ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIARKAN LAGU TANPA IZIN PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Putusan Nomor: 236Pid.Sus2015PN.TJK.) (Jurnal Skripsi)

  ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIARKAN LAGU TANPA IZIN PEMEGANG HAK CIPTA (Studi Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK.) (Jurnal Skripsi) Oleh ANGGIA JELITA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

  

ABSTRAK

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN

PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MENYIARKAN

LAGU TANPA IZIN PEMEGANG HAK CIPTA

(Studi Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK.)

Oleh

  

Anggia Jelita, Diah Gustianiati, Dona Raisa Monica

Email: jelitaanggia01@gmail.com.

  Pelaku tindak pidana tanpa hak menyiarkan kepada umum suatu ciptaan tanpa izin Pencipta atau pemegang hak cipta seharusnya dipidana paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), sebagaimana diatur Pasal 72 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, tetapi dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/ PN.TJK hakim menjatuhkan pidana percobaan. Permasalahan: (1) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK (2) Apakah putusan yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta telah memenuhi rasa keadilan secara substantif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Data dikumpulkan melalui studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK adalah terpenuhinya minimal dua alat bukti dalam persidangan. Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. (2) Putusan yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta belum memenuhi rasa keadilan sustantif karena pidana yang dijatuhkan tidak sesuai dengan kerugian materi yang ditimbulkan sebagai akibat dari perbuatan yang dilakukan terdakwa.

  Saran dalam penelitian ini adalah agar majelis hakim mempertimbangkan rasa keadilan dalam menjatuhkan putusan dan agar mempertimbangkan efek jera kepada pelaku dan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi tindak pidana serupa di masa yang akan datang.

  Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Tindak Pidana, Hak Cipta

  

ABSTRACT

ANALYSIS OF JUDGE'S CONSIDERATION IN IMPOSING PUNISHMENT

ON THE OFFENDER PERFORMING THE SONG WITHOUT

COPYRIGHT HOLDER PERMISSIONS

  

(Study of Decision Number: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK.)

Unlawful offender shall broadcast to the public a work without permission The creator or

copyright holder shall be sentenced to a minimum of 1 (one) month and/or a fine of at

least Rp 1,000,000.00 (one million rupiah), or a maximum imprisonment of 7 (seven)

years and/or a maximum fine of Rp 5,000,000,000.00 (five billion rupiahs), as stipulated

in Article 72 Paragraph (1) of the Copyright Act, but in Decision Number

236/Pid.Sus/2015/PN .TJK the judge dropped the criminal trial. The problems in this

offender performing the song without the permission of the copyright holder in Decision

Number: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK (2) What is the decision against criminals

broadcasting songs without the permission of the copyright holder has met the substantive

sense of justice. The problem approach uses a juridical normative and juridical empirical

approach. The speakers consisted of the Tanjung Karang District Court Judge and the

Criminal Law Academician of Unila Law Faculty. Data were collected through literature

studies and field studies. Data were analyzed by qualitative juridical. The results of this

study indicate: (1) The basis of judge's consideration in imposing a criminal trial on a

criminal offender broadcast a song without the permission of the copyright holder in

Decision Number 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK is the fulfillment of at least two evidences in

the trial. The judge also considered the mitigating matters of the defendant's actions. (2)

The verdict handed down to the offender of broadcasting the song without the permission

of the copyright holder has not fulfilled the sense of justice sustantif because the imposed

penalty is inconsistent with the material losses incurred as a result of the act committed by

the defendant. Suggestions in this research is that the judges expected to consider the

sense of justice in deciding the decision and to consider the deterrent effect to the

perpetrator of the criminal act as an effort to anticipate the avoidance of action a similar

criminal offense in the future.

  Keywords: Judge's Consideration, Crime, Copyright

I. Pendahuluan

  Pengaturan hak cipta di Indonesia telah ada sejak Tahun 1912, yaitu dengan berlakunya Auteurswet 1912, staatblad Nomor 600 Tahun 1912 pada tanggal 23 September 1912. Undang-undang Hak Cipta sebagai salah satu bagian hukum yang diperkenalkan dan diberlakukan pertama kali oleh Pemerintah Belanda di Indonesia, sudah tentu tidak terlepas dari tata hukum nasional masa lampau sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

1 Pada Tahun 1913 Pemerintah Belanda

  menandatangani Berne Convention (Konvensi Bern), sesuai dengan asas konkordansi, di Indonesia juga Konvensi Bern. Setelah Indonesia merdeka, undang-undang yang pertama kali berlaku adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987. Kemudian disempurnakan lagi dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1997 yang diundangkan pada tanggal 17 Mei 1997.

  Terakhir adalah Undang-Undang Nomor

  19 Tahun 2002 yang berlaku pada tanggal 29 Juli 2003 dan diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

  Perkembangan hukum di Indonesia menghadapi masalah-masalah yang tidak kecil dalam kerangka proses pembangunan. Ekspansi dari dunia Barat pada umumnya dan kekuasaan kolonial 1 Suyud Margono dan Amir Angkasa.,

  Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis . Gramedia Widiasarana Indonesia,

  pada khususnya telah memperkenalkan atau bahkan memaksakan berlakunya lembaga-lembaga hukum barat dan bentuk-bentuk pemerintahannya pada masyarakat Indonesia. Akibatnya antara lain bahwa lembaga-lembaga hukum lokal-tradisonal berlaku sekaligus, walaupun dalam suatu keadaan yang tidak sesuai atau tidak selaras dan bahkan di dalam keadaan di mana terjadi pertentangan-pertentangan yang tajam. Pertentangan-pertentangan yang tajam tersebut terjadi pula dalam hal diberlakukannya Undang-undang Hak Cipta di Indonesia. Hal ini terlihat pada perbedaan konsep antara yang diatur dalam Undang-undang Hak Cipta dengan yang terdapat dalam masyarakat dalam rangka implementasi Undang- undang Hak Cipta di Indonesia.

  2 Undang-Undang Hak Cipta diberlakukan

  tidak terlepas dari ide dasar sistem hukum hak cipta, yaitu untuk melindungi wujud hasil karya yang lahir karena kemampuan intelektual manusia yang merupakan endapan perasaannya. Berdasarkan ide dasar tersebut maka hak cipta dapat didefinisikan sebagai hak alam dan menurut prinsip ini bersifat absolut, dan dilindungi haknya selama si pencipta hidup dan beberapa tahun setelahnya. Sebagai hak absolut maka hak itu pada dasarnya dapat dipertahankan terhadap siapapun, yang mempunyai hak itu dapat menuntut pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Suatu hak absolut mempunyai 2 Sophar Maru Hutagalung. Hak Cipta

  Kedudukan dan Peranannya di dalam Pembangunan. Akademika Pressindo . Jakarta. segi balik (segi pasif), bahwa bagi setiap orang terdapat kewajiban untuk menghormati hak tersebut.

  3 Hak cipta diatur dalam ketentuan Pasal 1

  Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor

  28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Undang-Undang Hak Cipta), yaitu hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 2 Ayat (1) Undang- didefinisikan sebagai suatu hak monopoli untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta lainnya yang dalam implementasinya memperhatikan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  maupun tidak, sebenarnya konsep yang menyangkut perlindungan hak cipta bukanlah ide yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, karena konsep tentang hak cipta yang bersifat eksklusif dan tidak berwujud (immateriil) sangat berbeda dengan konsep bangsa Indonesia yang pada umumnya di bawah payung pandangan komunal memahami benda 3 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah. Hak

  Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia). Citra Aditya Bakti. Bandung.

  1993. hlm. 45. 4 Budi Agus Riswandi. M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum , Raja

  sebagai barang yang berwujud (materiil).

  5 Pemahaman masyarakat Indonesia

  tersebut sangatlah mempengaruhi pelaksanaan Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia, baik dari laporan ataupun berbagai pemberitaan pers, sejak beberapa tahun terakhir ini kian sering terdengar tentang semakin besar dan meluasnya pelanggaran terhadap Hak Cipta. Latar belakang dari semua itu, pada dasarnya memang berkisar pada keinginan untuk mencari keuntungan finansial secara cepat dengan mengabaikan kepentingan para Pemegang Hak Cipta. Dampak dari kegiatan pelanggaran tersebut telah sedemikian besarnya terhadap tatanan dan hukum.

  6 Tindak pidana dalam bidang hak cipta

  salah satunya adalah Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK. terdakwa bernama Achmad Budi Siswanto Bin Muchsin Jatno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak menyiarkan kepada umum suatu ciptaan tanpa izin Pencipta atau pemegang hak cipta. Majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan menetapkan bahwa pidana penjara tersebut tidak usah dijalani kecuali jikalau dikemudian hari dengan keputusan hakim terdakwa dinyatakan bersalah melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan 8 5 H. OK Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan

4 Berpijak pada uraian tersebut, diakui

  Intelektual (Intellectual PropertyRights), RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2003. hlm. 47. 6

  (delapan) bulan berakhir. Pidana yang dijatuhkan hakim ini sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Issu atau kesenjangan hukum dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/ PN.TJK adalah hakim sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta, seharusnya menjatuhkan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta sebagaimana diatur Pasal 72 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta yaitu pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima hakim menjatuhkan pidana percobaan.

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis akan melaksanakan penelitian yang berjudul: “Analisis Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta” (Studi Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK.) Permasalahan penelitian ini adalah:

  a. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK?

  b. Apakah putusan yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta telah memenuhi rasa keadilan secara substantif?

  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

  II. Pembahasan

  A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Percobaan terhadap Pelaku Tindak Pidana Menyiarkan Lagu Tanpa Izin Pemegang Hak Cipta dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/ PN.TJK

  Hakim secara yuridis dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tindak pidana tidak boleh menjatuhkan pidana kecuali dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a) Keterangan Saksi. (b) Keterangan Ahli. (c) Surat. (d). Petunjuk. (e) Keterangan terdakwa, atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 KUHAP).

  Terdakwa Achmad Budi Siswanto dalam Putusan Nomor 236/Pid.Sus/2015/ PN.TJK, terbukti melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan, membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan suatu ciptaan tanpa izin atau persetujuan Pencipta atau pemegang hak cipta, namun dalam amar putusannya Majelis Hakim memutus pidana percobaan pada terdakwa. Majelis hakim yang menangani perkara ini menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan menetapkan bahwa pidana penjara tersebut tidak usah dijalani kecuali jikalau dikemudian hari dengan keputusan hakim, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan 8 (delapan) bulan berakhir. Hakim sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

  Pidana percobaan yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa Achmad Budi Siswanto didasarkan pada dakwaan yang disusun secara Alternatif oleh Penuntut Umum, yaitu Dakwaa Kesatu yaitu Pasal 72 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Dakwaan Kedua : Pasal 72 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

  Menimbang bahwa karena terdakwa didakwa dengan dakwaan Alternatif maka Majelis mempertimbangkan unsur- unsur dakwaan yang paling mendekati sesuai dengan fakta yang terungkap dimuka persidangan. berdasarkan fakta- fakta yang terungkap dipersidangan maka majelis akan mempertimbangkan unsur yang paling mendekati yaitu Unsur dakwaan Alternatif kedua melanggar

  Pasal 72 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.yang unsur-unsurnya adalah: 1) Barang siapa Menimbang bahwa adapun unsur barang siapa mengandung pengertian orang atau manusia sebagai subyek hukum pelaku tindak pidana yang dalam hal ini adalah terdakwa Achmad Budi Siswanto dimuka Persidangan identitasnya telah dicocokan dengan identitas sebagaimana surat dakwaan Penuntut Umum ternyata adanya kecocokan antara satu dengan lainnya sehingga dalam perkara ini tidak terdapat kesalahan orang (error in

  persona ) yang diajukan ke muka

  Persidangan. Menimbang bahwa atas pertanyaan Majelis Hakim selama Persidangan ternyata terdakwa mampu dengan tanggap dan tegas menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya sehingga Majelis berpendapat terdakwa dipandang sebagai orang yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan. Majelis berkeyakinan unsur pertama ini telah terpenuhi secara sah menurut hukum. memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan tanpa izin atau persetujuan Pencipta atau pemegang hak cipta.

  Unsur ini mengandung beberapa elemen alternatif, artinya antara satu elemen dapat mengenyampingkan elemen yang lainnya. oleh karena unsur ini mengandung elemen yang bersifat alternatif, maka majelis berpendapat bahwa apabila salah satu dari elemen tersebut telah terpenuhi maka Unsur ini telah cukup untuk dinyatakan terpenuhi. Terdakwa melalui penasihat hukumnya telah memperlihatkan bukti surat berupa surat lisensi pemakaian lagu/music dalam bentuk pengumuman yang berada dibawah pengelolaan WAMI kepada Nav Karaoke Keluarga Bandar Lampung/PT Mitra Suarasejati Nomor 00325/LIC-PERF/WAMI berlaku pada periode 26 Agustus 2014 sampai dengan

  25 Agustus 2015. Menimbang bahwa berlaku dalam periode 26 Agustus 2014 sampai dengan 25 Agustus 2015 dengan demikian pada saat diadakan penggeledahan pada tanggal 18 Agustus 2014 karaoke NAV yang dikelola oleh terdakwa belum memiliki ijin /lisensi dari WAMI. Sesuai dengan pengakuan terdakwa dipersidangan bahwa ijin dari WAMI masih dalam tahap negosiasi harga. Selain itu Penasehat hukum terdakwa dalam nota pembelaannya berpendapat penuntut umum telah keliru dalam penerapan dakwaan yang seharusnya menggunakan Undang-Undang Hak Cipta yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, namun penuntut umum masih menggunakan Undang- Nomor 19 Tahun 2002 Menimbang bahwa pendapat penasehat hukum terdakwa tersebut didasari oleh keterangan Ahli yang menyatakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 seharusnya digunakan/dan diberlakukan sejak diundangkan. Sesuai dengan fakta serta pertimbangan- pertimbangan tersebut diatas majelis berpendapat dikarenakan pada saat diminta menunjukkan lisensi/ijin dari WAMI, Saksi Nuriyanto Bin Hadi Wiyono supervisor dari NAV Bandar Lampung dimana terdakwa selaku manager dar karaoke tersebut deang berada di Surabaya hanya dapat menunjukkan lisensi/ijin dari KCI, sedangkan lisensi/ijin dari WAMI tidak dapat diperlihatkan dengan alasan masih dalam proses, majelis berpendapat salah satu elemen unsur ini yakni menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan tanpa izin atau persetujuan Pencipta atau pemegang hak cipta dalam hal ini

  WAMI telah terpenuhi. Menimbang bahwa dengan demikian unsur kedua inipun telah terpenuhi secara sah menurut hukum dan oleh karena semua unsur dari dakwaan Kedua ini telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum, maka terdakwa haruslah dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan Penuntut Umum pada dakwaan kedua. Oleh karena terdakwa telah dinyatakan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan kedua Penuntut Umum, maka terdakwa haruslah dijatuhi pidana. Selain itu selama pemeriksaan terdakwa dimuka persidangan tidak dijumpai alasan pembenar maupun alasan pemaaf tentang kesalahan terdakwa oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya.

  Hakim secara sosiologis menimbang bahwa dalam perkara ini majelis sependapat dengan Penuntut umum bahwa terhadap terdakwa dapat dikenai suatu pidana bersyarat hal ini didasarkan pada suatu fakta bahwa perbuatan terdakwa tersebut dilakukannya sebelum lisensi/ijin dari WAMI dikeluarkan, sementara saat ini ijin/lisensi yang dimaksud telah dikeluarkan oleh WAMI, setelah terdakwa memenuhi semua persyaratan yang dikehendaki oleh WAMI. Majelis menimbang bahwa terhadap barang bukti berupa: 1 (satu) unit LCD TV merk LG 32 inch, 1 (satu) unit subwoofer merk BIK, 1 (satu) unit amplifier merk BIK, 2 (dua) unit mikrofone merk BIK, 1 (satu) unit monitor touchscreen 19 inchi, 2 (dua) unit speaker merk BIK, 1 (satu) unit CPU merk sim-X, 1 (satu) unit server umum / Hardisc 4 (empat) unit didalamnya dan 1 (satu) lembar Nota/Bill pembayaran dari operator haruslah dikembalikan kepada terdakwa Achmad Budi Siswanto dan oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana maka terdakwa haruslah dibebeni untuk membayar ongkos perkara yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan Secara sosiologis majelis hakim sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan dari perbuatan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian bagi pihak lain dan meresahkan masyarakat. Sementara itu hal-hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, mengaku berterus terang dan menyesali perbuatannya, telah memenuhi kewajibannya dan membayar royalti kepada pihak WAMI dan telah terdapat ijin dari pihak WAMI kepada terdakwa. Berdasarkan uraian mengenai pertimbangan yuridis, sosilogis dan filosofis maka Majelis Hakim dalam Putusan Nomor: 1249/Pid.Sus/ 2015/PN.Tjk., dengan Memperhatikan

  Pasal 72 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 sebagaiman diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta jo. Pasal 14a Ayat (1) KUHP jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP serta Pasal-pasal lainnya dari peraturan perundang- undangan yang bersangkutan. Majelis mengadili yaitu menyatakan terdakwa Achmad Budi Siswanto yang identitasnya sebagaimana tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menyiarkan kepada umum suatu ciptaan tanpa izin Pencipta atau pemegang hak cipta. Majelis menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan dan menetapkan bahwa pidana penjara tersebut tidak usah dijalani kecuali jikalau dikemudian hari dengan Keputusan Hakim terdakwa dinyatakan bersalah melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan 8 (Delapan) bulan berakhir.

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menganalisis bahwa dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta, sesuai dengan salah satu teori dasar pertimbangan hakim yaitu Teori Pendekatan Seni dan Intuisi. Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim 7 7 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim

  dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.103. Hakim dengan menggunakan teori pendekatan seni dan intuisi menilai bahwa pidana yang dijatuhkan bukanlah sekedar melaksanakan pembalasan dari suatu perbuatan jahat, tetapi mempunyai tujuan lain yang bermanfaat, dalam arti bahwa pidana dijatuhkan bukan karena orang telah berbuat jahat, melainkan pidana dijatuhkan agar orang tidak melakukan kejahatan. Memidana harus ada tujuan lebih lanjut dari pada hanya menjatuhk:an pidana saja, sehingga dasar pembenaran pidana munurut teori relatif atau tujuan ini adalah terletak pada tujuannya. Tujuan pemidanaan berupaya mewujudkan tata pergaulan dan penyelesaian hukuman yang manusiawi, berketuhanan, berkebangsaan, berperikemanusiaan, dengan rasa keadilan masyarakat. Hakim dalam putusannya harus mampu mencerminkan memperlakukan semua pihak dalam persidangan secara sama sesuai dengan kedudukannya masing- masing dalam proses peradilan.

  Majelis Hakim Tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta pada Pengadilan Negeri Kelas

  IA Tanjung Karang dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK, memutus pidana percobaan terhadap terdakwa Achmad Budi Siswanto sebagai pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta. Pidana percobaan ini dapat belum memenuhi rasa keadilan, karena perbuatan terdakwa merugikan pihak lain sebagai pemegang hak cipta. Pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan terhadap suatu putusan. Dari dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat kepuasan moral jika keputusan yang dibuatnya dapat menjadi tolak ukur untuk kasus yang sama, sebagai bahan referensi bagi kalangan teoritis dan praktisi hukum serta kepuasan nurani jika sampai dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung jika perkara tersebut sampai ke tingkat banding atau kasasi. Hakim dalam membuat putusan harus mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya.

  Faktor-faktor yang dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan pidana serta faktor normatif sebagi dasar hukum penjatuhan pidana percobaan, yang tidak dapat dilepaskan dari prinsif pidana, harus disesuaikan dengan sifat dan kondisi pelaku, harus ada fleksibilitas hakim dalam memilih pidana yang dijatuhkan dan cara pelaksanaannya. Pokok pikiran penjatuhan pidana percobaan . yakni, “Putusan pidana penjara yang dijatuhkan paling lama satu tahun, dan hakim berkeyakinan pidana percobaan akan dilaksanakan melalui pengawasan, sehingga terpenuhi syarat umum maupun khusus. Hakim memandang pemidanaan terhadap pelaku dapat dilakukan di luar penjara, berdasarkan sifat, riwayat hidup,

B. Putusan yang Dijatuhkan terhadap Pelaku Tindak Pidana Menyiarkan Lagu Tanpa Izin Pemegang Hak Cipta Menurut Rasa Keadilan Secara Substantif

  keadaan sosial ekonomi pelaku, dan masyarakat dimana pelaku berada. Sifat dan kualitas tindak pidana yang dilakukan, baik bobot maupun sikap pelaku setelah melakukan pidana. Berkaitan dengan pertimbangan hakim terdapat tiga aspek yuridis, sosiologis dan filosofis, sehingga ditinjau dari aspek keadilan pidana percobaan yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK belum memenuhi rasa keadilan dan belum sesuai dengan tujuan pemidanaan untuk memberikan efek jera dan tidak memberikan pelajaran bagi masyarakat agar tidak melakukan kesalahan atau tindak pidana yang serupa. Pidana percobaan tidak hanya ditujukan kepada pelaku tindak pidana semata- mata, namun lebih jauh adalah pada masyarakat secara luas karena kepentingan itu meliputi pengurangan- pengurangan biaya yang dikeluarkan masyarakat, mengurangi biaya perampasan kemerdekaan. Pidana percobaan, melandasi sanksi pidana sederhana, karena secara sederhana tujuannya adalah untuk menjaga atau menghindari terjadinya tindak pidana lebih lanjut dengan cara lebih mengarahkan terpidana agar belajar hidup lebih produktif di dalam masyarakat yang telah dirugikannya dan bermanfaat untuk masyarakat. Pidana percobaan bagi orang dewasa menurut hukum pidana. Pidana percobaan mendapat kemungkinan pada pidana penjara paling tinggi satu tahun., dalam penahanan dan dalam hal denda dengan uang. Ini adalah pidana di mana terpidana tidak menjalani pidananya, apabila terpidana sanggup memenuhi syarat yang ditentukan oleh hakim terhadapnya. Hakim menangguhkan keputusannya dengan bersyarat dan baru menjatuhkan pidana yang sebenarnya apabila ternyata, bahwa terpidana yang diuji itu, tidak bertindak sesuai dengan syarat yang ditentukan terhadapnya (sistem-percobaan). Hakim menjatuhkan pidana dengan segera, akan tetapi sekaligus menetapkan, bahwa pidana itu tidak akan dijalankan, kecuali apabila hakim memutuskan lain, berdasarkan kenyataan, bahwa terpidana tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hakim terhadapnya selama waktu percobaan. Berdasarkan pendapat narasumber di atas maka menurut pendapat penulis, putusan hakim yang menjatuhkan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta belum memenuhi rasa keadilan. Hal ini didasarkan pada bahwa perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian materi terhadap pemegang hak cipta, sehingga terhadapnya dijatuhi pidana percobaan. Penjatuhan pidana tidak hanya untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi lebih penting lagi agar terdakwa menyadari perbuatannya tersebut salah, sehingga dengan sadar tidak akan mengulanginya lagi, terdakwa telah mengakui kesalahannya dan memiliki latar belakang kelakuan yang baik dalam hidup bermasyarakat.

  Keadilan substantif dimaknai keadilan yang diberikan sesuai dengan aturan- aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substantif penggugat. Ini berarti bahwa apa yang secara formal-prosedural benar bisa saja disalahkan secara materiil dan substansinya melanggar keadilan. Demikian sebaliknya, apa yang secara formal salah bisa saja dibenarkan jika secara materiil dan substansinya sudah cukup adil. Hakim dapat menoleransi pelanggaran procedural asalkan tidak melanggar substansi keadilan.

8 Hakim sebagai pelaksana dari kekuasaan

  kehakiman mempunyai kewenangan melalui putusannya yang didasarkan pada keyakinan, integritas moral yang baik serta mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. Hal ini sesuai dengan fungsi hukum sebagai instrument untuk melindungi rakyat dari bahaya dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Selain itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Keadilan hakim dalam proses peradilan semestinya tidak hanya mengacu pada ketentuan hukum secara formal, tetapi juga mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan kepentingan pelaku, korban, keluarga dan masyarakat pada umumnya. Keadilan dalam konteks ini adalah perlakuan yang adil, tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar. Keadilan 8 Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana , Alumni,Bandung, 1986, hlm.43. menurut kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip, yaitu: pertama tidak merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap manusia apa yang menjadi haknya. Pemaknaan keadilan dalam penanganan sengketa hukum masih dapat diperdebatkan. Hakim yang cermat dan hati-hati dalam merumuskan putusannya tersebut akan menghasilkan putusan yang benar-benar berlandaskan pada keadilan dan memenuhi aspek kepastian hukum.

  III. Penutup A.Simpulan

  1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana percobaan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta dalam Putusan Nomor: 236/Pid.Sus/2015/PN.TJK didasarkan pada pendekatan seni dan intusi dalam memutus perkara dengan mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dari perbuatan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian bagi pihak lain dan meresahkan masyarakat. Sementara itu hal-hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, mengaku berterus terang dan menyesali perbuatannya, telah memenuhi kewajibannya dan membayar royalti kepada pihak WAMI dan telah terdapat ijin dari pihak WAMI kepada terdakwa. Pertimbangan hakim ini tidak menggunakan pendekatan keilmuan dalam memutus perkara, sehingga pidana yang dijatuhkan adalah pidana bersyarat.

  2. Putusan yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta belum memenuhi rasa keadilan, karena akibat tindak pidana ini pemegang hak cipta mengalami kerugian secara materi. Penjatuhan pidana tidak hanya untuk menimbulkan efek jera pada pelakunya tetapi lebih penting lagi agar terdakwa menyadari perbuatannya tersebut salah, sehingga dengan sadar tidak akan mengulanginya lagi, terdakwa telah mengakui kesalahannya dan memiliki latar belakang kelakuan yang baik dalam hidup bermasyarakat.

  Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum

  RajaGrafindo Persada. Jakarta Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum

  Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual PropertyRights),

  Persada. Jakarta Saidin, H. OK. 2003. Aspek Hukum

  Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum , Raja Grafindo

  Jakarta Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin. 2004. Hak

  oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika,

  2002. Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis . Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

  1. Majelis hakim yang menangani tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta di masa yang akan datang diharapkan untuk menggunakan pendekatan pengetahuan atau keilmuan dalam memutus perkara, bukan hanya didasarkan pada pendekatan intuisi semata, sebab tindak pidana ini berdampak pada kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan pelaku.

  Margono, Suyud dan Amir Angkasa.

  Cipta Kedudukan dan Peranannya di dalam Pembangunan. Akademika Pressindo . Jakarta.

  Aditya Bakti. Bandung. Hutagalung, Sophar Maru. 1994. Hak

  Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia). Citra

  Djubaedillah. 1993. Hak Milik

  DAFTAR PUSTAKA Djumhana, Muhamad dan R.

  2. Majelis hakim yang menangani tindak pidana menyiarkan lagu tanpa izin pemegang hak cipta hendaknya mempertimbangkan rasa keadilan dalam menjatuhkan putusan dan mempertimbangkan adanya efek jera kepada pelaku tindak pidana sebagai upaya untuk mengantisipasi agar tidak terjadi tindak pidana serupa di masa yang akan datang. Selain itu hendaknya pelaksanaan putusan hakim yang menjatuhkan pidana disertai dengan pengawasan terhadap pelaku, guna mengantisipasi terjadinya pengulangan tindak pidana.

  Pidana , Alumni, Bandung, 1986