HUKUM ZAKAT PERBANKAN SEBAGAI BADAN HUKU

MAKALAH

HUKUM ZAKAT PERBANKAN
SEBAGAI BADAN HUKUM
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Fiqih Kontemporer
Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.
Oleh:
Nurul Khasanah
NPM. 141270510

Kelas A
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) METRO
TAHUN 1438 M / 2017 H

NAMA: NURUL KHASANAH
NPM

:141270510


A. PENDAHULUAN
Zakat merupakan salah satu praktek ibadah dari rukun Islam. Selain itu zakat
merupakan bentuk ajaran yang menuntut umat Islam untuk senantisa peduli
terhadap nasib saudara-saudaranya yang mengalami kesusahan dalam hal
ekonomi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemasyarakatkan ibadah zakat
yang dituntunkan oleh Syariah Islam perlu ditingkatkan.
Pemberdayaan ekonomi Umat Islam melalui pelaksanaan ibadah zakat
masih banyak menemui hambatan yang bersumber terutama dari kalangan
Ummat Islam itu sendiri. Kesadaran pelaksanaan zakat di kalangan Umat Islam
masih belum diikuti dengan tingkat pemahaman yang memadai tentang ibadah
yang satu ini, khususnya jika diperbandingkan dengan ibadah wajib lainnya
seperti sholat dan puasa. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang waib
zakat dan mekanisme pembayaran yang dituntunkan oleh syariah Islam
menyebabkan pelaksanaan ibadah zakat menjadi sangat tergantung pada
masing-masing

individu.

Hal


tersebut

pada

gilirannya

mempengaruhi

perkembangan institusi zakat, yang seharusnya memegang peranan penting
dalam pembudayaan ibadah zakat secara kolektif agar pelaksanaan ibadah harta
ini menjadi lebih efektif dan efisien.
Seiring dengan perkembangan pola kegiatan ekonomi saat ini terdapat
berbagai permasalahan seputar hukum zakat utamanya terdapat ketentuan harta
kekayaan yang wajib untuk di zakati. Pada umumnya ulama-ulama salaf sesuai
dengan nash yang ada mengategorikan bahwa harta yang kena zakat yaitu
binatang ternak, emas dan perak, barang dagangan, harta galian, dan yang
terakhir adalah hasil pertanian. Namun demikian, para ulama salaf berbeda
pendapat tentang kewajiban zakat selain dari yang telah disebutkan tersebut,
sebagian mewajibkan dan sebagian yang lain tidak mewajibkan. Ibnu Hazm

mengatakan bahwa tidak wajib zakat kecuali pada delapan macam harta, yaitu
emas, perak, gandum, sya’ir, korma unta, lembu, kambing dan biri-biri.
Permasalahan zakat yang sangat kompleks, membutuhkan dasar hukum dan
praktek yang rumit, karena berhubungan dengan ketentuan harta yang harus

dizakati, sistem perhitungan dengan ketentuan harta yang harus dizakati, sistem
perhitungan dan golongan-golongan yang berhak mendapatkannya. Dan
permasalahan tersebut secara detail akan di jelaskan dalam makalah ini.

B. KONSEP DASAR ZAKAT
1. Definisi Zakat
Zakat menurut bahasa, berarti nama’ berarti kesuburan, thaharah berarti
kesucin, barakah berarti keberkatan dan berarti juga tazkiyah tathhir yang
artinya mensucikan. Syara’ memakai kata tersebut untuk kedua arti ini.
Pertama, dengan zakat diharapkan akan mendatangkan kesuburan pahala.
Karenanya dinamakanlah “harta yang dikeluarkan itu” dengan zakat. Kedua,
zakat merupakan suatu kenyataan jiwa yang suci dari kikir dan dosa.1
Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah
harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah
untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan

persyaratan tertentu pula.2 Selain itu menurut istilah fiqih, zakat adalah
shodaqoh yang sifatnya wajib, berdasarkan ketentuan nishab dan haul dan
diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya, yakni 8 ashnaf.3
Istilah zakat secara syari’at adalah Al-Quran dan As-Sunnah kadang
menggunakan kalimat “shadaqah”. Dalam hal ini menurut Imam Mawardi
dikutip oleh Muhammad Hasbi, mengungkapkan, “kalimat shadaqah kadang
yang dimaksud yaitu zakat, dan zakat yang dimaksud adalah shadaqah, dua
kata yang berbeda akan tetapi memiliki makna substansi yang sama”. Hanya
saja ‘urf telah mengurangi nilai kata shadaqah sebab dipergunakan untuk
pemberian yang diberikan kepada peminta-minta. Sesungguhnya kata
shadaqah itu melambangkan kebenaran

iman dan melambangkan pula

bahwa orang yang member shadaqah itu membenarkan adanya hari
pembalasan.4 Pernyataan tersebut diperkuat dengan firman Allah SWT;5

            
     
Artinya:

1

h. 3

2

M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2009),

Didin Hafidhuddin, Zakat Infaq Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Perss, 2004), h. 13
M. Darmawan Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Yogyakarta:
Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), 1999), h. 475
4
Aristoni dan Junaidi Abdullah, “Reformulasi Harta Sebagai Sumber Zakat dalam
perspektif ulama kontemporer” dalam Jurnal Ziswaf, Vol. 2, No. 2, Desember 2015, h. 299
5
QS. At-Taubah (9): 103.
3

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. At-Taubah 9 : 103).
Zakat adalah salah satu rukun yang memiliki muatan sosial ekonomi dari
lima rukun Islam yang ada. Sesorang dianggap telah sah sebagai pemeluk
umat Islam jika ia telah menunaikan zakat disamping juga berikrar tauhid
(syahadat) dan juga shalat. Zakat ditinjau dari sisi bahasa merupakan kata
dasar (masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik.
Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka,
berarti orang itu baik. Menurut lisan al-Arab sebagaimana dikutip oleh alQardhawi dalam bukunya Dimensi Sosial dan Spiritual Ibadah Zakat “Hukum
Zakat” ditinjau dari sisi bahasa berarti adalah suci, tumbuh, berkah, dan
terpuji. Semua makna tersebut digunakan di dalam al-Qur’an dan Hadis.
Tetapi yang terkuat menurut Wahidi dan lain-lain, kata dasar zaka berarti
bertambah dan tumbuh, sehingga bisa dikatakan tanaman itu zaka, berarti
tanaman itu tumbuh, sedangkan tiap sesuatu yang bertambah disebut zaka
artinya bertambah. Bila satu tanaman tumbuh tanpa cacat maka kata zaka di
sini berarti bersih. Bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka
berarti orang itu lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu disebut
zaki, berarti orang tersebut memiliki lebih banyak sifat-sifat orang baik, dan
kalimat hakim-zaka-saksi berarti hakim menyatakan jumlah saksi-saksi
diperbanyak (Qardawi, 2011: 34).6

Imam

An-Nawai

mengatakan

bahwa

zakat

mengandung

makna

kesuburan. Kata zakat dipakai untuk dua arti yaitu subur dan suci. Ibnul
‘Arabi mengatakan bahwa zakat digunakan untuk sedekah yang wajib,
sedekah sunat, nafakah, kemaafan dan kebenaran. Abu Muhammad Ibnu
Qutaibah mengatakan bahwa lafadh zakat diambil dari kata zakah yang
berarti nama’ atau kesuburan dan penambahan. Harta yang dikeluarkan
disebut zakat karena menjadi sebab bagi kesuburan harta (Ash-Shiddiqy,

2006: 5).7

6

Abdul Karim. “Dimensi Sosial dan Spiritual Ibadah Zakat” dalam ZISWAF. Vol. 2, No. 1,
Juni 2015. (2-22). h. 2.
7
Ibid.

Sedangkan zakat dari segi istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak, disamping
berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri. Jumlah yang dikeluarkan
dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu, menambah
banyak, membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan.
Sebagaimana imam Nawawi mengutip pendapatnya imam Wahidi yang
dikutip oleh Yusuf Qardawi dalam kitab “Hukum Zakat”. Zakat adalah bagian
dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada
pemiliknya (muzakki), untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya
(mustahik) dengan persyaratan tertentu pula. Zakat merupakan ibadah
maliyah ijtima’iyyah yang artinya merupakan ibadah di bidang harta yang

memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat.
Karena itu, di dalam Al-Qur’an dan Hadist, banyak perintah untuk berzakat,
sekaligus pujian bagi yang melakukannya. Di samping itu ada beberapa
definisi terminologis (istilah) zakat oleh para ulama sebagai berikut :8
a. Menurut Hanafi
Mereka mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta
tertentu untuk orangb tertentu, yang ditentukan oleh syari’ah karena
Allah.
b. Mazhab Syafi’
Mereka mendefinisikan zakat sebagai sebuah ungkapan keluarnya
harta sesuai dengan cara khusus.
c. Mazhab Hanbali
Zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus
untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang diisyaratkan
dalam Al-Qur’an.
Menurut beberapa pandangan ulama lainnya menjelaskan bahwa:
a. Imam Asy-Syaukani
Zakat adalah memberi suatu bagian dari harta yang sudah sampai
nishab kepada orang fakir dan sebagainya, yang tidak berhalangan
syara’ sebagai penerima.

b. Imam Nawawi

8

Ibid., h. 3.

Zakat adalah “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT
diserahkan kepada orang-orang yang berhak”, di samping berarti
“mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.” Jumlah yang dikeluarkan
dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu
menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan
itu dari kebinasaan.
c. Imam Al-Mawardi
Zakat adalah sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang
tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada
golongan tertentu.
Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat sebagai
harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang, kepada
masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat, tanpa mendapat
imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan

pemilik harta, yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan delapan
golongan yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an serta untuk memenuhi
tuntutan politik bagi keuangan Islam.9
2. Dasar Hukum Zakat
a. Al-Qur’an
Adapun dasar hukum dan dalil Al-Qur’an-nya diperoleh melalui
beberapa ayat di dalam Al-Qur’an, di antaranya firman Allah SWT
berikut ini:
1) QS. Al-Baqarah 2 : 4310

       
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orangorang yang ruku”.
2) QS. Al-Taubah 9 : 103.11

9

Ibid.,h. 4.
QS. Al-Baqarah (2): 43.
11
QS. Al-Taubah (9): 103.
10

        
         
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”
b. Hadis
Sedangkan landasan dari hadis yaitu ketika Rasulullah saw.
mengutus Mua’adz bin Jabal ke Yaman, beliau memberikan wejangan
beberapa hal termasuk di antaranya zakat yang wajib ditunaikan jika
penduduk di sana telah masuk Islam. Beliau bersabda (al-Asqalani,
2007: 2):12
Artinya:
Dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW. mengutus Mu’adz RA ke
Yaman seraya bersabda, “Serulah mereka kepada persaksian bahwa
tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan
sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka mentaatinya,
maka beritahukan bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat
lima waktu setiap hari dan malam. Apabila mereka menaatinya, maka
beritahukan bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sedekah dalam
harta mereka yang diambil dari orang- orang kaya diantara mereka
lalu diberikan kepada orang- orang miskin mereka”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Hadis di atas menjelaskan bahwa, Rasulullah saw. mengutus
Mua’adz ke Yaman untuk memberitahukan bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Setelah mereka
menyakininya, maka suruhlah mereka mengerjakan shalat lima waktu
sehari semalam. Dan setelah itu dikerjakan, maka Allah mewajibkan

12

Abdul Karim. Dimensi Sosial dan Spiritual Ibadah Zakat., h. 6.

atas mereka untuk membayar zakat dari harta mereka yang diambil
dari orangorang kaya untuk diberikan kepada orang- orang yang
miskin yang membutuhkan di antara mereka.13
c. Undang-undang
Hukum zakat juga dijelaskan dalam undang-undang terbaru
nomor 23 tahun 2011 tentang zakat, yang berbunyi:14
1) Pasal 1 ayat 2
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seseorang muslim
atau

badan

usaha

untuk

diberikan kepada

yang

berhak

menerimanya sesuai dengan syariat islam, dan setiap warga
Negara Indonesia yang beragam islam dan mampu atau badan
usaha yang

dimiliki oleh seseorang

muslim

berkewajiban

menunaikan zakat. Jika ada muslim yang enggan mengeluarkan
zakatnya, tetapi tidak mengingkari wajibnya zakat, maka dia
berdosa dan dikenai hukuman. Sanksi yang diterima muslim
tersebut adalah diambil hartanya secara paksa dan melebihi batas
kadar zakatnya, selagi muslim tersebut tidak menutupinya atau
tidak tahu atau tidak mengingkarinya.
2) Pasal 2
Pengelolaan zakat berdasarkan:
a) Syariat Islam;
b) Amanah;
c) Kemanfaatan;
d) Keadilan;
e) Kepastian hukum;
f)

Terintegrasi; dan

g) Akuntabilitas.
3. Rukun dan Syarat Zakat
a. Rukun Zakat

13
14

Ibid. h. 4.
Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pasal 1 dan pasal 2.

Adapun yang termasuk rukun zakat adalah:
1) Pelepasan atau pengeluaran hak milik pada sebagian harta yang
dikenakan wajib zakat.
2) Penyerahan sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai
harta kepada orang yang bertugas atau orang yang mengurusi
zakat (amil zakat).
3) Penyerahan amil kepada orang yang berhak menerima zakat
sebagai milik.
b. Syarat Zakat
Untuk membatasi pengertian syarat, penyusun berpegang pada
makna syarat yang berarti: hal-hal atau sesuatu yang ada atau tidak
adanya hukum tergantung ada dan tidak adanya sesuatu itu.15
Dari pengertian tersebut, syarat dalam zakat ada dua, yaitu:
1) Syarat zakat yang berhubungan dengan subyek atau pelaku
(muzakki : orang yang terkena wajib zakat) adalah Islam,
merdeka, baliq dan berakal.
2) Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai
obyek zakat)
Mengenai jenis harta (kekayaan) yang menjadi obyek zakat
secara

umum

telah

disebutkan

dalam

al-Quran,

kemudian

diperincikan dan diperjelas dalam hadis-hadis nabi, menyangkut pada
kelompok harta, namun macam-macam jenis harta tersebut, tidak
sebagai pembatasan yang mutlak dan bersifat mati, akan tetapi
additional yaitu sesuai dengan waktu itu.16
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya jenis
(macam-macam) harta yang menjadi obyek zakat adalah harta yang
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:17
a) Milik penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya kekayaam itu harus
berada dalam control dan dalam kekuasaan yang punya,
15

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fiqh, penerj. Iskandar al-Barsany, cet. Ke-3, (Jakarta:
Rajawali Press, 1993), h. 185.
16
Ibid.
17
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi…, h. 41.

(tidak bersangkut di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan
pendapatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
b) Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan
sunatullah maupun bertambah karena ikhtiar manusia. Makna
berkembang di sini mengandung maksud bahwa sifat
kekayaan itu dapat mendatangkan income¸ keuntungan atau
pendapatan. Dengan begitu nampak jelas bahwa jenis atau
macam-macam harta (kekayaan) tidak hanya yang dijelaskan
dalam hadis nabi, melainkan pada harta yang mempunyai
potensi dapat dikembangkan atau berkembang dengan
sendirinya.
c) Mencapai nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Contoh: nisab ternak unta adalah lima ekor dengan
kadar zakat seekor kambing. Sehingga apabila jumlah unta
kurang dari lima ekor maka belum wajib dikeluarkan zakatnya.
d) Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi
kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya
untuk hidup wajar sebagai manusia.
e) Bebas dari hutang
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari
hutang, baik hutang kepada Allah (nazar atau wasiat) meupun
hutang kepada sesame manusia.
f)

Berlaku setahun
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili dalam
kitabnya Tanyinda al-Haqa’iq syarh Kanzu Daqa’iq,yakni
genap satu tahun dimiliki.18

18

Syauqi Isma’il Syahatin, Penerapan Zakat di Dunia Modern, (Jakarta: Pustaka Dian
Antar Kota, 1986), h. 128.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim. “Dimensi Sosial dan Spiritual Ibadah Zakat” dalam ZISWAF. Vol. 2,
No. 1, Juni 2015. (2-22).
Abdul Wahab Khallaf, 1993. Ilmu Usul Fiqh, penerj. Iskandar al-Barsany, cet. Ke3. Jakarta: Rajawali Press.
Al QS. At-Taubah (9): 103.
Aristoni dan Junaidi Abdullah, “Reformulasi Harta Sebagai Sumber Zakat dalam
perspektif ulama kontemporer” dalam Jurnal Ziswaf, Vol. 2, No. 2,
Desember 2015.
Didin Hafidhuddin. 2004. Zakat Infaq Sedekah. Jakarta: Gema Insani Perss.
M. Darmawan Rahardjo. 1999. Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi.
Yogyakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF).
M. Hasbi ash-Shiddieqy. 2009. Pedoman Zakat. Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra.
Syauqi Isma’il Syahatin. 1986. Penerapan Zakat di Dunia Modern. Jakarta:
Pustaka Dian Antar Kota.
Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pasal 1 dan
pasal 2.