EVALUSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK

EVALUSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK
NO. 13 TAHUN 2013 TENTANG MANAJEMEN ZAKAT, INFAK DAN
SHADAQAH (ZIS)
Oleh: Irmawati Sagala
(Executive summary Tesis S2 Polokda Unand, 2007)

ABSTRACT
Local regulation of Solok Regency No. 13 year 2003 about Management
of Religious obligatory, Infak and Shadaqah ( ZIS) is one of Perda with Islamic
nuance which born in regional autonomous era. One of its primary target is to
improve the prosperity of society. More than 30% resident of Solok Regency was
in the poverty category since 2001, and continually increasing even Perda about
Management of ZIS has legalized for 4 year. Through qualitative approach, this
research evaluates the Perda and its impact in improving the economic values of
mustahik. The datas were collected by interview, observation and also

documentation study. For analysis, this research used Public Policy Analysis
theory, and also Indonesia’s Law System.
The research explain that formulation process of Perda had done well, but
not at its implementation. Executor organization, work plan, and also monitoring
and evaluation system were unfavorable, and aggravated by the problems of

mustahik’s mentality. This Condition of implementation caused Perda did not give

major effect in improving the economic values of mustahik yet. At the last, the
result of research recommends that Perda is worthy to be defended with several
improvements of implementation, and completing some points of content.

A.

Latar Belakang Dan Masalah Penelitian
Sistem perundangan era otonomi daerah menjamin kebebasan tiap daerah

untuk memasukkan nilai-nilai khas/budaya lokal yang dianut masyarakat

1

setempat.1 ke dalam Perda untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lahir-batin.2
Salah satu nilai- yang kemudian mengemuka dalam Perda-Perda pada era otonomi
sekarang adalah nilai-nilai yang bernuansa Islam, khususnya di beberapa daerah
yang merupakan daerah basis Islam. Salah satu daerah yang dianggap sebagai
pelopor menerapkan Perda-Perda semacam ini adalah Propinsi Sumatera Barat

melalui Perda No. 11 tahun 2001 tentang Pemberantasan Penyakit Masyarakat
(Pekat).3
Setelah Perda No. 11 tahun 2001, Peraturan Daerah sejenis semakin
banyak lahir di Sumatera Barat, khususnya di tingkat Kabupaten/Kota. Peraturanperaturan ini tidak hanya berbentuk Perda, tapi juga Keputusan Kepala Daerah,
baik yang bersifat peraturan pelaksana yang biasa disebut ‘keputusan’, maupun
yang bersifat peraturan kebijaksanaan berupa ‘himbauan, instruksi atau surat
edaran’.4 Sampai tahun 2006, terdapat 20 (dua puluh) Perda dan 13 (tiga belas)
Keputusan Kepala Daerah bernuansa Islam di Sumatera Barat yang tersebar di 10
(sepuluh) Kabupaten/Kota. Secara umum, landasan pembuatan Perda/Keputusan
ini adalah sebagai upaya penyelamatan atas semakin tercerabutnya masyarakat
Minang dari jati dirinya yang berlandaskan filosofi Adat Basandi Syarak-Syarak
Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
1
Jaminan memasukkan nilai budaya lokal terdapat dalam UUD 1945 Bab VI tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan.
2
Setiap Kebijakan Publik yang dibuat oleh pemerintah adalah untuk menciptakan kondisi
yang kondusif bagi masyarakat untuk memperoleh kebutuhan lahir batin, sehingga terwujud
kesejahteraan umum yang merupakan tujuan lahirnya NKRI sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945.

3
Sebelum Perda propinsi ini lahir, telah lebih dulu lahir Perda Kota Bukittinggi dengan
muatan yang sama pada tahun 2000. Namun, Perda propinsi ini lebih mendapat perhatian dari
masyarakat luas, tidak hanya di Sumatera Barat tapi juga nasional dan internasional.
4
Untuk efisiensi penulisan, selanjutnya kedua jenis keputusan Kepala Daerah ini disebut
Keputusan Kepala Daerah.

2

Di camping tujuan tersebut, Perda Islami juga dibuat dengan tujuan untuk
meningkatkan

kesejahteraan

hidup

masyarakat,

misalnya


Perda

tentang

pengelolaan Zakat, Infak dan Shadaqah. Kabupaten Solok hádala daerah yang
termasuk lebih dulu mengeluarkan Perda jenis ini.
Pemulihan ekonomi Kabupaten Solok menunjukkan perbaikan pada
periode 2000-2004 dengan pertumbuhan ekonomi 4,63 %, lebih tinggi dibanding
pertumbuhan ekonomi propinsi yang sebesar 4,12 %. Namun, sampai saat ini
kemiskinan dan kesejahteraan sosial di Kabupaten Solok masih merupakan
masalah yang mendesak untuk diselesaikan. Kemampuan ekonomi pemerintah
yang terbatas adalah salah satu masalah inti dalam menanggulangi permasalahanpermasalahan

tersebut.

Kemampuan

unit


kerja

pengelola

PAD

dalam

merealisasikan potensi riil PAD masih rendah. Realisasi PAD hanya sebesar 40%.
Kontribusi PAD terhadap PDRB hanya sebesar 4, 89%, selebihnya berasal dari
dana perimbangan, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Untuk

mengatasi

masalah-masalah

kesejahteraan

sosial


tersebut,

pemerintah Kabupaten Solok berusaha mengoptimalkan partisipasi aktif
masyarakat dan pranata-pranata yang ada. Salah satu peluang yang ditangkap
untuk partisipasi tersebut adalah optimalisasi potensi zakat, infak dan shadaqah.
Meskipun, sistem zakat tidak sama persis dengan filantropi. Untuk itu, pemerintah
Kabupaten Solok telah melahirkan sebuah Peraturan Daerah No. 13 tahun 2003
tentang Pengelolaan Zakat, Infak dan Shadaqah.
Pada realitanya, dalam jangka waktu empat tahun setelah lahirnya Perda
pengelolaan ZIS ini, permasalahan sosial di Kabupaten Solok masih belum

3

membaik, malah cenderung terus meningkat. Dalam RPJM Kabupaten Solok
tahun 2006-2010 juga disebutkan berbagai permasalahan sosial seperti rendahnya
derajat kesehatan dan gizi, rendahnya pelayanan dan kualitas pendidikan,
meningkatnya jumlah penggaguran terbuka terutama pada usia muda masih dan
peningkatan kemiskinan tiap tahunnya menjadi agenda utama pembangunan lima
tahun ke depan (2006-2010).

Jumlah penduduk miskin misalnya, terus meningkat setiap tahunnya. Pada
tahun 2001 sampai 2004 menurut RPJMD terjadi peningkatan penduduk miskin
0,78 %. Untuk tahun 2005 sampai tahun 2006, terjadi perbedaan data menurut
website

Pemerintah

Daerah

(Pemda)

Kabupaten

Solok

dan

Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Solok. Jika

merujuk pada data website, terjadi penambahan jumlah penduduk miskin dari
21,05 % pda tahun 2005 menjadi 25,16 % tahun 2006, sedangkan jika merujuk
pada data RPJMD terjadi penurunan dari 37,03 % tahun 2004 menjadi 26 % tahun
2006. Namun demikian, analisa rasional dan keterangan tambahan Kabag Kesra
Kabupaten Solok mengarah pada kesimpulan bahwa jumlah penduduk miskin
tahun 2005-2006 masih meningkat atau setidaknya tetap dari tahun sebelumnya.
Permasalahan-permasalahan ini tentunya tidak serta merta membuktikan
bahwa Perda tetang Pengelolaan ZIS tidak/belum berjalan efektif. Sebab,
pengentasan berbagai permasalahan sosial terutama kemiskinan tentunya
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Optimalisasi ZIS hanyalah salah satu sarana
yang perlu dianalisa bagaimana kontribusinya dalam upaya penyelesaian masalah
yang dihadapi. Program-program lain dan situasi kondisi misalnya frekuensi

4

bencana alam dan lainnya tentu turut berpengaruh. Namun demikian, pegelolaan
ZIS tersebut apabila terlaksana sebagaimana mestinya idealnya dapat memberikan
pengaruh signifikan
Dengan latar belakang demikian, penelitian ini membahas evaluasi Perda
Kabupaten Solok No. 13 tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infak dan

Shadaqah (ZIS), pada tahap perumusan dan implementasi Perda.

B.

Kerangka Teori
Untuk kebutuhan kerangka teoritis dalam penelitian ini, digunakan dua

kerangka teoritis yaitu Kebijakan Publik dan Sistem Hukum Indonesia serta
konsep Filosofi Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
1. Kebijakan Publik dan Analisis Kebijakan Publik
Dari berbagai defenisi yang ada, dalam penelitian ini yang dimaksud
Kebijakan Publik adalah serangkaian proses pembuatan keputusan terhadap apa
yang akan atau tidak akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka mencapai
tujuannya, yang akan melahirkan berbagai konsekuensi terhadap pemerintah dan
lingkungannya. Kebijakan Publik sebenarnya dapat disebut sebagai hukum dalam
arti luas yaitu dalam pengertian “sesuatu yang mengikat dan memaksa”.5
Keseluruhan

proses


Kebijakan

Publik

dapat

dibedakan

menjadi

perumusan/formulasi, implementasi dan evaluasi.
Sementara Analisis Kebijakan Publik dipakai pengertian yang diberikan
Lasswell yaitu analisa kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan
5

Lihat antara lain Suharto, Edi, 2005. Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis
Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung: Alfabeta. hal. 44.

5


tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam menciptakan pengetahuan

tentang proses pembuatan kebijakan, analis kebijakan meneliti sebab, akibat, dan
kinerja kebijakan dan program publik.6
Proses pembuatan kebijakan adalah serangkaian tahap pembuatan
kebijakan yang saling bergantung yang diatur menurut ukuran waktu, meliputi
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi
kebijakan, dan penilaian kebijakan.7 Model-model perumusan Kebijakan
Publikadalah Model Kelembagaan, Model Proses, Model Teori Kelompok, Model
Teori Elit, Model Teori Rasionalisme, Model Inkrementalis, Model Pengamatan
Terpadu, Model Demokratis, Model Stategis, Model Teori Permainan, Model
Pilihan Publik, Model Sistem.8
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Langkahnya ada dua jenis: langsung
mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi
kebijakan turunan dari kebijakan tersebut.9 Kegiatan implementasi dapat dilhat
dalam tabel berikut:
Tabel 2 Kegiatan implementasi kebijakan secara berurutan
No.

Tahap

Isu Penting

1.

Implementasi strategi

Menyesuaikan struktur dengan strategi

(pra imlementasi)

Melembagakan strategi
Mengoperasionalkan strategi

6

William N. Dunn, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, terj. Samodra Wibawa,
dkk., Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.,hal. 1.
7
William N Dunn, Loc. Cit. hal. 22-25.
8
Riant Nugroho D., 2003. Kebijakan Publik; Formulasi, Implementasi dan Evaluasi ,
Jakarta: Elex Media Komputindo. hal. 108-139.
9
Ibid. hal. 158.

6

Menggunakan prosedur untuk memudahkan
implementasi
2.

Pengorganisasian

Desain organisasi dan struktur organisasi

(organizing)

Pembagian pekerjaan dan desain pekerjaan
Integrasi dan koordinasi
Perekrutan & penempatan SDM
Hak, wewenang dan kewajiban
Pendelegasian (sentralisasi & desentralisasi)
Pengembangan kapasitas organisasi dan
kapasitas SDM
Budaya organisasi

3.

Penggerakan dan

Efektifitas kepemimpinan

kepemimpinan

Motivasi
Etika
Mutu
Kerja sama tim
Komunikasi organisasi
Negosiasi

4.

Pengendalian

Desain pengendalian
Sistem informasi manajemen
Pengendalian anggaran/keuangan
Audit

Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan
Kebijakan Publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Evaluasi
mencakup evaluasi perumusan/formulasi, implementasi dan lingkungan Kebijakan
Publik. Evaluasi formulasi Kebijakan Publik membahas apakah formulasi
Kebijakan Publik telah dilaksanakan dengan:

7

1. menggunakan pendekatan (model) yang sesuai dengan masalah yang
hendak disesuaikan
2. mengarah pada penyelesaian inti masalah
3. mengikuti prosedur yang diterima secara bersama (misalnya apakah
kebijakan berupa undang-undang atau perda, dan lainnya)
4. mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal
Sofyan Effendi mengemukakan tujuan evaluasi implemantasi kebijakan
untuk menjawab tiga pertanyaan:
1. Bagaimana kinerja impelementasi Kebijakan Publik? Bagaimana
variasi outcome nya?
2. Faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu?
3. Bagaimana strategi meningkatkan kinerja implementasi Kebijakan
Publik?
Evaluasi lingkungan Kebijakan Publik memberikan sebuah deskripsi yang
lebih jelas bagaimana konteks kebijakan dirumuskan dan konteks kebijakan
diimplementasikan, sehingga dapat dilihat faktor-faktor lingkungan apa saja yang
membuat kebijakan gagal atau berhasil diimplementasikan.
2. Sistem Hukum Indonesia
Hukum didefenisikan produk pengambilan keputusan yang ditetapkan oleh
fungís-fungsi kekuasaan negara yang mengikat subyek hukum dengan hak-hak
dan kewajiban hukum berupa larangan, keharusan atau kebolehan. 10 Pembuatan
produk hukum harus didasarkan pada landasan Filosofis, Sosiologis, Yuridis dan
10

Jimly Asshiddiqie, 2006. Perihal Undang-Undang di Indonesia, Jakarta: Sekretariat
Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. hal. 9.

8

Politis. Landasan Filosofis berarti hukum dibuat dengan memperhatikan cita-cita
atau nilai-nilai filosofis yang ada di tengah masyarakat. Nilai-nilai ini bersifat
baik-buruk, benar-salah. Landasan Sosiologis berarti hukum dibuat dengan
mempertimbangkan kondisi sosial yang riil ada di tengah kehidupan masyarakat.
Landasan Yuridis berarti setiap produk hukum yang dibuat harus memiliki
landasan hukum yang jelas yang ada sebelumnya. Sedangkan landasan Politis
berarti hukum dibuat berdasaran pertimbangan cita-cita dan kebijakan politis
Indonesia.11
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.12
Dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan disebutkan bahwa hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia
adalah UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-undang/Peraturan
Pemeritah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden
dan Peraturan Daerah.
Adapun peraturan perundang-undangan daerah, sebagaimana disebutkan
Bagir Manan dalam Latief13, adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk
oleh Pemeritah Daerah atau salah satu unsur Pemerintah Daerah yang berwenang
membuat peraturan perundang-undangan. Produk hukum daerah yang dibuat atas

11

Mengenai landasan pembuatan produk hukum ini, ada yang menambahkannya dengan
landasan lain seperti administratif oleh Jimly Asshiddiqie dan lainnya. Namun yang paling umum
adalah empat landasan ini. Penjelasan lebih jauh tentang landasan pembuatan produk hukum ini
dapat ditemukan dalam Jimly Asshiddiqie (Jakarta, 2006: 170-173), Yuliandri dalam Teknik
Penyusunan Produk Hukum Daerah (Padang, 2001: 88-90)
12
UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pasal 1.
13
Abdul Latif, 2005. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) Pada
Pemerintaha Daerah , Yogyakarta: UII Press. hal. 6.

9

persetujuan bersama legislatif dan eksekutif disebut Peraturan Daerah. Di samping
Peraturan Daerah, ada pula produk hukum daerah berupa Keputusan Kepala
Daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota.
Dalam

proses

pembuatan

peraturan

perundang-undangan,

perlu

diperhatikan partisipasi publik yang diatur dalam Mekanisme Konsultasi Publik.
Betuk MKP dapat berupa diskusi (seminar, lokakarya dan lainnya), plebisit/jajak
pendapat, kotak pos saran.

C.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus.

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Solok, dengan unit analisis organisasi
yaitu terutama Setda dan BAZ Kabupaten Solok. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Informan ditentukan
secara purposive, meliputi:


Pimpinan DPRD Kabupaten Solok diwakili oleh Ketua Komisi A
DPRD Kabupaten Solok.



Anggota DPRD Kabupaten Solok periode 1999-2004 dan periode
2004-2009.



Pimpinan eksekutif yang terlibat selama proses pembuatan dan
implementasi Perda yaitu Ketua Departemen Agama Kabupaten
Solok, Kabag. Kesra Kabupaten Solok. Bupati Solok tidak berhasil
diwawancarai karena kesibukan beliau.

10



Organisasi pelaksana yaitu Pengurus BAZ Kabupaten Solok; Ketua,
Ketua II, Sekretaris I, Kasi Pendistribusian.



Organisasi lain: Ketua DPD PAN dan PKS Kabupaten Solok, LAZ
Ar-Risalah, Ketua Yayasan Garda Anak Nagari.



Masyarakat sasaran/yang dikenai Perda yaitu Muzakki (pembayar
zakat) dan Mustahik (penerima zakat).

Data penelitian kemudian dianalisis dengan tahapan:


Pengumpulan data: mengumpulkan seluruh data terkait baik dari
hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.



Mengolah data: mengelompokkan temuan data berdasarkan tahapan
proses kebijakan dan menilai keakuratan data dengan cara
triangulasi, memperbandingkan data dari berbagai sumber. Data hasil
wawancara dikomparasikan dengan hasil obseravasi langsung
dilengkapi catatan-catatan dari hasil dokumentasi.



Interpretasi data: memahami dan menterjemahkan data, dengan
menggunakan teknik emik dan etik. Analisa etik dilakukan
berdasarkan pandangan peneliti, sedangkan analisa emik dilakukan
berdasarkan pandangan informan dengan dukungan teori-teori yang
ada.14



Penyimpulan data: setelah diinterpretasikan, maka dibuat kesimpulan
berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

14

Lexy Moleong, 1997. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya. hlm. 3.

11

D.

Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu

Perumusan Perda dan Implementasi Perda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tahap perumusan Perda telah berjalan baik, yang diukur dengan beberapa
indikator berikut ini:
1. Berjalannya tahap perancangan Perda. Tata peraturan pembentukan
peraturan perundang-undangan di Indonesia menentukan perumusan
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) sebagai langkah awal dalam
pembuatan Peraturan Daerah (Perda). Pekerjaan pada tahap ini meliputi
kajian dan pengumpulan informasi landasan filosofis, sosiologis dan
hukum terkait tema Perda yang akan dibuat. Di samping itu, prosesnya
juga harus mengikuti alur-alur proses legislasi yang diatur dalam UU
No. 10 tahun 2004 dan Tata Tertib DPRD. Secara filosofis masyarakat
Kabupaten Solok, lahirnya Perda ini sesuai dengan cita rasa dan nilai
yang hidup di masyarakat, yaitu Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah (ABS – SBK). Peran zakat sangat penting dalam Islam, tidak
hanya untuk membentuk keshalehan individu tapi juga keshalehan
sosial. Kuntowijoyo menulis bahwa komunitas Islam terbentuk melalui
empat pilar Islam yaitu shalat, zakat, puasa dan haji.15 Pengaturan
pengelolaan ZIS untuk optimalisasi potensi dalam pengentasan
kemiskinan dan membangun ekonomi kerakyatan sebagai salah satu dari
tiga pilar pembangunan Kabupaten Solok, dipandang baik dan

15

Kuntowijoyo, 1997. Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan. Hal. 33-35.

12

prospektif. Secara Sosiologis, muatan Perda secara konseptual
memberikan solusi bagi lemahnya pengelolaan zakat di masyarakat
selama ini. Sebelum lahirnya Perda, pola pembayaran zakat masih
tradisional -langsung pada mustahik atau melalui panitia mesjid- dan
lembaga pengelola belum profesional sehingga hasilnya kurang optimal.
Sebagai solusinya, Perda memandu pembentukan lembaga professional
pengelola ZIS. Secara hukum tata perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia, pembuatan Perda-Perda Islami tidaklah menyalahi aturan.
Meskipun urusan agama adalah termasuk urusan yang diserahkan pada
pemerintah pusat, bukan berarti pemerintah daerah otonom tidak berhak
membuat aturan yang bernuansa agama. Menurut Huda, sebenarnya
tidak ada alasan bagi siapapun untuk merasa khawatir terhadap
maraknya Perda syariat di Indonesia pada masa otonomi daerah, apalagi
munculnya pandangan bahwa gerakan tersebut sebagai kelanjutan
gerakan yang ingin merubah negara Indonesia menjadi negara Islam.16
Hal yang perlu diperhatikan dalam setiap pembentukan peraturan
perundang-udangan daerah adalah:
 tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang lebih
tinggi
 sesuai dengan nilai filosofis dan kondisi sosiologis masyarakat,
dalam artian dipandang baik dan perlu untuk diterapkan

16
Yasrul Huda, 2007. ”Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi dan Implikasi Pembuatan
Perda yang Bernuansa Agama di Daerah”. Diskusi diadakan Imparsial bersama LBH Padang.

13

 menjamin tidak adanya muatan yang bersifat diskriminatif terhadap
sekelompok orang yang menganut tata nilai berbeda, serta
menjamin adanya ketegasan sanksi bagi pelanggaran implementasi
Pembuatan Perda juga telah melalui proses legislasi sebagaimana
peraturan yang berlaku, dengan pembuatan kebijakan model Proses.
Artinya,

proses

pembuatan

Perda

adalah

proses

politik

yang

menyertakan rangkaian kegiatan dari identifikasi masalah, agenda
formulasi

kebijakan,

perumusan

proposal

kebijakan,

legitimasi,

implementasi dan evaluasi.
2. Mekanisme Konsultasi Publik. Tahap ini telah berjalan sebagian, hanya
saja terdapat kelemahan dimana stakeholders yang terlibat dalam
perumusan

Ranperda

sangat

minim,

hanya

dari

unsur

Dinas/Kentor/lembaga pemerintah yang membidangi masalah hukum
dan agama, serta satu LSM. Hal ini disebabkan paradigma lahirnya
Perda hanya sebagai penjabaran undang-undang dan juga sudah
familiarnya tema ZIS di tengah masyarakat. Paradigma ini pada akhirnya
menyebabkan tidak terakomodirnya beberapa poin yang merupakan
evaluasi terhadap substansi undang-undang serta rendahnya rasa
kepemilikan masyarakat terhadap Perda.
3. Dari segi pembahasan dan penetapan juga berjalan lancar. Tema Islami
pada Perda tidak mengalami perdebatan berarti, berbeda dengan Perda
Islami yang lehir sebelumnya. Walaupun demikian, kondisi ini belum
tentu bermakna positif. Mulai populernya tema politik Islam pada masa

14

pembuatan Perda bisa jadi justeru mejadikan tema-tema Perda Islami
sebagai komoditas politik.
Tahap perumusan yang sudah berjalan cukup baik, kemudian belum
diikuti dengan impelementasi yang baik, yang dijelaskankan dengan beberapa
indikator:
1. Minimnya sosialisasi Perda setelah diundangkan. Dalam penelusuran
yang dilakukan, penulis tidak menemukan proses sosialisasi yang
dilakukan oleh pemerintah pada tahun pertama diundangkannya Perda.
Setelah

diundangkannya

Perda,

yang

dilakukan

Pemda

segera

memperbaharui kepengurusan BAZ melalui SK No. 144/BUP-2004
tanggal 14 Mei 2004, yang disusul penetapan Keputusan Bupati sebagai
aturan pelaksanaan Perda lima bulan setelah itu. Sosialisasi Perda No. 13
tahun 2003 tentang Pengelolaan ZIS kemudian mulai dilaksanakan oleh
struktur baru pengurus BAZ sebagai unit kerja/organisasi pelaksana.
Artinya, sosialisasi Perda baru dimulai sekitar satu tahun setelah
diundangkannya Perda. Kepala Kandepag Kabupaten Solok menjelaskan
sosialisasi awal berlangsung selama dua tahun, dengan sasaran utamanya
PNS.
2. Terkait organisasi pelaksana, Pemerintah Daerah memilih terlibat
langsung dalam pengelolaan dana ZIS dengan membentuk BAZ. Dengan
demikian, perhatian Pemerintah Daerah terkuras pada BAZ. Pilihan ini
mengakibatkan bertambahnya beban kerja Pemerintah Daerah, anggaran
dan juga masuknya paradigma dan budaya kerja birokrasi dalam

15

pengelolaan zakat. Padahal, kondisi masyarakat sendiri sudah terbiasa
mengelola ZIS. Ini juga berarti mengurangi kemandirian dan partisipasi
masyarakat. Akibatnya, pengembangan LAZ belum terperhatikan.
Dalam penelitian, penulis menemukan 1 LAZ yang aktif yaitu LAZ
Yayasan Ar-Risalah. Keberadaan LAZ ini kemudian penulis jadikan
pembanding dalam beberapa poin bagi kinerja BAZ.
3. Dari segi program, dengan struktur cukup gemuk, program kerja BAZ
masih kurang variatif dan belum memiliki grand design yang baik untuk
optimalisasi program pendayagunaan, misalnya dalam pengembangan
zakat untuk usaha produktif mustahik. Pada periode 2002-2005,
pengurus berjumlah 36 orang sedangkan pada periode 2006-2009
berjumlah 40 orang. Dari jumlah tersebut, dengan dukungan sistem
birokrasi, pengurus berhasil mencapai pengumpulan dana zakat berkisar
30-40 juta perbulannya atau sekitar 450 juta rupiah per tahun pada
periode I; dan 50-60 juta rupiah perbulannya atau sekitar 700 juta rupiah
per tahun pada periode II. Pada periode I (2004-2006), dana zakat yang
disalurkan kepada mustahik berjumlah Rp. 230.500.000,- dengan biaya
operasional Rp. 28.200.000,- belum termasuk biaya satu tahun pertama
yang tidak tercatat dalam laporan. Untuk tahun 2007, berdasarkan
catatan sampai bulan Juni, dana zakat yang sudah disalurkan sebesar 352
juta rupiah. Dari jumlah perkiraan tahun 2007, hak amilin untuk BAZ
sejumlah 7,5 % -lima persen lainnya dari hak amilin untuk insentif UPZyaitu Rp. 52.500.000,- Berdasarkan keputusan rapat kerja terkait insentif

16

pengurus, jika hak semua pengurus ditunaikan, maka maksimal dana
insentif yang harus dikeluarkan adalah Rp. 7.050.000,- per bulannya,
atau Rp. 84.600.000,- per tahun. Biaya ini belum termasuk biaya
operasional berkisar dua juta rupiah per bulan. Artinya, biaya
operasional pengurus dari alokasi amilin terpenuhi hanya berkisar 50
%.17 Sisanya, Pemerintah Daerah harus mengeluarkan dari anggaran
daerah, yang untuk tahun 2007 ini dianggarkan sejumlah Rp. 80 juta.
Secara matematis, Pemerintah Daerah mengeluarkan modal untuk upaya
penanggulangan kemiskinan melalui pengelolaan dana zakat sebesar Rp.
80 juta satu tahun. Seberapa besar nilai modal ini, ditentukan oleh sejauh
mana pengelolaan dana zakat bisa memenuhi sasarannya. Jika kondisi
ekonomi masyarakat mustahik tidak mengalami perbaikan dan jumlah
penduduk miskin terus saja bertambah, artinya modal yang dikeluarkan
tersebut menjadi sangat mahal. Pembahasan hal ini akan diuraikan lebih
dalam pada pembahasan dampak Perda.
Sebagai pembanding, dapat dilihat struktur organisasi LAZ Ar-Risalah.
Struktur LAZ tidak jauh berbeda dengan BAZ, karena pembentukannya
juga berpedoman pada UU No. 38 tahun 1999, yaitu terdiri dari Badan
Pertimbangan, Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana. Badan Pelaksana
memiliki tiga divisi yaitu Pengumpulan, Pemberdayaan dan Humas.
Fungsi

pendistribusian,

pengembangan

17

pada

pendayagunaan

struktur

BAZ

dan

sebagian

disatukan

dalam

fungsi
divisi

Laporan keungan BAZ Kabupaten Solok sampai Juni 2007.

17

Pemberdayaan pada LAZ. Pengurus LAZ pada tahun 2006 sebanyak 14
orang. Dengan struktur demikian, pada tahun 2006, pengurus LAZ
berhasil mengumpulkan dana sebesar 40 juta rupiah, dari target 100 juta
rupiah. Hal menarik lainnya adalah pengelolaan dana zakat yang
memang diarahkan untuk usaha produktif dan pemberdayaan mustahik
dengan target menjadikan mustahik menjadi calon muzakki.
4. Kurang kondusifnya lingkungan Perda. Mentalitas mustahik kebanyakan
konsumtif dan kurang memahami hakikat dana zakat. Alokasi bantuan
untuk usaha produktif masih banyak yang belum digunakan dengan baik.
Ditambah lagi, pembinaan dan pengawasan yang minim dari pemeritah.
Faktor penting lainnya adalah masih minimnya keteladan pemimpin,
terutama dari unsur legislatif. Peran lembaga/institusi lain dalam
menyukseskan implementasi Perda juga masih minim dan belum
terorganisasi.
5. Sistem monitoring dan evaluasi juga belum teroptimalkan. Pembahasan
dan tanggapan komprehensif terhadap laporan kerja BAZ

belum

dilaksanakan baik oleh SKPD lain, pimpinan eksekutif, maupun
legislatif.
Implementasi Perda yang demikian akhirnya belum mampu memberikan
dampak yang memuaskan. Dari tiga tujuan yang hendak dicapai Perda, belum satu
pun yang tercapai optimal. Bahkan, tujuan utama untuk membantu mengatasi
masalah kemiskinan juga belum memperlihatkan hasil. Sebagian besar dana zakat
hanya dihabiskan untuk konsumsi mustahik. Perencanaan pengembangan oleh

18

BAZ sudah dibuat, dan meliputi berbagai aspek yang masih menjadi kekurangan
selama ini. Namun demikian, kajian-kajian yang lebih strategis terhadap substansi
Perda -misalnya penerapan sanksi pada muzakki, keterlibatan langsung
Pemerintah Daerah dalam teknis pengelolaan ZIS dan lainnya- dan peningkatan
kualitas SDM perlu segera dilakukan. Permasalahan SDM adalah permasalahan
krusial. Dari segi lembaga hukum, kendala-kendala dalam implementasi sebagian
besarnya menyangkut kualitas SDM. Dari segi lingkungan, kendalanya juga
terutama terkait kualitas SDM. Kualitas di sini tentunya tidak hanya menyangkut
kemampuan manajemen, tapi juga mental dan motivasi yang tentunya berkaitan
dengan sistem keyakinan/agama.

E.

Saran
Sebagai sebuah evaluasi, akhirnya perlu direkomendasikan masa depan

kebijkan. Dari keseluruhan uraian dapat disimpulkan bahwa Perda memiliki
peluang untuk membantu mengatasi masalah kemiskinan di Kabupaten Solok.
Namun, saat ini pencapaiannya belum optimal karena beberapa permasalahan
implementasi. Untuk itu, Perda perlu tetap dipertahankan dengan pembenahan
tataran implementasi dan penyempurnaan beberapa poin muatan Perda baik
langsung merevisi Perda ataupun melalui Keputusan Kepala Daerah.
Secara lebih khusus, penelitian penelitian ini menghasilkan beberapa
saran sebagai berikut:
 Kepada Pemerintah Daerah: Keberadaan LAZ di Kabupaten Solok
perlu diperhatikan dan didukung guna pencapaian target dan tujuan

19

Perda yang lebih baik. Kinerja dan inovasi program LAZ Ar-Risalah
dalam mendayagunakan dana ZIS misalnya, layak mendapat apresiasi
yang sesuai dari Pemerintah Daerah. Bagaimana pun, keberadaan LAZ
disamping BAZ akan melahirkan iklim fastabiqul-khairat yang
memacu kinerja. Disamping itu, keberadaan LAZ juga akan
meminimalisir potensi intrik-intrik politik dan kekuasaan dari lembaga
pengelola ZIS. Lebih jauh, penulis menyarankan Pemerintah Daerah
cukup mengambil posisi dan peran pembinaan serta koordinasi dalam
pengelolaan ZIS. Kemudian, program pembinaan SDM, terutama
SDM pemerintahan perlu mendapat perhatian utama. Pembinaan disini
dimaksud adalah pebinaan integral antara intelektual, emosial, dan
spiritual.
 Kepada BAZ Kabuaten Solok: perlu terus meningkatkan inovasi dalam
pengumpulan dan pendayagunaan ZIS. Keseriusan dan niat baik yang
dimiliki sebagian besar pengurus akan semakin bermanfaat dengan
disertai inovasi-inovasi dan manajemen yang lebih profesional.
Program untuk membangun mental dan keterampilan masyarakat perlu
mendapat perhatian lebih untuk tahap awal dengan kondisi masyarakat
saat ini.
 Kepada DPRD: dalam rangka fungsi monitoringnya, DPRD bekerja
sama dengan eksekutif perlu melakukan pengkajian implementasi
Perda secara berkala, sehingga hasilnya bisa terukur. DPRD juga perlu

20

meningkatkan keteladanan kepemimpinan karena pada hakikatnya,
anggota DPRD adalah jelmaan masyarakat.
 Kepada penelitian berikutnya: keterbatasan penelitian ini masih belum
mengkaji secara mendalam motivasi muzakki dalam membayar zakat
dalam hubungannya dengan keberadaan Perda, persepsi politik
kelompok-kelompok politik yang ada, serta kajian dua Perda Islami
lainnya. Perpaduan dari keempat kajian ini akan memberikan sebuah
analisa yang menarik terhadap implementasi politik Islam di
Kabupaten Solok.

21

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an.
A, Ra. Hallen, 2005. ”Pelecehan dan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan
Anak di Sumatera Barat”, disampaikan dalam diskusi aktual Balitbang
Sumbar tanggal 16 Juli 2005 di Gedung Balitbang Sumbar.
Abdullah, Taufik, 2003. ”Historis dan Filosofis ABS-SBK”, dalam Reaktualisasi
Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi Kitabullah, Padang: PPIM
Sumatera Barat.
Afrizal, 2003. ”Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi Kitabullah; Sebagai Visi
Pembangunan Suku Bangsa Minangkabau”, dalam Reaktualisasi Adat
Basandi Syarak - Syarak Basandi Kitabullah, Padang: PPIM Sumatera
Barat.
Agus, Bustanuddin, 2006. ”Kajian Penerapan Falsafah Adat Basandi SyarakSyarak Basandi Kitabullah”, Laporan penelitian, Padang: Balitbang
Sumbar.
_______________, 2006. Islam dan Ekonomi; Suatu Tinjauan Sosiologi Agama ,
Padang: Unand Press.
Al-Bugha, Mustahunafa Dieb, dan Muhyiddin Mitsu, 2003. Al-Wafi; Menyelami
Makna 40 Hadits Rasulullah, terj. Muhil Dhofri, LC., Jakarta: AlI’tishom Cahaya Umat.
Alsa, Asmadi, 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya
Dalam Penelitian Psikoloci, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Asshiddiqie, Jimly, 2006. Perihal Undang-Undang di Indonesia , Jakarta:
Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.
Bungin, Burhan (ed.), 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali
Pers.
Devine, Fiona, 1995. “Qualitative Methode” dalam David Marsh dan Gerry
Stoker (ed.,) Tahuneory and Metahunods in Political Science, London:
Macmillan Press LTD.
Dunn, William N, 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, terj. Drs. Samodra
Wibawa, MA, dkk., Jogjakarta: Gadjah Mada University Press.

22

Edi, Suharto, 2005. Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial, Bandung: Alfabeta
Faisal, Sanapiah, 1990. Penelitian Kualitatif; Dasar-Dasar dan Aplikasi, Malang:
YA3.
Fakih, Mansour, 2001. Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka
Pelajar dan Insist Press.
Hawwa, Said, 2002. Al-Islam, Jakarta: Al-I’ttishom Cahaya Umat.
Ibrahim, Muhammad Al-Jamal, 1999. Fikih Muslimah, terj. Zaid Husein Alhamid,
Jakarta: Pustaka Amani.
Isra, Saldi, “Teknik Menganalisa dan Mengevaluasi Peraturan PerundangUndangan” dalam Teknik Penyusunan Produk Hukum Daerah, ed.
Saldi Isra dan Suharizal, 2001. Padang: Anggrek Law Firm bekerja
sama dengan Pemda Kabupaten Pasaman.
Kamal, Miko, 2001. “Mekanisme Konsultasi Publik, Pembuatan Perda dan Good
Governance” dalam Teknik Penyusunan Produk Hukum Daerah, ed.
Saldi Isra dan Suharizal, Padang: Anggrek Law Firm bekerja sama
dengan Pemda Kabupaten Pasaman.
Kuntowijoyo, 1997. Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan.
Latif, Abdul, 2005. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) Pada
Pemerintaha Daerah, Yogyakarta: UII Press.
Made, Sjofyan Asnawi, 2003. ”Kepemimpinan Menurut Adat Minangkabau,
dalam Reaktualisasi Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi
Kitabullah, Padang: PPIM Sumatera Barat.
Marbun, B.N. 2005. Kamus Politik, Jakarta: Sinar Harapan.
Mughniyah, Muhammad Jawad, 2002. Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: Lentera,
Moleong, Lexy, 1997. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya
Muchtar dan Erna Widodo, 2000. Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif,
Avyroz: Jakarta.
Mulyana, Deddy, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

23

Muthahhari, Mutadha, 2000. Wanita dan Hijab, terj. Nashib Mustafa, Jakarta: PT.
Lentera Basritama.
Nurjaya, I Nyoman, 2005. Magersari; Dinamika Komunitas Petani-Pekerja
Hutan dalam Perspektif Antropologi Hukum, Malang: UM Press.
P2TP2A, 2005. ”Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Sumatera Barat”,
disampaikan dalam diskusi aktual Balitbang Sumbar.
Palma, Alvon Kurnia, 2007. ”Pluralitas dan Perda Syari’at”, Disampaikan dalam
diskusi publik dengan tema ”Penyeragaman dan Totalitas Dunia
Kehidupan Sebagai Ancaman terhadap HAM”, dilaksanakan di Padang
oleh Imparsial dan LBH Padang.
Prayitno, Sudi, 2006. ”Perda Tibum dan Ramas (Menyelesaikan Masalah dengan
Masalah?)”, Advokat LBH Padang.
Pruit, Dean G dan Jeffrey Z. Rubin (terj)., 2004. Teori Konflik Sosial. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Syarifuddin, Amir, 2003. “Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi Kitabullah”,
dalam Reaktualisasi Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi
Kitabullah, Padang: PPIM Sumatera Barat.

Tamin, Azian, dkk., 2005. Profil Politik Indonesia Pasca Orde Baru, Jakarta:
PSPI FISIP UNAS dan PSP Maidani Institute.
Tangkilisan, Hossel Nogi S., 2005. Manajemen Publik, Jakarta: PT. Grasindo.
Topatimasang, Roem, dkk., 2001. Merubah Kebijakan Publik, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Worl Bank, 2004. Keadilan di Desa-Desa Indonesia (Laporan).
Yuliandri, 2001. “Pembentukan Peraturan Daerah dan Produk Hukum Daerah
Lainnya” dalam Teknik Penyusunan Produk Hukum Daerah, ed. Saldi
Isra dan Suharizal, Padang: Anggrek Law Firm bekerja sama dengan
Pemda Kabupaten Pasaman.
Zainuddin, Musyair, 2003. “Efektifitas Adat Minangkabau Di Kenagarian
Kotorantang, Kabupaten Agam”, Laporan Penelitian, Padang:
Balitbang Sumbar.
Zetra, Aidinil, 2005. “Pengertian Kebijakan Publik”, Kuliah Analisa Kebijakan

24

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, DOKUMEN PEMERINTAH
DPRD Kabupaten Solok, 2003. Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Solok
tentang Pembahasan 12 (Dua Belas) Ranperda Kabupaten Solok.
Himbauan Bupati Solok No. 451/200/Kesra-2006 tentang Penyaluran Zakat PNS
Melalui BAZ Kabupaten Solok.
Keputusan Bupati Solok No. 8 tahun 2003 tentang Pelaksanaan Perda Kabupaten
Solok No. 13 tahun 2003 tentang Pengelolaan ZIS.
Keputusan Bupati Solok No. 375/BUP-2006 tanggal 28 Agustus 2006 tentang
Kepengurusan BAZ Kabupaten Solok Periode 2006-2010.
Keputusan Bupati Solok No. 432/BUP/2006 tentang Penetapan Nama Kepala
Rumah Tangga dan Jumlah Anggota Rumah Tangga Miskin
Kabupaten Solok.
Keputusan Ketua Badan Pelaksana BAZ Kabupaten Solok No. 08/BAZ. Kab.
Slk/III/2007 tanggal 1 Maret 2007 tentang Kaputusan Rapat Kerja
Pengurus BAZ Kabupaten Solok Periode 2006-2010.
Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38
tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Keputusan Menteri Agama No. 373 tahun 2003 tetang Pelaksanaan UU No. 38
tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Mencabut Keputusan No. 581
tahun 1999).
Keputusan Presiden RI No. 8 tahun 2001 tentang BAZ Nasional
Pemerintah Kabupaten Solok, Dokumen Rencana Pembangunan
Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Solok tahun 2006-2010.
Pemerintah Kabupaten Solok, 2005. Kabupaten Solok dalam Angka, Solok:
BAPEDA dan BPS Kabupaten Solok.
Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Sumatera Barat periode 2006-2010.
Perda Kabupaten Solok No. 13 tahun 2003 tentang Pengelolaan Zakat, Infak dan
Shadaqah.TAP MPR RI No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia
2010
UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.

25

UU RI No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
UU RI No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
UU RI No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
UU RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

SURAT KABAR, JURNAL DAN SITUS INTERNET
Padang Ekspres, Kamis 2 Agustus 2007.
Republika, 21 Juni 2005.
Serambi Minang, edisi 60, Jum’at, 4-10 Jum. Akhir 1427 H/ 30 Juni-06 Juli 2006.
www.solok.go.id. Diakses 5 Juni 2007.

26