Optimasi Formulasi Pakan pada Proses Budidaya Ikan Bandeng menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO)

  Vol. 2, No. 2, Februari 2018, hlm. 776-784 http://j-ptiik.ub.ac.id

  

Optimasi Formulasi Pakan pada Proses Budidaya Ikan Bandeng

menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO)

1 2 3 Denny Irfan Darmawan , Imam Cholissodin , Candra Dewi

  Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: dndrmwn@gmail.com, imamcs@ub.ac.id, dewi_candra@ub.ac.id

  

Abstrak

Bandeng merupakan komoditas budidaya yang memberikan kontribusi cukup besar pada skala nasional.

  Namun dalam praktiknya, budidaya bandeng membutuhkan biaya produksi yang tidak sedikit, terutama dalam pengadaan pakan ikan. Penelitian ini akan membahas bagaimana mengoptimasi komposisi pakan bandeng, meminimalkan biaya tanpa menurunkan hasil produksi, serta tetap memperhatikan kebutuhan nutrisi bandeng budidaya. Metode optimasi, Particle Swarm Optimization (PSO) diterapkan pada proses formulasi dan komposisi pakan bandeng agar tetap memenuhi kebutuhan nutrisi ikan dengan biaya yang minimal. Proses algoritme PSO dimulai dengan proses inisialisasi awal untuk nilai posisi, kecepatan, dan Pbest sebanyak jumlah partikel yang ditentukan serta Gbest. Kemudian proses berlanjut ke tahap

  

update kecepatan, posisi, Pbest, dan Gbest sebanyak iterasi yang ditentukan. Berdasarkan hasil

  pengujian yang dilakukan pada penelitian ini, diperoleh parameter optimal antara lain jumlah partikel sebanyak 100, jumlah iterasi sebanyak 70, nilai batas bawah dan batas atas partikel sebesar 1,0

  • – 9,0, dan nilai koefisien sebesar 0,4. Dengan menggunakan parameter tersebut, komposisi pakan ikan terbaik yang didapatkan untuk bandeng berusia 10 minggu dengan berat per ekor 0,25 kilogram dan jumlah populasi ikan 500 ekor adalah 0,237 kilogram tepung ikan, 1,384 kilogram tepung gaplek, dan 2,129 kilogram tepung daun lamtoro dengan total biaya sebesar Rp. 15.017,625.

  Kata Kunci: optimasi, formulasi, pakan, budidaya ikan bandeng, particle swarm optimization.

  

Abstract

Milkfish is a cultivation commodity that contributes quite large on a national scale. But in practice,

milkfish cultivation requires high production costs, especially in the procurement of fish feeds. This

study will explore how to optimize the composition of milkfish feeds, minimize costs without lowering

the production, as well as keeping the nutritional needs of milkfish in check. An optimization method,

Particle Swarm Optimization (PSO) is used in the process of formulation and composition of milkfish

feeds to keep fulfilling the nutritional needs of fish with minimal cost. The PSO algorithm process begins

with initialization process for position, speed, and Pbest values as much as the number of specified

particles, and Gbest. Then the process progresses to the update stage of speed, position, Pbest, and

Gbest as much as a predetermined iteration. Based on the results of the tests conducted in this study,

optimal parameters have been obtained such as the number of particles as much as 100, the number of

iterations of 70, lower boundary value and upper limit particles of 1,0 coefficient value of

  • – 9,0, and

    0,4. Using these parameters, the best fish feeds composition obtained for 10-week-old milkfish with a

    weight per unit of 0,25 kilograms and total fish population of 500 is 0,237 kilograms fish meal, 1,384

    kilograms cassava flour, and 2,129 kilograms white leadtree leaf flour with total cost of Rp. 15.017,625.

  Keywords: optimization, formulation, feed, milkfish cultivation, particle swarm optimization.

  • – 2013 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral 1.

   PENDAHULUAN Perikanan Budidaya. Dalam data tersebut,

  produksi ikan bandeng di beberapa daerah di Penyebaran budidaya perairan bandeng di

  Indonesia, khususnya Jawa Timur mengalami Indonesia saat ini sudah cukup luas. Hal tersebut peningkatan setiap tahunnya. Produksi ikan dapat dilihat dari data statistik volume produksi bandeng pada tahun 2009 sampai dengan tahun ikan mas, bandeng, kakap, dan patin tahun 2009 2013 berturut-turut mencapai 61,154 ton, 76,937

  Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya

776 ton, 80,688 ton, 111,758 ton, dan 138,626 ton (DJPB, 2013a). Dengan hasil tersebut, Jawa Timur menjadi sentra produksi ikan bandeng yang terbesar di Indonesia dengan jumlah produksi sebesar 22,86% dari total produksi ikan bandeng nasional (DJPB, 2013b). Pada tingkat nasional, bandeng merupakan komoditas budidaya unggulan yang memberikan kontribusi ketiga terbesar setelah udang dan rumput laut (Winarsih, Priyambodo, & Husein, 2011).

  Menurut data statistik nilai produksi dan biaya produksi per hektar per siklus usaha budidaya rumput laut, bandeng, dan udang windu yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2014, nilai produksi ikan bandeng mencapai 5,8 juta rupiah dengan biaya produksi sebesar 4,2 juta rupiah. Nilai produksi adalah nilai dari produksi budidaya yang dihasilkan rumah tangga usaha budidaya ikan per siklus per satuan tertentu dalam satu hektar. Biaya produksi adalah jumlah total biaya produksi yang dikeluarkan oleh rumah tangga usaha budidaya ikan meliputi biaya pengadaan benih/bibit (11,54%), biaya pupuk dan obat- obatan (11,61%), biaya pakan (17,22%), upah pekerja, sewa lahan, sarana usaha, serta biaya lain-lain (BPS, 2014).

  crossover , dan mutation. Sedangkan PSO

  selection , PSO tidak mengadopsi parameter

  ). Untuk parameter

  dan memiliki parameter pembatas seperti batas kecepatan ( ,

  omnidirectional , PSO lebih terarah (directional)

  mempunyai operasi crossover namun konsep dari crossover tersebut ada dalam proses update kecepatan dimana setiap partikel bergerak kearah solusi optimum dari posisi sebelumnya yang dimiliki tiap partikel baik kearah global best maupun local best secara stochastic. Sedangkan untuk operaton mutation , dibandingkan dengan GA yang memiliki sifat

  crossover dalam GA misalnya, PSO tidak

  menggunakan operator dengan istilah yang berbeda namun tetap memiliki analogi yang sama dengan algoritme genetika. Operator

  mendasar pada kedua algoritme tersebut terletak pada operator algoritme dan parameter yang digunakan. Setiap operator yang digunakan pada tiap proses pada algoritme memiliki pengaruh tersendiri terhadap perilaku algoritme dalam suatu problem space. Secara umum, GA menggunakan tiga operator yaitu selection,

  Berdasarkan data di atas, aspek pengadaan seperti benih/bibit unggul, pupuk dan obat- obatan serta pakan ikan merupakan hal penting yang perlu diutamakan dalam usaha budidaya ikan bandeng. Selain itu, petani bandeng sering dihadapkan dengan permasalahan yang berkaitan dengan aspek pengadaan di atas, seperti pengadaan nener/bibit yang masih mengandalkan hasil dari alam, pakan alami yang sulit tumbuh, munculnya penyakit yang menyerang ikan, serta penggunaan bahan-bahan kimiawi berbahaya pada proses budidaya (WWF-Indonesia & Badruddin, 2014). Dalam hal pengadaan pakan alami misalnya, para petani di daerah tertentu masih mengandalkan teknik budidaya tradisional yaitu proses pemupukan sebagai pemicu tumbuhnya kelekap dan plankton dalam jumlah banyak. Hal tersebut jika dilakukan dalam kurun waktu yang lama akan mengakibatkan tanah tambak tidak subur lagi karena penumpukan kadar nitrogen yang tidak dapat terurai dalam tanah, dan akhirnya menjadi racun berupa nitrit (

  Algorithm (GA) dan Particle Swarm Optimization (PSO) yang termasuk dalam teknik evolutionary computation . Perbedaan yang

  Masalah penyusunan komposisi pakan tersebut dapat diselesaikan dengan metode optimasi. Beberapa contoh metode optimasi dalam bidang ilmu informatika adalah Genetic

  ) (Romadon & Subekti, 2011). Oleh karena itu, pemberian pakan alternatif seperti pakan buatan merupakan hal yang perlu dilakukan oleh para petani bandeng. Pakan buatan memegang peranan yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan budidaya ikan secara intensif, terutama pada tahap pendederan dan pembesaran (Khairuman & Amri, 2002). Akan tetapi, penggunaan pakan buatan juga tidak lepas dari permasalahan seperti formulasi pakan yang sesuai nutrisi dan kebutuhan ikan bandeng serta biaya pakan buatan yang digunakan. Berdasarkan data statistik dari BPS yang telah dijelaskan sebelumnya, pengadaan pakan membutuhkan biaya kurang lebih sebesar 17,22% dari total biaya produksi (BPS, 2014). Setiap kali menyusun makanan buatan untuk ikan bandeng, para petani harus mempertimbangkan tiga faktor utama yang akan mempengaruhi pemilihan bahan pakan dalam rangka menjaga kualitas dan kuantitas pakan tersebut. Ketiga faktor tersebut antara lain yaitu harga bahan penyusun pakan ikan, ketersediaan bahan pakan untuk pakan ikan di daerah asal masing-masing petani bandeng, serta zat-zat makanan bahan pakan ikan dan kebutuhan zat makanan untuk ikan (Khairuman & Amri, 2002).

  3

  ) dan amonia ( NH

  2

  NO

  tersebut karena setiap partikel merupakan satu kesatuan atau populasi yang akan selalu diproses dalam proses iterasi algoritme (Eberhart & Shi, 1998).

  Salah satu contoh penelitian sebelumnya yang menerapkan metode optimasi dengan teknik evolutionary computation adalah penelitian yang dilakukan oleh Riyandani (2016) yang menerapkan algoritme genetika (GA) pada proses optimasi pakan untuk sistem polikultur ikan dan udang. GA dipilih karena dianggap mampu menyelesaikan masalah optimasi dalam ruang pencarian yang luas secara cepat. Proses penerapan GA diawali dengan proses pembangkitan individu dengan representasi real

  lebih stabil dibandingkan dengan GA (Marbun, Nikentari, & Bettiza, 2013).

  2.1. Siklus PSO

  algoritme genetika. Dalam PSO, calon solusi yang berpotensial “terbang” melalui ruang lingkup permasalahan mengikuti partikel optimum yang didapat saat itu (Hu, 2006).

  crossover dan mutation yang terdapat dalam

  tetapi dalam penerapannya, PSO tidak memiliki parameter atau operator evolusi seperti

  Algorithms (GA) atau algoritme genetika. Akan

  satu cabang Swarm Intelligence berdasarkan algoritme metaheuristic yang dikembangkan oleh Dr. Eberhart dan Dr. Kennedy pada tahun 1995. PSO memiliki banyak persamaan dengan teknik evolutionary computation seperti Genetic

  schooling ). Algoritme PSO merupakan salah

  merupakan salah satu teknik optimasi stochastic yang berbasis populasi, yang terinspirasi dari sekelompok burung (bird flocking) dan ikan (fish

  2. PARTICLE SWARM OPTIMIZATION (PSO) Particle Swarm Optimization (PSO)

  (PSO). Algoritme PSO dipilih karena algoritme tersebut dinilai lebih mudah untuk diimplementasikan, memiliki tingkat komputasi yang lebih rendah, dan lebih efisien dalam mencapai solusi yang optimum (Suryani, 2016). Dengan adanya sistem ini diharapkan dapat membantu para petani budidaya bandeng dalam menentukan komposisi bahan pakan ikan bandeng yang akan dipakai dengan mempertimbangkan kandungan nutrisi serta biaya yang murah, sehingga para petani dapat memaksimalkan keuntungan yang didapat.

  Optimization

  Berdasarkan latar belakang tersebut, pada penelitian ini akan dibangun sebuah aplikasi berbasis komputer untuk proses optimasi komposisi pakan bandeng budidaya menggunakan algoritme Particle Swarm

  fitness yang dihasilkan oleh PSO cenderung

  code , kemudian berlanjut ke proses crossover

  PSO. Akan tetapi PSO memiliki nilai standar deviasi yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan GA, dengan artian nilai

  fitness yang lebih baik dibandingkan dengan

  dengan artian GA memiliki kecenderungan nilai

  fitness rata-rata GA yang mengungguli PSO,

  ukuran populasi yang berbeda, diperoleh nilai

  fitness terbaik 0,111. Untuk uji coba dengan

  Marbun, Nikentari, dan Bettiza (2013) dalam proses penjadwalan kuliah. Secara umum, kedua algoritme yang digunakan memiliki hasil yang bervariasi tergantung pada parameter input yang diberikan serta bilangan acak yang dibangkitkan ketika proses berjalan. Dalam penerapannya dengan menggunakan data sebanyak 42 matakuliah, GA mampu menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah dalam waktu 8,79 detik tanpa pelanggaran dengan jumlah iterasi 10 kali dan menghasilkan nilai fitness terbaik sebesar 1,0. Sedangkan PSO mampu menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah dalam waktu 41,636 detik dengan 7 pelanggaran, jumlah iterasi 50 kali dengan nilai

  optimization (PSO), yang dilakukan oleh

  Selain itu, terdapat penelitian yang membandingkan kinerja algoritme genetika (GA) dengan algoritme particle swarm

  dan proses mutation dengan metode random mutation, serta proses selection dengan metode elitism. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan didapatkan hasil parameter optimal yaitu pada populasi 90, generasi 700, kombinasi nilai cr dan mr masing- masing 0,4 dan 0,3, range kromosom [1; 100], range α [-0,35; 1,35], range r [-0,16; 0,16]. Dengan menggunakan parameter tersebut dapat diperoleh komposisi terbaik untuk ikan bandeng usia 22 minggu dengan berat 0,6 kg dan jumlah ikan sebanyak 200 ekor dengan penebaran udang sebanyak 1600 ekor adalah tepung ikan sebanyak 0,03 kg, dedak gandum sebanyak 2,58 kg, dan tepung kedelai sebanyak 1 kg dengan total biaya sebesar Rp. 18.796,649. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa algoritme genetika mampu menghasilkan keluaran komposisi pakan yang optimal dengan biaya yang minimum (Riyandani, 2016).

  intermediate

  dengan menggunakan metode extended

  Dalam PSO, setiap individu dalam swarm (kelompok) yang disebut partikel, berperilaku sebagai agen di lingkungan yang sangat terdesentralisasi dan cerdas. Setiap partikel yang

  • 1 = .
  • 1 .

  dan

  2 (

  , −

  , ) (2)

  Dimana adalah bobot inersia,

  ,

  adalah nilai kecepatan partikel ke- dimensi ke- pada iterasi ke-

  ,

  1

  dan

  2

  adalah koefisien akselerasi,

  1

  2

  , ) +

  adalah nilai random yang bernilai antara 0 dan 1,

  ,

  merupakan posisi partikel ke- dimensi ke- pada iterasi ke- ,

  ,

  adalah nilai Pbest ke- dimensi ke- pada iterasi ke-

  , dan

  ,

  adalah nilai Gbest ke- dimensi ke- pada iterasi ke- .

  Dalam proses update kecepatan terkadang ditemui nilai kecepatan partikel yang bergerak ke arah yang lebih baik dengan cepat, terutama untuk partikel yang berada pada posisi lebih jauh dari posisi tetangga partikel terbaik. Akibatnya, partikel tersebut memiliki kecenderungan untuk keluar dari batas pencarian atau posisi partikel yang baru diluar range solusi. Oleh karena itu, untuk mengontrol eksplorasi global partikel perlu adanya teknik pembatasan kecepatan yang disebut dengan velocity clamping untuk mencegah partikel bergerak terlalu jauh melampaui batas ruang pencariannya. Nilai pembatas kecepatan ( , ) dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan (3) dan Persamaan (4) berikut ini (Cholissodin & Riyandani, 2016).

  = × ( − )

  2 , ∈ (0,1] (3)

  = − (4)

  2 .

  , −

  ada dalam swarm berkontribusi pada lingkungan untuk mengikuti pola sederhana yaitu bekerja sama dan berkomunikasi dengan partikel lainnya yang ada dalam swarm. Perilaku kolektif global yang yang muncul dalam swarm kemudian diadopsi sebagai konsep penyelesaiaan masalah optimasi yang kompleks. Desentralisasi yang tinggi, kerjasama antar partikel, dan implementasi yang sederhana membuat algoritme PSO dapat digunakan untuk penyelesaian masalah optimasi secara efisien. PSO memiliki tiga komponen utama diantaranya partikel, komponen kognitif dan komponen sosial, serta kecepatan partikel. Pembelajaran partikel terdiri dari dua faktor yaitu pengalaman partikel yang disebut cognitive learning dan kombinasi pembelajaran dari keseluruhan swarm yang disebut social learning. Cognitive

  ). Untuk mendapatkan solusi yang optimum, proses algoritme PSO dilakukan dalam beberapa iterasi ( ). Pada tiap iterasi (

  learning berperan sebagai memori pada tiap

  partikel yang menyimpan posisi terbaik yang pernah dicapai oleh partikel tersebut yang kemudian disebut sebagai Pbest. Sedangkan

  social learning merujuk pada posisi terbaik yang

  pernah dicapai partikel dalam swarm (kelompok) yang kemudian disebut sebagai Gbest (Cholissodin & Riyandani, 2016).

  Setiap partikel yang ada di dalam swarm memiliki atribut posisi (

  ,

  ), kecepatan (

  ,

  ), posisi lokal terbaik (

  ,

  ), dan posisi global terbaik (

  ,

  ), partikel bergerak dengan kecepatan yang dinamis untuk untuk mendekati area penelusuran yang lebih baik atau solusi optimum dengan menggunakan pengalaman dan informasi dari partikel lain (Suryani, 2016).

  1 (

  Pada proses inisialisasi, pemberian nilai awal untuk kecepatan adalah 0 karena pada tahap ini partikel masih belum melakukan pergerakan sama sekali. Untuk nilai posisi awal setiap partikel akan dibangkitkan secara random dengan menggunakan Persamaan (1) yang dijelaskan dalam Cholissodin dan Riyandani (2016) sebagai berikut.

  , = + [0,1] × ( − ) (1)

  Dimana dan adalah batas atas dan batas bawah partikel dan [0,1] merupakan bilangan random yang bernilai antara

  0 dan 1.

  Nilai posisi awal yang dibangkitkan secara random dengan persamaan di atas kemudian akan menjadi nilai Pbest, dan Pbest yang memiliki nilai fitness tertinggi akan menjadi nilai Gbest pada proses inisialisasi awal. Setelah diketahui nilai awal untuk kecepatan, posisi,

  Pbest , dan Gbest untuk setiap partikel, maka

  selanjutnya akan dimulai proses update. Pada tahap ini, nilai kecepatan, posisi, Pbest, dan

  Gbest akan diperbarui dan akan terus berulang

  sampai batas iterasi yang telah ditentukan ( ).

  Kecepatan terbaru tiap partikel dapat diketahui dengan Persamaan (2) berikut (Cholissodin & Riyandani, 2016).

  ,

  ,

  Dimana dan adalah batas atas dan batas bawah kecepatan dan merupakan koefisien yang bernilai antara lebih dari 0 sampai dengan 1. Setelah diketahui nilai dan maka hasil dari proses update kecepatan akan diperbaiki dengan threshold yang dapat dilihat pada Persamaan (5) dan (6) berikut (Cholissodin & Riyandani, 2016).

  • 1 +1

  (5) > , = B A , ,

  • 1 +1

  (6) < − , = − , , Ya if i = 0

  • 1

  Dimana adalah nilai kecepatan ke-

  ,

  dimensi ke- pada Setelah kecepatan + 1. Tidak partikel diperbaiki, maka proses selanjutnya

  Inisialisasi

  adalah menghitung posisi terbaru tiap partikel Update kecepatan

  awal

  dengan Persamaan (7) berikut (Cholissodin &

  (kecepatan, Riyandani, 2016). posisi,

  Update posisi fitness,

  • 1 +1
  • (7) =

  , , , Pbest, Gbest)

  • 1

  Dimana adalah nilai posisi ke- pada

  Normalisasi dan , hitung nilai fitness

  dimensi ke- pada . Hasil dari update posisi

  • 1

  kemudian akan diperbaiki seperti yang

  Update Pbest dan

  dilakukan dalam proses update kecepatan

  Gbest

  dengan batasan atau threshold seperti pada Persamaan (8) dan Persamaan (9) berikut.

  i

  • 1 +1

  (8) > , = , ,

  • 1 +1

  Proses rekomendasi (9) < , =

  , ,

  Selanjutnya, hasil dari perbaikan posisi

  Hasil rekomendasi

  yang baru akan dibandingkan dengan nilai Pbest dari proses inisialisasi atau iterasi sebelumnya. Setiap partikel yang memiliki nilai fitness yang

  Return

  lebih baik dari Pbest sebelumnya akan menjadi nilai Pbest terbaru. Selanjutnya, nilai Pbest yang

  Gambar 1. Flowchart algoritme PSO

  memiliki fitness terbaik akan menjadi nilai Gbest yang baru.

  2.2. Representasi Partikel

  Berikut adalah siklus dari algoritme PSO Pada penelitian ini, partikel tersusun atas pada proses optimasi pakan bandeng budidaya data bahan pakan bandeng yang digunakan pada yang ditunjukkan dalam diagram alir pada proses formulasi. Setiap bahan pakan tersebut Gambar 1. mengandung nutrisi protein, lemak, dan serat yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan kebutuhan nutrisi bandeng

  Mulai

  budidaya. Berikut ini adalah contoh beberapa daftar bahan pakan yang tersedia yang

  Data ikan (berat per ekor, ditunjukkan pada Tabel 1. usia, jumlah populasi), bahan pakan ikan, parameter PSO

  Tabel 1. Data bahan pakan bahan protein lemak serat Perhitungan awal tepung ikan 53,9 4,2 1,0

  (dosis & kebutuhan nutrisi ikan) tepung rese 33,2 4,4 18,3 tepung darah 80,1 1,6 1,0 susu bubuk 35,0 1,2 0,2 for i = 0 to jmlIterasi tepung gaplek 1,5 0,7 0,9 bungkil kelapa 20,5 6,7 12,0

  … … … … B A

  • bekatul ragi 27,6

  Panjang dimensi partikel yang digunakan pada penelitian ini bergantung pada jumlah bahan pakan yang digunakan. Berikut ini adalah contoh representasi partikel untuk 3 bahan pakan yang ditunjukkan pada Tabel 2.

  • – 1,0 jumlah partikel
  • – 100 jumlah iterasi
  • – 100 jumlah uji coba 10 kali

  Dimana total cost merupakan biaya total untuk bahan pakan yang digunakan dalam formulasi pakan, total penalty merupakan jumlah pelanggaran nutrisi untuk setiap partikel, dan c adalah konstanta.

  3.2 Analisis Pengujian

  Tabel 3. Parameter algoritme PSO parameter jangkauan 0,5

  1 ,

  2 1,0

  1 ,

  2 0,3; 0,7 ,

  1,0-9,0 s/d 5,5-13,5 0,1

2.3. Fungsi Fitness

  10

  10

  , partikel, dan pengujian koefisien

  Pengujian yang dilakukan antara lain adalah pengujian jumlah partikel, pengujian jumlah iterasi, pengujian nilai

  . Pengujian tersebut dilakukan untuk mencari kombinasi nilai yang optimal sehingga dapat menghasilkan nilai

  fitness yang terbaik. Selain itu, pengujian

  konvergensi juga dilakukan untuk melihat kualitas solusi yang diberikan. Hasil pengujian tersebut masing-masing ditunjukkan dalam Gambar (2), Gambar (3), Gambar (4), Gambar (5), dan Gambar (6).

  • 1
    • r at a

  Gambar 2. Grafik pengujian jumlah partikel

  Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa pada nilai jumlah partikel 10

  fitness yang signifikan, kemudian cenderung stabil pada nilai jumlah partikel yang lebih besar.

  R at a

  fi tn ess

  (11)

  1

  Nilai fitness tersebut bertujuan untuk mengetahui baik tidaknya nilai dari partikel sebagai representasi solusi (Widodo & Mahmudy, 2010).

  Tabel 2. Representasi partikel j = 1 j = 2 j = 3

  ( ) 7,4 8,2 8,2 ( ) 5 7,4 8,2

   … … … ( ) 8,2

  1 4,2

  Dimana pada variabel

  1

  (0), merupakan partikel, angka 1 menunjukkan partikel yang ke- 1, dan angka 0 di dalam kurung menunjukkan iterasi ke-0, serta variabel merupakan panjang dimensi partikel, yang merepresentasikan bahan pakan yang digunakan pada proses manualisasi yaitu tepung ikan, bungkil kelapa, dan tepung daun turi.

  Pada algoritme particle swarm optimization (PSO), suatu partikel akan dievaluasi dengan sebuah nilai yang dihasilkan dari fungsi fitness.

  Dalam kasus optimasi, semakin besar nilai

  fitness yang dihasilkan maka semakin besar

  kemungkinan suatu partikel untuk terpilih sebagai solusi. Nilai fitness terbaik, yaitu nilai

  fitness terbesar dapat dicapai dengan nilai cost

  yang terkecil. Fungsi fitness yang sesuai dengan analogi di atas dapat dilihat pada Persamaan (10) (Widodo & Mahmudy, 2010).

  =

  1

  (10)

  Untuk permasalahan optimasi pakan ikan bandeng pada penelitian ini maka dilakukan penyesuaian dan perubahan pada fungsi fitness di atas. Fungsi fitness yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Persamaan (11) (Riyandani, 2016).

  =

  • ( × )
    • – 30 terjadi perubahan nilai rata-rata

  Jumlah partikel

3. PENGUJIAN DAN ANALISIS

3.1. Parameter Pengujian

  Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor keberagaman nilai partikel, dimana dalam proses inisialisasi dan penentuan nilai awal partikel 4,7000E-05 4,7200E-05 4,7400E-05 4,7600E-05 4,7800E-05 4,8000E-05 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

  Pada penelitian ini algoritme PSO akan diimplementasikan dalam proses optimasi pakan bandeng budidaya menggunakan bahasa pemrograman Java dengan database JavaDB (Derby). Data yang digunakan adalah data bahan pakan bandeng dan data kebutuhan nutrisi bandeng yang tertulis dalam Murtidjo (2002), daftar harga bahan pakan, serta data jumlah pakan atau dosis pakan bandeng yang tertulis dalam Riyandani (2016). Sedangkan parameter algoritme PSO yang digunakan pada proses optimasi ditunjukkan pada Tabel 3 berikut.

  • r at a

  Koefisien k

  Semakin tinggi kombinasi nilai dan maka semakin besar pula nilai posisi awal yang nantinya akan berpengaruh pada proses normalisasi untuk mencari nilai fitness, serta pada update posisi akan selalu melebihi batas atas dan batas bawah partikel dan terkena perbaikan lebih awal yang nantinya berdampak pada proses iterasi yang akan mencapai konvergensi lebih cepat sehingga nilai fitness yang dihasilkan kurang bervariasi. Nilai dan optimal yang diambil berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan adalah 1,0

  • r at a

  fi tn ess

  , x max 4,7000E-05 4,7200E-05 4,7400E-05 4,7600E-05 4,7800E-05 4,8000E-05 4,8200E-05 4,8400E-05 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 R at a

  fi tn ess x min

  Jumlah iterasi 3,6000E-05 3,8000E-05 4,0000E-05 4,2000E-05 4,4000E-05 4,6000E-05 4,8000E-05 5,0000E-05 1.0 - 9.0 1.5 - 9.5 2.0 - 10.0 2.5 - 10.5 3.0 - 11.0 3.5 - 11.5 4.0 - 12.0 4.5 - 12.5 5.0 - 13.0 5.5 - 13.5 R at a

  fi tn ess

  • – 9,0 dengan nilai rata-rata fitness sebesar 4,7865E -5 .

  4,7200E-05 fitness satu dan lainnya hanya berkisar antara 4,7400E-05 4,7600E-05 4,7800E-05 4,8000E-05 4,8200E-05 4,8400E-05 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 R at a

  Berdasarkan grafik pada Gambar 5 di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata fitness tiap uji coba koefisien mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan, sama seperti hasil pengujian jumlah iterasi yang telah dilakukan sebelumnya. Perbedaan antara rata-rata nilai

  Gambar 5. Grafik pengujian koefisien

  0,0006

  Gambar 4. Grafik pengujian , partikel

  Berdasarkan grafik pengujian nilai dan partikel yang ditunjukkan pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa terdapat penurunan nilai yang konsisten setiap kali dilakukan perubahan nilai dan pada tiap uji coba. Hal ini terjadi karena nilai dan selalu dipakai sebagai nilai penentu dalam perhitungan posisi awal serta sebagai pembatas pada proses update posisi.

  fitness satu dengan yang lainnya berkisar antara

  stabil dengan perbedaan antara rata-rata nilai

  fitness pada uji coba jumlah iterasi cenderung

  Berdasarkan grafik yang ditunjukkan pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata

  Gambar 3. Grafik pengujian jumlah iterasi

  permasalahan ini memiliki lingkup yang kecil (Syafiq, Cholissodin, & Aryadita, 2017). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam menentukan nilai jumlah partikel yang optimal sebaiknya tidak terlalu kecil untuk mendapatkan hasil optimasi yang sesuai serta tidak terlalu besar dikarenakan proses dan tahap dari algoritme PSO yang dilakukan berulang- ulang sehingga akan mempengaruhi waktu eksekusi. Jumlah partikel yang optimal diperoleh pada jumlah partikel 100 dengan nilai rata-rata fitness 4,7877E

  • -5 .

  space yang ada, atau swarm space yang ada pada

  terdapat variabel yang bernilai random seperti yang tertera pada Persamaan (1). Selain itu juga dapat disebabkan oleh representasi partikel maupun evaluasi partikel seperti strategi pengacakan dan strategi perbaikan yang digunakan mampu menjelajahi seluruh swarm

  • – 0,007 saja. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa nilai iterasi memiliki pengaruh yang cukup kecil terhadap nilai fitness yang dihasilkan karena adanya faktor konvergensi. Ketika nilai konvergensi telah dicapai, maka sebanyak apapun iterasi yang dilakukan, nilai fitness yang dihasilkan akan cenderung sama dan tidak mengalami perubahan yang berarti. Selain itu, nilai jumlah iterasi yang digunakan akan berbanding lurus dengan banyaknya waktu eksekusi yang dibutuhkan karena proses algoritme PSO yang dilakukan berulang-ulang. Semakin banyak jumlah iterasi yang dilakukan maka semakin banyak pula waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses optimasi. Nilai optimal jumlah iterasi yang diambil pada uji coba ini adalah sebanyak 70 kali iterasi dengan nilai rata-rata fitness sebesar 4,7878E -5 .
    • r at a
    • – 0.015 saja. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perubahan nilai koefisien tidak begitu berpengaruh secara signifikan terhadap nilai fitness yang dihasilkan karena nilai koefisien yang hanya digunakan pada proses penentuan nilai batas kecepatan ( , ), berbeda dengan nilai batas partikel

  ( , ) partikel sebesar 1,0 – 9,0, dan nilai koefisien sebesar 0,4, didapatkan komposisi pakan ikan terbaik untuk ikan bandeng usia 10 minggu dengan berat per ekor 0,25 kg dan jumlah populasi sebanyak 500 adalah tepung ikan sebanyak 0,237 kg, tepung gaplek sebanyak 1,384 kg, dan tepung daun lamtoro sebanyak 2,129 kg dengan total biaya pakan sebesar Rp. 15.017,625 dan nilai fitness 4.635699E -5 . Akan tetapi, proses optimasi yang dilakukan pada penelitian ini terlihat cepat mencapai konvergensi. Hal ini dapat disebabkan oleh ruang lingkup masalah yang cukup kecil yaitu bahan pakan yang digunakan pada proses optimasi hanya 3 bahan saja.

  Statistik 2009

  ( , ) yang digunakan dalam penentuan nilai awal partikel dan penentuan nilai batas kecepatan

  ( , ). Berdasarkan uji coba di atas, maka nilai optimum yang diambil untuk koefisien adalah 0,4 dengan nilai rata-rata

  fitness 4,7878E -5 .

  Gambar 6. Grafik pengujian konvergensi

  Berdasarkan grafik dari pengujian konvergensi yang ditunjukkan pada Gambar 6, terlihat bahwa konvergensi dicapai paling cepat pada iterasi ke-6 untuk uji coba ke-5, serta paling lama mencapai konvergensi pada iterasi ke-30 pada uji coba ke-1. Hal ini dapat disebabkan oleh nilai inisialisasi awal partikel yang digunakan dalam pengujian yang dibangkitkan secara random telah berada atau telah mendekati pada range solusi optimum pada swarm space. Nilai konvergen yang dicapai pada uji coba ini termasuk pada nilai global optimum karena lebih menitikberatkan pada nilai Gbest setiap iterasi tanpa mempertimbangkan faktor time variant. Selain itu, konvergensi juga lebih cepat dicapai pada penelitian ini dikarenakan problem space yang kecil yaitu hanya mengoptimasi tiga bahan pakan saja, serta kombinasi nilai parameter PSO seperti nilai jumlah partikel, jumlah iterasi, dan batas partikel

  Iterasi

  ni lai f it n ess

  0.002

  Usulan dan saran dalam penelitian selanjutnya antara lain yaitu pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan lebih banyak bahan pakan serta menambahkan problem space lainnya seperti memperhitungkan nutrisi pakan selain protein, lemak, dan serat. Selain itu, dapat dikembangkan pula dengan menggunakan metode PSO adaptif untuk melihat pengaruh nilai bobot inersia dan nilai koefisien akselerasi yang beragam terhadap kualitas solusi yang dihasilkan serta populasi partikel dapat menyesuaikan dengan kondisi pupulasi dan jumlah iterasi yang dijalankan sehingga tidak mudah terjebak pada konvergensi dini.

  DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2013a.

  • – 2013 Mas, Kakap, Bandeng, Patin . [pdf]. Direktorat Jenderal

  Perikanan Budidaya. Tersedia di: <http://www.djpb.kkp.go.id/public/ upload/statistik_series/Statistik%202009 %20-%202013%20MAS,%20KAKAP ,%20BANDENG,%20PATIN.pdf> [Diakses 25 September 2016] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2013b.

  Sentra Produksi Ikan Bandeng Indonesia .

  [pdf]. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Tersedia di: <http://www.djpb.kkp.go.id/public/uploa d/download/Data%20Dukung%20Lainny a/Sentra%20Produksi%20Bandeng%20% 202013.pdf> [Diakses 17 April 2017] 0,00004 0,000041 0,000042 0,000043 0,000044 0,000045 0,000046 0,000047 0,000048 0,000049 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

  Optimasi permasalahan formulasi pakan bandeng budidaya pada penelitian ini dapat diselesaikan dengan implementasi algoritme PSO. Serangkaian pengujian menunjukkan bahwa PSO mampu menghasilkan solusi yang optimum dengan waktu yang relatif cepat untuk nilai jumlah partikel dan jumlah iterasi yang cukup besar. Dengan menggunakan parameter optimal yang diperoleh dari proses pengujian yaitu nilai jumlah partikel sebanyak 100, jumlah iterasi sebanyak 70, nilai batas bawah dan batas atas

  , yang memiliki selisih atau interval yang cukup kecil.

4. KESIMPULAN

  Badan Pusat Statistik, 2014. Nilai Produksi dan

  Khairuman, A., & Amri, K., 2002. Membuat

  Perkuliahan dengan Menggunakan Hybrid Discrete Particle Swarm Optimization (Studi Kasus: PTIIK Universitas Brawijaya) . Jurnal

  Syafiq, M., Cholissodin, I., & Aryadita, H., 2017. Optimasi Penjadwalan

  . S1. Universitas Brawijaya.

  Sapi Perah Menggunakan Improved Particle Swarm Optimization (IPSO)

  Suryani, F. B., 2016. Optimasi Komposisi Pakan

  Pakan Sistem Polikultur Ikan dan Udang menggunakan Algoritma Genetika . S1. Universitas Brawijaya.

  Genetika (GA), 3(4), 5. Riyandani, Efi, 2016. Optimasi Komposisi

  Penerapan Algoritma Genetika pada Sistem Rekomendasi Wisata Kuliner .

  Universitas Brawijaya. Widodo, A. W., & Mahmudy, W. F., 2010.

  Cholissodin, I., Riyandani, E., 2016. Swarm Intelligence . Fakultas Ilmu Komputer.

  di: <http://www.swarmintelligence.org/ind ex.php> [Diakses 2 Januari 2017]

  Swarm Optimization . [online]. Tersedia

  Hu, Xiaohui, 2006. Swarm Intelligence: Particle

  Pakan Ikan Konsumsi . Jakarta: AgroMedia Pustaka.

  Pembenihan Bandeng . Yogyakarta: Kanisius.

  Biaya Produksi per Hektar per Siklus Usaha Budidaya Rumput Laut, Bandeng, dan Udang Windu, 2014 . [online]. Badan

  Eberhart, R., & Shi, Y., 1998. Comparison

  Pusat Statistik. Tersedia di: <https://www.bps.go.id/ index.php/ linkTabelStatis/1851> [Diakses 18 April 2017]

  Tim Perikanan WWF-Indonesia, Badrudin, 2014. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos

  chanos) pada Tambak Ramah Lingkungan . [e-book]. WWF-Indonesia.

  Tersedia di: <http://awsassets.wwf.or. id/downloads/bmp_budidaya_ikan_bande ng_2014.pdf> [Diakses 18 April 2017]

  Romadon, A., & Subekti, E., 2011. Teknik

  budidaya ikan bandeng di Kabupaten Demak . MEDIAGRO, 7(2).

  between Genetic Algorithms and Particle Swarm Optimization . Evolutionary

  Murtidjo, B. A., 2002. Budi Daya dan

  programming VII (pp. 611-616). Springer Berlin/Heidelberg. Marbun, Y., Nikentari, N., Bettiza, M., 2013.

  Perbandingan Algoritma Genetika dan Particle Swarm Optimization dalam Optimasi Penjadwalan Matakuliah . [e-

  journal]. Tersedia di: <http://jurnal .umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/ 08/Yuniar-Marbun-090155201007.pdf> [Diakses 19 April 2017]

  Winarsih, W. H., Priyambodo, R. T., & Husein,

  A., 2011. Pengembangan Budidaya dan

  Teknologi Pengolahan Bandeng serta Distribusinya sebagai Sumber Ekonomi Masyarakat di Jawa Timur . Jurnal Cakrawala Vol. 5 No, 2, 1-15.

  Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 1 No. 4, 249- 256.