Yahudi Dalam Wacana Sejarah dalam

Yahudi Dalam
Wacana Sejarah
Pendahuluan
Yahudi, Kristen, dan Islam biasa disebut agama-agama Ibrahimi (abrahamic
religions), karena pokok-pokok ajarannya bernenek moyang kepada ajaran Nabi Ibrahim
(sekitar abad 18 SM), yaitu agama yang menekankan keselamatan melalui iman,
menekankan keterkaitan atau konsekuensi langsung antara iman dan perbuatan nyata
manusia.
Karena menekankan amal perbuatan yang baik dan benar itu, para ahli kajian
ilmiah tentang agama-agama menyatakan Islam dan Yahudi yang sering disebut agama
semitik (semitic religiom) ini, tergolong agama etika (ethical religion), yakni agama yang
mengajarkan bahwa keselamatan manusia tergantung pada perbuatan baik dan amal
salehnya.
Ini berbeda dari agama Kristen yang juga termasuk agama semitik, disebabkan
teologinya berdasarkan dokrin kejatuhan (fall) manusia (Adam) dari surge yang
menyebabkan kesengsaraan abadi hidupnya, mengajarkan bahwa manusia perlu penebusan
oleh kemurahan (Grace) Tuhan dengan mengorbankan putra tunggalnya, Isa Al-Masih
untuk disalib menjadi “Sang Penebus”.
Maka kajian ilmiah menggolongkan agama Kristen sebagai agama sacramental
(sacramen religion) yaitu agama yang mengajarkan bahwa keselamatan itu diperoleh
melalui sang penebus dosa, dan penyatuan diri kepadanya dengan makan roti dan minum

anggur yang telah ditransubstansikan menjadi daging dan darah Isa Al-Masih dalam
upacara Sakramen Ekaritsi.
Umat Yahudi mempunyai masalah mengenai persoalan tertentu seperti Israel
sebagai bangsa pilihan dan keabadian hukum. Tentang determinisme sejarah orang Yahudi
menjadi ras suatu dunia yang hebat, atau masyarakat pilihan (a distinctive community), ini
tidak bisa dipisahkan dari partisipasi mereka dalam peradaban Islam masa lalu yang begitu
jauh dan dalam.
Kosa kata keimanan Islam masuk ke dalam buku-buku Yahudi, Al-Quran menjadi
dalil mereka. Kebiasaan orang-orang Arab mengutip syair dalam banyak karyanya ditiru

oleh orang-orang Yahudi. Tulisan-tulisan mereka penuh dengan kalimat-kalimat yang
berasal dari para ilmuwan, filosof, dan ahli kalam Arab/Islam. Sastra Arab yang asli atau
yang impor menjadi latar belakang umum apa saja yang ditulis orang-orang Yahudi.
Semua itu berlangsung begitu lama, tidak ada rasa permusuhan terhadap ilmu
asing, tanpa rasa curiga kepada dampak yang negatif atau berbahaya, sebagaimana yang
telah diingatkan oleh sumber-sumber kitab Talmud kepada mereka untuk mempelajarinya.
Karena itu sampai ada sebutan Yahudi Islam, orang-orang Yahudi yang sudah sedemikian
rupa terpengaruh oleh ajaran Islam mereka itu sebenarnya adalah “orang-orang Yahudi
jenis baru” (a new type of Jews).
Dengan pengalaman kaum Yahudi yang begitu indah dalam pangkuan Islam itu,

banyak dari mereka yang sadar bahwa berdirinya Negara Israel merupakan suatu
malapetaka atau anakronistik. Malahan bisa dipandang sebagai hal yang tidak relawan,
baik secara historis, berkaitan dengan pengalaman indah umat Yahudi pada masa Islam
klasik, atau secara geografis, karena Palestina telah berabad-abad berada ditangan orangorang Arab, yang sebagian mereka itu termasuk Yahudi yang sudah ter-Arabkan,
berdirinya nergara Israel merupakan kedzaliman diatas kedzaliman, kedzaliman terhadap
sejarah mereka sendiri dalam kaitannya dengan peradaban Islam, dan kedzaliman
terhadap bangsa Arab yang telah menjadi pelindung mereka berabad-abad lamanya.
Masalah etika dan politik sangat dijungjung tinggi dan dihormati oleh agama
Yahudi. Prinsip-prinsip etika itu diformulasikan dalam kalimat-kalimat yang indah dan
menarik. Diawali dengan kata negasi (jangan) dan imprasi (kerjakan). Dikenal dengan
sepuluh perintah Tuhan, Ten Commandements atau “al-Wasaya al-‘Ashar” (sepuluh
wasiat), yang isinya :
1. Akulah Tuhanmu, yang membawa kamu keluar dari tanah Mesir, dari empat
perbudakan. Jangan ada padamu Allah lain dihadapan-Ku.
2. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di
atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku
Tuhanmu, Tuhan yang pemerhati, yang membalaskan kesalahan bapak kepada
anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang
membeci Aku, tapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu

mereka yang mengasihi Aku, dan yang bepegang pada perintah-perintah-Ku.
3. Jangan menyebut nama Tuhanmu dengan sembarangan, sebab Tuhan akan
memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya secara sembarangan.
4. Ingat dan sucikanlah hari Sabat; enam hari lamanya kamu bekerja dan melakukan
segala pekerjaanmu, tapi hari ketujuh adalah hari Sabat Tuhanmu, Allahmu; maka
jangan melakukan sesuatu pekerjaan, kamu atau anakmu laki-laki, anakmu
perempuan, hambamu laki-laki, hambamu perempuan, lawanmu, atau orang-orang
asing yang ada di tempat kediamanmu.
5. Hormatilah bapak dan ibumu agar umurmu lanjut di tanah yang diberikan Tuhan
Allah kepadamu.
6. Jangan membunuh.
7. Jangan berzina.

8. Jangan mencuri.
9. Jangan bersaksi dusta terhadap sesamamu.
10. Jangan menginginkan rumah sesamamu, istrinya, hambanya laki-laki, hambanya
perempuan, lembunya, kedelainya ataupun yang menjadi miliknya.
A. Apa dan Siapa Yahudi itu ?
Judaism (Agama Yahudi) adalah agama yang dianut oleh sekelompok kecil
masyarakat, yaitu masyarakat Yahudi. Berjumlah kurang lebih 16 Juta jiwa pada

puncak pertumbuhannya sebelum Perang Dunia II. Sekarang berkurang sekitar sepuluh
atau sebelas juta jiwa, akibat kekejaman kelompok-kelompok yang berusaha
menghancurkan akar, cabang, etnis, dan agama ini.
Menurut catatan Psalm yang ditulis oleh David, dan Eigram yang disusun oleh
Sulaiman, jumlah mereka kurang dari satu juta jiwa pada hari nasionalnya, dan tidak
lebih dari 4-5 juta ketika nasib politik mereka sebagai bangsa tersumbat pada tahun 70an, dan harus memasuki panging sejarah (Historic Career) sebagai masyarakat dunia
yang religious dengan tuntuntan kitab sucinya, The Bible, akhir abad pertengahan abad
13, ketika agana Yahudi mencapai puncak perkembangannya dan memberikan
sumbangan besar terhadap peradaban Eropa, jumlah populasi mereka di Eropa tidak
lebih dari satu juta jiwa.
Berkurangnya populasi Yahudi ini disebabkan oleh persoalan seoutar apakah
Yahudi itu ras atau bukan. Sementara orang berpendapat bahwa Yahudi itu ras,
mengingat banyak tulisan yang membenarkan pendapat diatas. Tapi kebenaran tesis ini
membawa ironi bagi umat Yahudi ketika Jerman dibawah rezim Nazi (Adofl Hitler)
tahun 1930, melakukan ekstriminasi (pembantaian) terhadap orang-orang Yahudi
dengan alasan bahwa mereka itu ras yang hina (an inferior race).
Menurut catatan Holocaust, sekitar enam juta orang Yahudi baik laki-laki,
perempuan maupun anak-anak mati terbunuh di kamp Konsentrasi Jerman dan
Polandia selama perang dunia kedua. Dari sini terlihat jelas bahwa orang-orang Yahudi
kini bisa disebut sebagai ras, hanya persoalannya ialah sulit untuk mengidentifiaksikan

mereka karena banyaknya ras Yahudi yang ada.

Kamp Holocoust di Jerman
Mereka itu tersebar dimana-mana di banyak bagian belahan dunia ini, dikenal
dengan sebutan anak-anak Israel (The Children of Israel), Yahudi. Dimana ada
penduduk dunia baik Timur, Barat, Utara maupun Selatan disana bisa ditemukan orang
Yahudi. Di Abyssina misalnya, orang Yahudi berkulit hitam, persis seperti penduduk
aslinya. Ada sejumlah oran Yahudi di Negara Cina, juga mirip dengan penduduk
aslinya berkulit kuning dan bermata sipit. Di Italia, orang Yahudi berkulit kehitamhitaman dan bermata hitam. Di Rusia Utara, Kanada, Swedia, dan Norwegia, orang
Yahudinya bisa ditengarau dengan rambut pirang, kulit putih dan mata biru. Sedang di
Denmark, Jerman, dan Irlandia, golongan Yahudinya berambut merah dan bermata
biru. Di daerah yang beriklim panas, kaum Yahudinya berbadan pendek dan berambut
hitam. Sementara di Negara-negara yang beriklim dingin mereka umumnya bertubuh
tinggi dan berkulit putih.
Hebatnya, semua orang Yahudi yang bertempat tinggal di Negara-negara itu selalu
menggunakan bahasa nasional Negara bersangkutan. Di Italia mereka berbahasa Itali,
di Inggris berbahasa Inggris, di Cina juga berbahasa Cina, dan seterusnya. Meskipun
tidak saling mengenal antara satu dengan yang lainnya, berbeda bentuk fisik dan tutur
bahasanya, tapi orang-orang Yahudi itu merasa akrab bila bertemu dan berada di
tengah-tengah saudara-saudara yang lain.

Keakraban ini disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor pertama dan utama yang
merajut keakraban itu tak lain adalah ikatan keagamaan mereka yang kuat. Ikatan atau
hubungan itu memang terasa unik dalam agama Yahudi.
Agama ini tidak bisa dipahami tanpa mengetahui kehidupan orang Yahudi secara
terus-menerus. Dengan proses konversi agama yang normal, agama ini dapat
mengakomodasi dan mengasimilasi setiap individu, bahkan semua bangsa, dan hal ini
sudah dilakukan. Tapi bila orang Yahudi musnah dan lenyap dari dunia ini, agama ini
juga musnah bersama mereka. Sementara orang lain yang tidak punya hubungan
kesejarahan (historic connection) dengan masa lalu orang Yahudi pada dasarnya bisa
menjadi penerus tradisi ajaran Yahudi.
Maka agama Yahudi bisa menampakkan jati dirinya dalam dua dimensi, universal
dan nasional. Sebagai sistem pemikiran keagamaan (a system of religious thought), ia
bersikap universal, prinsip-prinsip etikanya merangkul seluruh umat manusia. Sebagai
kultus keagamaan (a religious cult), ia bersifat nasional ditengarai oleh ikatan
kesejarahan dan warna kedaerahan, disiplin agamanya hanya mengikat para
pemeluknya saja. Sebagai contoh ialah keberadaan organisasi sosial elite seperti
Rotary Clun, Lion Club, dan lainnya yang berdiri di kota-kota besar di Indonesia, yang
berorientasi pada masalah kemanusiaan, pengobatan masal (operasi katarak dan bibir
sumbing), pembuatan patung polisi, MCK, pemberian bingkisan lebaran, terkadang
salat tarawih dan buka puasa bersama.

Bila benar semua itu merupakan jaringan (network) Yahudi internasional, maka hal
itu harus dilihat dari kerangka pikir “Sistem pemikiran keagamaan” Yahudi yang
bersifat universal yang dapat diartikulasikan oleh semua etnis dan ras dunia.
Sebaliknya, jika orang Yahudi merayakan hari Sabat pergi ke Sinagog atau kegiatan

ibadah lainnya, hal ini harus diletakkan dalam perspekif “kultus keagamaan” Yahudi
bersifat nasional itu, yang mengikat hanya para pemeluknya saja.
Menanggapi persoalan diatas, Ahmad Syalaby mengatakan karena belum merasa
puas terhadap organisasi Masonisme, orang-orang Yahudi lalu mendirikan organisasi
lain yang bertujuan menggalang solidaritas sosial kemanusiaan bernama Rotary Club.

Rotary Club
Mengenai masalah siapa itu Yahudi atau kapan seseorang bisa dikatakan Yahudi,
hal ini bisa dijelaskan dengan memahami tradisi yang menjadi wacana dasar agama
Yahudi. Agama ini mengajarkan bahwa bila anak lahir dari ibu yang Yahudi, maka ia
disebut Yahudi, tanpa memandang siapa yang mengasuh dan membesarkan anak itu.
Sebagai contoh, anak yang lahir dari bapak Yahudi dan ibu non Yahudi, ia tidak bisa
dikategorikan Yahudi, tapi yang bersangkutan bisa berbuat atau melakukan sesuatu
sebagai Yahudi, pergi ke Sinagog, merayakan Sabat atau hari-hari keagamaan dan
bergaul dengan sesame teman-temannya yang Yahudi.

Disisi lain, anaka dari bapak non Yahudi dan ibu Yahudi, tapi dibesarkan atau
dididik sebagi Kristen, ia masih disebut Yahudi menurut asuhan itu membuat ia buta
sama sekali tentang agama Yahudi. Yang jelas, dalam perspektif Yahudi, bukan asuhan,
didikan atau pengetahuan yang menentukan status anak menjadi Yahudi, tapi agama
ibu (The religion of the mother).
B. Asal Usul Yahudi
Untuk mengetahui asal usul Yahudi tidak bisa terlepas dari keharusan untuk
mengetahui tokoh Ibrahim yang dalam hal ini dipandang sebagai nenek moyang tiga
agama Monotheistik atau Semitik, Yahudi, Kristen, dan Islam.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Ibrahim tampil dalam pentas sejarah sekitar
3700 tahun yang lalu. Ia berasal dari Babylonia, anak seorang pemahat patung istana
yang bernama Azar “atau Terach dalam Kitab Madrash yang ditulis para rabii semula”.
Sejak usia bocak Ibrahim sudah menampilkan cara berfikir tajam dan kritis. Suatu saat
ia melihat hal yang tidak sesuai dengan akal sehatnya, ayahnya memahat batu dan
setelah selesai menjadi patung sang ayah lalu menyembahnya.

Ibrahim memberontak yang berakibat ia harus dihukum bakar, tapi berhasil
diselamatkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia kemudian lari atau hijrah kea rah
Barat, tepatnya ke daerah Kenaan, yaitu Palestina selatan. Karena daerah ini
mengalami wabah paceklik, ia pergi ke Mesir bersama istrinya, Sarah dan menetap di

sana sementara waktu.
Ia-pun berdoa memohon kepada Tuhan agar diberikan keturunan untuk
meneruskan misi kemanusiaan. Istrinya, Sarah berbaik hati dan mengijinkan Ibrahim
mengawini budak perempuan mereka asal Mesir, Hajar hadiah dari Raja Fir’aun. Dari
Hajar ia dikaruniai seorang putra yang bernama Ismael (Ismail), yang dalam bahasa
Ibrani berarti ‘Tuhan telah mendengar’, yakni telah mendengar doa Ibrahim yang
memohon keturunan.
Ibrahim sangat mencintai Ismail dan ibunya, Hajar, sehingga menimbulkan
perasaan tidak senang pada istri pertamanya, Sarah. Maka Sarah meminta Ibrahim
untuk membawa Ismail dan ibunya keluar dari rumah tangga mereka. Ibrahim diberi
petunjuk Tuhan dengan bimbingan malaikat-Nya agar membawa anak dan istrinya ke
arah selatan dari Kanaan, sampai ke suatu lembah yang tandus dan gersang, tiada
tumbuhan, yaitu Makkah.

Kabah di Makkah
Setelah tiba di lembah tandus itu sesuai dengan petunjuk Tuhan lagi, Ibrahim
kembali ke Kanaan, tapi sekali waktu ia menyempatkan diri menjenguk Ismail di
Makkah sampai anaknya itu mencapai usia dewasa. Sementara Ibrahim bersama Sarah
tinggal di Kanaan, dan terkadang perhi ke Makkah untuk melaksanakan perintah
Tuhan (Haji).

Dengan ijin dan kekuasaan Tuhan mereka dikaruniai seorang putra, Ishaq, yang
juga menjadi Nabi dan Rasul Allah untuk megemban tugas mengajar umat tentang
faham tauhid, dan mepertahankan ajaran itu samapai akhir jaman. Malahan sebagai
rahmat Allah kepada Ibrahim, dari keturunan Ishaq banyak lahir para Nabi dan Rasul
Allah. Ishaq dianugrahi Tuhan seorang anak bernama Yaqub yang digelari Israel, yang
dalam bahasa Ibrani berarti “Hamba Allah” jadi identik dengan arti Abd Allah dalam
bahasa Arab, konon karena ia rajib beribadah menghambakan diri kepada Allah.

Anak turun Nabi Yaqub atau Israel ini berkembang biak, dan menjadi nenek
moyang bangsa Yahudi, yang juga disebut Bani Israel (anak turun Israel). Anak-anak
Yaqub berjumlah dua belas orang, sepuluh orang dari istri pertama, dua orang laginya
dari istri kedua, yaitu Yusuf dan Benyamin. Sepuluh anak Yakub itu ialah Rubin,
Simon, Lewi, Yahuda, Zebelon, Isakhar, Dan, Gad, Asyar, dan Naftali.
Di Mesir inilah sebenarnya keturunan Yaqub atau Israel itu berkembang biak
melalui anak-anaknya yang dua belas. Maka dari sinilah sebetulnya asal mula Bani
Israel atau Bangsa Yahudi itu terbagi menjadi dua belas suku. Tapi Fir’aun yang
dzalim itu merasa tidak senang terhadap keturunan Yaqub. Apalagi sebagian dari
keturunan Yaqub itu menganut agama Taurat atau Monotheisme yang berlawanan
dengan agama Mesir yang Mushrik atau Polotheistik.
Nabi Dawud sebagai raja kerajaan Judea Samaria digantikan oleh anaknya, Nabi

Sulaiman. Di bawah pimpinan Sulaiman bangsa Yahudi, anak turun Israel atau Nabi
Yaqub ini mengalami jaman keemasan. Yarusaalem dibangun dan pada dararan di atas
bukit Zion yang menjadu pusat kota itu, didirikan pula tempat ibadah yang megah.
Orang Arab menyebutnya Haikal Sulaiman (Kuil Sulaiman, Solomon Temple), yang
juga disebut Al-Majid Al-Aqsa, “Masjid yang jauh dari Makkah”. Sebagaimana kota
Yerussalem, tempat masjid itu di kenal orang Arab sebagai Al-Quds atau Bait AlMaqdis, Bait Al-Muqoddas, yang semuanya berarti kota atau tempat suci.

Bait Al Maqdis
Sayang, anak turun Nabi Yaqub itu terkenal sombong dan suka memberontak. Ini
membangkitkan murka Tuhan yang pada gilirannya mereka harus menerima azab-Nya.
Al-Qur’an sendiri menggambarkan betapa Bani Israel itu membuat kerusakan di
bumi, berlaku angkuh, chauvinis, merasa paling unggul, dan paling benar sendiri.
Peristiwa ini terjadi sekitar tujuh abad sebelum masehi, ketika bangsa Babilonia
dipimpin Nebukadnezar datang menyerbu Yerussalem dan menghancurkan kota itu
termasuk masjid Aqsa-nya.
Berkat pertolongan dan kebesaran Tuhan, bangsa Bani Israel bisa kembali lagi ke
tanah Yerussalem. Tapi sekali lagi mereka bersikap congkak dan membuat kerusakkan

di muka bumi, maka Allah-pun menurunkan siksa-Nya untuk kedua kali pada tahun
tujuh puluh masehi, karena dosa mereka menolak kerasulan Nabi Isa Al-Masih dan
menyiksa para pengikutnnya.
Ini bida buktikan ketika kaisar Titus dari Roma meratakan Yerussalem dengan
tanah, dan menghancurkan lagi masjid Aqsa yang mereka bangun. Dari bangunan itu
tidak ada yang tersisa kecuali Tembol Ratap (tempat orang-orang Yahudi meratapi
nasib mereka). Akibat dosa itu orang Yahudi mengalami diaspora, mengembara di
bumi terlunta-lunta sebab tidak bertanah air, dan hidup miskin di Geto-geto. Bangunan
yang hancur itu dibangun kembali oleh umat Islam dan diwarisimua sampai sekarang.
Yerussalem jatuh ke tangan Arab Muslim pada jaman Umar bin Khattab. Ketika
datang ke sana untuk menerima penyerahan kota itu, ia merasa kecewa sekali melihat
tempat masjid Aqsa telah dijadikan pembuangan sampah oleh umat Nasrani yang
ingin melecehkan agama Yahudi.
Umar beserta tentara Islam membersihkan tempat itu, menjadikan tempat salat dan
mendirikan masjid sederhana. Masjid Umar itu diperbaharui menjadi bangunan megah
oleh Khalifah Abd Al-Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Kisah perjalanan Nabi
Ibrahim dan anak cucunya ini dikendepankan dengan maksud untuk menyadarkan kita
semua betapa tokoh yang disebut sebagai imam umat manusia ini mempunyai kaitan
erat dengan agama Islam.
Dari kisah itu tampak bahwa antara Makkah dan Yerussalem ada hubungan antara
agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Menurut Nabi Muhammad, ada tiga kota suci
dianjurkan kepada kaum Muslimin untuk mengunjunginya yaitu Makkah dengan masjid
Haramnya, Madinah dengan masjid Nabawinya, dan Yerussalem dengan masjid Aqsanya.
Agama Nabi Ibrahim yang asli itu biasa disebut Agama Hanafiyah, dan Ibrahim adalah
seorang yang hanif, yang artinya bersemangat kebenaran, dan Muslim yang berarti
bersemangat pasrah dan taat kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. Maka ketika Rasul
Allah terlibat polemic dengan para penganut Agama Yahudi yang muncul melalui
kerasulan Musa sekitar lima abad sesudah Nabi Ibrahim, dan penganut Agama Nasrani
yang muncul sekitar tiga belas abad setelah Nabi yang sama (Nabi Ibrahim), wahyu Tuhan
kepada Muhammad menegaskan bahwa Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau seorang
Nasrani, melainkan seorang yang hanif dan muslim.
Nabi dan para pengikutnya diperintahkan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim yang
hanif itu. Berkaitan dengan kesinambungan agama Ibrahim yang hanif itu, Tuhan sudah
wanti-wanti kepada Nabi untuk menjaga keutuhan agama itu, tidak terpecah belah
didalamnya, yaitu agama yang telah diwahyukan kepada Nabi Ibrahim, Musa, dan Isa.

Ata Ur Rahman, Isa Mujahid Islam, Dildaar Ahmad Dartono, Bilal Ahmad, dan
Basyiruddin Azis (Jamiah Ahmadiyah Angkatan 2006)
Daftar Pustaka :
Yahudi dalam Wacana Sejarah

Zainal Arifin, Fak. Ushuludin Surabaya.