HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL ANALYSIS HUKUM INTERNASIONAL

TUGAS TERSTRUKTUR
HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL
“ANALYSIS TREATY BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF
INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE KINGDOM OF THAILAND
RELATING EXTRADITION ”

Dosen Pengampu
Dr. Noer Indriati, SH, M.Hum
Disusun oleh
KARTIKA ASIH LESTARI E1A014068
FANY TIARA INDAH

E1A014250

ELFRYDA PRAHANDINI

E1A01281

KELAS A

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
2017

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini perjanjian internasional dapat dikatakan sebagai sumber hukum yang terpenting
dalam hukum internasional. Perjanjian internasional menjadi instrument utama pelaksanaan
hubungan internasional antar negera, perjanjian internasional juga berperan sebagai sarana
untuk meningkatkan kerja sama internasional, peran perjanjian internasional saat ini dapat
dikatakan telah menggantikan hukum kebiasaan internasional.1 Ekstradisi adalah sebuah
proses dimana seseorang tersangka Yang ditahan negara diserahkan kepada negara lain yang
adalah negara asal tersangka untuk di sidang sesuai perjanjian yang bersangkutan.
Pada dasarnya perjanjian internasional merupakan salah satu sumber hukum
internasional.2 Dalam Pasal 2 ayat (1) butir a konvensi Wina 1969 perjanjian internasional
didefinisikan sebagai berikut; Treaty means an international agreement conclude between
states in written from and governed international law, whether embodied in a single
instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation.

(perjanjian artinya persetujuan internasional yang dibuat antara negara-negara dalam bentuk
yang tertulis, dan diatur dalam hukum internasional, baik yang berupa satu instrument
tunggal atau dua atau lebih instrumen yang berkaitan tanpa memandang apaun nama yang
diberikan padanya).3
Dewasa ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mengatur kehidupan dan pergaulan masyarakat internasional antar negara. Melalui sebuah
perjanjian internasional tiap negara menggariskan dasar kerjasama mereka, mengatur
1Sebagaimana dikutip oleh Sefriani, Dixon mendefinisikan hukum kebiasaan
internasional sebagai suatu hukum yang berkembang dari praktik-praktik atau
kebiasaan negara-negara. Hukum kebiasaan internasional merupakan sumber hukum
tertua dalam hukum internasional, dan pada awal perkembangan hukum internasional,
hukum kebiasaan internasional menjadi primadona sumber-seumber hukum
internasional. Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, hlm. 41.
2Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional
yang menyebutkan bahwa sumber-sumber hukum internasional terdiri dari:
a. Perjanjian internasional (internasional Conventions) baik yang bersifat umum
maupun khusus.
b. Kebiasaan internasional (internasional custom)
c. Prinsip-prinsip umum hukum (general principles of law) yang diakui oleh negeranegara beradab

d. Keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya (teaching the most highly qualified publicist) merupakan sumber
tambahan hukum internasional).
3Konvensi Wina Tahun 1969

berbagai kegiatan, meneyelesaikan berbagai masalah demi kelangsungan hidup masyarakat
internasional antar negara. Pada zaman sekarang ini, seluruh lapisan masyarakat nasional
maupun internasional saling ketergantungan satu sama lainnya. Oleh karena itu tidak ada satu
negara pun yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain serta tidak ada satu negara
pun juga yang tidak diatur oleh perjanjian dalam kehidupan internasionalnya.
Pembuatan perjanjian internasional merupakan salah satu perbuatan hukum yang bersifat
mengikat dan melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat dalam
permbuatannya. Salah satu contoh perjanjian internasional yang dibuat oleh Indonesia adalah
perjanjian penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan antara Indonesia dengan Thailand.
Perjanjian yang telah diadakan oleh Indonesia dengan Thailand tidak hanya dalam bidang
kerjasama penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan.
Adanya suatu perjanjian ekstradisi akan memperlancar pelaksanaan peradilan
(administration of justice) yang baik. Hal ini perlu terutama dalam masa pembangunan
nasional dewasa ini, karena kejahatan itu ada hubungannya dengan ekonomi dan keuangan,
dimana akibat dari kejahatan tersebut akan banyak merugikan pembangunan nasional dan

ketahanan nasional. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Pemerintah Indonesia telah
mengadakan perjanjian dengan Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Philippina. Bagi
Pemerintah Indonesia, perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Thailand ini merupakan
perjanjian ekstradisi yang ketiga. Disamping telah disahkan perjanjian ekstradisi antara
Indonesia dengan ketiga negara sesama anggota ASEAN tersebut di atas, Pemerintah
Indonesia telah mengadakan pula penjagaan mengenai ekstradisi dengan Singapura dan
dengan negara lainnya di luar negara-negara anggota ASEAN.

BAB II
TREATY BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
AND THE GOVERNMENT OF THE KINGDOM OF THAILAND RELATING

EXTRADITION — Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Ekstradisi.

UU 2/1978, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND TENTANG EKSTRADISI
Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 2 TAHUN 1978 (2/1978)
Tanggal: 18 MARET 1978 (JAKARTA)

_________________________________________________________________
Tentang: PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND TENTANG EKSTRADISI
Indonesia-Thailand.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa untuk mengadakan kerjasama yang lebih efektif dalam memberantas kejahatan dan
terutama mengatur serta meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Thailand dalam masalah
ekstradisi maka perlu diadakan perjanjian mengenai ekstradisi ;
b. bahwa pada tanggal 29 Juni 1976 di Bangkok telah ditandatangani perjanjian ekstradisi antara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand ;
c.

bahwa perjanjian tersebut perlu disahkan dengan Undang-undang. Mengingat :

1.

Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tentang

Garis-garis Besar Haluan Negara.
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND TENTANG EKSTRADISI.

Pasal 1
Mengesahkan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand
tentang Ekstradisi tertanggal 29 Juni 1976, yang salinan naskahnya dilampirkan pada Undang-undang
ini.

Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya.
*4815 Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1978 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 1978 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1978
TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH KERAJAAN THAILAND TENTANG EKSTRADISI
I.UMUM
Untuk mengembangkan kerjasama yang efektif dalam penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan,
dalam rangka pemberantasan kejahatan terutama dalam masalah ekstradisi, perlu diadakan kerjasama
terutama dengan negara tetangga, agar orang-orang yang dicari atau yang telah dipidana dan melarikan
diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang seharusnya diterima. Kerjasama yang
efektif itu hanya dapat dilakukan dengan mengadakan perjanjian ekstradisi dengan negara yang
bersangkutan.
Adanya suatu perjanjian ekstradisi akan memperlancar pelaksanaan peradilan (administration
of justice) yang baik.
Hal ini perlu terutama dalam masa pembangunan nasional dewasa ini, karena kejahatan itu ada
hubungannya dengan ekonomi dan keuangan, dimana akibat dari kejahatan tersebut akan banyak
merugikan pembangunan nasional dan ketahanan nasional.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Pemerintah Indonesia telah mengadakan perjanjian dengan
Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Philippina. Bagi Pemerintah Indonesia, perjanjian ekstradisi dengan

Pemerintah Thailand ini merupakan perjanjian ekstradisi yang ketiga.

Disamping telah disahkan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan ketiga negara sesama anggota
ASEAN tersebut di atas, Pemerintah Indonesia telah mengadakan pula penjagaan mengenai ekstradisi
dengan Singapura dan dengan negara lainnya di luar negara-negara anggota ASEAN.
Dalam perjanjian ekstradisi dengan Pemerintah Thailand tersebut sudah dimasukkan *4816 semua azas-azas
umum yang sudah diakui dan biasa dilakukan dalam Hukum Internasional mengenai ekstradisi, seperti:

a. Azas bahwa tentang yang bersangkutan merupakan tindak Pidana, baik menurut sistim hukum
Indonesia maupun sistim hukum Thailand (double criminality) ;
b.

Pelaku kejahatan politik tidak diekstradisikan ;

c. Hak untuk tidak menyerahkan warganegara sendiri, kecuali apabila demi penegakan Hukum
dan Keadilan dikehendaki lain;

d. Dan azas-azas lainnya.
Tata cara penangkapan, penahanan dan penyerahan akan tunduk semata-mata pada hukum nasional
negara masing-masing.


II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas
-------------------------------CATATAN
Di dalam dokumen ini terdapat lampiran dalam format gambar. Lampiran-lampiran ini terdiri dari beberapa
halaman yang ditampilkan sebagai satu berkas.
TABULAR OR GRAPHIC MATERIAL SET AT THIS POINT IS NOT DISPLAYED.
TABULAR OR GRAPHIC MATERIAL SET AT THIS POINT IS NOT DISPLAYED.
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1978 YANG TELAH
DICETAK ULANG
_________________________________________________________________

BAB III
ANALISIS
1. JUDUL PERJANJIAN
TREATY BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA
AND THE GOVERNMENT OF THE KINGDOM OF THAILAND RELATING

EXTRADITION — Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Ekstradisi.

2. JENIS PERJANJIAN
Jenis perjanjiannya adalah Agreement. Pengertian umum agreement (persetujuan)
adalah seluruh jenis perangkat internasional dan biasanya mempunyai kedudukan
lebih rendah dari traktat dan konvensi. Secara khusus mengatur materi-materi yang
diatur dalam traktat dimana persetujuan ini digunakan pada perjanjian yang mengatur
materi kerjasama penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan.
3. PARA PIHAK
Thailand
Indonesia

4. TUJUAN
Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan
Thailand tentang Ekstradisi oleh Presiden Republik Indonesia. Berhasrat untuk
memperkuat ikatan persahabatan yang telah terjalin ,lama antara kedua negara.
Tujuan perjanjian ini tertuang dalam Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 tentang
Kewajiban Untuk Melakukan Ekstradisi yang berbunyi:
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand

bersepakat untuk saling menyerahkan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan
syarat-syarat yang di tetapkan didalam Perjanjian ini, orang-orang yang dituntut
oleh pejabaf-pejabat yang berwenang dari Pihak peminta melakukan kejahatan atau
yang dicari oleh pejabat-pejabat tersebut untuk menjalani hukuman.
Tujuan perjanjian ini adalah agar INDO-THAI memperkuat dan meningkatkan
hubungan persahabatan dan kerja sama yang efektif antara kedua negara dalam
melaksanakan penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan dalam rangka ekstradisi.

Perjanjian ini juga bermaksud untuk mengembangkan kerjasama yang efektif
dalam penegakkan hukum dan pelaksanaan peradilan dalam rangka pemberantasan
kejahatan terutama dalam masalah ekstradisi, perlu diadakan kerjasama dengan negara
tetangga, agar orang-orang yang dicari atau yang telah dipidana dan melarikan diri ke
luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang seharusnya diterima.
Kerjasama yang efektif itu hanya dapat dilakukan dengan mengadakan perjanjian
ekstradisi dengan negara yang bersangkutan. Adanya suatu perjanjian ekstradisi akan
memperlancar pelaksanaan peradilan (administration of justice) yang baik. Hal ini perlu
terutama dalam masa pembangunan nasional dewasa ini, karena kejahatan itu ada
hubungannya dengan ekonomi dan keuangan, maka akibat dari kejahatan tersebut besar
pengaruhnya terhadap pembangunan nasional tersebut..
5. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup perjanjian ini adalah penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Thailand.
6. JANGKA WAKTU BERLAKU
Dalam perjanjian ini, perjanjian dapat diakhiri setiap waktu oleh salah satu Pihak
dengan memberitahukan kepada Pihak yang lain maksud untuk melakukan hal itu 6
(enam) bulan sebelumnya.
7. Sistem dalam Perjanjian Ekstradisi
a. Dengan nama kejahatan
Pada Pasal 2 menyebutkan daftar kejahatan apa saja yang dapat di ekstradisikan.
Dimana terdapat 27 jenis kejahatan yang disebutkan didalamnya, yaitu;
(1).

Pembunuhan dengan rencana

(2).

Pembunuhan

(3).

Perkosaan

(4).

Penculikan dan penculikan anak

(5).

Penganiayaan

(6).

Perampasan kemerdekaan seseorang secara melawan hukum

(7).

Perdagangan budak

(8).

Kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap wanita dan gadis

(9).

Pencurian dengan pengrusakan, pencurian dan tindak pidana yang
bersangkutan dengan pencurian

(10).

Pencurian dengan kekerasan

(11).

Pemalsuan dan kejahatan yang bersangkutan dengan pemalsuan

(12).

Sumpah palsu, memberi, membuat don menggunakan bukti palsu

(13).

Penghancuran atau pengrusakan barang secara me!awan hukum

(14).

Penggelapan

(15).

Penipuan dan perbuatan curang

(16).

Penyuapan dan korupsi

(17).

Pemerasan

(18).

Kejahatan yang berhubungan dengan uang kertas, mata uang dan meterai

(19).

Penyelundupan

(20).

Menimbulkan kebakaran

(21).

Kejahatan yang bersangkutan dengan narkotika

(22).

Pemilikan atau pengedaran secara melawan hukum atas senjata api, amunisi

atau bahan peledak
(23).

Pembajakan laut

(24).

Menenggelamkan atau merusak kapal di laut atau permu- fakatan untuk

melakukan kejahatan tersebut
(25).

Penyerangan diatas kapal dilaut bebas dengan maksud membunuh atau

menyebabkan penganiayaan
(26).

Pemberontakan atau permufakatan untuk memberontak ol eh dua orang atau

lebih diatas kapal dilaut bebas terhadap kekuasaan nakhoda
(27).

Lain-lain kejahatan yang ditambahkan pada Lampiran ini sesuai dengan ayat

(3) dari Pasal 2.

b. Dalam Pasal 8 terdapat Azas Kekhususan
Dimana Seseorang yang diserahkan tidak akan dituntut, dihukum atau ditahan untuk
kejahatan   apapun   yang   dilakukan   sebelum   penyerahannya   selain   dari   pada   kejahatan
untuk mana ia diserahkan kecuali dalam hal­hal sebagai berikut : 
(a) Bila   Pihak   yang   diminta   menyerahkan   orang   itu   menyetujuinya.   Permohonan
persetujuan   disampaikan   kepada   Pihak   yang   diminta,   disertai   dengan   dokumen­
dokumen yang disebut dalam Pasal 15.Persetujuan akan diberikan jika kejahatan itu
termasuk kejahatan  yang dapat dimintakan penyerahannya sesuai dengan ketentuan­
ketentuan dalam Pasal 2 Perjanjian ini;
(b) bila orang  itu, setelah mempunyai kesempatan untuk me­ ninggalkan wilayah Pihak
kepada siapa ia diserahkan, tidak menggunakan kesempatan itu dalam 45 hari setelah
pembebasannya, atau kembali l,agi ke wilayah itu sesudah ia meninggalkannya. 

c. Penyelesaian perselisiahan
Dalam pasal 16 disebutkan bahwa pada Setiap perselisihan yang timbul antara kedua
Pihak karena penafsiran dan pelaksanaan dari Perjanjian ini akan diselesaikan sacara damai
dengan musyawarah atau perundingan.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
TREATY BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND
THE GOVERNMENT OF THE KINGDOM OF THAILAND RELATING EXTRADITION
http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/download/4230 diakses pada Jumat, 13 Oktober
2017 pukul 10.00 WIB
http://wcw.cs.ui.ac.id/repository/dokumen/lihat/11229.pdf diakses pada Jumat, 13 Oktober 2017

pukul 12.00 WIB