DRAFT BAHAN KARYA TULIS ILMIAH PNT BIJIH

1. PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Potensi bijih besi di Indonesia banyak tersebar di berbagai wilayah, seperti: Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, Lampung, Bangka-Belitung,
Jawa, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara, NTT, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua dengan jumlah deposit
berupa sumberdaya dan cadangan sekitar 5.617.087.555 ton (DESDM, 2009/ data diolah kembali). Potensi bijih besi tersebut memiliki karakteristik yang
beragam, baik dari segi kualitas maupun jenis mineral besi yang terkandung di dalamnya. Namun, nilai tambah yang diperoleh dari pengusahaan penambangan
kedua bahan galian tersebut masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena produknya dijual dalam bentuk konsentrat atau bijih saja. Oleh karena itu diperlukan
upaya untuk melakukan peningkatan nilai tambahnya untuk menjadi produk logam, sehingga akan memiliki nilai tambah yang lebih besar. (untuk lebih jelasnya
lihat Gambar 1 Peta Penyebaran Bijih Besi Indonesia).

Gambar 1. Peta Penyebaran Bijih Besi di Indonesia

Industri besi baja di Indonesia masih menggunakan bahan baku berupa pellet dan scrap yang di impor. PT Karakatau Steel (PT KS) sebagai salah satu industri
besi baja nasional mengimpor pellet berkualitas tinggi yang memenuhi spesifikasi kimia dan fisik tertentu, berkadar minimum 65% Fe, sebanyak sekitar 2,5 juta
ton per tahun dan akan mencapai 4 juta tahun pada akhir tahun 2020. Proses yang digunakan di PT KS adalah HYL proses yang menggunakan gas alam yang
direformasi menjadi gas CO dan H2 untuk mereduksi pellet menjadi sponge iron. Selanjutnya sponge iron dilebur menjadi baja dalam tungku listrik. Sedangkan
industri baja lainnya yang dijalankan oleh pihak swasta seperti PT Gunung Garuda, Ispatindo, dll, kebanyakan mengunakan bahan baku berupa scrap yang juga
diimpor sebesar 1,4 juta ton per tahun.

Sebenarnya, Indonesia mempunyai deposit mineral besi yang cukup besar baik berupa hematit-magnetit, lateritik dan pasir besi, sehingga berdasarkan data yang
terekam di Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panasbumi, ekspor bijih besi Indonesia pada tahun 2009 mencapai lebih dari 5 juta ton. Mengingat nilai
ekspor bijih besi ini mempunyai nilai tambah yang relatif rendah, oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk melakukan peningkatan nilai tambah bijih besi
menjadi produk logam yaitu berupa pig iron dan baja. Nilai tambah bijih besi menjadi pig iron mencapai 3,6 kali sedangkan menjadi baja mencapai 4,7 kali. Produk
pig iron yang dihasilkan dari bijih besi lokal dapat dipergunakan untuk industri baja nasional sehingga akan memberikan multiplier efek yang sangat besar.
Sumber bahan baku untuk industri besi baja di Indonesia dapat diklasifikan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Bijih besi metasomatik dengan deposit sebesar 320.462.611 ton yang tersebar di Lampung, Sumatera Barat, Belitung, Kalimantan Selatan, Tanalang, Pleihari.
Bijih besi metasomatik adalah bijih besi magnetit-hematit dengan kadar yang sangat bervariasi dari 25% Fe- 67% Fe.
2.

Besi besi lateritik dengan deposit yang sangat besar 1.391.246.630 ton yang tersebar di Kalimantan Selatan, Pomalaa, Halmahera. Bijih besi lateritik
merupakan hasil pelapukan sehingga banyak didominasi oleh mineral-mineral gutit dan mengandung nikel. Kadar bijih besi lateritik juga bervariasi umumnya
berkadar sekitar 40% Fe dengan kandungan nikel mencapai 0,5%. Bijih besi latertik dapat juga ditingkatkan kadarnya dengan berbagai macam teknologi
peningkatan kadar. Lurgi dan Crest Exploration Limited (Crest, 1965) mengembangkan teknik magnetizing roasting untuk mengubah sifat diamagnetik dari
mineral besi hematit menjadi feromagnetik. Dilaporkan bahwa teknik ini cukup berhasil untuk meningkatkan kadar besi dari kadar 30% Fe menjadi 65% Fe.
China mengembangkan teknik hydrophobic floculation untuk meningkatkan kadar bijih hematit berkadar 30% Fe dan 55% SiO 2 menjadi 60% Fe. India
mengembangkan teknik flotasi kolom untuk meningkatkan kadar besi menghasilkan konsentrat berkadar 67% Fe dan 2% SiO 2+Al2O3 dengan perolehan
mencapai 85-90%.

Sektor pertambangan umum hingga kini masih merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang kontribusinya dirasakan belum memberikan hasil yang

optimal. Untuk itu diperlukan berbagai upaya sebagai langkah pencapaian optimalisasi penerimaan negara dari pengusahaan pertambangan mineral dan
batubara, dengan salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan kelitbangan untuk mengetahui jenis mineral tertentu yang bisa memberikan nilai

tambah yang optimal. Semakin berkembangnya teknologi pengolahan mineral, semakin berdampak terhadap optimalisasi perolehan mineral yang lebih efisien
dan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
Pengusahaan tambang mineral di Indonesia (Kontrak Karya/KK) selama ini masih ada yang menjual produknya dalam bentuk konsentrat, sedangkan
pengusahaan dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP) masih menjual dalam bentuk bijih. Hal tersebut sangat merugikan negara, mengingat nilai tambah yang
diperoleh relatif rendah. Padahal, mineral tersebut jika diusahakan lebih lanjut dengan mempergunakan teknologi yang lebih baik akan dapat meningkatkan nilai
tambahnya, yang pada akhirnya akan dapat memberikan dampak ekonomi nasional yang lebih baik pula.
Ada dua dasar hukum yang terkait langsung dengan upaya peningkatan nilai tambah ini, yaitu :
a.

b.

c.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu :

1)


Pasal 95 huruf c: pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah;

2)

Pasal 102: pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan/pemurnian, dan pemanfaatan
minerba;

3)

Pasal 103: pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan pengolahan/ pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu :
1)

Pasal 93: pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi mineral wajib melakukan pengolahan/pemurnian untuk meningkatkan nilai
tambah, langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya;

2)

Pasal 94: pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi batubara wajib melakukan pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah,

langsung atau kerja sama dengan perusahaan pemegang IUP dan IUPK lainnya;

3)

Pasal 95: komoditas tambang yang ditingkatkan nilai tambahnya adalah mineral logam, bukan logam, batuan, atau batubara;

4)

Pasal 96 : ketentuan tentang tata cara peningkatan nilai tambah mineral dan batubara diatur dengan Peraturan Menteri.

Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan Sebagai Bahan Bakar Lain.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengambil langkah-langkah untuk melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan batubara yang
dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain, antara lain sebagai berikut :
1)

menetapkan dan melaksanakan kebijakan penyediaan dan pemanfaatan batubara yang dicairkan sebagal Bahan Bakar Lain, yang antara lain memuat
jaminan ketersediaan batubara yang dicairkan serta jaminan kelancaran dan pemerataandistribusinya;

2)


menetapkan paket kebijakan insentif dan tarif bagi pengembangan batubara yang dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain dengan berkoordinasi dengan
instansi terkait;

3)

menetapkan standar dan mutu Bahan Bakar Lain yang berasal dari batubara yang dicairkan;

d.

e.

4)

menjamin ketersediaan pasokan batubara sebagai bahan baku batubara yang dicairkan;

5)

menetapkan sistem dan prosedur untuk pengujian mutu Bahan Bakar Lain yang berasal dari batubara yang dicairkan;

6)


menetapkan tata niaga batubara yang dicairkan sebagal Bahan Bakar Lain ke dalam sistem tata niaga Bahan Bakar Minyak;

7)

mendorong pelaku usaha di bidang pertambangan batubara untuk menyediakan bahan baku batubara yang dicairkan.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Kebijakan Pembatasan Produksi Pertambangan
Mineral Nasional:
1)

Pasal 4 ayat (2): Kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral nasional tertentu, antara lain dapat berupa timah, nikel, besi, emas, atau
tembaga.

2)

Pasal 6: Kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral tertentu nasional untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dievaluasi setiap
tahun. Evaluasi didasarkan atas kajian terhadap asas konservasi, kapasitas produksi nasional, optimalisasi penerimaan negara, peningkatan nilai
tambah, kebutuhan ekspor, pasokan dalam negeri dan daya dukung Iingkungan.


Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara untuk
Kepentingan Dalam Negeri:
1)

Pasal 2 ayat (1): badan usaha pertambangan mineral dan batubara harus mengutamakan pemasokan kebutuhan mineral dan batubara untuk
kepentingan dalam negeri;

2)

Pasal 6 ayat (1): pemerintah (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) merencanakan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam
negeri untuk masa satu tahun;

3)

Pasal 9: harga mineral dan batubara yang dijual di dalam negeri mengacu pada harga patokan mineral dan batubara, baik untuk penjualan langsung
(spot) atau penjualan jangka tertentu (term).

Oleh karena itu, untuk menunjang peraturan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah, perlu dilakukan evaluasi terhadap berbagai mineral yang diperkirakan dapat
memberikan nilai tambah yang lebih besar lagi dibandingkan hanya akan dijual dalam bentuk konsentrat atau bijih saja melalui analisis tekno-ekonomi (proses
produksi dan keekonomian).

Dengan diketahui permasalahannya secara lebih jelas, hal ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM c/q
Direktorat Jenderal Minerbapabum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, khususnya terkait kewajiban perusahaan tambang untuk meningkatkan nilai tambah
sumber daya mineral dalam pelaksanaan pertambangan sesuai dengan salah satu program 5 tahun Sektor ESDM, yaitu peningkatan kemandirian Sektor ESDM di
dalam meningkatkan kandungan dalam negeri melalui kewajiban ekspor produk tambang dalam bentuk produk akhir.

1.2. Pola Pikir
Pola pikir penyusunan tulisan kebijakan peningkatan nilai tambah ini didasarkan kepada kondisi sekarang, proses peningkatan nilai tambah, dan kondisi yang
diharapkan (Gambar 1).

POLA PIKIR
PRO SES

KONDISI SEKARANG
Dasarhukum
- UU No.4/2009
- PP No.23/2010
- PermenESDM
No.34/2009

Produktambang

minerba, belum
optimal

KONDISI DIHARAPKAN

Strategi dan
langkah-langkah

Peningkatan
nilai tambah:
- Teknologi
- Ekonomi
- Konservasi
- Lingkungan

Optimalisasi produktambang
minerba, melalui peningkatan:
- Penerimaannegara
- Tenagakerja
- Nilai tambang

- Ketersediaanbahan baku industri
Dasar Hukum
-UU No.32/2004
-UU No.25/2007
-PP No.45/2008
-Dll

Lingkunganstrategis
nasional & internasional

Rekomendasi : Rancangan
PermenESDM tentang
peningkatan nilai tambah

Gambar 1. Pola Pikir Peningkatan Nilai Tambah Minerba

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup kegiatan “Kajian Tekno-Ekonomi dan Kebijakan Nilai Tambah Bijih Besi” ini berupa analisis yang berkaitan dengan kemungkinan pemanfaatan
teknologi untuk peningkatan nilai tambah bijih besi berikut mineral ikutannya yang dapat digunakan serta analisis potensi/peluang kebutuhan pasar industri pengguna


produk besi dan baja dalam rangka menunjang penerapan UU No.4 Tahun 2009 dalam menggali nilai tambah mineral bijih besi dan potensi kebutuhan yang ada di
tanah air ini secara optimal. Dalam kajian ini penekanan akan dititikberatkan pada aspek pasar dan aspek investasi. Dari aspek pasar titik berat analisis pada
gambaran umum pasar, permintaan, penawaran, dan potensi/peluang pasar. Sedangkan dari aspek investasi titik berat analisis pada kajian sarana dan prasarana
investasi, dan kebijakan terkait investasi.
1.4 Maksud dan Tujuan
Maksud kajian ini adalah melakukan kajian teknis dan keekonomian dalam upaya peningkatan nilai tambah pengusahaan pengolahan dan pemurnian bijih besi
(mineral utama dan ikutan) dengan tujuan untuk mengetahui prospek (teknologi dan ekonomi) serta nilai tambah pengolahan dan pemurnian bijih besi tersebut dari
pengembangan usaha peleburan dan pemurnian bijih besi secara optimal sebagai bahan masukan bagi pemerintah di dalam melakukan regulasi kebijakan
pengusahaan mineral.
1.5 Sasaran
Sasaran kajian ini di antaranya adalah tersedianya bahan baku, penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan penerimaan negara sesuai penjelasan pasal 95 ayat (2)
PP No.23/2010. Ini berarti diperlukan optimalisasi berbagai jenis produk hasil pertambangan (dalam hal ini mineral bijih besi), sehingga akan mampu meningkatkan
penerimaan negara serta hal-hal lain sesuai amanat yang terkandung dalam UU No.4/2009. Dengan perkataan lain, bahan tambang minerba di Indonesia tidak boleh
lagi dijual dalam bentuk bahan wantah, namun terlebih dulu harus dilakukan pengolahan dan pemurnian untuk mendapatkan nilai tambah bagi peningkatan
penerimaan negara.
Merujuk hal tersebut, sasaran yang ingin dicapai dari kajian ini secara rinci adalah:
a) Potensi ekonomi pengolahan bijih besi secara teknis maupun ekonomi dalam upaya peningkatan nilai tambahnya;
b) Potensi pasar mineral ikutan yang terkandung dalam bijih besi;
c) Diketahuinya neraca sumber daya dan cadangan bijih besi (konservasi dan rencana pengembangan);
d) Diketahuinya model pengusahaan, besaran investasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih besi;
e) Diketahuinya model perizinan dan fasilitas fiskal dalam pengusahaan bijih besi; dan
f)
1.5

Diketahuinya alternatif lokasi yang didukung Infrastruktur, tenaga kerja, dan kriteria pasar.
Lokasi Kegiatan Penelitian

Sesuai dengan tujuan kajian ini, lokasi yang diambil sebagai studi kasus adalah penambangan bijih besi di Provinsi Kalimantan Selatan (Kabupaten Tanah
Bumbu/Kabupaten Tanah Laut), Provinsi NAD (Kabupaten Aceh Barat Daya/Kabupaten Aceh Besar), Provinsi Banten (Cilegon dan sekitarnya), Provinsi Jawa Barat
(Bekasi/Purwakarta/Bandung dan sekitarnya), Jawa Tengah (Tegal/Semarang/Klaten dan sekitarnya), Jawa Timur (Surabaya dan sekitarnya) , dan Jakarta (lintas

instansi). Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 1.

GAMBAR 1.
LOKASI KEGIATAN TEKNO EKONOMI KEBIJAKAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH BIJIH BESI

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PASOKAN DAN KEBUTUHAN BIJIH BESI NASIONAL DAN DUNIA
Produksi bijih besi dunia rata-rata mencapai 1 milyar mt per tahun sebagian besar dihasilkan dari tambang bijih besi di Vale Group, Brasil, diikuti oleh perusahan
Anglo-Australia BHP Billiton dan Rio Tinto Group.

Peningkatan kebutuhan baja dunia untuk pembangunan, terutama di Cina, menyebabkan bijih besi kadar rendah Indonesia juga ikut diperdagangkan dalam
perdagangan dunia, seperti tercatat pada tahun 2009 mencapai lebih dari 5 juta ton. Tabel 1 memperlihatkan kelompok perusahaan terbesar yang memasok bijih besi
dunia dan kapasitas produksinya.

Tabel 1

Source : http://www.steelonthenet.com/plant.html

2.2 Pengolahan Bijih Besi

Pada saat ini sebagian besar produksi logam besi wantah (pig iron) berasal dari proses tanur tegak (blast furnace), proses ini membutuhkan bijih besi berupa
bongkah (lump) berkadar tinggi, pellet atau sinter, dan kokas sebagai bahan pereduksi dan sumber panas. Dalam tanur tegak bijih besi mengalami reduksi secara
bertingkat sampai dihasilkan logam besi wantah. Kapasitas minimum pengolahan bijih besi menggunakan blast furnace adalah 300-500 ribu ton hot metal per tahun.
Pengaplikasi teknologi blast furnace di Indonesia harus memperhitungkan kebutuhan kokas, yang harus di import. Sintering plant bijih besi juga harus dintegrasikan
untuk mengolah bijih besi halus maupun konsentrat besi hasil peningkatan kadar.
Teknologi lain yang sudah diterapkan dalam pengolahan bijih besi maupun pasir besi adalah SL/RN proses yang pada intinya adalah proses reduksi dalam tungku
putar dan dilanjutkan dengan peleburan terhadap reduced iron dalam tungku listrik (EAF/SAF). Reduksi dalam tungku putar membutuhkan gas alam sebagai reduktor
dan sumber panas, tetapi juga dapat mempergunakan batubara sub-bituminous. Sumber daya batubara dan gas alam banyak terdapat di Indonesia. Pada teknologi
SL/RN hanya membutuhkan bijih besi dengan kandungan Fe relatif rendah minimum 55% Fe. Diagram alir proses pengolahan bijih besi dengan teknologi SL/RN
dapat dilihat pada Gambar 2, hasil reduksi berupa reduced iron/sponge iron selanjutnya dilebur dalam tungku listrik (EAF, electric arc furnace).

Gambar 2
Teknologi SL/RN dalam pengolahan bijih besi (sumber : PT ANTAM)

2.3 Peningkatan Nilai Tambah

Menurut ilmu ekonomi, nilai tambah merupakan pertambahan nilai yang wujud ke atas sesuatu barang sebagai akibat dari pemrosesan terhadap barang tersebut
(misalnya dari granit menjadi ubin) atau kesan dari jasa untuk menjual barang tersebut (biaya pengangkutan dan keuntungan penjual). Jadi, pengertian nilai tambah
adalah selisih antara nilai produk akhir dengan biaya/input antara (misalnya, pemakaian peralatan/mesin produksi, pemakaian bahan baku untuk proses industri dll.)
yang berkaitan dengan proses produksi itu sendiri. Dalam hal ini, nilai tambah setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor
produksi, yaitu upah dan gaji, surplus usaha badan usaha, pajak dan royalti, pendapatan bunga, dan deviden (Sukirno, 2004). Sebagai ilustrasi, kegiatan usaha
penambangan granit saat ini memproduksi batu belah, split, dan ubin. Kegiatan ini dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi, jika dibandingkan dengan hanya
memproduksi batu belah atau split. Demikian halnya jika pengusahaan pasir besi atau bijih besi dalam produk besi wantah, sponge iron, atau baja akan memiliki nilai
tambah yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan yang hanya dijual dalam bentuk konsentrat atau bijih saja.
Peningkatan nilai tambah pengolahan bijih besi dari bijih besi bisa ditingkatkan menjadi produk pig iron, kemudian pig iron dimurnikan dalam tungku converter akan
dihasilkan baja yang telah memiliki nilai tambah lebih tinggi dari pada pig iron. Ilustrasi peningkatan nilai tambah bijih besi dengan melakukan diversifikasi produk
disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3
Ilustrasi peningkatan nilai tambah bijih besi (Sumber : PT ANTAM)

Peningkatan nilai tambah lain dari pengolahan bijih besi dengan teknologi SL/RN adalah pemanfaatan terbentuknya gas buang (heat off gas) dari proses reduksi
untuk menggerakkan tenaga listrik berdaya 24,8 MW, sehingga kelebihan dari tenaga listrik dapat disalurkan kemasyarakat sekitar.
2.4 Teknologi Ekstraksi Unsur Jarang dari Mineral Pembawanya
Pada saat ini telah diketahui dan dipahami secara baik keberadaan unsur-unsur jarang bernilai ekonomi tinggi dalam beberapa mineral/konsentrat bijih sebagai
mineral pembawanya serta teknologi ekstraksi yang telah digunakan secara komersial di dunia. Untuk alasan ini, akan ditinjau mineral/konsentrat bijih sebagai
pembawa unsur jarang bernilai ekonomi tinggi yang keterdapatannya potensial di Indonesia, pada konsentrat bijih besi kandungan mineral yang ada misalnya
magnetit, dan hematit. Konsentrat bijih besi dengan kandungan mineral (magnetit, hematit) sebagai mineral pembawa unsur jarang bernilai ekonomi lainnya, terdiri
atas unsur mineral Ni, Co, Cr, V. Pada pengolahan bijih besi, produk yang dihasilkan masih bisa dibuat sebagai produk antara berupa sponge iron. Untuk unsur yang
lain dihasilkan dari proses ekstraksi logam pertama dalam satu aliran proses dan bernilai ekonomi diklasifikasikan sebagai unsur ikutan (Tabel 1), sedangkan produk
samping berupa mineral yang dihasilkan bersama-sama dalam suatu aliran proses konsentrasi diklasifikasikan sebagai mineral ikutan (Tabel 2).

Tabel 1 Klasifikasi Logam Utama Dan Unsur Ikutan
Klasifikasi
Nama Logam
(Unsur)
Besi (Fe)

Bijih (mineral)

Unsur Ikutan

Bijih besi (magnetit,
Fe3O4; hematit,
Fe2O3)
Besi laterit (goetit,
FeOOH)

Ni, Co, Cr, V

Tabel 2. Klasifikasi Mineral Utama dan Mineral Ikutan
Mineral
Konsentrat

Utama

Ikutan

Unsur/Oksida
Terkandung
Bernilai Ekonomi

Bijih besi

Laterit

Vanadium
pentaoksida,
nikel

V2O5, Ni

Besi laterit

Goetit

Kromit

Cr, V, Sc, Ce

2.5 Penerimaan Negara
Pajak merupakan salah satu penerimaan negara untuk membiayai program-program pembangunan pemerintah, yang salah satunya adalah pajak yang diperoleh dari
kegiatan usaha pertambangan yang diperoleh dari berbagai kegiatan ekonomi di wilayah hukum Indonesia. Penerimaan lain yang diperoleh dari kegiatan usaha
pertambangan, di antaranya berupa iuran pertambangan/royalti atau lebih dikenal sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Seperti telah diutarakan di atas,
nilai tambah setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi, yaitu upah dan gaji, surplus usaha badan usaha, pajak
dan royalti, pendapatan bunga, dan deviden. Dengan demikian, pajak dan royalti yang dipungut dari kegiatan usaha pertambangan merupakan salah satu bagian dari

nilai tambah tersebut. Dengan demikian, apabila nilai tambah dari berbagai jenis mineral dan batubara dapat ditingkatkan, maka otomatis perolehan pajak dan royalti
dari sektor pertambangan akan dapat meningkatkan pula kontribusinya terhadap penerimaan negara.
Berkembangnya pemanfaatan mineral jarang pada sektor industri berdampak pada PNBP dari royalti bahan galian, karena di dalam PP No.45 Tahun 2003 tentang
tarif atas jenis PNBP masih ada bahan galian yang belum masuk, karena merupakan turunan dari bahan galian utama setelah dilakukan proses pengolahan lanjutan.
PP No.45 Tahun 2003 merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP.
Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berasal dari :
a. Pelayanan jasa bidang geologi dan sumber daya mineral;
b. Iuran tetap;
c. Iuran eksplorasi/iuran eksploitasi; royalti;
d. Dana hasil produksi batubara;
e. Jasa teknologi/konsultasi eksplorasi mineral, batubara, panas bumi dan konservasi;
f.

Jasa teknologi vulkanologi dan mitigasi bencana geologi;

g. Pelayanan jasa bidang minyak dan gas bumi;
h. Pelayanan jasa bidang penelitian dan pengembangan; dan
i.

Pelayanan jasa bidang pendidikan dan pelatihan.

Untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari kegiatan pertambangan mineral, perlu dilakukan “Kajian Tekno-Ekonomi dan Kebijakan Peningkatan Nilai
Tambah Bijih Besi” sebagai salah satu upaya peningkatan nilai tambah mineral bijih besi yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi, sehingga baik pungutan pajak
maupun PNBP (melalui iuran royalti) akan semakin besar bagi penerimaan negara dari sektor pertambangan, mengingat bahwa usaha pertambangan di Indonesia
dari sisi bisnis atau usaha masih mempunyai prospek dan peluang berkembang di masa depan, antara lain:
a. Kondisi geologis dan potensi mineral Indonesia yang masih menarik, karena masih banyak wilayah yang belum dijangkau oleh kegiatan eksplorasi;
b. Potensi geografis Indonesia yang sangat menguntungkan, karena berdekatan dengan pasar potensial Asia;
c. Adanya peningkatan kebutuhan mineral dan batubara, khususnya dari negara-negara Asia- Pasifik, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, India, Hongkong,
Malaysia dan Filipina;
d. Adanya kecenderungan peningkatan harga mineral dan batubara yang terjadi sampai 2006, bahkan diperkirakan akan terus meningkat.

2.6 Metodologi
Metode penelitian ini dilakukan secara survei dan studio. Pengumpulan data primer diperoleh dengan melakukan survei langsung ke lapangan (lokasi penambangan/
pengolahan bijih besi) maupun pada industri-industri pemakai bahan mineral yang berbasis bijih besi (besi dan baja) untuk memperoleh data kebutuhan/pangsa
pasarnya, serta melakukan pengambilan percontoh batuan untuk dianalisis. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Direktorat Jenderal
Mineral dan Batubara, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, Bappeda, Dinas Pertambangan dan Energi, Badan Lingkungan Hidup, Badan Pusat Statistik,
Perusahaan-perusahaan terkait, dll; pengolahan dan analisis dilakukan melalui uji laboratorium dan desk study.

PERKEMBANGAN PRODUKSI, KONSUMSI, EKSPOR DAN IMPOR PRODUK BESI BAJA INDONESIA
a. PERKEMBANGAN PRODUKSI BESI-BAJA INDONESIA
Perkembangan produksi besi-baja di tanah air dari berbagai jenis produk olahan, seperti besi/baja kasar, besi beton/profl ringan,
batang kawat baja (Wire Rod), Hot Rolled Coils (HRC), Plates, pipa las lurus/spiral, Cold Rolled Coils (CRC)/Sheets, baja lembaran
lapis seng, dan Tin Plate, di Indonesia dari tahun 2004 hingga tahun 2009 secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke
tahunnya. Berdasarkan data yang bersumber dari Direktorat Industri Logam tahun 2009 dapat disebutkan bahwa produksi dari
berbagai jenis produk olahan besi-baja tersebut pada tahun 2004 berjumlah 10.196.486 ton, tahun 2005 produksi naik menjadi
10.527.384 ton, tahun 2006 produksi naik lagi menjadi 10.924.486 ton, tahun 2007 naik lagi menjadi 11.317.617 ton, namun
pada tahun 2008 produksi sedikit mengalami penurunan menjadi 10.930.120 ton, atau secara rata-rata mengalami peningkatan
produksi sebesar 1,175 %/tahun, sehingga diperkiratan pada tahun 2009 produksi naik menjadi 11.051.379 ton, tahun 2010
produksi menjadi 11.181.220 ton, dan pada tahun 2011 produksi diperkirakan sebesar 11.320.049 ton (untuk lebih jelasnya
secara rinci dapat di lihat pada Tabel A).

b. PERKEMBANGAN KONSUMSI PRODUK BESI-BAJA INDONESIA
Sementara itu perkembangan konsumsi produk besi-baja di tanah air dari berbagai jenis produk olahan, seperti besi/baja kasar,
besi beton/profl ringan, batang kawat baja (Wire Rod), Hot Rolled Coils (HRC), Plates, pipa las lurus/spiral, Cold Rolled Coils

(CRC)/Sheets, baja lembaran lapis seng, dan Tin Plate, di tanah air dari tahun 2004 hingga tahun 2009 secara umum juga
mengalami peningkatan. Dapat disebutkan bahwa jumlah konsumsi dari berbagai jenis produk olahan besi-baja tersebut pada
tahun 2004 berjumlah 12.144.065 ton, tahun 2005 jumlah konsumsi naik menjadi 14.277.403 ton, tahun 2006 jumlah konsumsi
sedikit mengalami penurunan menjadi 113.471.056 ton, pada tahun 2007 jumlah konsumsi naik lagi menjadi 11.317.617 ton,
pada tahun 2008 jumlah konsumsi mengalami kenaikan lagi cukup besar menjadi 16.372.347 ton, atau secara rata-rata
mengalami peningkatan konsumsi sebesar 0,052 %/tahun, sehingga diperkiratan pada tahun 2009 naik menjadi 17.220.221 ton,
tahun 2010 jumlah konsumsi sebesar 18.124.857 ton, dan pada tahun 2011 konsumsi produk besi-baja olahan diperkirakan
sebesar 19.084.139 ton (untuk lebih jelasnya secara rinci dapat di lihat pada Tabel B).

TABEL A
PERKEMBANGAN PRODUKSI LOGAM BESI BAJA INDONESIA

N
O.

KETERANGA
N

JUMLAH PRODUKSI (DALAM TON)
URAIAN

2004

2005

2006

2007

2008

2009*

2010*

2011*

3.717.04
9

3.728.52
8

3.804.50
5

4.159.92
3

3.914.68
5

3.923.10
2

3.931.53
6

3.939.98
9

Trend 2,15
%*

1.682.01
3

2.013.51
2

1.821.42
3

1.842.62
3

1.863.82
0

1.866.00
1

1.868.18
4

1.870.37
0

988.447

914.042

857.546

919.562

839.101

812.585

786.908

762.041

Trend 1,17
%*
Trend - 3,16
%*

1

BESI/BAJA KASAR

2
3

BESI BETON/PROFIL RINGAN
BATANG KAWAT BAJA (WIRE
ROD)

4

HOT ROLLED COILS (HRC)/PLATE

2.080.58
8

2.027.24
6

2.494.08
1

2.547.56
0

2.424.71
1

2.557.82
8

2.698.25
2

2.846.38
6

Trend 5,49
%*

4.
1

HOT ROLLED COILS (HRC)

1.529.77
2

1.420.15
0

1.658.58
8

1.817.88
7

1.589.79
6

1.642.10
0

1.696.12
5

1.751.92
8

Trend 3,29
%*

4.
2

PLATES

550.816

607.096

835.493

729.673

834.915

924.167

1.022.96
1

1.132.31
5

459.593

689.723

779.181

642.832

637.050

640.872

644.718

648.586

823.220

722.250

761.974

788.643

802.900

803.149

803.390

803.639

7

PIPA LAS LURUS/SPIRAL
COLD ROLLED COILS
(CRC)/SHEETS
BAJA LEMBARAN LAPIS
SENG/WARNA

352.861

357.073

322.258

329.509

336.850

331.056

325.362

319.766

8

TIN PLATE

92.715

75.010

83.500

86.965

111.003

116.786

122.871

129.272

Trend
%*
Trend
%*
Trend
%*
Trend
%*
Trend
%*

9

JUMLAH PRODUKSI

10.196.4
86

10.527.3
84

10.924.4
68

11.317.6
17

10.930.1
20

11.051.3
79

11.181.2
20

11.320.0
49

Trend 1,175
%/

5
6

10,69
6,00
0,31
- 1,72
5,21

Sumber : Direktorat Industri Logam, Tahun 2009 ( Data Diolah Kembali)

TABEL B
PERKEMBANGAN KONSUMSI LOGAM BESI BAJA INDONESIA

N
O.

KETERANGA
N

JUMLAH KONSUMSI (DALAM TON)
URAIAN

2004

2005

2006

2007

2008

2009*

2010*

2011*

1

BESI/BAJA KASAR

5.404.93
9

5.465.74
4

5.695.18
2

6.189.05
2

6.476.98
1

6.793.70
5

7.132.03
2

7.487.20
7

Trend 4,98
%*

2

BESI BETON/PROFIL RINGAN

1.700.18
6

2.063.20
5

1.873.87
5

1.969.52
4

1.955.81
1

2.001.96
8

2.049.21
5

2.097.57
6

Trend 2,36
%*

3

BATANG KAWAT BAJA (WIRE
ROD)

1.088.39
4

1.224.40
8

1.020.28
2

1.167.24
3

1.244.46
9

1.272.22
1

1.300.59
1

1.329.59
4

Trend 2,23
%*

4

HOT ROLLED COILS (HRC)/PLATE

2.613.57
7

2.669.50
1

2.376.26
6

2.961.05
9

3.270.34
1

3.456.09
6

3.652.40
3

3.859.85
9

Trend 5,68
%*

HOT ROLLED COILS (HRC)

2.207.64
8

2.172.62
2

1.946.12
7

2.596.49
8

2.662.91
0

2.814.43
0

2.974.57
1

3.143.82
4

PLATES

405.928

496.879

430.140

364.561

607.431

638.349

670.841

704.987

PIPA LAS LURUS/SPIRAL

483.933

870.976

823.786

680.985

769.364

823.604

881.668

943.826

Trend 5,69
%*
Trend 5,09
%*
Trend 7,05
%*

202.404

1.336.24
6

1.105.40
6

1.416.06
0

1.771.26
2

1.925.00
8

2.092.09
8

2.273.69
2

434.693

441.785

398.341

499.879

641.458

702.012

768.282

840.807

4.
1
4.
2
5

7

COLD ROLLED COILS
(CRC)/SHEETS
BAJA LEMBARAN LAPIS
SENG/WARNA

8

TIN PLATE

215.939

205.538

177.918

183.511

242.661

245.597

248.569

251.577

Trend 8,68
%*
Trend 9,44
%*
Trend 1,21
%*

9

JUMLAH KONSUMSI

12.144.0
65

14.277.4
03

13.471.0
56

15.067.3
13

16.372.3
47

17.220.2
11

18.124.8
57

19.084.1
39

Trend 0,052
%

6

Sumber : Direktorat Industri Logam, Tahun 2009 ( Data Diolah Kembali)

c. PERKEMBANGAN EKSPOR PRODUK BESI-BAJA INDONESIA
Di lain sisi perkembangan ekspor produk besi-baja di tanah air dari berbagai jenis produk olahan, seperti besi/baja kasar, besi
beton/profl ringan, batang kawat baja (Wire Rod), Hot Rolled Coils(HRC), Plates, pipa las lurus/spiral, Cold Rolled Coils
(CRC)/Sheets, baja lembaran lapis seng, dan Tin Plate, di tanah air dari tahun 2004 hingga tahun 2009 secara umum mengalami

pasang surut. Hal ini dapat disebutkan bahwa jumlah ekspor berbagai jenis produk olahan besi-baja tersebut pada tahun 2004
berjumlah 1.062.139 ton, tahun 2005 jumlah ekspor turun sedikit menjadi 927.167 ton, tahun 2006 mengalami kenaikan cukup
besar menjadi 1.517.947, pada tahun 2007 jumlah ekspor turun kembali menjadi 1.159.340 ton, dan pada tahun 2008 jumlah
ekspor mengalami kenaikan lagi menjadi 1.243.177 ton, atau secara rata-rata mengalami perkembangan ekspor sebesar
0,1114%/tahun, sehingga diperkiratan jumlah ekspor pada tahun 2009 menjadi 1.363.193 ton, tahun 2010 jumlah ekspor sebesar
1.515.524 ton, dan pada tahun 2011 jumlah ekspor produk besi-baja olahan sebesar 1.706.561 ton (untuk lebih jelasnya secara
rinci dapat di lihat pada Tabel C).

d. PERKEMBANGAN IMPOR PRODUK BESI-BAJA INDONESIA
Lain halnya dengan perkembangan impor produk besi-baja yang terjadi di tanah air dari berbagai jenis produk olahan, seperti
besi/baja kasar, besi beton/profl ringan, batang kawat baja (Wire Rod), Hot Rolled Coils (HRC), Plates, pipa las lurus/spiral, Cold
Rolled Coils (CRC)/Sheets, baja lembaran lapis seng, dan Tin Plate, dimana secara umum dari tahun 2004 hingga tahun 2009
justru mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini dapat disebutkan bahwa jumlah impor dari berbagai jenis produk
olahan besi-baja tersebut pada tahun 2004 berjumlah 4.310.013 ton, tahun 2005 jumlah impor sebesar 4.994.453 ton, tahun
2006 sedikit turun menjadi 4.343.982, pada tahun 2007 jumlah impor naikmbali naik lagi menjadi 5.209.837 ton, dan pada tahun
2008 jumlah impor mengalami kenaikan lagi cukup tinggi menjadi 6.991.728 ton, atau secara rata-rata mengalami
perkembangan ekspor sebesar 0,105 % /tahun, sehingga diperkiratan jumlah impor pada tahun 2009 sebesar 7.722.548 ton, tahun
2010 jumlah impor sebesar 8.533.302 ton, dan pada tahun 2011 jumlah impor produk besi-baja olahan sebesar 9.432.973 ton
(untuk lebih jelasnya secara rinci dapat di lihat pada Tabel D).

TABEL C
PERKEMBANGAN EKSPOR LOGAM BESI BAJA INDONESIA

JUMLAH EKSPOR (DALAM TON)

N
O.

URAIAN

2004

2005

2006

2007

KETERANGAN

2008

2009*

2010*

2011*

1

BESI/BAJA KASAR

19.002

12.797

31.866

7.668

36.057

38.938

42.049

45.409

Trend 7,99 % *

2

BESI BETON/PROFIL RINGAN

4.063

917

16.066

2.216

71.031

100.111

141.09
7

198.86
2

Trend 40,94 %
*

3

BATANG KAWAT BAJA (WIRE
ROD)

265.20
3

190.51
8

194.54
7

168.52
6

202.48
7

189.508

177.36
0

165.99
1

Trend - 6,41 %
*

4

HOT ROLLED COILS
(HRC)/PLATE

490.63
1

531.11
7

935.44
5

797.38
7

768.27
5

875.219

997.04
9

1.135.8
39

Trend 13,92 %
*

4.
1

HOT ROLLED COILS (HRC)

194.83
4

176.79
5

280.45
8

93.040

48.423

34.332

24.341

17.258

Trend - 29,10 %
*

4.
2

PLATES

295.79
7

354.32
2

654.98
7

704.34
7

719.85
2

921.123

1.178.6
69

1.508.2
24

Trend 27,96 %
*

5

PIPA LAS LURUS/SPIRAL

45.473

52.555

125.64
5

51.821

80.520

90.142

100.91
4

112.97
3

Trend 11,95 %
*

183.64
1

97.895

166.25
0

91.870

52.615

40.719

31.512

24.387

7

COLD ROLLED COILS
(CRC)/SHEETS
BAJA LEMBARAN LAPIS
SENG/WARNA

52.565

39.807

42.813

28.704

30.527

26.504

23.010

19.978

8

TIN PLATE

1.561

1.561

5.315

11.148

1.665

2.053

2.532

3.123

Trend - 22,61 %
*
Trend - 13,18 %
*
Trend 23,32 %
*

9

JUMLAH EKSPOR

1.062.1
39

927.16
7

1.517.9
47

1.159.3
40

1.243.1
77

1.363.1
93

1.515.5
24

1.706.5
61

Trend 0,1114 %

6

Sumber : Direktorat Industri Logam, Tahun 2009 ( Data Diolah Kembali)

TABEL D
PERKEMBANGAN IMPOR LOGAM BESI BAJA INDONESIA
KETERANGA
N

JUMLAH IMPOR (DALAM TON)

N
O.

URAIAN

2004

2005

2006

2007

2008

2009*

2010*

2011*

1

BESI/BAJA KASAR

1.706.8
92

1.750.0
13

1.922.5
43

2.036.7
98

2.598.3
53

2.869.3
61

3.168.6
36

3.499.1
24

Trend 10,43
%*

2

BESI BETON/PROFIL RINGAN

22.236

50.610

68.518

129.11
4

163.02
2

191.600

225.18
7

264.66
3

Trend 17,53
%*

3

BATANG KAWAT BAJA (WIRE
ROD)

365.15
1

500.88
4

357.28
4

416.20
7

607.85
5

660.738

718.22
3

780.70
8

Trend 8,70
%*

4

HOT ROLLED COILS
(HRC)/PLATE

1.023.6
20

1.173.3
73

817.63
1

1.210.8
86

1.613.9
05

1.773.3
59

1.948.5
67

2.141.0
85

Trend 9,88
%*

4.
1

HOT ROLLED COILS (HRC)

872.71
0

929.26
7

567.99
7

871.65
2

1.121.5
37

1.171.6
70

1.224.0
43

1.278.7
58

Trend 4,47
%*

4.
2

PLATES

150.90
9

244.10
6

249.63
4

339.23
4

492.36
8

644.608

843.92
1

1.104.8
61

Trend 30,92
%*

5

PIPA LAS LURUS/SPIRAL

69.813

233.80
8

170.24
9

89.973

212.83
5

241.759

274.61
4

311.93
4

Trend 13,59
%*

6

COLD ROLLED COILS
(CRC)/SHEETS

562.82
4

711.89
1

509.68
2

719.28
7

1.020.9
77

1.151.3
56

1.298.3
84

1.464.1
88

Trend 12,77
%*

7

BAJA LEMBARAN LAPIS
SENG/WARNA

434.69
3

441.78
5

398.34
1

499.87
9

641.45
8

702.012

768.28
2

840.80
7

Trend 9,44
%*

8

TIN PLATE

124.78
4

132.08
9

99.734

107.69
3

133.32
3

132.363

131.41
0

130.46
4

Trend - 0,72
%*

9

JUMLAH IMPOR

4.310.0
13

4.994.4
53

4.343.9
82

5.209.8
37

6.991.7
28

7.722.5
48

8.533.3
02

9.432.9
73

Trend
0,1049 %

Sumber : Direktorat Industri Logam, Tahun 2009 ( Data Diolah Kembali)

e. PERKEMBANGAN EKSPOR BIJIH BESI (WANTAH) DAN IMPOR BAHAN BAKU BESI-BAJA
Perkembangan ekspor-impor bijih besi (wantah)/bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri besi-baja di tanah air dari
tahun 2006 – 2011 juga mangalami kenaikan yang cukup fantastis. Jumlah ekspor bijih besi mentah ke berbagai negara dapat
disebutkan bahwa pada tahun 2006 berjumlah 2.161.408,4 ton, tahun 2007 jumlah ekspor bijih besi mengalami kenaikan
cukup tinggi menjadi 5.228.1223,3 ton, tahun 2008 naik lagi menjadi 6.684.977,4 ton, sementara itu pada tahun 2009 jumlah
ekspor sedikit mengalami penurunan menjadi 5.789.306,8 ton, dan pada tahun 2010 jumlah ekspor mengalami kenaikan lagi
menjadi 8.656.132,7 ton, dan pada bulan Januari 2011 sebesar 870.442,4 ton atau secara rata-rata mengalami perkembangan
ekspor sebesar 0,5 %/tahun.
Sementara itu jumlah impor untuk bahan baku industri besi-baja di dalam negeri pada tahun 2006 berjumlah 1.773.048,6 ton,
tahun 2007 jumlah impornya hampir sama (agak turun sedikit sekali) yaitu sebesar 1.737.142,9 ton, tahun 2008 naik lagi
menjadi 2.418.731,0 ton, sementara itu pada tahun 2009 jumlah impor mengalami penurunan cukup besar menjadi
1.368.067,6 ton, dan pada tahun 2010 jumlah impor mengalami kenaikan lagi menjadi 2.306.359,0 ton, dan pada bulan Januari
2011 sebesar 8.630,6 ton, atau secara rata-rata mengalami perkembangan impor sebesar 0,2 %/tahun.
Dengan demikian jika melihat angka ekspor dan impor tersebut dapat dikatakan terjadi ekspor bersih (Net Eksport) pada tahun 2006
sebesar 388.359,8 ton, tahun 2007 sebesar 3.490.980,4 ton, tahun 2008 sebesar 4.266.246,5 ton, tahun 2009 sebesar 4.421.239,2 ton,
dan tahun 2010 sebesar 6.349.773,8 ton, sedangkan pada bulan Januari 2011 sebesar 861.811,8 ton (untuk lebih jelasnya secara rinci

dapat di lihat pada Tabel E).

TABEL E
PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BIJIH BESI / BAHAN BAKU INDUSTRI BESI-BAJA INDONESIA, TAHUN 2006 - 2011
BERAT : TON
NO

HS

URAIAN

JANUARI
2006

2007

2008

2009

2010

2.161.408
,3

5.207.610
,6

6.545.776
,9

5.736.606
,4

0,0

20.512,7

139.200,6

2.161.40
8,4

5.228.12
3,3

Perub.
%

Trend
(%)

KETERANGAN

11/10

06-10

EXPORT /
IMPORT

2010

2011

8.548.101,
5

353.824,5

870.442,4

146,0

32,9

EXPORT

52.700,4

108.031,3

18.099,7

-

(100,0)

2.181,7

EXPORT

6.684.97
7,4

5.789.30
6,8

8.656.13
2,7

371.924,
2

870.442,
4

46,0

2.214,6

1,4

0,3

(0,1)

0,5

1.676.411
,1

2.204.755
,3

1.327.640
,7

2.241.330,
6

EKSPO
RT

1.

260111000
0

2.

260112000
0

Iron ores and
concentrates,
other than
roasted iron
pyrites :non
agglomerated
Iron ores and
concentrates,
other than
roasted iron
pyrites :agglomer
ated

3.

TOTAL
EXPORT :

1.

Iron ores and
concentrates,
other than
roasted iron
pyrites :non
agglomerated

IMPOR
T

260111000
0

1.725.346
,4

0,5

148.934,5

8.412,4

(94,4)

2,9

IMPORT

2.

3.

260112000
0

Iron ores and
concentrates,
other than
roasted iron
pyrites :agglomer
ated

47.702,1

60.731,8

213.975,7

40.426,9

65.028,4

-

218,2

TOTAL
IMPORT :

1.773.04
8,6

1.737.14
2,9

2.418.73
1,0

1.368.06
7,6

2.306.35
9,0

148.934,
5

8.630,6

(0,0)

0,4

(0,4)

0,7

3.490.98

4.266.24

4.421.23

6.349.77

NET
388.359,

-

(94,4)

2,2

IMPORT

5,1
0,2

222.989,

EKSPORT
8
0,4
6,5
9,2
3,8
7
Sumber : Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, 2011 (Data Diolah Kembali)

861.811,
8

140,4

2.209,5

f. POTENSI CADANGAN BIJIH BESI INDONESIA
Potensi mineral bijih besi di Indonesia banyak tersebar di berbagai wilayah, seperti : Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung,
Bangka-Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,Sulawesi
Utara,Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan Papua (Sumber : Statistik Potensi dan Neraca Sumberdaya Mineral,Batubara, Panas Bumi,
2008). Potensi tersebut memiliki karakteristik yang sangat beragam baik dari segi kualitas kandungan besi maupun jenis mineral besi yang terkandung di
dalamnya. Sayangnya nilai tambah yang diperoleh dari pengusahaan penambangan bijih besi yang ada masih sangat rendah, hal ini terjadi mengingat pada
umumnya produk bijih besi maupun pasir besi yang ada pada umumnya hanya dijual dalam bentuk konsentrat atau biji/ore saja. Oleh karena itu diperlukan upaya
untuk melakukan peningkatan nilai tambah bijih besi menjadi produk logam seperti pig iron dan baja, sehingga akan memiliki nilai tambah yang lebih besar.
Dari berbagai lokasi sebaran sumber daya bijih besi tersebut, pada umumnya masih berupa sumberdaya dan hanya sedikit yang berupa cadangan dengan
perincian menurut lokasi yang ada, yaitu : Provinsi NAD (Sumberdaya besi primer : bijih = 350.000 ton, logam = 191.100 ton), Sumatera Barat (Sumberdaya besi
primer : besi = 1.658.348 ton, logam = 982.393 ton), Bengkulu (Sumberdaya titan plester, bijih = 3.231.063 ton, logam = 667.958 ton), Jambi (Sumberdaya besi
laterit, bijih = 1.009.917 ton, logam = 555.454 ton), Sumatera Selatan (Sumberdaya besi primer : bijih = 1.600.000 ton, logam = 1.131.840 ton), Lampung
(Sumberdaya besi laterit, bijih = 2421437 ton, logam = 208094 ton/ besi primer, bijih = 9.790.493ton, logam = 6488.664 ton/titan plester, bijih = 774.671 ton,
logam = 44.100 ton), Bangka-Belitung,Sumberdaya besi primer : bijih = 58.785 ton, logam = 24.465 ton), Kalimantan Barat (Sumberdaya besi primer : bijih =
281.000.000 ton, logam = 160.240.000 ton), Kalimantan Tengah (Sumberdaya besi primer : bijih = 1.080.000 ton, logam = 594.000 ton), Kalimantan Selatan

(Sumberdaya besi laterit, bijih = 89.062.400 ton, logam = 42937400 ton/ besi primer, bijih = 14.580.200 ton, logam = 2.783.177 ton/titan plester, bijih =
426.747.700 ton, logam = 202.701.408 ton), Kalimantan Timur (Sumberdaya besi primer : bijih = 18.000.000 ton, logam = 9.900.000 ton), Jawa Barat
(Sumberdaya besi laterit, bijih = 500.000 ton, logam = 225.000 ton/titan plester, bijih = 16721929 ton, logam = 2590246 ton), Sulawesi Selatan (Sumberdaya besi
laterit : bijih = 371.500.000 ton, logam = 182.035.000 ton), Sulawesi Tenggara (Sumberdaya besi laterit : bijih = 168.200.000 ton, logam = 46.879.566 ton,
sedangkan yang berupa cadangan : bijih = 3.550.000 ton, dan logam = 851.949 ton), Sulawesi Utara (Sumberdaya besi primer, bijih = 17.500.000 ton, logam =
5.250.000 ton/titan plester, bijih = 31.400.000 ton, logam = 3.092.900 ton), Nusa Tenggara Timur (Sumberdaya besi primer, bijih = 726.000 ton, logam = 457.525
ton), Maluku Utara (Sumberdaya besi laterit : bijih = 203.860.000 ton, logam = 61981180 ton,sedangkan yang berupa cadangan berupa bijih = 28.480.000 ton,
dan logam = 11.002.016 ton), Irian Jaya Barat (Sumberdaya besi laterit, bijih = 262.084.000 ton, logam = 84.331.209 ton), dan Papua (Sumberdaya besi laterit,
bijih = 40.733.000 ton, logam = 15.368.243 ton), untuk lebih jelasnya lihat Peta sebaran bijih besi dan Tabel F.
Seperti kita ketahui bahwa sektor pertambangan umum hingga saat ini masih merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang kontribusinya dirasakan
belum memberikan hasil yang optimal. Untuk itu diperlukan berbagai upaya sebagai langkah pencapaian optimalisasi penerimaan negara dari pengusahaan
pertambangan mineral dan batubara, dimana salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah melakukan litbang untuk mengetahui sampai seberapa jauh jenis
mineral tertentu bisa memberikan nilai tambah yang optimal. Seperti kita ketahui bersama bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi pengolahan mineral
berdampak terhadap optimalisasi perolehan mineral yang lebih efisien dan memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.
Pengusahaan tambang mineral di Indonesia (Kontrak Karya) selama ini masih ada yang menjual produknya dalam bentuk konsentrat, sedangkan pengusahaan
dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP) masih menjual dalam bentuk bijih (ore). Hal tersebut sangat merugikan negara mengingat nilai tambah yang diperoleh
relatif rendah, padahal mineral tersebut jika diusahakan lebih lanjut dengan mempergunakan teknologi yang lebih baik akan dapat meningkatkan nilai tambah
mineral tersebut yang pada akhirnya akan dapat memberikan dampak ekonomi nasional yang lebih baik pula.

TABEL F
LOKASI DAN JUMLAH CADANGAN BIJIH BESI INDONESIA

No
.

1.

SUMBER DAYA BESI PRIMER (TON)
LOKASI ENDAPAN BIJIH BESI

PROVINSI NAD

BIJIH

350.000

LOGAM

191.100

SUMBERDAYA BESI LATERIT (TON)
BIJIH

LOGAM

TITAN PLESTER (TON)
BIJIH

LOGAM

CADANGAN (TON)
BIJIH

LOGAM

JUMLAH (TON)

541.100

2.

PROVINSI SUMATERA BARAT

1.658.348

982.393

2.640.741

3.

PROVINSI BENGKULU

4.

PROVINSI JAMBI

5.

PROVINSI SUMATERA SELATAN

1.600.000

1.131.840

6.

PROVINSI LAMPUNG

9.790.493

6.488.664

7.

PROVINSI BANGKA-BELITUNG

58.785

24.465

83.250

8.

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

281.000.000

160.240.000

441.240.000

9.

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

1.080.000

594.000

1.674.000

10.

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

14.580.200

2.783.177

11.

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

18.000.000

9.900.000

12.

PROVINSI JAWA BARAT

500.000

225.000

13.

PROVINSI SULAWESI SELATAN

371.500.000

182.035.000

14.

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

168.200.000

46.879.566

15.

PROVINSI SULAWESI UTARA

17.500.000

5.250.000

16.

PROVINSI NTT

726.000

457.525

3.231.063

1.009.917

667.958

3.899.021

555.454

1.565.371

2.731.840

2.421.437

89.062.400

208.094

42.937.400

774.671

426.747.700

44.100

19.727.459

202.701.408

778.812.285

27.900.000

16.721.929

2.590.246

20.037.175

553.535.000

3.550.000

31.400.000

3.092.900

851.949

219.481.515

57.242.900

1.183.525

17.

PROVINSI MALUKU UTARA

203.860.000

61.981.180

18.

PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

262.084.000

84.331.209

346.415.209

19.

PROVINSI PAPUA

40.733.000

15.368.243

56.101.243

20.

JUMLAH

1.098.637.754

419.152.903

346.343.826

188.043.164

28.480.000

478.875.363

209.096.612

32.030.000

11.002.016

11.853.965

305.323.196

2.784.033.587

Sumber : Statistik Potensi dan Neraca Sumberdaya Mineral, Panas
Bumi, 2008

g. PERKEMBANGAN EKSPOR BIJIH BESI (WANTAH) PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DAN PROVINSI NAD
Berdasarkan perolehan data ekspor selama di lapangan menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Selatan dan Provinsi NAD
merupakan penyumbang ekspor bijih besi terbesar di Tanah Air. Sebagai gambaran bahwa berdasarkan data dari KPPBC Tipe A3
Kotabaru dan KPPBC Tipe A2 Banjarmasin tahun 2011, pada tahun 2007 jumlah ekspor bijih besi lateritic Provinsi Selatan
berjumlah 2.280.410,02 ton, tahun 2008 berjumlah 2.506.853 ton, tahun 2009 berjumlah 2.986.044,05 ton, tahun 2010 berjumlah
4.947.763,00ton, dan pada tahun 2011 (Januari-Juli) berjumlah 4.278.191,38 ton dengan tujuan ekspor China, Hongkong, Vietnam,
Jepang, dan Malaysia (lihat Tabel G).
Sedangkan berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Kotabaru dan PT. Silo Sebuku, jumlah produksi dan ekspor bijih besi
lateritic dari PT. Silo Sebuku saja pada tahun 2007 berjumlah 1.508.934,11 ton, tahun 2008 berjumlah 1.451.458,50 ton, tahun
2009 berjumlah 2.591.664,50 ton, mtahun 2010 berjumlah 2.891.638,50 ton, dan tahun 2011 (s/d Juni) berjumlah 1.850.563,50
ton (lihat Tabel H).
Sementara itu untuk Provinsi NAD berdasarkan data yang kami peroleh dari Dinas Perdagangan Provinsi NAD tahun 2011, pada
tahun 2009 jumlah ekspor bijih besi magnetic Provinsi NAD berjumlah 55.700,000 ton, tahun 2010 berjumlah 556.847,385 ton, dan
tahun 2011 (Januari-Maret) berjumlah 127.144,220 ton dengan tujuan ekspor China dan Malaysia (lihat Tabel I).

TABEL G
EKSPOR BIJIH BESI MELALUI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN TIPE A2 BANJARMASIN DAN TIPE A3 KOTABARU,
KALIMANTAN SELATAN
DARI TAHUN 2007 - 2011
2007
NO
.

1.

PELABUHAN MUAT

SEBUKU
(KPPBC Tipe A3
Kotabaru)

2008

JUMLAH
(TON)

FOB ($
USA)

2.280.410,
02

51.264.697,
90

TG. PEMANCINGAN
(KPPBC Tipe A3
Kotabaru)

JUMLAH
(TON)

2.483.729,
00

23.124,00

FOB ($
USA)

43.319.681,
50

2.592.798
,00

39.485.181

774.654,00

384.393,0
0

6.150.288,
00

SATUI
(KPPBC Tipe A3
Kotabaru)
2.

8.853,05

531.183,12

BANJARMASIN
(KPPBC Tipe A2
Banjarmasin)

3.

JUMLAH

4.

HARGA RATA-RATA /
TON

SEBUKU

2.280.410,
02

51.264.697,
90

SATUI
KPPBC TIPE A2
BANJARMASIN
HARGA RATA-RATA
FOB

2.506.853

44.094.335,
50

2.986.044
,05

46.166.652
,12

2010
JUMLAH
FOB ($
(TON)
USA)

2011 (JANUARI - JULI)
JUMLAH
FOB ($
(TON)
USA)

NEGARA
TUJUAN

3.081.051

46.319.997
,00

2.170.319,
00

32.554.785
,00

CHINA,
HONGKON
G

1.688.334,
68

27.043.354
,90

1.962.599,
91

34.690.671
,29

CHINA,
HONGKON
G

30.314,00

1.557.528,
00

7.003,00

560.240,00

CHINA,
HONGKON
G

148.063,46

8.230.422,
62

138.269,47

7.260.894,
92

CHINA,
HONGKON
G

4.947.763,
00

83.151.302
,52

4.278.191,
38

75.066.591
,21

CHINA,
HONGKON
G,
VIETNAM,
JEPANG,
MALAYSIA

22,4804738
9

TG. PEMANCINGAN

5.

2009
JUMLAH
FOB ($
(TON)
USA)

17,4413881
3

15,228791
83

33,5

16
60

22,4804738
9

17,5895178
1

15,460807
45

15,033830
01
16,017768
99
51,379824
5
55,587129
54
16,805837
81

Sumber : Kantor Pengawasan Dan PelayananTipe A2 Banjarmasin dan Tipe A3 Kotabaru, Kalimantan Selatan, 2011 (Data Diolah Kembali).

15
17,675875
31
80
52,512638
62
17,546337
8

TABEL H
JUMLAH PRODUKSI DAN EKSPOR PT SILO TAHUN 2007 - 2011

NO
.

URAIAN

1.

DATA DINAS PERTAMBANGAN
KOTABARU

2.

DATA PT SILO (SEBUKU)

3.

EKSPOR PT SILO SEBUKU (RATA-RATA)

JUMLAH PRODUKSI DAN EKSPOR TAHUNAN PT SILO (TONASE
(MT))
2011 (s/d
2007
2008
2009
2010
Juni)
1.508.934,
11

1.508.934,
11

KETERANGA
N

1.380.340,
00

2.643.142,
00

2.806.938,
00

1.847.335,0
0

MT

1.522.577,
00

2.540.187,
00

2.976.339,
00

1.853.792,0
0

MT

1.451.458,
50

2.591.664,
50

2.891.638,
50

1.850.563,5
0

TON

SUMBER : PT. SILO SEBUKU dan DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN KOTABARU, 2011

TABEL I
REALISASI EKSPOR BIJIH BESI PROVINSI NAD TAHUN 2009 - 2011

NO
.

1.

2.

PELABUHAN
MUAT

JENIS
KOMODITAS

TAHUN 2009
VOLUME
NILAI
(TON)
(US $)

Sabang

Bijih Besi

28.400,000

1.278.000,
00

Lhoong Port Aceh

Bijih Besi

27.300,000

955.500,00

Bakongan Poart

TAHUN 2010
VOLUME
NILAI (US
(TON)
$)

TAHUN 2011 s/d
MARET
VOLUME
NILAI
(TON)
(US $)

Ekspor tahun 2011,
hanya

233.465,354

5.718.774,8
7

7.584,346

568.033,81

Bijih Besi

180.126,925

7.761.102,4
8

76.004,358

3.420.197,
00

IPPTN Tapaktuan

Bijih Besi

48.454,763

1.986.645,2
8

Ujung Pancu Sea Aceh

Bijih Besi

25.401,670

635.041,75

Ulee Lheue Sea Port
Blang Pidie South
West

Bijih Besi

69.398,673

1.734.966,8
3

JUMLAH DAN NILAI
EKSPOR

Bijih Besi

Bijih Besi

55.700,000

2.233.500
,00

KETERANGAN

556.847,385

Sumber : Dinas Perdagangan Provinsi NAD, 2011 (Data disusun kembali).

17.836.531
,21

sampai bulan Maret.

Harga rata-rata tahun
2009
40,09 US $/ton, tahun
2010
32,03 US $/ton, tahun