MENGEMBANGKAN NILAI NILAI KEWIRAUSAHAAN nilai

http://sumut.kemenag.go.id/
02/10/2013

MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI KEWIRAUSAHAAN
DAN EKONOMI KREATIF MELALUI MUATAN LOKAL SENI KALIGRAFI

Oleh : Marinasari Fithry Hasibuan,S.Ag,M.Pd
Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Medan

ABSTRACT
Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia dapat di kurangi dengan
membekali peserta didik melalui pendidikan nilai-nilai kewirausahaan dan ekonomi
kreatif. Melalui pendidikan nilai-nilai kewirausahaan dan ekonomi kreatif diharapkan
peserta didik dari sebuah lembaga pendidikan formal memiliki life skill sehingga dapat
membuka lapangan kerja sendiri. Kenyataannya selama ini menunjukkan bahwa
keterampilan yang dimiliki oleh alumni sebuah lembaga pendidikan pada umumnya
kurang diminati oleh masyarakat. Muatan lokal seni kaligrafi adalah salah satu dari jenis
keterampilan yang kurang diminati oleh masyarakat karena produk-produk yang
dihasilkan dari seni kaligrafi itu kurang menyentuh kepada kebutuhan masyarakat.
Rendahnya minat masyarakat terhadap sebuah produk tentu menyebabkan rendahnya
nilai beli masyarakat terhadap produk tersebut. Ada dua faktor yang menyebabkan

rendahnya minat masyarakat terhadap produk yang dihasilkan oleh peserta didik yaitu
kurangnya kreatifitas untuk menghasilkan produk-produk atau karya-karya inovatif dan
kurang variasinya bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk.
Kata Kunci : Nilai-nilai kewirausahaan dan ekonomi kreatif seni kaligrafi
I. PENDAHULUAN
Berita tentang meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia adalah berita yang
sudah biasa didengar dan bukan suatu fenomena yang baru. Hal yang paling
memprihatinkan lagi adalah bahwa para pengangguran itu banyak yang berasal dari
kalangan orang-orang yang berpendidikan. Kenyataan ini tentu sangat bertentangan
dengan tujuan pendidikan nasional yang bertujuan untuk mengembangkan sumber daya
manusia secara maksimal. Untuk mengantisipasi permasalahan ini pemerintah telah
banyak melakukan inovasi-inovasi dalam bidang pendidikan terutama inovasi dalam
bidang kurikulum. Salah satu inovasi yang dilakukan pemerintah adalah memasukkan
pendidikan kecakapan hidup (life skill) yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan

1

http://sumut.kemenag.go.id/
02/10/2013


sosial, kecakapan akademik dan atau kecakapan vokasional di dalam kurikulum untuk
semua jenis dan jenjang pendidikan formal.
Untuk menyempurnakan pendidikan kecakapan hidup ini, pemerintah juga
memasukkan pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif ke dalam kurikulum.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif ini dapat
terintegrasi ke dalam mata pelajaran yang diajarkan guru, dapat juga dilaksanakan
secara khusus ke dalam mata pelajaran muatan lokal. Namun kenyataannya sering
terjadi ketidaksesuaian antara materi muatan lokal yang dipilih oleh sebuah lembaga
pendidikan dengan kebutuhan daerah yang ada di wilayahnya sehingga mengakibatkan
life skill yang diperoleh oleh peserta didik dari materi muatan lokal tersebut memiliki
nilai jual yang rendah. Permasalahan inilah yang akan penulis bahas di dalam tulisan
ini.

II. PEMBAHASAN
I. Pengertian Nilai-Nilai Kewirausahaan
Menurut etimologis, wirausaha merupakan suatu istilah yang berasal dari katakata “wira” dan “usaha”.“wira” bermakna: berani, utama, atau perkasa. Sedangkan
“usaha” bermakna: kegiatan dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk
mencapai sesuatu maksud. Menurut terminologis, sebagaimana dikemukakan oleh
Taufik Baharuddin. Seorang konsultan manajemen dalam ruang lingkup Manajemen
sumberdaya manusia dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

bahwa wirausaha: “Kemampuan untuk menciptakan, mencari, dan memanfaatkan
peluang dalam menuju apa yang diinginkan sesuai dengan yang diidealkan.
Seiring dengan hal tersebut Buchari Alma mengemukakan bahwa wirausaha atau
entrepreneur: “Orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah
organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut” Ada banyak definisi tentang
wirausaha,tetapi sebenarnya semua versi merujuk ke arah yang sama. Dibawah ini
adalah beberapa definisi kewirausahaan menurut akademisi: “Entrepreneurship is the
process of creating something new with value by devoting the necessary time and
effort, assuming the accompanying financial, psyshic, and social risk, and receiving

2

http://sumut.kemenag.go.id/
02/10/2013
the resulting rewards of monetary and personal satisfaction and independence.”
Hisrich, Peters, Shepperd, 2005; 8
2. Pengeritan Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif adalah kegiatan pemenuhan kebutuhan yang didasarkan
pada intelektual, keahlian, talenta, dan gagasannya yang orisinal. Atau ekonomi
kreatif adalah proses peningkatan nilai tambah hasil dari eksploitasi kekayaan

intelektual berupa kreativitas, keahlian dan bakat individu mejadi produk yang dapat
dikomersilkan. Pengembangan pola piker ekonomi kreatif dapat dikembangkan dari
pengertian industri kreatif. Creative industries are those industries which have their
origin in individual creativity, skill and talent, and which have a potensial for
wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual
property and content (UK Creative Industries Taskforce, 1998)

3. Muatan Lokal Seni Kaligrafi
Salah satu usaha pemerintah untuk mengatasi meningkatnya jumlah
pengangguran di Indonesia adalah dengan memasukkan niilai-nilai kewirausahaan
dan ekonomi kreatif kedalam kurikulum pada setiap mata pelajaran pada lembaga
pendidikan formal. Tujuannya adalah karena dengan dimasukkannya nilai-nilai
kewirausahaan dan ekonomi kreatif pada setiap mata pelajaran diharapkan lulusan
dari lembaga pendidikan itu memiliki kecakapan hidup untuk dapat dikembangkan
di dalam kehidupannya. Artinya dengan terbiasanya peserta didik mengembangkan
nilai-nilai kewirausahaan dan ekonomi kreatif di dalam kehidupanya, maka setelah
menamatkan pendidikannya minimal pada tingkat pendidikan dasar 9 tahun peserta
didik tersebut dapat membuka lapangan kerja baik untuk diri sendiri maupun untuk
orang lain.
Usaha untuk menanamkan nilai-nilai kewirausahaan dan ekonomi kreatif ini

sebenarnya sudah banyak dikembangkan di berbagai lembaga pendidikan formal
pada umumnya baik mengintegrasikannya melalui mata pelajaran yang terstruktur
maupun mengkhususkannya melalui mata pelajaran muatan lokal. Namun
kenyataannya,

nilai-nilai

kewirausahaan

dan

ekonomi

kreatif

ini

belum

menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari masih


3

http://sumut.kemenag.go.id/
02/10/2013

banyak alumni-alumni dari berbagai lembaga pendidikan bahkan lembaga
pendidikan kejuruan yang belum mampu mengembangkan nilai-nilai kewriausahaan
ditengah-tengah masyarakat.
Ada dua faktor yang sebenarnya menurut analisis penulis yang menjadi
penyebab banyaknya alumni dari berbagai lembaga pendidikan masih kesulitan
untuk mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan ditengah-tengah masyarakat.
Faktor pertama adalah kurangnya kreatifitas untuk menghasilkan produk-produk
atau karya-karya inovatif. Artinya mata pelajaran muatan lokal yang dilaksanakan
oleh fihak sekolah pada umumnya masih sebatas menanamkan nilai-nilai
kewirausahaan saja tetapi belum begitu meluas kepada ekonomi kreatif.
Hal ini yang perlu dibenahi dan mendapat perhatian oleh fihak sekolah
.Sering kita temukan dilapangan bahwa ternyata antara muatan lokal yang
diprogramkan oleh sekolah sering tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Sebagai
salah satu contoh adalah muatan lokal mata pelajaran seni kaligarafi yang pada

umumnya selalu dipilih oleh madrasah,, tidak banyak perbedaan produk yang
dihasilkan antara satu madrasah dengan madrasah lainnya. Produk atau karya yang
dihasilkan madrasah dalam seni kaligrafi pada umumnya masih dalam bentuk hiasan
dinding meskipun dengan tulisan, design dan warna yang bervariasi. Produk dalam
bentuk hiasan dinding itu tentu kurang memiliki nilai jual sebab tidak menjadi satu
kebutuhan bagi masyarakat.
Faktor kedua yang menyebabkan sulitnya siswa mengembangkan nilai-nilai
kewirausahaan adalah karena kurang variasinya bahan baku yang digunakan untuk
menghasilkan sebuah produk. Padahal sebenarnya bahan-baku yang digunakan untuk
produksi sebuah jenis barang khususnya produksi seni kaligrafi dapat lebih bervariasi
jika dengan memanfaatkan sumber kekayaan alam seperti jenis kerang-kerangan
misalnya untuk hasil alam yang berasal dari wilayah perairan (pesisir pantai), atau
jenis biji-bijian misalnya untuk hasil alam yang berasal dari wilayah perkebunan
(dataran tinggi).
Berbicara mengenai seni kaligrafi, sebaiknya agar seni kaligrafi memiliki
nilai jual bagi masyarakat, maka sebaiknya sekolah harus menciptakan kreatifitas

4

http://sumut.kemenag.go.id/

02/10/2013

dalam hal produk yang inovatif yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Umpamanya produk-produk jenis souvenir atau aksesoris. Untuk menghindari ayatayat Al-Quran agar tidak terinjak-injak atau diletakkan disembarang tempat maka seni
kaligrafi ayat-ayat Al-Quran bisa diganti dengan tulisan-tulisan lainnya seperti katakata bijak, syair, atau nama-nama orang. Dengan demikian sebenarnya seni kaligrafi
juga dapat menghasilkan produk yang tidak terbatas jumlahnya.

III. PENUTUP
Seni kaligrafi selalu diidentikkan oleh masyarakat sebagai seni tulis Al-Quran.
Seni kaligrafi memang seni menulis huruf Arab tetapi tidak semua tulisan kaligrafi
harus bertuliskan Al-Qur’an. Seni kaligrafi dapat didesign untuk menulis nama orang,
kata-kata bijak, syair-syair atau kata-kata lainnya. Jika seni kaligrafi hanya dibatasi
pada tulisan ayat-ayat Al-Quran maka produk yang dapat dihasilkan oleh seni kaligrafi
tentu sangat terbatas karena menuliskan ayat-ayat Al-Quran memang tidak sembarang
tempat. Itu sebabnya selama ini seni kaligrafi masih terbatas pada hiasan-hiasan
dinding. Kalaupun ada produk-produk lainnya masih dalam lingkup kecil.
Selain terbatasnya produk yang dihasilkan dari seni kaligrafi peralatan yang
digunakan sebagai bahan dasar yang biasa digunakan untuk membuat sebuah produk
juga masih terbatas pada beberapa jenis saja seperti kertas, kain atapun kayu. Bahan
untuk menulis biasannya juga masih menggunakan cat air. Untuk menghasilkan

produk yang lebih inovatif sebaiknya produk-produk dari seni kaligrafi lebih
menggunakan jenis yang lebih variatif baik untuk bahan dasar maupun bahan untuk
penulisan.
Agar produk-produk dari seni kaligrafi dapat dikenali oleh masyarakat sebaiknya
fihak sekolah sering melakukan sosialisasi melalui even-even yang diselenggarakan
baik itu even-even internal yang diselenggarakan sekolah seperti perayaan-perayaan
hari besar islam maupun even-even eksternal diluar sekolah seperti kegiatan pada
Musabaqah Tilawatil Qur’an.
IV. REKOMONDASI

5

http://sumut.kemenag.go.id/
02/10/2013

Kegiatan yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk mensosialisasikan produkproduk dari seni kaligrafi baik dalam even internal maupun even eksternal sekolah
dapat dilakukan dalam bentuk pameran ataupun bazaar. Peserta yang dapat
dikumpulkan untuk sosialisasi seni kaligrafi dalam even internal sekolah dapat
mengundang orang tua murid, komite sekolah, masyarakat sekitar sekolah dan
beberapa pejabat maupun tokoh masyarakat. Sedangkan untuk even eksternal peserta

tentu dapat bervariasi dari berbagai kalangan masyarakat.
Agar produk dari seni kaligrafi dapat memiliki nilai jual yang lebih tinggi
sebaiknya produk seni kaligrafi lebih banyak diarahkan kepada jenis aksesoris dan
souveneer karena jenis aksesoris dan suoveneer biasanya merupakan salah satu jenis
produksi yang paling tinggi tingkat peminatnya. Selain itu , karena sifatnya senantiasa
mengalami inovasi dan kreasi maka jenis produksi acsesoris dan souveneer ini
senantiasa dicari (berkepanjangan).
Bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk seni kaligrafi sebenarnya
juga dapat mengunakan berbagai jenis hasil alam seperti kalau di wilayah perairan
mungkin dapat menggunakan jenis kerang-kerangan dan kalau diwilayah pertanian atau
perkebunan mungkin dapat menggunakan jenis biji-bijian atau daun-daunan yang telah
dikeringkan dan diberi bentuk dan warna yang beraneka ragam. Hal ini dimaksudkan
agar selain menghasilkan produk yang lebih variatif, juga dengan menggunakan bahanbahan yang berasal dari khas suatu daerah berarti telah memanfaatkan kekayaaan alam
yang ada di daerah itu sendiri sesuai dengan prinsip Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yaitu seimbang antara kebutuhan daerah dan kebutuhan Nasional.

V. DAFTAR PUSTAKA
1. Alma, Buchari, (2009). Kewirausahaan, Bandung : Penerbit ALFABETA Drucker,
Peter F, Inovasi dan Kewiraswastaan : Praktek dan Dasar-Dasar (terjemahan) Jakarta :
Erlangga, 1996

2. Drucker, Peter F, Inovasi dan Kewiraswastaan : Praktek dan Dasar-Dasar (terjemahan) Jakarta :
Erlangga, 1996

3. Gede Raka “ Beberapa Pandangan Mengenai Kewirausahaan di Perguruan Tinggi,
Makalah, Disampaikan dalam Semiloka Wawasan Entrepreneurship IKIP
YOGYAKARTA pada tanggal 17 dan 19 Juli 1999

6

http://sumut.kemenag.go.id/
02/10/2013

4. Kasmir, (2006), Kewirausahaan, Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada
5.Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan,

7