TUGAS Upaya Pemerintah Untuk Meningkatka

TUGAS
Upaya Pemerintah Untuk Meningkatkan Penerimaan Pajak
Mata Kuliah Hukum Pajak
Dosen pengajar: Tomy Mihael

Nama : Dwi Oktavia Setiawati
N.B.I : 1311401504
Fakultas Hukum

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
(2017)

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Indonesia dewasa ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor
khusunya sektor ekonomi. Naiknya tingkat inflasi dan naiknya harga barangbarang serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika adalah dua
contoh dari sekian masalah yang tengah dihadapi dan harus diseleseikan oleh
pemerintah. Untuk tetap dapat bertahan dan memperbaiki kondisi yang ada,
pemerintah harus mengupayakan semua potensi yang ada. Saat ini tengah digali

berbagai macam potensi untuk meningkatkan penerimaan negara, baik yang
berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun menurut analisis dari
sejumlah pakar ekonomi menyatakan bahwa mengandalkan pinjaman dari luar
negeri sebagai salah satu sumber penerimaan negara hanya akan menjadi
bumerang dikemudian hari, oleh sebab itu potensi penerimaan dari luar negeri
akan semakin dikurangi. Berdasarkan hal tersebut maka Indonesia akan
berusaha untk lebih meningkatkan potensi penerimaan negara dari dalam
negeri, dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pajak telah memberikan kontribusi
terbesar dalam penerimaan negara.
Sejak dilakukannya reformasi pajak yang pertama pada tahun 1984,
diharapkan penerimaan pajak sebagai sumber utama pembiayaan APBN dapat
dipertahankan

kesinambungannya.

Masalah

kepatuhan

pajak


merupakan

masalah klasik yang dihadapi di hampir semua negara yang menerapkan sistem
perpajakan. Masalah kepatuhan pajak dapat dilihat dari segi keuangan publik
(public finance), penegakan hukum

(law enforcement), struktur organisasi

(organizational structure), tenaga kerja (employees), etika (code of conduct),
atau gabungan dari semua segi tersebut. Dari segi keuangan publik, apabila
pemerintah dapat menunjukkan pengelolaan pajak dengan baik serta sesuai
dengan keinginan wajib pajak, tentulah wajib pajak akan cenderung mematuhi
aturan perpajakan. Sebaliknya, apabila pemerintah tidak dapat menunjukkan
penggunanaan pajak secara transparan dan akuntabilitas, maka wajib pajak
akan cenderung enggan dan berat untuk memenuhi kewajibannya membayar
pajak.
Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai permasalahan di berbagai sector
khususnya sektor ekonomi. Naiknya harga minyak dunia, tingginya tingkat inflasi
dan naiknya harga barang-barang serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap

dollar Amerika serta turunnya daya beli masyarakat telah menjadi masalah yang

sangat rumit yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Untuk tetap dapat
bertahan dan memperbaiki kondisi yang ada, pemerintah harus mengupayakan
semua potensi penerimaan yang ada. Pada saat ini tengah digali berbagai
macam potensi untuk meningkatkan penerimaan negara, baik yang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri. Namun seiring dengan berkembangnya
kemampuan

analisis

para

praktisi

ekonomi

yang

menyatakan


bahwa

mengandalkan pinjaman dari luar negeri sebagai salah satu sumber penerimaan
negara hanya akan menjadi bumerang dikemudian hari, potensi penerimaan dari
luar negeri akan semakin dikurangi. Berdasarkan hal tersebut maka Indonesia
akan berusaha untuk lebih meningkatkan potensi penerimaan negara dari dalam
negeri, dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pajak telah memberikan kontribusi
terbesar dalam penerimaan negara. Pajak merupakan sumber pendapatan
utama setiap negara di dunia. Tentu keberadaan pajak sangat penting dalam
pelaksanaan fungsi negara dan pemerintahan. Di negara-negara maju dan
berkembang, sebagian potensi pendapatan negara melalui pajak itu sudah
dimanfaatkan bagi keperluan peningkatan kemampuan inovasi dan teknologi
badan usaha dan industri nasional mereka. Sebagaimana dimaklumi, pajak
berfungsi

dalam

pembiayaan


keperluan

pengeluaran

rutin

(budgeter)
seperti

pembangunan,

belanja

pegawai,

terutama
barang,

untuk


termasuk

pemeliharaannya.
Dengan pajak, roda pembangunan dapat berjalan dan membuka kesempatan
kerja,dalam hal ini pajak juga berfungsi sebagai pendistribusi pendapatan
masyarakat. Dengan pajak, suatu pemerintahan juga dapat menjalankan
kebijakan terkait dengan stabilitasi harga sehingga tingkat inflasi dapat tetap
dijaga. Stabilitasi dilakukan dengan mengatur peredaran uang, yang dilakukan
melalui pemungutan pajak dan dengan pemanfaatannya secara efektif dan
efisien. Penerimaan pajak dapat diartikan sebagai penerimaan pemerintah yang
dalam arti seluas-luasnya adalah mulai dari penerimaan dalam dan luar negeri.
Penerimaan pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam
penerimaan negara, karena disamping cepat dan rendah biayanya, pajak
merupakan sumber penerimaan yang sangat
besar potensinya. Sistem pemungutan pajak suatu negara baik Self Assessment
maupun

Official

Assessment


sangat

berpengaruh

penerimaan dana kepemerintahan tersebut.

terhadap

peningkatan

Dalam sistem penerimaan negara, pajak mempunyai dua fungsi yang melekat
dalam sistem perpajakan yaitu :
1. Fungsi budgetair, yaitu fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi
kas negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Fungsi ini pada hakekatnya
merupakan fungsi utama sebagaimana batasan yang diberikan para ahli. Pada
beberapa negara berkembang terlihat indikasi kuat bahwa penggunaan dana
yang diperoleh melalui pajak tidak hanya diperuntukan bagi penyelenggaraan
pemerintahaan. Oleh karena itu maka sasaran utama dalam pemungutan pajak
adalah penerimaan kas negara.

2. Fungsi mengatur, dimana dengan fungsi ini diharapkan sistem perpajakan
yang diterapkan tidak akan menimbulkan pertentangan dengan kebijaksanaan
negara dalam bidang ekonomi dan sosial. Pajak digunakan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan tertentu dan bila perlu merubah susunan pendapatan dan
kekayaan negara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak ?
2. Apakah Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mengalami
peningkatan ?
1.3 Tujuan
1. Menguraikan upaya-upaya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan penerimaan tahun 2005, 2006 dan 2007.
1.4 Manfaat
1. Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi pelengkap atau masukan sekaligus pertimbangan bagi
pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan penelitian ini dalam
penetapan

kebijakan


pada

pelaksanaan

atau

penggunaan

suatu

sistem

pemungutan yang diterapkan pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
untuk dapat mengoptimalkan penerimaan pajak negara.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai tambahan informasi dan masukan untuk membantu memberikan
gambaran yang lebih jelas bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian
mengenai perpajakan secara umum dan juga mengenai penerapan sistem self
assessment terhadap Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).


BAB II
LANDASAN TEORI
A. DASAR-DASAR PERPAJAKAN
2.A.1 Pengertian pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.
Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan
umum. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang
dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah : Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani,
pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan

umum (undang-

undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk
dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas

Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang

digunakan

untuk

membayar

pengeluaran

umum.

Definisi

tersebut

kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public
saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace
R, pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan
yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya untuk menjalankan pemerintahan. Pajak dari perspektif ekonomi
dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sector privat kepada sektor
publik.

Pemahaman

ini

memberikan

gambaran

bahwa

adanya

pajak

menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang
dan

jasa.

Kedua,

bertambahnya

kemampuan

keuangan

negara

dalam

penyediaan barang dan jasa publik
yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara

pemahaman

pajak

dari

perspektif

hukum

menurut

Soemitro

merupakan
suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang menyebabkan
timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan
tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang
pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari
pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus
berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik
bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar
pajak.
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata
cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak
mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
2.A.2 Pengelompokan pajak
2.1 Pengelompokan Pajak Menurut Golongannya ( Mardiasmo, 2003: 5 ).

a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan
pihak
lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan.
Contoh : Pajak Penghasilan ( PPh ).
b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepihak
lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ).
2.2 Pengelompokan Pajak Menurut Sifatnya ( Mardiasmo, 2003 : 5 ).
a. Pajak Subyektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subyeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
b. Pajak Obyektif adalah pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
2.3 Pengelompokan Pajak Menurut Pemungutannya ( Mardiasmo, 2003 : 6 ).
a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk
membiayai rumah tangga negara. Cont oh : PPh, PBB.
b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah. Contoh : Pajak Reklame.
2.A.3 Fungsi pajak
Fungsi pajak menurut Rahmad Soemitro dalam bukunya yang berjudul “ Pajak
dan
Pembangunan “ ada dua, yaitu :
3.1. Fungsi sumber keuangan negara ( budgetair )
Dalam fungsi ini pungutan pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyakbanyaknya kedalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara baik untuk pengeluaran rutin

dalam melaksanakan mekanisme pemerintahan maupun pengeluaran untuk
membia yai pembangunan.
3.2. Fungsi mengatur ( regularend )
Pada lapangan perekonomian, pengaturan pajak memberikan dorongan kepada
pengusaha

untuk

memperbesar

produksinya,

dapat

juga

memberikan

keringanan atau pembesaran pajak pada para penabung dengan maksud
menarik uang dari masyarakat dan mengeluarkannya antara lain kesektor
produktif. Dengan adanya industri baru maka dapat menampung tenaga kerja
yang lebih baik, sehingga pengangguran berkurang dan pemerataan pendapatan
akan

dapat

terlaksana

untuk

mencapai

keadilan

sosial

ekonomi

dalam

masyarakat.
3.3 Sumber-Sumber Penerimaan Negara
Menurut UU RI Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, pendapatan
negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari
penerimaan perpajakan,penerimaan negara bukan pajak,serta penerimaan hibah
dari dalam negeri dan luar negeri.
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam
negeri dan pajak perdagangan internasional. Pajak dalam negeri adalah semua
penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan,pajak pertambahan nilai
barang dan jasa,pajak penjualan atas barang mewah,pajak bumi dan bangunan
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan,cukai,dan pajak lainnya. Pajak
perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yyang berasal dari
bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. hingga saat ini struktur pendapatan
negara masih didominasi oleh penerimaan perpajakan,teruttama penerimaan
pajak dalam negeri dari sektor nonmigas.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan yang diterima
oleh

negara

dalam

bentuk

penerimaan

dari

sumber

daya

alam,bagian

pemerintah atas laba badan usaha milik negara,serta penerimaan negara bukan
pajak lainnya. Sebagai salah satu sumber pendapatan negara, PNBP memiliki
peran yang cukup penting dalam menopang kebutuhan pendanaan anggaran
dalam APBN walaupun sangat rentan terhadap perkembangan berbagai faktor
eksternal.

PNBP

juga

dipengaruhi

oleh

perubahan

indikator

ekonomi

makro,terutama nilai tukar dan harga minyak mentah di pasar internasional. Hal

ini terutama karena struktur PNBP masih didomiinasi oleh penerimaan sumber
daya alam (SDA), khususnya yang berasal dari penerimaan minyak bumi dan gas
alam

(migas),

yang

sangat

dipengaruhi

oleh

perkembangan

nilai

tukar

rupiah,harga minyak mentah,dan tingkat lifting minyak.
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari
sumbangan swasta dalam negeri serta sumbangan lembaga swasta dan
pemerintah
merupakan

luar

negeri.

Penerimaan

suumbangan

atau

hibah

donasi

yang
(grant)

dicatat
dari

didalam

APBN

negara-negara

asing,lemaga/badan nasional,serta perorangan yang tidak ada kewajiban untuk
membayar kembali.Perkembangan penerimaan negara yang berasal dari hbah
ini dalam setiap tahun anggaran bergantung pada komitmen dan kesediaan
negara atau lembaga donatur dalam memberikan donasi (bantuan) kepada
Pemerintah Indonesia.
Secara lebih singkatnya sumber penerimaan negara adalah sbb :
Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan perpajakan
a. Pajak Dalam Negeri
i. Pajak Penghasilan
1. Migas
2. NonMigas
ii. Pajak Pertambahan Nilai
iii. Pajak Bumi dan Bangunan
iv. BPHTB
v. Cukai
vi. Pajak Lainnya
b. Pajak Perdagangan Internasional
i. Bea Masuk
ii. Pajak/Pungutan Ekspor

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
a. Penerimaan SDA
b. Bagian Laba BUMN
c. PNBP lainnya
Sumber-sumber Penerimaan/Penghasilan Negara
Sumber-sumber penghasilan ini umumnya terdiri dari:
1. Perusahaan-perusahaan Negara
Perusahaan yang bersifat monopoli, umumnya perusahaan-perusahaan Postel,
perusahaan garam dan soda, pabrik-pabrik gas dan listrik, yang tarifnya sangat
disesuaikan dengan kebutuhan umum, sehingga tidak semata-mata mengejar
keuntungan saja, maupun yang tidak bersifat monopoli seperti pabrik-pabrik;
tambang-tambang, onderneming-onderneming, dan sebagainya.
2. Barang-barang milik pemerintah atau yang dikuasai pemerintah
Dalam hubungan ini disebutkan tanah-tanah yang dikuasai pemerintah yang
diusahakan untuk mendapatkan penghasilan; saham-saham yang dipegang
negara, dan sebagainya.
3. Denda-denda dan perampasan-perampasan untuk kepentingan umum
4. Hak-hak waris atas harta peninggalan terlantar
Jika terhadap suatu warisan atau harta peninggalan lain, tidak ada orang datang
yang menyatakan dirinya berhak atas harta tersebut, atau jika semua ahli waris
menolak warisan yang bersangkutan, maka di Indonesia (menurut pasal 1126
Kitab Undang-undang Hukum Sipil) harta peninggalan ini dianggap terlantar, dan
Balai Harta Peninggalan wajib mengurus dan mengumumkannya. Dan jika
setelah lewat waktu tiga tahun masih juga belum ada ahli waris yang muncul,
maka BHP tadi wajib menyelesaikan urusannya; dalam hal masih ada kelebihan,
harta benda dan kekayaan ini menjadi milik negara (KUHS pasal 1129)
5. Hibah-hibah wasiat dan hibahan lainnya
Yang dimaksud dengan hibahan-hibahan adalah antara lain sumbangansumbangan dari PBB.

6. Pajak, retribusi, dan sumbangan
Last but not least, terakhir tapi bukan yang terkecil, yaitu sebagaimana telah
diuraikan di atas. Dalam hubungan ini, pengenaan pajak, retribusi, dan
sumbungan termasuk pula sebagai suatu bagian ajaran tentang public finance,
yaitu pengetahuan yang mempelajari cara-cara bagaimana suatu pemerintah
dapat memperoleh, mengurus, dan membelanjakan uangnya yang diperlukan
untuk menunaikan rugasnya.
Pembiayaan pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit sebagai syarat
mutlak agar pembangunan dapat berhasil. Uang yang digunakan untuk itu
didapat dari berbagai sumber penerimaan negara. Pada umumnya negara
mempunyai sumber-sumber penghasilan yang terdiri dari:
1. Bumi, air dan kekayaan alam
2. Pajak-pajak, Bea dan cukai
3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (non-tax)
4. Hasil Perusahaan Negara
5. Sumber-sumber lain, seperti pencetakan uang dan pinjaman


. Bumi, Air, dan Kekayaan Alam

Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung

didalamnya

dikuasi

oleh

negara

dan

dipergunakan

untuk

kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Selanjutnya Pasal 1 ayat 2 Undangundang Pokok Agraria menegaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik
Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Bumi, air, dan ruang angkasa
milik Bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional. Yang termasuk pengertian
menguasai adalah mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaannya,menentukan dan mengatur yang dapat
dimiliki atas bagian dari bumi, air dan ruang angkasa dan mengatur hubungan
hukum antara person (subjek hukum) dan pembuatan-pembuatan hukum yang
mengenai bumi, air, dan ruang angkasa .
Negara hanya menguasai bumi, air dan ruang angkasa. Dengan demikian dapat
dipahani bahwa negara tidak dapat menjual tanah kepada pihak swasta,

sebagaimana yang terjadi pada zaman pemerintahan Hindia Belanda di mana
tanah dijual oleh Pemerintah kepada pihak partikelir (swasta), sehingga banyak
diketemukan tanah partikelir. Baru sesudah berlakunya UU Pokok Agraria 1960
tanah-tanah partikelir ini dihapuskan.


Pajak-Pajak, Bea dan Cukai

Pajak-pajak, bea dan cukai merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta ke
pemerintah, yang diharuskan oleh UU dan dapat dipaksakan, dengan tidak
mendapat jasa timbal (tegenprestatie) yang langsung dapat ditunjuk, untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pajak adalah sumber terpenting
dari segi penerimaan negara. Hal ini dapat kita lihat di dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Struktur APBN memperlihatkan bahwa sumber
penerimaan terdiri dari berbagai jenis pajak, bea masuk, bea keluar dan cukai.
Penerimaan pajak dari tahun ke tahun makin meningkat.
Bea dibagi atas dua yaitu:
1. Bea masuk ialah bea yang dipungut dari jumlah harga barang yang
dimasukkan ke daerah pabean dengan maksud untuk dipakai dan dikenakan bea
menurut tarif tertentu yang ditetapkan dengan UU dan keputusan Menteri
keuangan.
2. Bea keluar ialah bea yang dipungut dari jumlah harga barang tertentu yang
dikirim keluar daerah Indonesia dihitung berdasarkan tarif tertentu berdasarkan
UU.
Daerah Pabean ialah daerah yang ditentukan batas-batasnya oleh pemerintah
yang digunakan sebagai garis untuk memungut bea-bea. Cukai ialah pungutan
yang dikenakan atas barang-barang tertentu berdasarkan tarif yang sudah
ditentukan misalnya tembakau, gula, dan bensin.


. Penerimaan Negara Bukan Pajak (Non-Tax)

Dalam pasal 2 UU No.20 tahun 1997 terdapat 7 jenis penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) yaitu:
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah yang terdiri:
- Penerimaan jasa giro,

- Penerimaan sisa anggaran pembangunan (SIAP) dan sisa anggaran rutin (SIAR).
b. Penerimaan dari pemanfaatan SDA terdiri:
- Royalti bidang perikanan,
- Royalti bidang kehutanan,
- Royalti bidang pertambangan, kecuali Migas.
Royalti adalah pembayaran yang diterima oleh negara sehubungan dengan
pemberian izin atau fasilitas tertentu dari negara kepada pihak lain untuk
memanfaatkan atau mengolah kekayaan negara.
c. Penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan terdiri:
- Bagian laba pemerintah,
- Hasil penjualan saham pemerintah,
-

Deviden: pembayaran

berupa

keuntungan

yang

diterima oleh

sehubungan dengan
keikutsertaan mereka selaku pemegang saham dalam suatu perusahaan.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilakukan pemerintah terdiri:
- Pelayanan pendidikan,
- Pelayanan kesehatan,
- Pemberian hak paten, hak cipta, dan merk.
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan yang terdiri:
- Lelang barang,
- Denda,
- Hasil rampasan yang diperoleh dari kejahatan.
f. Penerimaan berupa hibah.
g. Penerimaan lain yang diatur dengan UU.


Hasil Perusahaan Negara

negara

Yang tergolong dalam perusahaan negara adalah semua perusahaan yang
modalnya merupakan kekayaan negara dengan tidak melihat bentuknya. Selain
itu ada perusahaan negara yang berada dalam lapangan hukum perdata yang
berbentuk PT yang sahamnya seluruhnya berada ditangan pemerintah atau
kementerian yang bersangkutan.


Sumber-Sumber Lain

Yang termasuk dalam sumber-sumber lain ialah pencetakan uang (deficit
spending).

Sumber terakhir

ini

oleh

beberapa

negara

sering

dilakukan.

Pemerintah Indonesia pernah melaksanakannya dalam rangka memenuhi
kebutuhan

akan

tercermin

dalam

investasi
Anggaran

negara

untuk

Belanja

dan

membiayai

pembangunan

Pembangunan.

Secara

yang

teoritis

sebenarnya dapat saja dilakukan oleh Pemerintah kapan saja. Tetapi cara ini
tidalah populer karena membawa akibat yang sangat mendalam di bidang
ekonomi. Oleh karena itu defisit tersebut ditutup dengan melalui pinjaman atau
kredit luar negeri yang berasal dari kelompok negara donor, yang dalam
Anggaran Belanja Negara penerimaan dari pinjaman tersebut merupakan
penerimaan pembangunan yang sebenarnya juga merupakan uang muka pajak
yang kelak dikemudian hari menjadi beban bagi generasi mendatang.
Sumber-sumber lainnya dari penerimaan negara adalah Pinjaman Negara, baik
yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Pinjaman
dari dalam negeri dapat dibedakan dalam dua bagian, yakni jangka pendek dan
jangka panjang. Pinjaman jangka pendek dengan cara pemberian pembukaan
uang muka oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah sebelum penerimaan negara
masuk ke kas negara. Pemberian uang muka ini untuk mencegah kevakuman
dalam rangka Pemerintah melakukan pengeluaran-pengeluaran. Pinjaman atau
pemberian uang muka ini dijamin dengan Kertas Perbendaharaan negara, dan
pinjaman ini akan dilunasi setelah ada penerimaan negara, seperti pajak dan
penerimaan negara bukan pajak sudah masuk dalam kas negara. Pinjaman
dalam negeri yang berjangka Panjang dilaksanakan dengan cara menerbitkan
uang kertas berharga (obligasi) berjangka waktu. Penjualan obligasi berjangka ini
ditujukan kepada seluruh masyarakat dan hasil penjualannya digunakan untuk
membiayai pembangunan.

Mengenai Pinjaman Luar Negeri, umumnya berjangka panjang. Sifat pinjaman
Luar Negeri hanya merupakan faktor pelengkap dan tidak mempunyai komitmen
dengan masalah politik dan ideologi.
Pinjaman Luar Negeri terdiri dari 2 macam:
- Bantuan Program, yaitu bantuan keuangan yang diterima dari Luar Negeri
berupa devisa kredit. Devisa kredit ini kemudian dirupiahkan ke dalam kas
negara sehingga kas negara bertambah yang akan digunakan untuk pembiayaan
pembangunan.
- Bantuan Proyek yaitu bantuan kredit yang diterima Pemerintah dari negara
donor berupa peralatan dan mesin-mesin untuk membangun proyek tertentu,
seperti: proyek tenaga listrik, jembatan, jalanan, pelabuhan, telekomunikasi dan
irigasi. Sebagian dari bantuan proyek ini diberikan dalam bentuk jasa konsultan
dan tenaga teknisi yang membantu merencanakan pembangunan proyek.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
bahwa pendapatan negara dapat dikelompokan ke dalam:
1. Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
3. Hibah
Penjelasan:
1. Penerimaan Perpajakan
(i) Pajak dalam negeri terdiri dari :
- Pajak Penghasilan dari Minyak Gas
- Pajak Penghasilan Non Minyak Gas
- PPn dan PPn BM
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
- Cukai
- Pajak lainnya

(ii) Pajak Perdagangan Internasional
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Realisasi PNBP berasal dari:
- Penerimaan Sumber daya alam ( pendapatan minyak bumi, pendapatan gas
alam, pendapatan
pertambangan umum, pendapatan kehutanan,pendapatan perikanan).
- Bagian Pemerintah atas laba BUMN
- Penerimaan Negara bukan pajak lainnya
3. Hibah
Penerimaan negara dalam bentuk sumbangan yang berasal dari negara lain,
swasta dan Pemerintah Daerah yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak
wajib dan tidak mengikat, tidak berlangsung terus menerus dan digunakan untuk
kegiatan tertentu. Adanya kesepakatan atau MoU mengenai pemberian hibah
yang dilakukan pemerintah dengan Pemerintah Negara Lain, Pihak Swasta atau
Pemerintah Daerah.
B. PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
2.B.1 Pengertian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undangundang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan
PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undangundang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :
penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh
Pengusaha
yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah
Pabean
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; impor Barang Kena Pajak Yang
Tergolong Mewah.

Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah
oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah.
PPnBM tidak
dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut
PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau
penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi
oleh importir berbarengan
dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.
2.B.2 Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM
Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah
dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi; perlu adanya pengendalian pola
konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah; perlu adanya
perlindungan

terhadap

produsen

kecil

atau

tradisional;

perlu

untuk

mengamankan penerimaan negara;
2.B.3 Pengertian BKP Mewah
bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau pada umumnya barang
tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau barang
tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau apabila dikonsumsi dapat
merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban
masyarakat, seperti minuman beralkohol.
2.B.4 Pengertian Menghasilkan
PPnBM

dikenakan

pada

saat

Pengusaha

yang

menghasilan

BKP

Mewah

menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam pengertian menghasilkan
adalah sebagai berikut ; merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari
suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit
mobil, barang elektronik, perabot rumah tangga, dan
sebagainya; memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik
dicampur bahan lain atau tidak; mencampur : mempersatukan dua atau lebih
unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain;

mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang
melindunginya dari
kerusakan dan atau untuk meningkatkan pemasarannya;
membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang
ditutup menurut cara tertentu;
2.B.5 Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah
Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh
persen) dan
paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan
tarif 0%
(nol persen).
Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang
Tergolong
Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang
Kena Pajak
Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.”
Peraturan Pemerintah yang mengatur pengelompokan BKP yang tergolong
mewah ini adalah PP Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian mengalami
beberapa perubahan dengan PP Nomor 60Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002,
PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun 2004, PP
Nomor 41 Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun 2006. Adapun Keputusan Menteri
Keuangan yang mengatur jenis barang yang dikenakan PPnBM adalah Keputusan
Menteri

Keuangan

Nomor

570/KMK.04/2000,

381/KMK.03/2001,

141/KMK.03/2002, 39/KMK.03/2003 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
620/PMK.03/2004.

BAB III
PEMBAHASAN
a. Pajak

Pemerintah menegaskan akan tetap memprioritaskan sektor pajak sebagai
tulang punggung penerimaan negara sesuai dengan imbauan Presiden SBY,
karena pajak merupakan harapan terbesar bagi penerimaan negara kita dewasa
ini tercatat lebih 70% penerimaan dalam APBN berasal dari berbagai jenis pajak.
Pungutan pajak dapat kita jumpai hampir di setiap negara di dunia. Ada
beberapa istilah tersendiri atas pungutan yang di Indonesia dikenal dengan
pajak, yaitu belasting, tax, tariff, steuer, abgabe, gebuhr dan sebagainya, yang
pasti melalui pajak, negara mengharapkan adanya penerimaan.
Sering kita dengar ada beberapa jenis pajak – pajak yang ada di Indonesia
diantaranya:
1.Pajak Penghasilan (PPh)
2.Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
3.Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
4.Bea Meterai
5.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
6.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga,
perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos
pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak,
sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan
uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan,
jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk
pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan
masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan
meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang
semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas
bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan
dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.

Disamping

fungsi

budgeter

(fungsi

penerimaan)

di

atas,

pajak

juga

melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai
kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya
lebih

rendah.

Oleh

karena

itu

tingkat

kepatuhan

Wajib

Pajak

dalam

melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan
syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada
akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat
dikurangi secara maksimal.
b.

Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Penerimaan Pajak

Upaya pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak kali ini dilakukan melalui
reformasi tata cara dan administrasi perpajakan yang pada prinsipnya bertujuan
sebagai berikut. Pertama, meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Kedua, meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Ketiga, menciptakan iklim usaha
yang sehat dan berkeadilan agar antar wajib pajak satu dengan wajib pajak
lainnya tidak ada yang merasa dirugikan. Keempat, meningkatkan pelayanan
perpajakan melalui peningkatan kualitas aparatur
atau SDM (sumber daya manusia) perpajakan dan melalui pemanfaatan
kemajuan
tekhnologi informasi (TI). Dan, kelima, tentu saja merupakan upaya untuk
meningkatkan
pendapatan negara. Tingkat kepatuhan wajib pajak dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain yaitu besarnya penghasilan, tarif pajak, persepsi wajib pajak
atas penggunaan uang pajak, perlakuan perpajakan, pelaksanaan penegakan
hukum, berat atau ringannya sanksi perpajakan serta kelengkapan dan
keakuratan database.
Dalam rangka menjaga kesinambungan penerimaan pajak sebagai tulang
punggung penerimaan negara, Direktorat Jendral Pajak telah merumuskan dan
melaksanakan kebijakan peraturan perpajakan dan administrasi perpajakan (tax
policy and administrative reforms). Pada tahun 2002 didirikan satu Kantor
Wilayah DJP Wajib Pajak Besar dan dua Kantor Pelayanan Pajak DJP Wajib Pajak
Besar. Latar belakang pendirian kantor pelayanan pajak DJP wajib pajak besar
tersebut adalah untuk mengelola penerimaan pajak secara lebih progesional
dengan mengadministrasikan penerimaan pajak dari sejumlah kecil wajib pajak
yang

memberikan

kontribusi

penerimaan

pajak

yang

signifikan.

Kantor

Pelayanan Pajak DJP Wajib Pajak Besar diharapkan mampu memberikan
pelayanan yang lebih profesional dan juga melakukan pengawasan terhadap
kepatuhan

wajib

pajak.

Dalam

rangka

untuk

menjamin

kesinambungan

penerimaan pajak sebagai sumber utama APBN dan memberikan keadilan dalam
berusaha, pemerintah perlu memperluas basis pajak dengan meningkatkan
jumlah wajib pajak yang terdaftar untuk memiliki NPWP dan sekaligus
kepatuhannya.
mengingat

Namun

orang

upaya

cenderung

tersebut
untuk

akan

menemui

menghindari

pajak

banyak
atau

kendala

melakukan

manipulasi pajak.
Pola konsumsi negara yang cenderung boros merupakan penyebab
meningkatnya pengeluaran negara yang secara tidak langsung berdampak
terhadap RAPBN yang melambung setiap tahunnya. Pemerintah dalam hal ini
fiskus sudah mengupayakan berbagai cara guna mencapai tujuannya untuk
mengamankan rencana penerimaan perpajakan tersebut, maka Direktorat
Jendral Pajak telah meyusun langkah-langkah strategis, yaitu :
1.

Penyempurnaan sistem administrasi pajak sektor Pajak Pertambahan Nilai
dengan mereview ulang kebijakan pemberian Nomor Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak (NPPKP).

2.

Penelitian ulang efektifitas Pengusaha Kena Pajak (PKP) dimana PKP yang
sudah tidak efektif lagi akan dicabut NPPKP-nya.

3.

Penyempurnaan sistem teknologi informasi yang berkaitan dengan Pajak
Keluaran



Pajak

Masukan

(PK-PM)

seperti

penggunaan

faktur

online,

penyampaian SPT online.
4.

Pengawsan lebih intensif oleh fiskus pada sektor usaha tertentu yang
memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan perpajakan.

5.

Pembinaan dan pemberian fasilitas perpajakan untuk sektor UMKM.

6.

Meningkatan penegakan hukum di bidang perpajakan dan penyempurnaan
sistem piutang pajak secara online yang masih harus direvisi.

7.

Melaksanakan program Sensus Pajak Nasional yang lebih terencana, terarah,
dan terukur untuk meningkatkan jumlah penerimaan pajak.

8.

Di dalam lingkungan fiskus dilakukan peningkatan kualitas SDM (AR,
Pemeriksa Pajak dan Juru Sita).
Penerapan

sanksi

perpajakan

baik

administrasi

(denda,

bunga

dan

kenaikan) dan pidana (penjara) mendorong kepatuhan wajib pajak. Namun
penerapan sanksi harus konsisten dan berlaku terhadap semua wajib pajak yang
tidak memenuhi kewajiban perpajakan. Database yang lengkap dan akurat

mendorong kapatuhan wajib pajak karena database menyediakan data dan
informasi mengenai seluk beluk usaha wajib pajak termasuk kepatuhan
pembayaran dan pelaporan pajaknya secara akurat dan real-time. Sehingga hal
tersebut mendorong kepatuhan sukarela karena wajib pajak tidak dapat
menghindar dari kewajiban perpajakannya.
Upaya pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak pada prinsipnya
bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak, meningkatkan
kepatuhan wajib pajak, menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkeadilan,
meningkatkan pelayanan perpajakan melalui peningkatan kualitas aparatur atau
SDM perpajakan, serta merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan
negara.
Hal-hal tersebut di atas jelas akan menjadi andalan reformasi perpajakan dari
pemerintah

untuk

meningkatkan

penerimaan

dari

wajib

pajak.

Walau,

keberhasilan dari usaha tersebut kembali akan tergantung kepada moral para
wajib pajak dan moral para aparat perpajakan itu sendiri yang selama ini
disinyalir masih banyak yang "bermain mata" dengan para wajib pajak besar
potensial, yang seringkali mencari celah untuk meringankan pajak yang harus
mereka bayar. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) PPnBM merupakan
pajak yang kurang populer di masyarakat umum hal itu bisa disebabkan karena
karakter dari PPnBM itu sendiri merupakan pungutan tambahan disamping PPN
dan hanya dipungut satu kali yaitu saat import dan penyerahan oleh
Pengusahaan Kena Pajak (PKP) pabrikan. Yang selanjutnya tidak ada mekanisme
pajak keluaran dan pajak masukan PPnBM oleh distributor akan dimasukkan ke
harga pokok barang kena pajak yang tergolong mewah.
Maka tidak heran ada beberapa konsumen yang mengkonsumsi barang kena
pajak yang tergolong mewah tersebut tidak mengetahui tentang PPnBM karena
dari pihak Direktorat Jenderal Pajak hanya mengsosialisasikan PPnBM ke importir
dan BKP pabrikan. Salah satu kelompok barang kena pajak yang tergolong
mewah adalah barang elektronika. Barang elektronika yang dikenakan PPnBM
antara lain TV diatas 21’, air conditioner (AC), radio cassette, mesin cuci, alat
perekam, alat fotografi, dan lain lain. Di masyarakat sendiri barang elektronik
merupakan barang yang paling cepat mengalami reposisi, yaitu dari barang
mewah ke barang yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan masyarakat.
Penerimaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebagai upaya
meningkatkan APBN Penerimaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

ternyata dapat meningkatkan penerimaan negara. Hal ini dikarenakan karena
PPnBM mengandung dua
unsur pajak, yaitu fungsi budgetair/finansial dan fungsi regulerend/mengatur.
Dalam Fungsi budgetair/finansial, PPnBM telah terbukti memberikan sumbangsih
yang cukup besar kepada pendapatan negara, sedangkan dalam fungsi
regulerend atau mengatur, pemberlakuan PPnBM memiliki makna pemerataan
dan membawa rasa keadilan di tengah masyarakat, kelompok masyarakat
berpenghasilan tinggi diharapkan berperan lebih besar mendanai pembangunan
di Indonesia. Penerapan PPnBM pada tarif tinggi dapat mengatur kegiatan dan
gaya hidup masyarakat ke arah yang lebih efisien dan hemat.
Hambatan yang dialami oleh pemerintah dalam memungut PPnBM : Kurangnya
kesadaran masyarakat dalam hal membayar pajak. Banyaknya barang-barang
mewah yang masuk secara ilegal. Daya beli masyarakat yang berkurang
terhadap barang mewah akibat inflasi. Terjadi pemalsuan dokumen kepabeanan,
yang sebenarnya termasuk dalam golongan barang mewah ditulis di dokumen
jalan sebagai barang non mewah.
Dalam menghadapi hambatan yang ada, pemerintah telah melakukan berbagai
upaya Dilakukan penyuluhan penyuluhan dan bimbingan kepada masyarakat
mengenai fungsi dan manfaat pajak bagi kelangsungan hidup bernegara dan
kelancaran akan jalannya pembangunan bangsa, diberlakukannya sunset policy.
Memperketat jalur perdagangan (baik darat maupun wilayah laut dan udara
Indonesia) yang dilakukan oleh Dirjen bea dan cukai juga dibantu oleh Tentara
Nasional Indonesia. Dibentuk tim gabungan antara Dirjen bea dan cukai dengan
Departemen Luar Negeri. Pemeriksaan sistem pengiriman barang (kargo)
dibandara semakin diperketat. Memperbaiki system perekonomian makro
Indonesia dengan menekan inflasi yang terjadi,dengan cara memberlakukan:
kebijakan Moneter, Kebijakan Fiskal, Kebijakan Non-Moneter Pemeriksaan yang
lebih teliti terhadap dokumen-dokumen barang impor yang masuk Indonesia.
Peningkatan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada tahun 2005,
2006
dan 2007 Penerimaan PPN dan PPnBM tumbuh rata-rata sebesar 23,5 persen
dalam tiga tahun terakhir yaitu dari Rp101,3 triliun tahun 2005 menjadi Rp154,5
triliun tahun 2007. Dalam kurun waktu yang sama, penerimaan PPN dan PPnBM

merupakan kontributor terbesar kedua terhadap penerimaan perpajakan dengan
kontribusi ratarata sebesar 30,3 persen. Tingginya realisasi PPN dan PPnBM
tersebut disebabkan membaiknya kondisi perekonomian nasional terutama
besaran konsumsi akhir masyarakat (final demand) yang
mendorong

peningkatan

transaksi

bisnis.

Khusus untuk

PPnBM,

realisasi

penerimaannya
secara langsung dipengaruhi baik oleh volume transaksi (penyerahan) dalam
negeri, maupun volume dan harga produk barang-barang impor.
Selain itu terjadi juga peningkatan perkembangan penerimaan negara dari pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada tahun 2009, Penerima PPh dan
PPnBM pada periode Januari s.d Juni 2009 sebesar Rp. 217.447,04 miliar atau
mengalami pertumbuhan sebesar 0,31% Jika dibandingkan dengan penerimaan
PPh dan PPN/PPnBM periode yang sama pada tahun 2008 sebesar Rp.
216.784,17 miliar.
Di atas merupakan salah satu bukti bahwa penerimaan PPh dan PPN/PPnBM telah
mengalami peningkatan setiap tahunnya.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pajak berfungsi dalam pembiayaan (budgetair) pembangunan, terutama untuk
keperluan

pengeluaran

rutin

seperti

belanja

pegawai,

barang,

termasuk

pemeliharaannya. Dengan pajak, roda pembangunan dapat berjalan dan
membuka

kesempatan

menyebutkan

bahwa

kerja.
pajak

Berbagai

penelitian

dan

juga

meberikan

kontribusi

yang

besar

data-data
sebagai

penyumbang pendapatan negara dari dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah
selalu mengupayakan penerimaan pajak secara maksimal dan optimal. Apabila
penerimaan pajak mengalami kendala seperti banyak yang mangkir dan
memanipulasi kewajiban pajak wajib pajak, tentulah kelangsungan hidup suatu
negara

akan

goyah

karena

berkurangnya

pendapatan

terbesar

tersebut

sedangkan RAPBN negara selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Tidak dapat dipungkiri jika pajak merupakan sumber pendapatan utama setiap
negara di dunia. Tentu keberadaan pajak sangat penting dalam pelaksanaan
fungsi negara dan pemerintahan. Di negara-negara maju dan berkembang,
sebagian potensi pendapatan negara melalui pajak itu sudah dimanfaatkan bagi
keperluan peningkatan kemampuan inovasi dan teknologi badan usaha dan
industri nasional mereka. Sebagaimana dimaklumi,
pajak berfungsi dalam pembiayaan (budgeter) pembangunan, terutama untuk
keperluan
pengeluaran rutin seperti belanja pegawai, barang, termasuk pemeliharaannya.

Dengan pajak, roda pembangunan dapat berjalan dan membuka kesempatan
kerja.
Dalam

hal

ini

pajak

juga

berfungsi

sebagai

pendistribusi

pendapatan

masyarakat. Dengan
pajak, suatu pemerintahan juga dapat menjalankan kebijakan terkait dengan
stabilitasi harga sehingga tingkat inflasi dapat tetap dijaga. Stabilitasi dilakukan
dengan mengatur peredaran uang, yang dilakukan melalui pemungutan pajak
dan dengan pemanfaatannya secara efektif dan efisien.
Penerimaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata dapat
meningkatkan

penerimaan

negara.

Hal

ini

dikarenakan

karena

PPnBM

mengandung dua unsur pajak, yaitu fungsi budgetair/finansial dan fungsi
regulerend/mengatur. Dalam Fungsi budgetair/finansial, PPnBM telah terbukti
memberikan sumbangsih yang cukup besar kepada pendapatan negara,
sedangkan dalam fungsi regulerend atau mengatur, pemberlakuan PPnBM
memiliki makna pemerataan dan membawa rasa keadilan di tengah
masyarakat, kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi diharapkan berperan
lebih besar
mendanai pembangunan di Indonesia. Penerapan PPnBM pada tarif tinggi dapat
mengatur
kegiatan dan gaya hidup masyarakat ke arah yang lebih efisien dan hemat.
Walau, harus diakui bahwa hal-hal ini masih menemui banyak kendala dan masih
sulit untuk dilaksanakan oleh oknum aparat perpajakan kita sebab biasanya
masih ada pihak-pihak tertentu yang sengaja memancing di air keruh, memakai
kesempatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan kerugian di pihak
negara. Selain itu, mengejar
wajib pajak potensial kelas kakap sangat sulit dilakukan karena biasanya mereka
sangat
dekat dengan kekuasaan, hingga terkesan sangat sulit untuk disentuh tangantangan aparat pajak kita.