk alat menggosok

tubuh saat mandi. Rangka tubuh Porifera yang sudah mati dapat dimanfaatkan sebagai hiasan (Karmana, 2007).

Gambar 7. Beberapa prodak spons mandi dari porifera

Beberapa jenis porifera seperti spongia dan hippospongia dapat digunakan sebagai spons mandi dan alat gosok. Namun, spons mandi yang banyak digunakan umumnya adalah spons buatan, bukan berasal dari kerangka porifera. Zat kimia yang dikeluarkannya memiliki potensi obat penyakit kanker dan penyakit lainnya (Wijaya, 2007).

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 4 November 2011, pukul

15.30 – 17.30 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan beserta kegunaannya yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan bahan beserta kegunaanya

No Nama Alat

Kegunaan

A. Alat

1. Baki Untuk meletakkan organisme yang akan diamati

2. Pisau Bedah Untuk membedah organisme yang diamati

3. Alat tulis Untuk mencatat dan menggambar hasil pengamatan

4. Toples Untuk menyimpan bahan pengamatan yang diambil dari laut

5. Pinset

Untuk mengambil bahan dari toples

6. Buku Untuk Mengidentifikasi Struktur Tubuh obyek yang Identifikasi

diamati

B Bahan

1. Spons

Sebagai obyek yang diamati

(Spongilla sp.)

2. Alkohol 70% Untuk mengawetkan bahan pengamatan

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan

2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organism tersebut.

3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:

A. Struktur Morfologi dan Anatomi Sponge (Spongilla sp.)

Keterangan:

1. Lubang keluar (osculum)

2. Pori-pori (ostium)

3. Spikula

Gambar 8. Morfologi Spons (Spongilla.sp.)

Keterangan:

1. Lubang keluar (osculum)

2. Spikula

3. Rongga tubuh (spongosol)

4. Pori-pori (ostium)

Gambar 9. Anatomi Spons (Spongilla sp.)

4.2. Pembahasan

Hewan spons yang merupakan hewan menetap, sangat jarang kelihatan bergerak. Semua hewan spons digolongkan ke dalam filum porifera dan hampir semuanya berhabitat di laut, kecuali setidak-tidaknya ada 150 spesies yang hidup di air tawar. Pada masa kini hewan spons dikenal sebagai cabang sendiri dari metazoa dan dinamakan kelompok parazoa. Hewan ini melekat pada karang, pada rangka- rangka kerang laut atau di bawah geladak lantai pelabuhan/dermaga dan di permukaan batu-batuan di laut dan perairan tawar misalnya Spongilla.

Porifera berasal dari bahasa Latin yaitu porus adalah pori, dan fer adalah membawa. Maka Porifera dapat diartika sebagai hewan berpori yang termasuk ke dalam filum hewan multiseluler yang paling sederhana. Ahli Botani, mengelompokkan spons (porifera) ini ke dalam Kerajaan Plantae karena bentuknya yang bercabang-cabang dan tidak mampu bergerak secara nyata. Namun Spons dikelompokkan ke dalam Kingdom Animalia pada tahun 1765, setelah dilakukan penelitian dan pengamatan arus air melalui oskulumnya yang bergerak. Berdasarkan tipe saluran air, porifera dibedakan tiga tipe, yakni tipe akson, terdiri atas ostia, spongiosel, oskulum. Contohnya Clathrina blanca, selanjutnya adalah tipe sikon, terdiri atas ostia, saluran radial tidak bercabang, spongiosel, dan oskulum. Contohnya Pheronima sp serta tipe leukon (ragon), terdiri atas ostia, saluran radial bercabang-cabang, spongiosel, dan oskulum. Contohnya Euspongia officinalis.

Gambar 10. Tipe saluran pada porifera

Berdasarkan bentuk struktur kanal, anatomi percabangan dari pori-porinya, bentuk spikula yang khas maka Filum Porifera tidak mudah untuk dikelompok- kelompokan dan diklasifikasikan. Klasifikasi yang pernah ada dan masih berkembang tentu saja menarik bagi ilmuwan, utamanya taksonomis hewan. Setidaknya ada 4 kelases yang dicakup oleh filum porifera yaitu Kelas Calcarea yang dikenal sebagai spons calcareous yang khas karena selalu mempunyai spikula yang tersusun atas kalsium karbonat. Hidup di laut, tubuh berukuran tidak lebih dari 10 cm. Spikula Berdasarkan bentuk struktur kanal, anatomi percabangan dari pori-porinya, bentuk spikula yang khas maka Filum Porifera tidak mudah untuk dikelompok- kelompokan dan diklasifikasikan. Klasifikasi yang pernah ada dan masih berkembang tentu saja menarik bagi ilmuwan, utamanya taksonomis hewan. Setidaknya ada 4 kelases yang dicakup oleh filum porifera yaitu Kelas Calcarea yang dikenal sebagai spons calcareous yang khas karena selalu mempunyai spikula yang tersusun atas kalsium karbonat. Hidup di laut, tubuh berukuran tidak lebih dari 10 cm. Spikula

Kelas yang kedua adalah Demospongiae, dimana Spons yang termasuk kelas demospongiae mempunyai penyebaran tempat hidup yang luas dari perairan tawar sampai dengan perairan laut. Kelas Demospongiae mencakup 95% dari semua hewan-hewan spons. Struktur kanal kelas demospongiae seluruhnya bersifat leukonoid. Warna tubuh kelas ini kebanyakan berwarna cerah, perbedaan warna dipunyai oleh perbedaan spesies yang disebabkan oleh warna pigmen atau granula pigmen yang terletak di amebosit.

Struktur rangka dari kelas demospongiae beraneka ragam. Struktur tersebut disusun oleh spikula atau serat-serat sponging atau gabungan dua struktur tersebut. Spikula dari kkelas ini relatif besar dengan struktur monokson atau tetrakson (cabang runcing satu atau cabang runcing empat). Contoh dari kelas Demospongiae antara lain Haliclona permollis dan Microciona prolifera.

Adapun Kelas yang terakhir adalah Kelas Hexatinellida Perwakilan dari kelas ini biasa disebut spons gelas. Nama Hexatinellida berhubungan dengan bentuk spikulanya yang heksason (bercabang enam). Spons kelas ini hidup menyendiri dengan bentuk mangkuk, vas bunga dan piala. Kanal pada kelas ini bertipe sikonoid, dengan ukuran tubuh spons berkisar dari 10 sampai 30 cm. Sebagian besar berwarna pucat. Spons dari hexatinellida terutama hidup di prairan dalm sekitar 450-900 cm di bawah permukaan laut. Spesies atau jenis yang dikenal sebagai contoh anggota kelas

ini adalah keranjang bunga “venus” Euplectella, dia bersimbiosis komensalisme dengan jenis udang Spongicola.

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, Filum Porifera khususnya spesies Spongilla sp. yang diamati berwarna abu-abu kehijauan. Pada pengamatan morfologi dari filum ini nampak adanya lubang keluar (oskulum) dan pori-pori (ostium) ha ini sejalan dengan pernyataan Firmansyah (2005) bahwa pori-pori yang terdapat pada Porifera membentuk saluran air yang bermuara dirongga tubuh (spongocoel). Pada ujung rongga tubuh terdapat lubang besar yang disebut oskulum dan menurut Setiowati (2007) bahwa porifera memiliki rongga tubuh (Spongocoel) dan lubang keluar (Oskulum). Air akan mengalir dari ostium masuk ke spongocoel dan akhirnya akan mengalir ke luar melalui oskulum. Setelah itu untuk pengamatan anatomi, spons dibelah dan terlihat rongga besar dalam tubuhnya yang disebut Spongocoel, rongga ini bukan merupakan rongga tubuh sebenarnya, seperti yang dinyatakan oleh Karmana (2007) bahwa porifera termasuk hewan golongan Aceolomates yakni belum memiliki rongga tubuh yang sebenarnya. Kemudian diamati adanya pori-pori (ostium) yang terlihat jelas dari dalam tubuh, Setiap ostium memiliki saluran yang menghubungkan ke spongosol. Menurut Rusyana (2011) di dalam mesoglea terdapat organel-organel seperti Amubosit, Arkeosit, Porosit/miosit, Skleroblast, dan Spikula. Hanya saja pada pengamatan anatomi, untuk sel pinakosit, koanosit, sel skleroblas, sel arkheosit, sel amuboid, dan spikula tidak nampak karena untuk melihatnya harus diamati di bawah mikroskop.

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :

1. Secara Morfologi Sponge (Spongilla sp.) terdiri dari pori-pori kecil (Ostium) dan lubang besar dibagian atasnya sebagai tempat keluarnya air (Oskulum) dan adanya serabut seperti duri (Spikula) dipermukaan tubuhnya. Biasanya bentuk spesies dari filum Porifera beraneka ragam seperti mangkuk, vas bunga, dan yang bercabang-cabang dengan ukuran diameter yaitu 1 mm sampai dengan 2 mm, warna tubuh spons juga beraneka ragam yaitu kelabu, merah, jingga, kuning, biru, hitam dan violet.

2. Secara Anatomi, Sponge (Spongilla sp.) tersusun atas rongga tubuh (Spongocoel) dan lubang keluar (Oskulum). Serta pori-pori tubuh yang disebut ostium. Air akan mengalir dari ostium masuk ke spongocoel dan akhirnya akan mengalir ke luar melalui oskulum.

3. Spons (Spongilla sp.) diklasifikasikan atas Kingdom Animalia, Filum Porifera, Kelas Demospongia, Ordo Dictioceratida, Famili Dictioceratidaceaer Genus Spongilla dan Species Spongilla sp.

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya untuk pelaksanaan respon sebelum praktikum waktunya dipercepat dan sebaliknya untuk waktu praktikum di laboratorium, waktu yang ditentukan diperlama guna menambah dan memperdalam pengetahuan praktikan untuk mencapai tujuan praktikum.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Coelenterata berasal dari bahasa Yunani, yaitu coelenterata yang artinya rongga. Jadi, Coelenterata adalah hewan invertebrata yang memiliki rongga tubuh

Rongga tersebut digunakan sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler) Namun filum Coelenterara lebih dikenal dengan nama Cnidaria. Kata Cnidaria berasal dari bahasa Yunani, cnido yang berarti penyengat karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel penyengat. Sel penyengat tersebut terletak pada tentakel yang terdapat di sekitar mulutnya.

Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan mulut. Mulut dikelilingi oleh tentakel. Coelenterata yang berbetuk medusa tidak memiliki bagian kaki.Mulut berfungsi untuk menelan makanan dan mengeluarkan sisa makanan karena Coelenterata tidak memiliki anus. Tentakel berfungsi untuk menangkap mangsa dan memasukan makanan ke dalam mulut. Pada permukaan tentakel terdapat sel-sel yang disebut knidosit (knidosista) atau knidoblas. Setiap knidosit mengandung kapsul penyengat yang disebut nematokis (nematosista). Mempunyai rongga besar di tengah-tengah tubuhnya yang berfungsi seperti Usus pada hewan-hewan tingkat tinggi. Rongga itu disebut rongga Gastrovaskuler. Simetri tubuhnya Radial dan terdapat Tentakel disekitar mulutnya yang berfungsi untuk menangkap dan memasukkan makanan ke dalam tubuhnya. Tentakel vang dilengkapi sel Knidoblas yang mengandung racun sengat disebut Nematokis (ciri khas dari hewan berongga). Dan juga Coelenterata termasuk hewan diploblastik karena tubuhnya memiliki dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan dalam atau gastrodermis). Ektoderm berfungsi sebagai pelindung sedang endoderm berfungsi untuk pencernaan.Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenterata atau gastrosol.

Ukuran tubuh Coelenterata beraneka ragam. Ada yang penjangnya beberapa milimeter, misal Hydra dan ada yang mencapai diameter 2 m, misalnya Cyanea. Tubuh Coelenterata simetris radial dengan bentuk berupa medusa atau polip. Medusa

berbentuk seperti lonceng atau payung yang dikelilingi oleh “lengan-lengan” (tentakel). Polip berbentuk seperti tabung atau seperti medusa yang memanjang. Dari penjelasan tersebut, maka dilakukanlah suatu praktikum dilaboratorium untuk mengetahui lebih jauh mengenai struktur morfologi dan klasifikasi dari filmu coelenterata.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Coelenterata secara morfologi dan anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Coelenterata. Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Coelenterata.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Coelenterata dibedakan dalam tiga kelas berdasarkan bentuk yang dominan dalam siklus hidupnya, yaitu Hydrozoa, Scypozoa, dan Anthozoa.

Menurut Campbell (2003), klasifikasi salah satu spesies dari Filum Coelenterata Kelas Scypozoa sebagai berikut: Kingdom

: Animalia Filum

: Colenterata Sub filum : Invertebrata Kelas

: Scypozoa

Ordo

: Semaeostomeae Famili : Semaeostoceae

Genus : Aurelia Spesies : Aurelia sp.

Gambar 11. Ubur-Ubur (Aurelia sp.)

Scyphozoa (dalam bahasa yunani, scypho = mangkuk, zoa = hewan) memiliki bentuk dominan berupa medusa dalam siklus hidupnya. Medusa Scyphozoa dikenal dengan ubur-ubur. Medusa umumnya berukuran 2 – 40 cm. Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual. Polip yang berukuran kecil menghasilkan medusa secara aseksual. Contoh Scyphozoa adalah Cyanea dan Chrysaora fruttescens. Sebagian besar hidup dalam bentuk medusa. Bentuk polip hanya pada tingkat larva. Contoh jenis dari kelas tersebut adalah Aurelia sp. (ubur-ubur kuping) yang sering terdampar di pantai-pantai. Larva disebut Planula, kemudian menjadi polip yang disebut Skifistoma. Dari skifistoma terbentuk medusa yang disebut Efira (Aryulina, 2006).

Ubur-ubur dapat ditemukan disemua samudera dan laut yang ada didunia. Mereka dapat hidup dilaut tropis yang hangat dan juga diperairan yang sangat dingin Ubur-ubur dapat ditemukan disemua samudera dan laut yang ada didunia. Mereka dapat hidup dilaut tropis yang hangat dan juga diperairan yang sangat dingin

Menurut Kadaryanto dkk (2006), klasifikasi anemon laut sebagai berikut: Kingdom

: Animalia Filum

: Colenterata Sub filum : Invertebrata Sub kelas : Zoantharia Kelas

: Anthozoa

Ordo

: Actiniaria Famili : Actiniaceae

Genus

: Metridium Spesies : Metridium Sp.

Gambar 12. Anemon (Metridium sp.)

Anthozoa (dalam bahasa yunani, anthus = bunga, zoa = hewan) memiliki banyak tentakel yang berwarna-warni seperti bunga. Anthozoa tidak memiliki bentuk medusa, hanya bentuk polip. Polip Anthozoa berukuran lebih besar dari dua kelas Coelenterata lainnya. Hidupnya di laut dangkal secara berkoloni. Anthozoa bereproduksi secara aseksual dengan tunas dan fragmentasi, serta reproduksi seksual menghasilkan gamet. Contoh Anthozoa adalah Tubastrea (koral atau karang), Acropora, Urticina (Anemon laut), dan turbinaria. Koral hidup di air jernih dan dangkal karena koral bersimbiosis dengan ganggang. Ganggang memberikan makanan dan membantu pembentukan rangka pada koral. Sedangkan koral memberikan buangan yang merupakan makanan bagi ganggang serta perlindungan bagi ganggang dari herbivora. Rangka koral tersusun dari zat kapur. Rangka koloni dari polip koral inilah yang membentuk karang pantai (terumbu karang) atau atol (pulau karang) (Aryulina, 2007).

Menurut Darmadi (2010), klasifikasi Acropora sp. laut sebagai berikut: Kingdom

: Animalia Filum

: Colenterata Sub filum : Invertebrata Kelas

: Anthozoa

Ordo

: Scleractinia Famili : Acroporidae Genus : Acropora Spesies : Acropora Sp.

Gambar 13. Karang (Acropora Sp.)

2.2. Morfologi dan Anatomi

Ukuran tubuh Coelenterata beraneka ragam. Ada yang penjangnya beberapa milimeter, misal Hydra dan ada yang mencapai diameter 2 m, misalnya Cyanea. Tubuh Coelenterata simetris radial dengan bentuk berupa medusa atau polip. Medusa berbentuk seperti lonceng atau payung yang dikelilingi oleh “lengan-lengan”

(tentakel). Polip berbentuk seperti tabung atau seperti medusa yang memanjang. Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan mulut. Coelenterata yang berbetuk medusa tidak memiliki bagian kaki warna tubuh bervariasi, ada yang berwarna pucat, namun juga ada yang berwarna cerah, seperti merah, kuning, jingga, atau ungu Tubuh Coelenterata simetris radial dengan bentuk berupa medusa atau polip. Medusa berbentuk seperti lonceng atau payung yang dikelilingi oleh “lengan-lengan” (tentakel). Polip berbentuk seperti tabung atau seperti medusa yang memanjang. Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan mulut. Coelenterata yang berbetuk medusa tidak memiliki bagian kaki. (Wijaya, 2007).

Coelenterata merupakan hewan diploblastik karena tubuhnya memiliki dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan dalam atau gastrodermis). Ektoderm berfungsi sebagai pelindung sedang endoderm berfungsi untuk pencernaan. Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenterata atau gastrosol. Gastrosol adalah pencernaan yang berbentuk kantong. Makanan yang masuk ke dalam gastrosol akan dicerna dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh Coelenterata merupakan hewan diploblastik karena tubuhnya memiliki dua lapisan sel, yaitu ektoderm (epidermis) dan endoderm (lapisan dalam atau gastrodermis). Ektoderm berfungsi sebagai pelindung sedang endoderm berfungsi untuk pencernaan. Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenterata atau gastrosol. Gastrosol adalah pencernaan yang berbentuk kantong. Makanan yang masuk ke dalam gastrosol akan dicerna dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh

Gambar 14. Struktur Tubuh Filum Coelenterata

2.3. Habitat dan Penyebaran

Coelentera hidup secara heterotrof dengan memangsa plankton dan hewan kecil lainnya yang berada di air. Coelenterata lumpuhkan mangsanya dengan menggunakan tentakelnya yang memiliki sel knidosit. Setelah mangsanya itu lumpuh, tentakel menggulung dan membawa mangsa ke mulut. Coelenterata seluruhnya hidup di air, baik itu air laut ataupun air tawar. Sebagian besar hidup berkoloni atau soliter. Coelenterata yang berbentuk polip hidup soliter atau berkoloni di dasar air. Polip tidak dapat berpindah tempat. Sedangkan coelenterata yang berbentuk medusa dapat melayang bebas di dalam air (Aditya, 2010).

Coelenterata umumnya hidup dilaut dan hanya beberapa jenis hidup diair tawar. Ada yang hidup sebagai polip karena melekat pada sebuah obyek atau hidup sebagai

medusa karena mampu berenang bebas mengikuti arus. Obelia sp. Merupakan anggota dari kelas Hydrozoa yang hidup dilaut dan hidup berkelompok (koloni). Sebagian besar waktu hidupnya sebagai koloni yang polip. Bagian polip yang berfungsi untuk mencari makanan disebut hidern (Wijaya, 2007).

2.4. Reproduksi dan Daur Hidup

Reproduksi pada coelenterata terjadi secara aseksual dan seksual. Reproduksi secara aseksual dilakukan dengan membentuk tunas berupa polip yang hidup berkoloni di dasar air. Sedangkan reproduksi seksual pada coelenterata dilakukan dengan pembentukan gamet. Gamet dihasilkan oleh selurh coelenterata berbentuk medusa dan beberapa berbentuk polip. (Wijaya, 2007).

Gambar 15. Siklus Hidup Ubur-ubur (Aurelia sp.)

Reproduksi Coelenterata terjadi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembentukan tunas. Pembentukan tunas selalu terjadi pada Coelenterata yang berbentuk polip. Tunas tumbuh di dekat kaki polip dan akan tetap melekat pada tubuh induknya sehingga membentuk koloni. Reproduksi seksual dilakukan dengan pembentukan gamet (ovum dengan sperma). Gamet dihasilakan oleh seluruh Coelenterata bentuk medusa dan beberapa Coelenterata bentuk polip. Contoh Coelenterata berbentuk polip yang membentuk gamet adalah hydra (Ferdinand, 2008) .

2.5. Makanan dan Kebiasaan Makan

Coelenterata hidup di perairan yang jernih yang mengandung partikel- partikel organik, plankton atau hewan-hewan kecil. Jika terdapat hewan kecil, misal jentik nyamuk menempel pada tentakel dan mengenai sel knidoblast, maka sel tersebut mengeluarkan racun. Jentik akan lemas lalu tentakel membawanya ke mulut. Di bawah mulut terdapat kerongkongan pendek lalu masuk ke rongga gastrovaskuler untuk dicerna secara ekstraseluler (luar sel). Sel-sel endodermis menyerap sari-sari makanan. Sisa-sisa makanan akan dimuntahkan melalui mulut. Setiap hewan Coelentarata mempunyai rongga gastrovaskuler. Rongga gastrovaskuler Coelentarata bercabang-cabang yang dipisahkan oleh septum/penyekat dan belum mempunyai anus (Winarni, 2011).

Gambar 16. Cara Coelenterata Menyengat Coelenterata hidup di perairan yang jernih yang mengandung partikel-

pertikel organik, plankton atau hewan-hewan kecil. Jika terdapat hewan kecil, misal jentik nyamuk menempel pada tentakel dan menge-nai sel knidoblast, maka sel tersebut mengeluarkan racun. Jentik akan lemas lalu tentakel membawanya ke mulut. Di bawah mulut terdapat kerong-kongan pendek lalu masuk ke rongga gastrovaskuler untuk dicerna secara ekstraseluler (luar sel). Sel-sel endoderma menyerap sari-sari makanan. Sisa-sisa makanan akan dimuntahkan melalui mulut (Kuncoro, 2004).

2.6. Nilai Ekonomis

Hewan ubur-ubur yang banyak di perairan Indonesia dapat dimanfaatkan untuk dibuat tepung ubur-ubur, kemudian diolah menjadi bahan kosmetik / kecantikan. Di

Jepang selain sebagai bahan kosmetik, ubur-ubur dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Karang atol, karang pantai, dan karang penghalang dapat melindungi pantai dari aberasi air laut. Merupakan tempat persembunyian dan tempat perkembangbiakan ikan. Pantai dengan karang yang indah dapat dijadikan objek wisata. Dijadikan tempat untuk menyalurkan hobi para penggemar snorkeling dan diving (Winarni, 2011).

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 4 Desember 2011, pukul

10.00 – 12.00 WITA dan bertempat di Laboratorium C Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan beserta kegunaannya yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Alat dan bahan beserta kegunaanya

No Nama Alat

Kegunaan

A. Alat

1. Baki Untuk meletakkan organisme yang akan diamati

2. Pisau Bedah Untuk membedah organisme yang diamati

3. Alat tulis Untuk mencatat dan menggambar hasil pengamatan

4. Toples Untuk menyimpan bahan pengamatan yang diambil dari laut

5. Pinset

Untuk mengambil bahan dari toples Untuk Mengidentifikasi Struktur Tubuh obyek yang

B Bahan

1. Ubur-ubur

Sebagai obyek yang diamati

(Aurelia sp.)

2. Anemon

Sebagai obyek yang diamati

(Metridium sp.)

3. Karang

Sebagai obyek yang diamati

(Acropoda sp.)

4. Alkohol 70% Untuk mengawetkan bahan pengamatan

3.3. Prosedur Kerja

Langkah-langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pengamatan pada organisme yang telah diambil dari perairan

2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organism tersebut.

3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Adapun hasil pengamatan pada praktikum ini sebagai berikut:

A. Struktur Morfologi Ubur-ubur (Aurelia sp.)

4. Saluran sirkular

5. Lamel endoderm

6. Lappet tentakel

7. Lengan mulut

Gambar 17. Morfologi Ubur-Ubur (Aurelia sp.)

B. Struktur Morfologi . Anemon (Metridium sp.)

3. Otot Melingkar

4. Basal Disc

Gambar 18. Morfologi Anemon (Metridium sp.)

C. Struktur Morfologi Karang (Acropora sp.)

4. Sekat Kapur

Gambar 19. Morfologi Karang (Acropora sp.)

4.2. Pembahasan

Coelenterata berasal dari bahasa Yunani, yaitu coelenterata yang artinya rongga. Jadi, Coelenterata adalah hewan invertebrata yang memiliki rongga tubuh Rongga tersebut digunakan sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler) Namun filum Coelenterata lebih dikenal dengan nama Cnidaria. Kata Cnidaria berasal dari bahasa Yunani, cnido yang berarti penyengat karena sesuai dengan cirinya yang memiliki sel penyengat. Sel penyengat tersebut terletak pada tentakel yang terdapat di sekitar mulutnya. Tubuh Coelenterata yang berbentuk polip, terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan mulut. Mulut dikelilingi oleh tentakel. Coelenterata yang berbetuk medusa tidak memiliki bagian kaki. Mulut berfungsi untuk menelan makanan dan mengeluarkan sisa makanan karena Coelenterata tidak memiliki anus. Tentakel berfungsi untuk menangkap mangsa dan memasukan makanan ke dalam mulut. Pada permukaan tentakel terdapat sel-sel yang disebut knidosit (knidosista) atau knidoblas. Setiap knidosit mengandung kapsul penyengat yang disebut nematokis (nematosista).

Mempunyai rongga besar di tengah-tengah tubuhnya yang berfungsi seperti Usus pada hewan-hewan tingkat tinggi. Rongga itu disebut rongga Gastrovaskuler. Simetri tubuhnya Radial dan terdapat Tentakel disekitar mulutnya yang berfungsi untuk menangkap dan memasukkan makanan ke dalam tubuhnya. Tentakel vang dilengkapi sel Knidoblas yang mengandung racun sengat disebut Nematokis (ciri khas dari hewan berongga). Dinding tubuhnya terdiri dari 2 lapisan lembaga yaitu Ektoderm bagian luar dan Endoderm bagian dalam. Diantara dua lapisan tersebut terdapat lapisan tipis yang disebut Mesoglea. Karena dinding tubuhnya terdiri dari dua lapisan lembaga maka hewan itu disebut Hewan Diploblastik.

Umumnya hidup soliter (sendiri), tapi ada pula yang memben-tuk koloni. Melekat pada dasar perairan, tidak dapat bergerak bebas. Tubuh atas membesar, di Umumnya hidup soliter (sendiri), tapi ada pula yang memben-tuk koloni. Melekat pada dasar perairan, tidak dapat bergerak bebas. Tubuh atas membesar, di

Pada pengamatan morfologi ubur-ubur, terlihat bentuk mulut dibagian bawah, dimana pada posisi yang sebenarnya, kemudian disekitar mulutnya terdapat tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsanya saat makan. Dibagian dalam tubuhnya pula terdapat saluran sirkular yang apabila diamati akan nampak pula saluran radial. Sedangkan untuk bagian luarnya terdapat lappet tentakel dengan lengan mulut. Menurut Trimaningsih (2008) bahwa ubur-ubur Scyphozoa mempunyai ciri antara lain tubuhnya berbentuk payung atau genta yang disertai dengan umbai-umbai berupa tentakel. Bagian payung sebelah atas berbentuk cembung dan disebut eksumbrella, sedangkan bagian bawah berbentuk cekung dan disebut sumbumbrella. Diantara keduanya terdapat mesoglea yang menyerupai lendir yang sangat kental. Ditengah sumbumbrella terdapat bukaan mulut. Sedangkan menurut Nontji (2008) bahwa ubur- ubur mempunyai bentuk tubuh seperti paying atau genta dengan disertai umbai-umbai berupa tentakel, bagian atas yang cembung disebut eksumbrella dan bagain bawah yang cekung disebut subumbrella.

Pada pengamatan morfologi anemon, terlihat mulut, tentakel, otot melingkar, dan basal disc. Bentuk tubuh anemon seperti bunga, sehingga juga disebut mawar laut. Menurut Kuncoro (2004) bahwa lipatan yang bundar di antara badan dan keping mulut membagi binatang ini kedalam kapitulum di bagian atas dan scapus bagian

bawah. Di antara lengkungan seperti leher (collar) dan dasar dari kapitulum terdapat "fossa". Keping mulut bentuknya datar, melingkar, kadang-kadang mengkerut, dan

dilengkapi dengan tentakel kecuali pada jenis limnactinia, keping mulut tidak dilengkapi dengan tentakel. Beberapa anemon laut dapat bergerak seperti siput, bergerak secara perlahan dengan cara menempel. Sebagian besar anemon laut memiliki sel penyengat yang berguna untuk melindungi dirinya dari predator.

Kemudian pada pengamatan morfologi karang (Acropoda sp.) terlihat adanya sekat pada bagian luar tubuhnya kemudian ada bagian tubuh yang disebut septal, filament dan sekat kapur. Menurut Darmadi (2010) bahwa Kedalaman karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter. Ciri-ciri Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa, aksial koralit dapat dibedakan. Warna coklat muda. Kemiripan A. prolifera, A. formosa. Distribusi Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman. Habitat Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih.

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengamatan yang dilakukan dan pembahasan di atas adalah sebagai berikut :

1. Secara morfologi Ubur-ubur (Aurelia sp.), memiliki bentuk mulut dibagian bawah, dimana pada posisi yang sebenarnya, kemudian disekitar mulutnya terdapat Tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsanya saat makan. Dibagian dalam tubuhnya pula terdapat saluran sirkular yang apabila diamati akan nampak pula saluran radial. Sedangkan untuk bagian luarnya terdapat lappet tentakel dengan lengan mulut.

2. Secara morfologi Anemon (Metridium sp.), memiliki mulut, tentakel, otot melingkar, dan basal disc. Bentuk tubuh anemon seperti bunga,sehingga juga disebut mawar laut.

3. Secara morfologi Karang (Acropora sp.) memiliki sekat pada bagian luar tubuhnya kemudian ada bagian tubuh yang disebut septal , filament dan sekat kapur.

5.2. Saran

Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum kali ini adalah sebaiknya praktikum dilakukan dengan metode baru, yakni dengan pengadaan buku identifikasi serta gambar dan bentuk morfologi hewan amatan yang telah diawetkan.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Filum Brachiophoda adalah salah satu kelompok hewan invertebrata yang hidup sebagai hewan bentik di laut. Sekilas hewan ini mirip kerang dari filum moluska, namun sebenarnya mereka sangat berbeda. Ditinjau dari asal katanya brachiophoda berasal dari bahasa yunani Brachios yakni tangan, dan Poda yang berarti kaki. Jadi hewan brachiophoda adalah hewan yang mempunyai organ yang berfungsi sebagai tangan dan kaki. Hewan ini lazim disebut kerang lentera (Lamp- Shell), hal ini karena bentuknya yang menyerupai bentuk lampu minyak pada zaman kerajaan Romawi kuno. Di Indonesia, penduduk disekitar kepulauan seribu menyebut hewan ini “Kerang Keco” atau “Kerang kecuk”.

Keunikan hewan dari filum brachiophoda ini karena sudah dikenal berjuta- juta tahun yang silam dan sebagian besar merupakan penemuan fosil. Marga Lingula merupakan salah satu marga dari filum brachiophoda yang sekarang masih hidup, dan

mendapat sebutan sebagai fosil hidup atau dalam istilahnya “Living Fossil”. beberapa spesies hidup dalam lubang di pasir atau lumpur pantai, umumnya di perairan sedang dan dingin. Cangkang berukuran 5 mm sampai 7,5 cm.

Hewan brachiophoda hidup menempel pada substratnya malalui suatu tangkai, dan membuka cangkannya sedikit untuk memungkinkan air mengalir diantara cangkang dan lofofor. Semua anggota filum Brachiophoda adalah hewan laut. Brachiophoda yang masih hidup adalah sisa-sisa dari masa lalu. Sekitar 330 spesies tersebut yang diketahui, tetapi terdapat 30.000 spesies fosil zaman Paleozoikum dan Mesozoikum. Brachiopoda memiliki kemiripan yang berbeda dengan mollusca jenis bivalvia dimana pada bagian tubuhnya dilindungi secara eksternal oleh sepasang convex yang dikelompokkan kedalam cangkang yang dilapisi dengan permukaan yang tipis dari periostracum organik yang berkisar hingga 100 tahun yang lalu (invertebrata palaentologi).

Sebagai hewan bentik kerang lentera sebagian besar didapatkan hidup didasar perairan yang umumnya dangkal, tidak berkoloni (soliter) dan menempelkan diri dengan tangkai (pedunkel) pada dasar/substrat yang keras secara permanen seperti karang mati, dan tumpukan cangkang moluska. Lain halnya dengan marga Lingula, dimana jenis ini umumnya hidup didasar yang berlumpur dan dapat berpindah tempat dengan bantuan pedunkel yang berfungsi sebagai tongkat. Gerakan ini diduga juga karena adanya pengaruh pasang surut.

Oleh sebab itu, adanya perbedaan antara filum brachiophoda dan bivalvia menjadi landasan untuk diadakannya praktikum agar nantinya kita dapat mengetahui dan memahami bagaimana struktur anatomi dan morfologi filum brachiophoda sehingga kita dapat membedakannya dengan filum bivalvia dan filum-filum lainnya.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan praktikum untuk mengetahui filum Brachiophoda secara morfologi dan anatomi serta dapat mengamati dan mengklasifikasi filum Brachiophoda. Manfaat praktikum sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filum Brachiophoda.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi

Menurut Yulia dkk (2011) klasifikasi salah satu spesies dari Filum Brachiopoda sebagai berikut: Kingdom

: Animalia Filum

: Brachiopoda Sub filum : Invertebrata Kelas

: Inarticulata

Ordo

: Lingulida Famili : Lingulidae

Genus : Lingula Spesies : Lingula unguis

Gambar 20. Kerang Lentera (Lingula unguis)

2.2. Morfologi dan Anatomi

Lingula unguis merupakan spesies yang termasuk pada filum ini yang marganya menjadi marga hewan tertua yang masih hidup. Ia memiliki cangkang dari zat tanduk yang terdiri dari dua tangkup, tetapi tidak berengsel. Kedua tangkup ini tidak seperti kerang yang terdiri dari tangkup kiri dan kanan, terdiri dari bagian atas dan bawah. Tidak seperti kerang yang bukaannya ada di bawah, bukaan cangkang Lingula ada di depan. Bagian utama dari tubuhnya berisi veisera (veicera), yang terletak di separuh belakang dari cangkangnya. Sebuah ruang yang luas tertutup di antara kedua tangkup cangkang di depan tubuh adalah rongga mantel (mantle cavity), yang bagian dalamnya dilapisi oleh mantel, sebuah tutup dari dinding tubuh. Ke dalam rongga ini menjulur kedua lengan ulir dari dinding tubuh depan. Pada pinggiran seriap lengan terdapat dua baris tentakel yang dipenuhi oleh bulu getar (Romimohtarto, 2001).

Gambar 21. Struktur Tubuh Lingula unguis

Pada permukaan dalam dari tangkup atas dekat ujung belakang, melekat satu tangkai berotot berbentuk silindrik yang panjang dinamakan pedikel (pedicle) yang berisi perpanjangan berbentuk tabung dari rongga tubuh. Selama air surut, tangkai ini memendek untuk menarik cengkang ke dalam lubang. Dan selama air pasang, tangkai memanjang untuk mendorong cangkang ke permukaan air. Biasanya ujung depan dari cangkang tidak pernah menonjol di atas permukaan pasir atau lumpur (Romimohtarto, 2001).

Berikut adalah morfologi dan karakteristik dari Klas Articulata Cangkang dipertautkan oleh gigi dan socket yang diperkuat oleh otot, Cangkang umunya, tersusun oleh material karbonatan, tidak memiliki lubang anus, memiliki keanekaragaman jenis yang besar, Banyak berfungsi sebagai fosil index, Mulai muncul sejak zaman kapur hingga saat ini. Sedangkan untuk kelas Inarticulata Cangkang atas dan bawah (valve) tidak dihubungkan dengan otot dan terdapat socket dan gigi yang dihubungkan dengan selaput pengikat (Yulia, dkk, 2011).

Gambar 22. Bagian dalam tubuh (Anonim, 2011)

Morfologi kerang lentera, terdiri dari kerangka keras dari bahan kapur sepertihalnya kerang-kerangan. Kedudukan cangkang pada posisi menelungkup (dorso-ventral) dimana cangkang bagian bawah (ventral) pada umumnya lebih besar dari bagian atas (dorsal). Kedudukan tersebut secara taksonomi membedakan hewan brachiophoda dengan kerang-kerangan dari filum moluska yang kedudukan cangkngnya pada umumnya pada posisi miring atau lateral. Ukuran cangkang kerang lentera umunya kecil bervariasi antara 0,5 sampai 8 cm tergantung jenisnya, tetapi yang ditemukan dalam bentuk fosil umumnya mempunyai ukuran cangkang lebih

2.3. Habitat dan Penyebaran

Hewan Brachiophoda hidup menempel pada substratnya melalui suatu tangkai, dan membuka cangkangnya sedikit untuk memungkinkan air mengalir diantara cangkang dan lofofor. Semua anggota brachiopoda adalah hewan laut (Campbell, 2003).

Gambar 23. Posisi tubuh brachiophoda dalam pasir