Makalah Sejarah Asia Timur Perang Cina

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setelah Restorasi Meiji, Jepang maju pesat dengan bantuan teknologi
militer barat. Kekaisaran itu memaksa Joseon menandatangani Perjanjian
Ganghwa pada tahun 1876. Jepang kembali menancapkan kukunya ke tanah
Korea demi mencari sumber daya alam dan bahan pangan dengan membangun
kekuatan ekonomi di semenanjung, suatu tanda dimulainya ekspansi ke Asia
Timur. Perang Cina-Jepang (1 Agustus 1894–17 April 1895) adalah sebuah perang
antara Dinasti Qing Cina dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea.
Perang Cina-Jepang merupakan simbol kemerosotan Dinasti Qing dan juga
menunjukkan kesuksesan modernisasi Jepang sejak Restorasi Meiji dibandingkan
dengan Gerakan Penguatan Diri di Cina.
Sebab-sebabnya antara lain adalah: sudah sejak lama Korea bergantung
pada Cina, tetapi kemudian pengaruh Jepang terhadap Korea makin bertambah.
Didalam negeri Korea terdapat dua golongan yang bertentangan; yaitu golongan
Progresif yang menghendaki diadakannya modernisasi, golongan ini didukung
oleh Jepang; dan golongan Konservatif yang berpihak pada Cina yang ingin
mempertahankan kebiasaan tradisional.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah

1. Bagaimana Jepang Muncul Sebagai Negara Imperialis?
2. Bagaimanakah Latar Belakang Terjadinya Perang Cina Jepang tahun 1894 –
1895 ?
3. Bagaimanakah Jalannya Perang Cina Jepang tahun 1894 – 1895?

1

4. Berakhirnya Perang Cina Jepang tahun 1894 – 1895 ?
5. Bagaimana Keadaan Setelah Perang Cina Jepang tahun 1894 – 1895?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui munculnya Jepang sebagai negara Imperialis?
2. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya Perang Cina Jepang tahun 1894
– 1895;
3. Untuk mengetahui sejarah terjadinyaPerang Cina Jepang tahun 1894 – 1895;
4. Untuk mengetahui berakhirnya Perang Cina Jepang tahun 1894 – 1895;
5. Untuk mengetahui Keadaan Setelah Perang Cina Jepang tahun 1894-1985.

2


BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Jepang Muncul Sebagai Negara Imperialis
Sebagai akibat restorasi dalam segala bidang, telah mengangkat bangsa
dan negara Jepang ke puncak keunggulannya. Dunia mengakui bahwa Jepang
telah menjelma ke negara yang kuat dan modern yang kedudukannya sejajar
dengan negara-negara besar di Barat. Jepang yang baru telah mencapai
perkembangan dalam segala bidang, seperti perkembangan industri, perdagangan,
pendidikan dan angkatan perang. Setelah Jepang menjadi negara yang kuat,
Jepang mulai melibatkan diri dalam dunia internasional dan membuat konflik
dengan negara-negara lain, misalnya masalah Korea (melibatkan Korea dalam
perang melawan Cina), kemudian disusul dengan melawan Rusia. Ini berarti
Jepang mulai mempraktekkan politik imperialisme seperti negara-negara Barat.
Adapun faktor-faktor yang mendorong munculnya Jepang sebagai negara
imperialis ialah:
1. Adanya perkembangan Jepang dalam segala bidang mengakibatkan
berlipat gandanya pertambahan penduduk. Pada 1872 M penduduk Jepang
berjumlah 35 juta jiwa, 1894 M bertambah menjadi 41 juta jiwa.
Selanjutnya pada 1920 M telah mencapai 35 juta jiwa;
2. Adanya perkembangan industri yang begitu pesat, butuh daerah pasaran

dan bahan mentah, demi kelangsungan proses industrialisasi;
3. Adanya restriksi (pembatasan) imigran Jepang yang dilakukan oleh
negara-negara Barat. Negara-negara Barat tidak mau menerima imigran3

imigran bangsa Jepang. Hal ini menimbulkan reaksi Jepang berupa
imperialisme;
4. Pengaruh ajaran Shinto tentang Hakko I Chi-u (dunia sebagai keluarga),
dimana Jepang terpanggil untuk memimpin bangsa-bangsa di dunia (AsiaPasifik).dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Jepang sebagai pelopor
Pan-Asia, maka sekaligus menjadi pemimpinnya.
Ambisi imperialisme, melibatkan Jepang dalam peperangan dan dalam setiap
peperangan Jepang selalu mendapatkan kemenangan.
2.2 Latar Belakang Terjadinya Perang Cina Jepang tahun 1894 – 1895
Daerah Korea adalah daerah yang sangat subur sehingga menjadi rebutan
bagi Negara-negara imprealis. Korea merupakan jalan yang terbaik atau sebagai
batu loncatan untuk Manchuria dan Negara Cina serta daratan asia lainnya. Korea
juga banyak mengandung bahan mentah seperti mineral, batu bara, besi, emas,
tembaga, wolfram dan perak. Secara umum Korea banyak mengandung bahanbahan yang penting bagi kepentingan industri (Agung, 1992:42).
Timbulnya perang Jepang-Cina ini karena adanya pertikaian antara Jepang
dan Cina dalam perang ini karena Rusia juga mempunyai kepentingan dalam
politik air hangatnya yaitu mencari daerah bebas dari es. Rusia menganggap Cina

harus dihancurkan karena telah merampas kemerdekaan Korea. Bagi Jepang,
Korea sangat penting untuk dijadikan tempat pemindahan sebagian penduduk
Jepang. Jepang juga mengincar Korea karena banyak mengandung bahan mentah
untuk industrinya dan sekaligus modal yang surplus. Bagi Cina, Korea adalah
daerah vasalnya yang harus dipertahankan dengan cara apapun walaupun dengan
peperangan.
Perhatian Jepang terhadap Korea ini timbul setelah Jepang berhasil dalam
retorasi meiji pada tahun 1868. sebelumnya Jepang mengadakan ekspansi ke
Korea dan Cina pada akhir abad ke-16 di bawah pemimpin Toyoni Hidoyoshi tapi
gagal.
4

Pemerintah Chosun (Korea) menyiapkan langkah awal untuk mewujudkan
kebijakan pintu terbuka karena sebelumnya Korea melaksanakan kebijaksanaan
pintu tertutup. Sebelum dilaksanakan Jepang terlebih dahulu menyerbu pulau
Kanghwa, mendesak pembukaan Chosun (anonym 1995:147). Akhirnya chosun
mencapai perjanjian jalinan hubungan diplomatic dengan Jepang tahun 1876,
sesuai dengan perjanjian ini kerajaan chosun membuka tiga buah pelabuhan
termasuk Busan, mengijinkan pembangunan perumahan bagi masyarakat Jepang
setempat,


membebasan

kegiatan

transaksi

dagang

oleh

orang

Jepang.

Membolehkan hak yudikatif konsuler Jepang terhadap tindak criminal orang
Jepang.Sejak persetujuan kanghwa 1878 Jepang berusaha untuk memperbesar
pengaruhnya di Korea untuk mengimbangi pengaruh Cina di Korea.
Jepang dengan Cina sebelumnya telah memiliki hubungan persahabatan,
baik secara resmi yakni dengan utusan-utusan, maupun tidak resmi yakni dengan

hubungan dagang sejak zaman sebelum Dinasti Ming. Akan tetapi suasana
persahabatan tersebut berubah setelah Jepang berhasil membangun negaranya
menjadi kuat.
Kaisar Meiji sebagai kaisar baru, mulai merintis jalan ke arah
pembentukan negara Jepang yang baru, kuat dan modern. Kaisar menginginkan
negara Jepang menjadi negara besar. Hal ini hanya dapat terlaksana apabila
Jepang dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya.
Sebelum perang berlangsung, Korea adalah negara vassal

Cina.

Sebaliknya mulai 1894 M, Jepang menaruh perhatian yang besar terhadap Korea,
yang kemudian melibatkan Korea dalam perang melawan Cina. Adapun faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya perang Cina-Jepang I, dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Sebab Umum
a. Korea merupakan batu loncatan untuk memasuki Manchuria dan Cina
serta daratan Asia yang lain. Cina harus dihancurkan karena Cina telah
merampas kemerdekaan Korea dan menutup Korea bagi Jepang;
5


b. Korea akan dijadikan sebagai tempat pemindahan/penampungan
sebagian penduduk Jepang yang telah padat;
c. Korea kaya akan bahan mentah untuk industri, sehingga menjadi daya
penarik bagi Jepang untuk menguasainya.
2. Sebab Khusus
Pada waktu itu di Korea terjadi pemberontakan Tonghak. Tonghak
merupakan partai konservatif yang berideologi campuran antara
Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme. Pemberontakan Tonghak
merupakan peperangan antara golongan Konservatif (disebut kaum
Tonghak) melawan golongan progresif. Dalam hal ini golongan
konservatif minta bantuan kepada Jepang. Dengan alasan tersebut, maka
baik Cina maupun Jepang mengirimkan pasukannya ke Korea. Berkat
bantuan itu maka, maka pemberontakan Tonghak berhasil dipadamkan.
Tapi ternyata kedua belah pihak mempertahankan pendiriannya masingmasing. Hubungan antara keduanya menjadi tegang.
Dalam persengketaan itu Rusia mulai ikut campur tangan. Rusia
mengancam apabila kedua belah pihak tidak menarik pasukannya dari
Korea, maka Rusia akan tampil di depan dan ikut bertanggung jawab.
Sementara itu pemerintah Korea menginginkan pembaharuan dalam
negerinya. Pembaharuan ini tidak mungkin dapat tercapai selama Cina
masih ada di Korea. Korea lalu minta bantuan kepada Jepang, untuk

mengusir pasukan Cina dari Korea. Dengan demikian persengketaan CinaJepang semakin parah dan akhirnya meletuslah Perang Cina-Jepang.
2.3 Jalannya Perang Cina – Jepang Tahun 1894 – 1895
Di dalam kawasan Asia Timur, Jepang hadir sebagai kekuatan baru yang
mengancam kekuasaan Cina, di mana Cina merupakan sebuah bangsa yang besar
dan memiliki wilayah yang besar pula. Ketidakcocokan antara Cina Jepang
membawa kepada suatu perseteruan yang berlanjut pada perang yang dikarenakan
6

posisi Korea. Korea merupakan wilayah yang penting bagi kedua negara tersebut
(Cina dan Jepang).
Salah satu golongan progresif yang berpengaruh di Jepang menginginkan
perluasan wilayah Jepang dengan cara penjajahan. Golongan tersebut berpendapat
bahwa Angkatan Darat dan Angkatan Laut yang dimiliki oleh Jepang sudah dapat
digunakan dalam invansi untuk memperluas wilayah Jepang. Tahun 1873 ini
dipimpin oleh Saigo, Itagaki, dan Goto, ingin menginvasi Korea.
Letak Korea terpencil dari lalu lintas perdagangan internasional, sampai
abad ke 19 hanya negeri negeri tetangga (Jepang dan Cina) yang tahu. Pada
awalnya Korea sangat tertutup dengan bangsabangsa lain, seperti halnya Jepang
pada masa pemerintahan Shogun Tokugawa. Negara pertama yang mencoba untuk
mem,buka orea adalah Prancis. Pendetapendeta Kaatolik Prancis telah melakukan

penyiaran agama secara rahasia di Korea, tetapi pendeta tersebut dibunuh oleh
orang Korea. Tidak hanya pendeta Prancis, bahkan orang Korea yang beragama
Katolik dan Kristen juga menadi korban.
Tahun 1866, sebuah kapal Amerika Serikat terdampar di pantai Korea.
Para awak kapal tersebut kemudian dikirim keluar negeri melalui Manchuria.
Tidak lama kemudian kapal Amerika yang lain kandas di sungai, beberapa awak
kapalnya berkelahi dengan orang Korea. Kapal tersebut dihancurkan, delapan
awak kapal meninggal, dan yang lainnya tertangkap.
Pada tahun 1875 terjadi penembakan sebuah kapal perang milik Jepang di
pantai laut Korea. Atas perbuatan Korea tersebut pemerintah Jepang mengirimkan
utusannya ke Peking dan Korea, yang didukung dengan kekuatan bersenjata untuk
meminta ganti rugi dan melakukan sebuah perjanjian (Nio Joe Lan, 1962). Pada
tanggal 26 Februari 1876, ditandatangani sebuah perjanjian Kanghwa yang
menetapkan bahwa Jepang mengakui kemerdekaan Korea dan persamaan
statusnya dengan Jepang. Korea dan Jepang melakukan hubungan diplomatiknya,
Korea membuka tiga kota pelabuhannya yaitu: Fusan, Jensan, dan Genson,

7

kemudian Jerpang menempatkan dutanya di Seoul dan melaksanakan kegiatan

dagang di pelabuhanpelabuhan tersebut (Kamidjan, 1983).
Pada tahun 1882 terjadi sebuah kekacauan di dalam pemerintahan yaitu
sebuah kudeta yang dilakukan oleh Taiwunkun dengan menyerbu istana. Beberapa
orang terbunuh termasuk orang-orang Jepang, oleh karena itu Jepang menuntut
ganti rugi kepada Korea. Pada tanggal 30 Agustus 1882 dicapailah persetujuan
Chempulo, yang menetapkan bahwa Jepang mendapat hak istimewa dan
menempatkan tentaranya di Seoul, serta mendapat ganti 400.000 Yen dari Korea.
Penempatan tentara Jepang di Korea tersebut membuat Cina semakin
khawatir. Li Hun Chang mengirim Yuan Shih Kai beserta pasukannya untuk
ditempatkan di Korea. Kedua negara tersebut (Jepang dan Cina) hamper terlibat
dalam peperangan di Seoul, tetapi pemerintah kedua negara (Jepang dan Cina)
berusaha untuk menghindari, maka disetujuilah perjanjian Tientsin pada tanggal
18 april 1885. Persetujuan ini menetapkan bahwa mereka (Jepang dan Cina)
bersedia menarik tentaranya dari Korea selambatlambatnya 6 bulan sejak
perjanjian ini disepakati (Kamidjan, 1983).
Pada tahun 1894 terjadi kekacauan dalam negeri Korea. Sekte Tonghak
lahir dari di Korea tahun 1859, sekte ini merupakan penggabungan dari aliran
Konfusianistis, Taoistis, dan Budhistis. Sekte ini telah dinyatakan terlarang oleh
pemerintah Korea. Jeon Bong Jun selaku pemimpin Tonghak melakukan
pemberontakan melawan pemerintah Dinasti Joseon dengan cara menghimpun

kekuatan pengikutnya di seluruh Korea. Kekuatan pengikut Tonghak berhasil
mengalahkan pasukan pemerintahan di berbagai wilayah.
Pada musim semi tahun 1894 raja Korea meminta bantuan militer dari
Cina untuk memadamkan pemberontakan yang dipimpin oleh Jeon Bong Jun
selaku pemimpin dari sekte Tonghak. Cina mengirimkan angkatan perangnya
sekitar 1500 personil ke daerah Asan dari Weihaiwei. Jepang pun ikut campur

8

tangan dalam masalah ini, Jepang pun ikut campur tangan dalam masalah ini,
Jepang mendatangkan juga prajuritnya ke Seoul melalui Chemulpo.
Ketika pasukan Cina datang di Korea, pemberontakan Tonghak sudah
dapat dipadamkan oleh tentara Korea sendiri. Pemerintah Korea meminta kepada
pasukan Cina untuk kembali, tetapi pasukan Cina akan kembali jika pasukan
Jepang bersedia untuk menarik diri dari Korea. Pemerintah Korea dengan segera
melakukan pembicaraan dengan kedua negara tersebut (Jepang dan Cina)
mengenai penarikan masing masing pasukan dari tanah Korea. Pembicaraan
tersebut tidak memberikan hasil, bahkan selama dilakukan perundingan, kedua
negara (Jepang dan Cina) telah menambah pasukan mereka di Korea. Pasukan
Jepang dan Cina menolak menarik pasukannya dari Korea, akhirnya perang
Jepang Cina meletus.
Selama pertempuran berlangsung, tentara Jepang lebih terlatih dan lebih
siap. Tentara Jepang berhasil mengusir pasukan Cina dari Korea tanpa banyak
kesulitan. Tentara pertama, di bawah Jenderal Yamagata, bergerak menyerang
Pyongyang dan dapat dikuasai dalam waktu dua hari, pasukan Cina kemudian
pindah ke utara. Jenderal Yamagata menyebrangi sungai Yalu dan menuju ke
wilayah Cina.
Angkatan Laut Jepang memperoleh kemenangan dengan mengelahkan
Angkatan Laut Cina di Laut Kuning pada tanggal 17 September 1984, dari
kemenangan Jepang atas Cina dalam pertempuran laut tersebut, Jepang
mengirimkan tentaranya yang kedua, di bawah pimpinan Oyama, ke semenanjung
Liaodong pada tanggal 22 November 1984. Oyama menguasai Port Arthur dan
membangun benteng yang sangat kuat.
Tentara kedua ini kemudian dikirim ke semenanjung Shandong untuk
menyerang pelabuhan Weihaiwei. Pelabuhan Weihaiwei digunakan sementara
oleh Angkatan Laut Jepang untuk persiapan penyerangan. Pada bulan Februari
tentara Jepang menghancurkan armada Cina yang berlabu di pelabuhan

9

Weihaiwei. Tentara pertama yang dipimpin oleh Jenderal Yamagata melancarkan
serangan terhadap Manchuria selatan pada bulan Februari 1895. Dalam peristiwa
ini peperangan dimenangkan oleh Jepang dan ditandatangani perjanjian
Shimonoseki antara Jepang dan Cina.
Li Hung Chang selaku perwakilan dari Cina dan Perdana Mentri Ito
Hirobumi selaku perwakilan dari Jepang daang ke Shimonoseki, Jepang Selatan
untuk

menandatangani

dan menyetujui

perjanjian

Shimonos. Perjanjian

Shimonoseki adalah perjanjian yang sangat merugikan Cina pada abad ke 19.
Perjanjian Shimonoseki ditandatangani dan disetujui oleh Jepang dan Cina.
2.4 Berakhirnya Perang Cina Jepang tahun 1894 – 1895
Peperangan

ini

berakhir

dengan

kekalahan

Dinasti

Qing

dan

penandatanganan Perjanjian Shimonoseki pada tahun 1895 yang Isi perjanjian
Shimonoseki adalah :
1. Cina mengakui kemerdekaan Korea;
2. Cina harus menyerahkan sebagian Manchuria kepada Jepang;
3. Cina harus menyerahkan Taiwan dan Kepulauan Pescadores kepada
Jepang;
4. Cina harus mengganti kerugian perang sebesar 200 juta tael;
5. Weihai-we akan diduduki oleh Jepang selama Cina belum mampu
membayar ganti kerugian perang;
6. Semenanjung Liaotung harus diserahkan kepada Jepang.
Dengan menguasai Semenanjung Liaotung, Jepang telah berhasil
menguasai sebagian kecil daratan Asia. Berkat kemenangannya, Jepang menjadi
negara besar, dan mempunyai pengaruh yang sangat besar di Korea dan Cina.
Sedangkan Cina yang semula merupakan penguasa di timur jauh, negara terbesar,
negara yang hidup dengan tradisinya serta menolak peradaban asing telah
10

dikalahkan oleh negara tetangganya yang semula menjadi negara pengagumnya
serta suatu negara yang jauh lebih kecil kekuasaannya.
Pengaruh selanjutnya dari perang ini adalah pergantian dominansi
regional Asia dari Cina kepada Jepang dan merupakan pukulan telak untuk Dinasti
Qing dan tradisi Cina kuno. Pada tahun 1915, Jepang mengeluarkan Dua Puluh
Satu Tuntutan terhadap Cina untuk menambah kepentingan dalam bidang politik
dan perdagangan dengan Cina.
Setelah Perang Dunia I, Jepang merebut kekuasaan daerah Shandong dari
Jerman. Cina di bawah pemerintahan Beiyang tetap terpecah-belah dan tidak
mampu untuk melawan serbuan asing sampai Ekspedisi Utara tahun 1926-1928,
yang dilancarkan oleh Kuomintang (KMT, atau Partai Nasionalis Cina),
pemerintahan saingan yang berpusat di Guangzhou. Ekspedisi Utara meluas ke
seluruh Cina hingga akhirnya terhenti di Shandong. Pemimpin militer Beiyang,
Zhang Zongchang yang didukung Jepang berusaha menghentikan gerak maju
Pasukan Kuomintang dalam menyatukan Cina. Situasi ini mencapai puncaknya
ketika pasukan Kuomintang dan Jepang terlibat dalam pertempuran yang disebut
Insiden Jinan tahun 1928. Pada tahun yang sama, pemimpin militer Manchuria,
Zhang Zuolin juga dibunuh karena ia tidak lagi mau bekerjasama dengan Jepang.
Setelah insiden-insiden ini, pemerintah Kuomintang di bawah pimpinan Chiang
Kai-shek akhirnya berhasil menyatukan Cina pada tahun 1928.
Walaupun demikian, sejumlah pertempuran antara Cina dan Jepang terus
berlanjut karena meningkatnya nasionalisme Cina, dan untuk memenuhi salah
satu tujuan dari Tiga Prinsip Rakyat, yaitu untuk mengeluarkan Cina dari
imperialisme asing. Bagaimanapun, Ekspedisi Utara hanya mampu menyatukan
Cina secara nama saja, dan perang saudara pecah di antara para mantan pemimpin
militer dan faksi saingan, Kuomintang. Sebagai tambahan lagi, para komunis Cina
memberontak terhadap pemerintah pusat setelah melakukan pembersihan terhadap
anggotanya.

Karena

situasi-situasi

demikian,

pemerintahan

pusat

Cina

mengalihkan banyak perhatian pada perang-perang saudara dan mengikuti

11

kebijakan "pendamaian internal didahulukan sebelum melawan pihak asing".
Situasi ini memberikan kesempatan yang mudah bagi Jepang untuk melanjutkan
agresinya. Pada tahun 1931, Jepang menginvasi Manchuria segera setelah Insiden
Mukden. Setelah bertempur selama lima bulan, pada tahun 1932, negara boneka
Manchukuo dibentuk dengan raja terakhir Cina, Puyi, diangkat sebagai kepala
negara. Tidak bisa menantang Jepang secara langsung, Cina meminta bantuan
kepada Liga Bangsa. Investigasi liga ini menerbitkan Laporan Lytton, yang
mengutuk Jepang karena telah menyerang Manchuria, dan mengakibatkan Jepang
mengundurkan diri dari Liga Bangsa. Sejak akhir tahun 1920-an dan selama tahun
1930-an, ketenangan adalah dasar dari komunitas internasional dan tidak ada satu
negara pun yang ingin menunjukkan pendirian secara aktif, melainkan hanya
mengeluarkan kecaman-kecaman kecil. Jepang menganggap Manchuria sebagai
sebuah sumber bahan baku yang tidak terbatas dan juga sebagai sebuah negara
penyangga terhadap ancaman Uni Soviet.
Konflik yang terjadi menyusul Insiden Mukden tidak terhenti. Pada tahun
1932, tentara Cina dan Jepang bertempur dalam sebuah pertempuran singkat pada
Insiden 28 Januari di Shanghai. Pertempuran ini menghasilkan demiliterisasi
Shanghai, yang melarang Cina untuk menempatkan tentara di kota mereka sendiri.
Di Manchukuo, terdapat sebuah kampanye yang sedang berlangsung untuk
mengalahkan tentara sukarelawan yang bangkit karena kekecewaan terhadap
kebijakan yang tidak menentang Jepang. Pada tahun 1933, Jepang menyerang
wilayah Tembok Besar, dan setelah itu, Gencatan Senjata Tanggu ditandatangani,
yang memberi Jepang kendali atas provinsi Rehe dan sebuah zona demiliterisasi
antara Tembok Besar dan wilayah Beiping-Tianjin. Jepang bertujuan untuk
membuat wilayah penyangga yang lain, kali ini antara Manchukuo dan
pemerintah Nasionalis Cina yang saat itu beribukota di Nanjing.
Selain itu, Jepang semakin memperalat konflik internal antara faksi-faksi
Cina untuk mengurangi kekuatan mereka satu demi satu. Hal ini disebabkan
karena fakta bahwa beberapa tahun setelah Ekspedisi Utara, kekuatan politik
pemerintah Nasionalis hanya meluas di sekitar Delta Sungai Panjang (Yangtze),
12

dan wilayah lain Cina yang memang berada dalam kekuatan regional. Jepang
sering membeli atau membuat hubungan khusus dengan kekuatan-kekuatan
regional ini untuk merusak usaha pemerintah Nasionalis pusat untuk menyatukan
Cina. Untuk itu, Jepang mencari berbagai pengkhianat Cina untuk bekerjasama
dan membantu mereka memimpin beberapa pemerintahan otonomi yang
bersahabat dengan Jepang. Kebijakan ini disebut Pengkhususan, atau yang lebih
sering diketahui sebagai Gerakan Otonomi Cina Utara. Provinsi bagian utara yang
terlibat dalam kebijakan ini adalah Chahar, Suiyuan, Hebei, Shanxi, dan
Shandong.
Pada tahun 1935, di bawah tekanan Jepang, Cina menandatangani
Perjanjian He-Umezu, yang melarang KMT untuk menjalankan kegiatan partainya
di Hebei dan secara langsung mengakhiri kekuasaan Cina atas Cina Utara. Pada
tahun yang sama, Perjanjian Chin-Doihara ditandatangani dan mengakibatkan
KMT disingkirkan dari Chahar. Dengan demikian, pada akhir 1935, pemerintahan
pusat Cina telah disingkirkan dari Cina Utara. Sebagai gantinya, Majelis Otonomi
Hebei Timur dan Majelis Politik Hebei-Chahar dibentuk oleh Jepang.
2.5 Keadaan Setelah Perang Cina Jepang tahun 1894 – 1895
Diketahui bahwa pada saat itu bangsa-bangsa Barat telah aktif melakukan
kegiatan baik di Korea maupun di Cina seperti: Rusia, Inggris, Prancis dan
Jerman. Di depan juga telah dijelaskan bahwa Rusia ikut intervensi dalam
masalah persengketaan antara Cina-Jepang tentang Korea. Bangsa Barat
khususnya Rusia merasa keberatan terhadap penyerahan Semenanjung Liaotung
kepada Jepang. Maka dengan diprakarsai oleh Rusia mereka memprotes
keputusan tersebut. Rusia sebenarnya juga berambisi untuk menguasai Manchuria
dan Korea, sehingga mereka memprotes penyerahan Semenanjung Liaotung
kepada Jepang dengan alasan melanggar kedaulatan Cina. Oleh karena kekuatan
mereka terlalu besar, maka Jepang tidak berbuat apa-apa selain menuruti
kehendak mereka.

13

Akibat adanya protes Rusia dan kawan-kawannya, akhirnya Semenanjung
Liaotung dikembalikan kepada Cina. Sebagai penggantinya Jepang menerima
tambahan ganti kerugian sebesar 30 juta tael. Selanjutnya sebagai balasan atas
jasanya, Rusia memperoleh daerah daerah Port Arthur dan Dairen di Semenanjung
Liaotung.
Pada 1897, Jerman mengambil keuntungan dari terbunuhnya dua orang
misionaris di Shantung dengan tuntutan ganti rugi, berupa penyewaan pelabuhan
Tsingtao di teluk Kiaochow selama 99 tahun. Inggris tidak ketinggalan juga
memperoleh Wei-hai-wei. Lebih jauh Inggris juga mendapatkan daerah Kowloon
di seberang Hongkong yang disewa untuk jangka waktu 99 tahun. Demikian juga
Prancis mendapatkan bagian di daerah selatan yakni daerah Kwangtung.
Dengan demikian jelas bahwa sejak Cina dapat dikalahkan oleh Jepang
pada 1895 M, sebagian besar daerah Cina terbagi-bagi di bawah pengaruh bangsabangsa Barat dengan hak ekstrateritorialnya.

14

BAB 3. PENUTUP

1.1 Simpulan
Perang Cina-Jepang (1 Agustus 1894–17 April 1895) adalah sebuah
perang antara Dinasti Qing Cina dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas
Korea. Perang Cina-Jepang merupakan simbol kemerosotan Dinasti Qing dan juga
menunjukkan kesuksesan modernisasi Jepang sejak Restorasi Meiji dibandingkan
dengan Gerakan Penguatan Diri di Cina.
Didalam negeri Korea terdapat dua golongan yang bertentangan; yaitu
golongan Progresif yang menghendaki diadakannya modernisasi, golongan ini
didukung oleh Jepang; dan golongan Konservatif yang berpihak pada Cina yang
ingin mempertahankan kebiasaan tradisional. Tahun 1882, golongan konservatif
mengadakan pemberontakan, yang disebut sebagai peristiwa Jingo atau peristiwa
Seoul. Tahun 1884 golongan progresif mengadakan kudeta yang dibantu oleh
Jepang, namun gerakan ini gagal. Kemudian diadakan perjanjian Tienshin, yang
isinya, baik Cina maupun Jepang harus menarik tentaranya dari Korea Tahun
1894, Di Korea terjadi pemberontakan para petani menuntut perubahan di Korea.
Pemerintah Korea meminta bantuan Cina, golongan progresif meminta bantuan
Jepang,Sebuah pasukan

dikirim dan mendarat di Korea. Sukses segera

diperolehnya, tidak saja ketika melawan pasukan Korea, tetapi juga ketika
berhadapan dengan pasukan Cina.

15

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Sri Handayani, Gema Budiarto, S.Pd. 2013. Dinamika Kepemimpinan Jepang
Tahun 1568-1945.
Drs. Leo Agung S., M.Pd. 2012. Sejarah Asia Timur 1. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
http://khurotullayun.blogspot.com/2013/04/perang-Cina-Jepang.html
2015]

[19 April

https://rohmanf2.wordpress.com/2011/06/24/politik-ekspansi-dan-imperialismeJepang-1894-1945/ [19 April 2015]
http://id.wikipedia.org/wiki/ Perang_Tiongkok-Jepang_Pertama [19 April 2015]

16

17