Penumbuhan Kalus dioscorea Pentaphylla L. Dan Kalus Agave Amaniensis Trel.& Nowell Pada Media Cair Dan Deteksi Steroidnya Repository - UNAIR REPOSITORY

  S K R I P S I

ENY NURYANI PENUMBUHAN KALUS OlOSCOREA PENTAPHYLLA L. DAN KALUS AGAVE AMANlENStS TREL.& NOWELL PADA MEDIA CAIR DAN DETEKS1 STEROIQNYA

  M I L I K

  P L R P U S i A K A A N U N I V t i * u l A S A l K L A N G w v ’ b L K B \ Y A r f wr/ft

  i/ltA PENUMBUHAN KALUS DIOSCOREA PENTAPHYLLA L DAN KALUS AGAVE AMANIENSIS TREL.& NOWELL PADA MEDIA CAIR

  DAN DETEKSI STEROIDNYA SKRIPSI DIBUAK UNTUK MEMENUHI TUGAS AKHTH?

  MENO'APAI GELAR SAltJANA PARMASI PADA I^AKULTAS PARMASI

  SURABAYA 1991 oleh

  058110408 RATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan pada Allah swt yang telah melimpahkan rahmatHya, sehingga saya da- pat menyelesaikan tugas raenyusun skripsi ini sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

  Hasil yang diperoleh dari skripsi ini sangat seder- hana dan jauh dari sempuma* Tetapi saya berharap hasil yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penelitian- penelitian selanjutnye. dan bagi pihak-pihak yang membu- tuhkan.

  Untuk itu perkenankanlah pada kesempatan ini saya mengucapkan rasa terima kasih yang tulus dan sedalam- dalamnya kepada Almamater Fakultas Farmasi Universitas

  Airlangga yang telah memberi kesempatan belajar dan mendidik saya selama ini* Terima kasih saya sampaikan pula kepada Bapak DR*

  G-unawan Xndrayanto, Ibu Dra. Wahyu Utami, MS sebagai pembimbing, yang telah banyak raeluangkan waktu untuk membimbing, memberi saran, pengarahan serta dorongan moral yang sangat berharga selama saya nelakukan pene- litian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

  Kepada Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengeta- huan Alam Universitas Airlangga, Ketua Jurusan Biologi FMIPA dan Laboratorium Bio Medis FMIPA, serta Laborato­ rium Biofarmasetika Fakultas Farmasi yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk mempergunakan fasilitas laboratorium.

  Ketua Jurusan Biologi Farmasi dan Laboratorium Bio­ teknologi Fakultaa Farmasi TJniversitas Airlangga yang telah menyediakan fasilitas selama penelitian.

  Tidak lupa kepada Bapak dan Ibu Dosen, rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah memberi dorongan moral dan bantuan, saya sampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga segala amal baik yang telah di berikan mendapat balasan yang melimpah dari ALLAH SWT. Amin.

  Surabaya, Agustus 1991 Penyusun

  DAFTAR ISI Halaman

  KATA PENGANTAR ..............................ii BAFTAR ISI .................... ........ .iv DAFTAR TABEL ..............................viii DAFTAR GAMBAR ..............................ix DAFTAR LAMPIRAN ..............................xi

  BAB I PENDAHULTJAN ........................ .1 BAB II TIKJAUAN PTJSTAKA ................... .6 I.'Kultur jaringan tanaman ......... . 6 II. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kultur jaringan tanaman ........................ .7

  II. 1. Media kultur jaringan ......... .8

  11.1.1. Komposisi media ......... ..... 8

  11.1.2. Sumber karbon

  9 II. 1.3. Hormon pertumbuhan ...... ..... 9

  II.1.4. Agar-agar yang dipergunakan .... 11 11.2..Kondisi lingkungan ...... .

  11 11.2.1. pH media ........ .

  11

  11.2.2. Teraperatur dan cahaya

  12

  11.2.3. Kecepatan agitasi untuk kultur suspensi ............. .13

  III. Tinjauan tentang Diosoorea pentaphylla L dan metabolit sekundernya ............. ....... 14

  IV. Tinjauan tentang Agave ama- nienais Trel.& Nowell ....... ... 16 V* Deteksi steroid ........ ........ 17

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............ ... 18 I. Alat yang dipergunakan .... ....... 18 II. Bahan ....................... ... 18 11.1. Bahan kiraia yang dipergunakan ..

  18

  11.2. Bahan percobaan ........ ....... 19

  III. Tahapan kerja ........... ...... 20 111.1.1. Pembuatan media padat ....... 21 111.1.2. Pembuatan media kultur permukaan ............... ... 21 111.1.3. Pembuatan media kultur

  "pilter paper Bridge t ! Technique

  22 111.1.4. Pembuatan media kultur suspensi ............ .

  22 III.2* Memperbanyak kalus ..... .

  23 III.3.1. Peraindahan kalus kedalam media kultur permukaan ....

  23

  111.3*2. Pemindahan kalus pada rt kultur Filter Paper Bridge

  I! Technique ................. 24

  III.3.3. Pemindahan kalus pada media kultur suspensi ...... 24

  III.4. pemeriksaan kalus ....... .

  25 III-4.1. Pemeriksaan kalus secara visual .................... 25 111.4.2. Penghitungan indeks per­ tumbuhan kultur permukaan .... 25 111.4.3. Penghitungan indeks per- n tumbuhan kultur Filter

  Paper Bridge Technique" ..... 26 111.4.4. Penghitungan indeks per­ tumbuhan kultur suspensi ..... 26

  III.5. Deteksi steroid dari kalus secara KLT ................ 27 BAB XV HASIL PENELITIAN ................... 28

  1. Pemeriksaan kalus secara visual .... 28

  2. Penghitungan indeks pertumbuhan kalus ........ .................. 33

  3. Deteksi steroid pada kalus ....... 35

  BAB V PEMBAHASAN ....................... ..51

  1. Penumbuhan kalus pada kultur cair ......................... .51

  1.1. Perlakuan pada kultur permukaan .. 51 ti

  1.2. Perlakuan pada kultur Filter paper Bridge Technique ....•••• 52

  1.3. Perlakuan pada kultur suspensi .. 53

  2. Deteksi steroid dalam kalus .....54

  BAB VI KESIMPULAN ........................ .55 BAB VII SARAN - SARAN ..................... .56 BAB VIII RINGKASAN ......................... .57 BAB IX KEPUSTAKAAN ....................... .58

  DAFTAR TABEL TABEL Halaman 1* Pemeriksaan kalus secara visual ......

  28

  2. Data makroskopis kalus Diosoorea pentaphylla L ................... .

  29

  3. Data makroskopis kalus Agave ama- nlensis Trel.& Nowell ................

  30

  4. Indeks Pertumbuhan kalus Diosoorea pentaphylla L . •.....................

  33 5* Indeks Pertumbuhan kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell .............

  34

  6. Hasil KLT ekstrak chloroform kalus Diosoorea pentaphylla L .......... ..... .

  44

  7. Hasil KLT ekstrak chloroform kalus Dios corea pentaphylla L sesudah dihidrolisa •.

  46

  8. Hasil KLT ekstrak chloroform kalus Agave amaniensis .. ................. *.

  47 9# Hasil KLT ekstrak chloroform kalus

  Agave amaniensis Trel.& Nowell se­ sudah dihidrolisa ....................

  49

  DAFTAR OAHBAR GAMBAR Halaman

  1. Kalus Dioscorea pentaphylla L berumur 8 minggu ...................

  31

  2. Kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell berumur 4 minggu ........ ...........

  32 3* Kromatogram ekstrak chloroform kalus

  Dioscorea pentaphylla L* Fase gerak n-heksan : etyl asetat = 4 : 1 .......

  36 4* Kromatogram ekstrak chloroform kalus

  Dioscorea pentaphylla L. Fase gerak chloroform : etyl asetat = 9 : 1 .....

  37

  5. Kromatogram ekstrak chloroform kalus Dioscorea pentaphylla L sesudah dihi- drolisa. Fase gerak n-heksan ; etyl asetat = 4 : 1 ............. ....... .

  38

  6. Kromatogram ekstrak chloroform kalus Dioscorea pentaphylla L sesudah dihi- drolisa. Fase gerak chloroform : etyl asetat = 9 : 1 ............. ........

  39 7* Kromatogram ekstrak chloroform kalus

  Agave amaniensis Trel.& Nowell. Fase gerak n-heksan : etyl asetat = 4 : 1 ....

  40

  Halaman GAMBAR

  8* Kromatogram ekstrak chloroform kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell. Fase

  41 gerak chloroform : etyl asetat « 9 : 1 .. 9* Kromatogram ekstrak chloroform kalus

  Agave amaniensis Trel.& Nowell sesudah dihidrolisa. Pase gerak n-heksan : etyl asetat = 4 : 1 .............. .

  42

  10. Kromatogram ekstrak chloroform kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell sesu­ dah dihidrolisa. Pase gerak chloroform etyl asetat = 9 : 1 .......... ......

  43

  DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN Halaman

  1. Koraposisi kimiawi media MS ............. 61 2* Komposisi penampak noda anisaldehida sulfat .................... ........... 62 3* Perbandingan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata kultur per­ mukaan (agar-agar 0,3 %) dari kalus

  Dioscorea pentaphylla L ................ 63 4- Perbandingan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata kultur per­ mukaan (agar-agar 0,4 %) dari kalus

  Dioscorea pentaphylla L ................ 66

  5. Perbandingan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata kultur per­ mukaan (agar-agar 0,5 %) dari kalus

  Dioscorea pentaphylla L ................ 69

  6. Perbandingan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata kultur Filter t t Paper Bridge Technique dari kalus Dios­ corea pentaphylla L ............ ....... 72

  LAMPIRAH Halaman

  7. Perbandingan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata kultur permukaan (agar-agar 0,3 %) dari kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell .... 75

  8. Perbandingan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata kultur permukaan (agar-agar 0,4 %) dari kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell .... 78

  9. Perbandingan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata kultur permukaan (agar-agar 0,5 %) dari kalus Agave amaniensi3 Trel.& Nowell .... 81

  10. Perbandingan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata f t M kultur Filter Paper Bridge Technique dari kalus Agave amaniensis Trel.& No­ well ......................... ......

  84

  11. Tabel nilai t ......................... 87

  BAB I i PEUDAHCLUAN

  1 1. Latar belakang.

  Dewasa ini istilah bioteknologi sangat ramai di- perbincangkan, baik dal am bentuk seminar maupun da- lam bentuk media masa. Secara etimologi, dapat dikatakan bahwa bioteknologi adalah ilmu rekayasa makhluk/jasad hidup. Sehingga secara umum dapat dibedakan atas bioteknologi hewan dan bioteknologi tanaman* Bioteknologi tanaman telah berkembang wawasannya bukan hanya untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap lingkungan, tanah, iklim serta resisten terhadap hama dan penyakit, tetapi juga bertujuan menaikkan produksi metabolit sekunder*(1)

  Berbagai teknik dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut. Satu diantaranya dengan teknik kul­ tur jaringan*

  Kultur jaringan tanaman didasarkan pada konsep yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann (1838) yang menyatakan bahwa organisme terdiri dari sel.

  Sel sebagai kesatuan biologis terkecil yang mampu mengadakan segala aktifitas yang berhubungan dengan hidup seperti metabolisme, reproduksi dan tumbuh.

  2 Julius Sachs (1865) mengemukakan bahwa proses per­ tumbuhan terjadi pada sel-sel maristimatis yang be- lum terdiferensiasi. Didaerah meristem ini pertumbuh an berlangsung karena pembelahan sel, pertambahan plasma, pembesaran atau perpanjangan sel. Diluar daerah meristem baru terjadi diferensiasi. Pada tahap ini akan terjadi berbagai macam bentuk dan ukuran sel yang sesuai dengan fungsinya. Selan- jutnya akan terbentuk individu baru yang sempurna. Kemampuan regenerasi dari tumbuhan ini yang oleh Haberlandt (1902) dan kemudian oleh Sinnott (1950) disebut totipotent.(2) Haberlandt dengan penelitiannya yang berjudul "Expe­ riments on the culture of isolated plant cells" te­ lah berhasil menanam sel yang diisolasi dari jaring­ an tanaman pada medium yang mengandung suatu nutrien

  (secara in vitro).(3) Secara umum pertumbuhan kultur jaringan tanaman dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu : (4)

  • Kondisi lingkungan kultur jaringan selama inku basi.
  • Media kultur jaringan. Kondisi kultur jaringan ini dapat berupa pH media, suhu, cahaya dar; lain-lain, yang secara tunggal atau

  3 atau produksi raetabolit sekunder.(4) Sedangkan media kultur jaringan tanaman, pada dasar- nya terdiri dari senyawa kimia yang secara alami di- butuhkan oleh sel untuk kelangsungan hidupnya. Umumnya digunakan media Murashige-Skoog dengan penam- bahan agar-agar untuk membuat media berbentuk gel.

  Tetapi pemakaian agar-agar dengan konsentrasi yang tinggi dapat mempengaruhi difusi nutrien dan gas yang akhirnya dapat menghambat pertumbuhan kultur jaringan tanaman.(5)

  Maka perlu dicoba berbagai alternatif penanaman ja­ ringan tanaman, baik pada media MS dengan konsentrasi agar-agar yang lebih rendah maupun tanpa penambahan agar-agar, antara lain :

  1. Penanaman pada kultur permukaan.

  2. Penanaman dengan cara filter Paper Bridge

  tr Technique .

  3* Penanaman pada kultur suspensi. Kultur permukaan merupakan cara penanaman pada media dengan konsentrasi agar-agar 0,2 - 0,5 %•

  Dengan konsistensi media yang lunak, difusi nutrien oleh sel akan lebih mudah.

  Kultur jaringan dapat juga ditumbuhkan pada me­ dia cair dengan bantuan kertas saring. Media akan

  4 oleh sel jaringan tanaman tersebut. Heller memper- kenalkan metode ini. Phillips dan Dodds memperguna- kannya setelah kertas saring diimpregnasi dengan nu- n f t tnsi. Mereka menyebutnya Nurse culture •

  Goodwin (1966) mempergunakan metode tersebut untuk isolasi kultur meristem pucuk dari Solanum tuberosum dan menamakannya sebagai "Filter Paper Bridge Tech­ nique". (3)

  Bila kultur jaringan tanaman ditumbuhkan pada media cair, misalnya dalam erlenmeyer dan diagitasi dengan kecepatan pemutaran tertentu maka akan dipe- roleh kultur suspensi. Jika keadaan sesuai dengan yang dibutuhkan, maka agregat dari sel dapat pecah menjadi sel tunggal yang disebut kultur sel. Seperti halnya mikro-organisme maka kultur sel dapat ditumbuhkan pada fermentor/bioreaktor dari liter sampai puluhan liter pada skala industri. Sedangkan untuk skala laboratoris, kultur suspensi dapat dilakukan pada erlenmeyer, dan diagitasi meng- gunakan shaker.(4)

  Secara umum penanaman kalus pada media cair mempunyai keuntungan diantaranya : sel tanaman lebih cepat tumbuh pada media cair, pemberian prekursor,

  5 2. Permasalahan.

  Berubahnya lingkungan dan komposiai media dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan kandungan me- tabolit kultur jaringan tanaman. Maka dengan mencoba mengubah-ubah konsistensi media diharapkan dapat pula mengubah kecepatan pertumbuhan kalus Dioscorea pentaphylla L dan kalus Agave amani­ ensis Trel.& Nowell yang telah dikembangkan pada La- boratorium Bioteknologi Universitas Airlangga yang selama ini lambat pertumbuhannya. Walaupun dalam penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa dalam kultur kalus tersebut mengandung steroid, namun adanya steroid pada kultur cair masih harus di- teliti kembali.

  3. Tujuan. penelitian ini bertujuan untuk menumbuhkan kalus

  Dioscorea pentaphylla L dan kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell pada media cair dan deteksi steroid- nya.

  Bila kalus tersebut dipindahkan kedalam media yang baru dengan komposisi yang cocok dan dengan pe- nambahan hormon pertumbuhan yang sesuai, maka akan terjadi diferensiasi, yang selanjutnya akan terben- tuk individu baru seperti tanaman induknya.

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Kultur jaringan tanaman. Metode kultur jaringan tanaman adalah metode iso Iasi dan pemeliharaan sel, jaringan atau organ tanam an yang dipisahkan dari lingkungan alamiahnya dan di tanam pada media yang sesuai dal am keadaan steril, sehingga sel-sel tersebut mampu mengadakan pembelah- an dan pertambahan plasma.(6,7) Pembelahan sel ini menghasilkan sekelompok sel yang tidak terdiferensiasi yang disebut kalus.

  Kultivasi kalus pada media cair menghasilkan kul tur cair, yang dapat dilakukan pada bermacam-raacam metode, diantaranya : - Kultur permukaan.

  • Kultur "Filter Paper Bridge Technique".(3)
  • Kultur suspensi, Yang dapat dibedakan atas ska la pembuatannya, yaitu :(4,5)

  7 Beberapa peneliti menemukan bahwa pertumbuhan kultur jaringan pada kultur cair, khususnya kultur suspensi lebih baik dari pada pertumbuhan pada media padat*

  Hal ini disebabkan adanya faktor s

  • permukaan sel jaringan yang kontak dengan me­ dia cair lebih luas jika dibandingkan pada media padat.
  • Adanya pengadukan pada kultur suspensi akan mempermudah transport massa dan oksigen keda­ lam sel.

  II. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kultur jaringan tanaman.

  1. Media kultur jaringan : 1.1. Komposisi media.

  1.2. Sumber glukosa. 1*3* Hormon pertumbuhan. 1*4. Agar-agar yang dipergunakan.

  2. Kondisi lingkungan kultur jaringan selama inku- basi.

  2.1. pH media.

  2.2. Temperatur dan cahaya.

  2.3. Kecepatan agitasi untuk kultur suspensi.

  2.4. Tekstur kalus.

  8 11.1. Media kultur jaringan.

  Untuk pertumbuhan kultur jaringan diperlukan media yang tepat dan harus memenuhi kebutuhan per tumbuhan,proliferasi dan biosintesanya. Untuk itu dalam pembuatannya harus memenuhi unsur unsur hara yang lengkap.

  11.1.1. Komposisi media.

  Komposisl normal media menurut kebutuhan nutrisi kultur jaringan tanaman adalah sebagai berikut :(6)

  • Sumber karbon :
  • Makro elemen an-organik s
  • Mikro elemen an-organik :
  • Vitamin - Fitohormon sukrosa, glukosa, fruktosa, laktosa.

  N03 , NH4 , K # Ca Mg , S04. bermacam-macam lo- gam berat, misalnya Co, Cu, Mo dan lain - lain. tiamin, piridoksin, m-inositol, nikoti- namid. sitokinin, auksin.

  9 11.1.2. Sumber karbon.

  Pada tanaman yang autotrop, sumber energi didapat dari hasil fotosintesis dari karbon. Pada kultur jaringan tanaman selnya tidak menga lami proses autotropi yang dapat menghasilkan karbon, maka dalam kultur jaringan diperlukan sumber karbon pengganti yang sesuai untuk sum- ber energi.

  Sumber karbon yang biasa dipakai ialah su- krosa dengan konsentrasi 2-5 %* Glukosa dan fruk tosa juga sering dipakai pada beberapa kultur. Penelitian yang dilakukan oleh Rokem dkk. menun jukkan bahwa pemakaian sukrosa pada berbagai media dan konsentrasi ternyata mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan produksi diosgenin pada kultur suspensi Dioscorea deltoidea, dimana di- dapatkan hasil yang maksimum pada media Murashi ge dan Skoog dengan pemakaian sukrosa 30 gram/ liter.(8)

  11.1.3. Hormon pertumbuhan.

  Tanaman yang tumbuh bebas dialam mempunyai kemampuan mensintesa komponen yang mempunyai peranan sebagai pengendali dalam pertumbuhan

  10 n n sitokinin, giberelin, abscisic acid dan ethy- len. Dari komponen-komponen tersebut, auksin dan sitokinin diketahui mempunyai peranan yang lebih besar pada tanaman,(5)

  Sel-sel atau jaringan tertentu pada tanaman mampu memproduksi auksin dan sitokinin, yang ke mudian dibawa ke "site of action” untuk mengon- trol pertumbuhan tanaman* Tetapi tidak semua sel mampu memproduksi komponen tersebut.(5)

  Hal ini disebabkan walaupun sel tanaman mempu­ nyai informasi genetik untuk mensintesa auksin dan sitokinin, tapi tidak semua sel mampu meng- ekspresikan informasi untuk mensintesa komponen tersebut.Oleh sebab itu sebagian besar sel ta­ naman yang ditanam pada kultur jaringan tanaman memerlukan penambahan auksin dan sitokinin dari luar untuk mengontrol pertumbuhan dan pembelah- an sel.(5)

  Kinetin (furfuryl amino purine) merupakan hor- mon golongan sitokinin yang mempunyai peranan menginduksi pembelahan sel. Sedangkan IAA (in­ dole 3 acetic acid), NAA (naphtalene acetic a- cid) dan 2,4-D (dichloro-phenoxy acetic acid) merupakan hormon golongan auksin yang banyak

  11 II*1.4* Agar-agar yang dipergunakan.

  Agar-agar merupakan substansi koloid yang bersifat hidrofilik. Diekstraksi dari Gelidium cartilagenum (Gelidiaceae), Gracilaria confer- voides (Phaerococaceae) dan alga lain yang ter- masuk dalam Rhodophyceae.(9)

  Pada pembuatan media kultur jaringan tanam­ an, agar-agar dipergunakan sebagai bahan pemben tuk gel* Konsentrasi yang sering dipergunakan adalah 1 % b/v.

  Naraun pada konsentrasi yang tinggi agar- agar mempengaruhi difusi nitrisi dan gas yang akhimya akan menghambat pertumbuhan kultur ja­ ringan itu sendiri.(3,5)

  II.2* Kondisi lingkungan.

  II.2*1. pH media. pH untuk pertumbuhan kultur jaringan tanam­ an umumnya diatur berkisar antara 5,5 - 6,6.

  Menurut Tullecke dkk* dari penelitian pada em- pat kultur suspensi dengan menggunakan empat macam media, pH optimum pertumbuhan bervariasi antara 5,5 - 6,6.(10)

  IV*. A L- 1 " U N I V f c K a l ' i A S A I K l A N G O A - PtUi'Uii A.vAAW S U R A B A Y A

  Pada beberapa media kultur jaringan tanam­ an ditambah dengan dapar phosphat untuk mence- gah adanya perubahan pH, baik selama proses sterilisasi maupun dalam pertumbuhan.

  11.2*2. Temperatur dan cahaya.

  Kultur jaringan tanaman akan tumbuh dengan baik pada suhu antara 20 - 28°C dengan suhu op­ timum 27°C. Sedangkan untuk kultur suspensi su­ hu optimalnya berkisar antara 23 - 28°C.(10)

  Cahaya dapat memberikan efek yang bermacam- macam pada kultur jaringan. Pada umumnya kultur jaringan tanaman memerlukan pencahayaan yang merata, seperti yang dilaporkan oleh Blakerly dan Stewart pada pertumbuhan kultur suspensi

  Haplopappus gravlllis yang menghasilkan kultur yang kompak dengan adanya pencahayaan.(10) Keadaan ini justru terbalik untuk kultur sel

  Contis japonica yang memerlukan tempat yang ge- lap untuk pertumbuhan dan produksi berberinnya, seperti yang dilaporkan oleh Sato dan Yamada.(11)

  13 11.2,3. Kecepatan agitasi untuk kultur suspensi.

  Seperti halnya mikro-organisme, sel tanaman dapat ditumbuhkan pada media cair yang disertai dengan pengadukan. Namun hal ini tidaklah mudah, karena ada perbedaan antara sel mikro-organisme dengan sel tanaman,

  Sifat sel tanaman yang menghambat aplikasi kultur jaringan tanaman untuk kultivasi secara besar-besaran pada skala industri adalah waktu duplikasi yang lama, sel dalam bentuk agregat dan sifat sel tanaman yang sensitif terhadap gaya geser,(4)

  Untuk menghindari gaya geser yang besar, para peneliti menganjurkan penggunaan "Air Lift FermentorT. Namun disisi lain kerugian penggu­ naan sistem ini adalah sukar untuk mendapatkan pengadukan yang homogen bila jumlah sel sangat besar. Hal ini dapat mengganggu transport masa dan oksigen kedalam sel.(4)

  Rokem dkk. melaporkan bahwa kultur suspensi Dioscorea deltoidea memerlukan aerasi yang ren- dah, tidak tumbuh jika digunakan fermentor yang diagitasi dengan stirer.(8)

  14 volume juga merapengaruhi besarnya oksigen yang terlarut pada medianya.

  II.2.4* Tekstur kalus.

  Keberhasilan pembuatan kultur suspensi juga tergantung dari tekstur kalus yang dimasukkan kedalam media, Makin kompak atau keras kalus maka makin sukar untuk mendapatkan kultur sus­ pensi. Seperti yang dilaporkan oleh Sato dan Yamada bahwa produksi berberine yang tinggi ter nyata dihasilkan oleh agregat sel yang kecil dari kultur sel Coptis japonica.(11)

  Hal ini mungkin ada hubungannya dengan ke- adaan sel tanaman yang berbentuk agregat yang dapat menyebabkan pengadukan menjadi tidak homo gen. Pengadukan yang tidak homogen akan mengham bat transport massa dan oksigen kedalam sel.

  III. Tinjauan tentang Diosoorea pentaphylla L dan meta- bolit sekundernya.

  Familia Dioscoreaceae dikenal sebagai jenis ubi-ubian. Pada musim kemarau bagian tanaman diatas permukaan tanah akan mati, tetapi urabi yang tinggal didalam tanah masih tetap hidup.

  15 Tanaman Dioscorea dibeberapa negara dikenal h n dengan nama Yam . Merupakan sumber yang penting untuk pembuatan hormon, misalnya hormon corti- son. (12)

  Kandungan tanaman Dioscorea sangat bervari- si, tergantung spesiesnya. Umumnya mengandung glikosida saponin, sterol, tanin, trigliserida dan komponen yang lain.

  Sedangkan kedudukan sistematis tanaman ini adalah :(13,14) Divisi

  Anak divisi Kelas Bangsa

  Suku Marga

  Jenis s Spermatophyta.

  : Angiospermae. : Monocotyledoneae. : Liliales.

  : Dioscoreaceae. : Dioscorea. : Dioscorea pentaphylla L,

  16 IV, Tinjauan tentang Agave amaniensis Trel.& Nowell.

  Tanaman Agave amaniensis Trel.& Nowell me- rupakan tanaman yang tahan terhadap kekering- an. Dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis maupun subtropis, Mempunyai nilai ekonomi un­ tuk diambil seratnya. Sedangkan di Indonesia jenis ini ditanam sebagai tanaman hias.

  Agave amaniensis Trel.& Nowell mengandung senyawa sterol, hekogenin, diosgenin dan se- nyawa lain yang belum diketahui. Klasifikasi tanaman Agave amaniensis Trel.fc Nowell adalah sebagai berikut : (13,14)

  Divisi Anak divisi Kelas Bangsa

  Suku Marga

  Jenis Spermatophyta.

  Angiospermae. Monocotyledoneae. Liliales. Amaryllidaceae.

  Agave amaniensis Trel.& No­ well.

  17 V, Deteksi steroid.

  Sterol yang terdapat pada kultur jaringan tanaman dikenal sebagai phytosterol (sitoste­ rol, stigraasterol dan kampesterol). Tetapi yang terbanyak diketemukan adalah sitosterol dan stigmasterol, Pada tanaman, sterol dapat menga- lami transformasi menjadi saponin steroid,(5)

  Adanya sterol bebas dalam kalus dapat dide­ teksi secara KLT dari ekstrak chloroform, se- dangkan sterol yang berasal dari hidrolisa gli- kosida steroid dideteksi dari ekstrak chloro­ form sesudah dihidrolisa.

  FAB III METODOLOC-I PENELITIAN

  I. Alat yang dipergunakan : - Laminar air flow cabinet.

  • Timbangan.
  • pH meter.
  • Autoclave.
  • Shaking incubator.
  • Erlenmeyer 250 ml.
  • Botol kultur.
  • Fermentor buatan sendiri.
  • Kiselgel 60 F 254.

  II. Bahan.

  II.1. Bahan kiroia yang dipergunakan.

  Media yang dipergunakan adalah media Murashige & Skoog (MS) (1974). Semua bahan kimia yang dipergunakan adalah produksi E Merck Damstadt dengan derajat N _ _ . t ! Pro Analisa . Hormon pertumbuhan yang dipergunakan ada­ lah Kinetin (Fluka) dan hormon 2,4-D (Sig­ ma) .

  19 Konsentrasi hormon kinetin yang dipergunakan untuk pertumbuhan kultur Diosoorea centa- phylla L adalah 2 ppm, sedangkan untuk kul- tur Agave amaniensis Trel.& Nowell adalah

  5 ppm. Konsentrasi hormon 2,4-D yang dipergunakan untuk pertumbuhan kultur Diosoorea rentaphy- la L adalah 2 ppm, dan untuk kultur Agave amaniensis Trel.& Nowell 1 ppm.

  Agar yang dipergunakan adalah produk3i E n ,tt Merck Damstadt dengan derajat Pro Analisa • IX.2. Bahan percobaan.

  Kalus berasal dari kalus Dioscorea pentaphylla L dan kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell yang diperoleh dari Labora­ torium Bioteknologi Jurusan Biologi Far- masi Universitas Airlangga. Kalui3 ini diperbanyak pada media yang sama. Untuk perlakuan percobaan diambil stok ka­ lus dengan umur yang sama.

  20 III. Tahapan kerja.

  1. Perabuatan media.

  1.1. Media padat.

  1.2. Media kultur permukaan.

  1.3. Media kultur "Filter Paper Bridge t t Technique .

  1.4. Media kultur suspensi.

  2. Memperbanyak kalus untuk stok selama perco­ baan. 3- Pemindahan kalus.

  3.1. Pemindahan kalus ke media kultur per mukaan.

  3.2. Pemindahan kalus ke media kultur n t i Filter Paper Bridge Technique .

  3.3. Pemindahan kalus kedalam media kultur suspensi.

  4.Pemeriksaan kalus.

  4.1. Pemeriksaan kalus yang terjadi seca­ ra visual.

  4.2. Penghitungan Indeks Pertumbuhan kul­ tur permukaan.

  4.3. Penghitungan Indeks pertumbuhan kul- n n tur Filter Paper Bridge Technique .

  4.4. Penghitungan Indeks pertumbuhan kul­

  21 III.1.1* Fembuatan media padat.

  Media yang dipakai adalah media MS. Masing- masing komponen dibuat larutan stok. Dengan mencampur larutan stok akan diperoleh media MS. Hormon pertumbuhan ditambahkan menurut komposi- si, selanjutnya ditambah air suling sampai vo­ lume mendekati 1 liter. pH diatur 5,7 dengan penambahan HaOH 0,1N atau HC1 0,1N. Ditambah agar-agar dengan konsentra­ si 1% b/v. Ditambah air suling sampai volume tepat 1 liter. Dipanaskan dengan api kecil sam­ pai diperoleh larutan yang jernih. Dituang kedalam botol kultur lebih kurang 25 ml dan ditutup dengan aluminium foil.

  Disterilkan dalam autoclave dengan temperatur 121°C selama 20 menit.(3)

  Selanjutnya disimpan diruang kultur dengan tem­ peratur sekitar 27°CT sampai saat untuk dipergu­ nakan.

  III.1.2. Pembuatan media kultur permukaan.

  Pada dasamya sama dengan pembuatan media untuk kultur pada media padat. Tetapi disini dipakai agar-agar dengan konsentrasi 0,2 - 0,5

  22 ft

  III.1.3* Pembuatan media kultur Filter Paper bridge > t

  Technique , Setelah larutan stok dicampur, hormon di- tambahkan menurut komposisi, ditambah air su- ling sampai volume hampir mendekati 1 liter, pH diatur 5,7 dengan penambahan NaOH 0,1N atau HC1 0,1N. Ditambah kembali dengan air suling sampai volume 1 liter. media dituang kedalam erlenmeyer sebanyak 150 ml, ditutup rapat dengan aluminium foil, kemu­ dian disterilkan dalam autoclave 121°C selama 20 menit.(3)

  III.1.4* Pembuatan media kultur suspensi, Pembuatan media untuk kultur suspensi sama dengan pembuatan media ^Filter Paper Bridge tt

  Technique • Setelah diperoleh media dengan vo­ lume 1 liter, media dituang kedalam fermentor atau erlenmeyer sampai volumenya 20 % dari vo­ lume fermentor atau erlenmeyer tersebut.(3)

  Selanjutnya disterilkan dalam autoclave 121°C selama 20 menit.

  23 III.2* Memperbanyak kalus* Kalus yang merupakan bibit diambil dari bo- tolnya menggunakan skalpel steril. Dipindahkan kedalam media padat. Kemudian ditutup rapat de­ ngan aluminium foil (dilakukan dalam "laminar air flow cabinet") dan disimpan diruang kultur dengan temperatur sekitar 27°C.

  Kalus diperbanyak pada media yang sama dan pada umur yang sama pula. Kalus ini dipergunakan sebagai stok selama penelitian berlangsung. Ka­ lus Diosoorea pentaphylla L dipergunakan pada umur 8 minggu, sedangkan kalus Agave amaniensis Trel.& Howell pada umur 4 minggu.

  III.3.1. Pemindahan kalus kedalam media kultur permuka­ an.

  Pemindahan dilakukan secara aseptis dengan alat-alat dan media yang telah disterilkan ter lebih dahulu. Kalus diambil dari botol kalus dengan skalpel steril, dipindahkan kedalam me­ dia kultur permukaan yang telah disterilkan. Kemudian ditutup rapat (dilakukan dalam "lami­ nar air flow cabinet'). Disimpan dalam ruang kultur selama 8 minggu untuk kalus Dioscorea

  24 ti 111.3.2. Pemindahan kalus kedalam media Filter Paper n

  Bridge Technique .

  Media untuk lcultur ter3ebut dituang keda- Xam botol kultur yang telah berisi botol kecil yang dilapisi kertas saring dan telah disteril kan lebih dahulu. Media dituang sampai volume hampir mencapai permukaan kertas saring.

  Kalus diambil dari botol kalus dan diletak kan diatas kertas saring. Kemudian ditutup ra- pat dengan aluminium foil. Semua ini dilakukan i t t t dalam laminar air flow cabinet . Disimpan da- lam ruang kultur selama 8 minggu untuk kalus Dioscorea pentaphylla L dan 4 minggu untuk ka­ lus Agave amaniensis Tre.& Nowell. Selanjutnya diperiksa kecepatan perturnbuhannya. 111.3.3. Pemindahan kalus kedalam media kultur suspensi.

  Kalus diambil dari botol kalus, dipilih tekstur yang lunak/rapuh. Diambil lebih kurang 1 gram kalus dan dimasukkan kedalam fermentor/ erlenmeyer, kemudian ditutup rapat. Semua ini it ti dilakukan dalam Laminar air Flow cabinet . ii u

  Erlenmeyer diletakkan pada incubator shaker dengan kecepatan pemutaran 100 - 130 rpm.(3)

  25 lua Agave amanienaia Trel.& Nowell. Selanjut- nya diperikaa kecepatan pertumbuhannya.

  III.4. Pemeriksaan kalua.

  III.4.1. Pemerikaaan kalua yang terjadi 3ecara visual.

  Meliputi : - Warna.

  • Tekatur.
  • Terjadinya diferenaiasi ael. Pemeriksaan ini dilakukan pad
  • Minggu ke 8 untuk Dioacorea pentaphylla L - Minggu ke 4 untuk Agave amanienaia Trel.

  & Nowell*

  III.4.2. Penghitungan Indeks Pertumbuhan kultur permu- kaan. parameter perturnbuhan dinyatakan dengan

  Indeks Pertumbuhan yang didefinisikan sebagai berikut :

  IP

  3 Berat baaah kalua akhir ^ Berat baaah kalua awal

  Berat baaah kalua ditentukan dengan cara kalua dikeluarkan dari botol kalua, kemudian ditimbang. Sedangkan berat awal kalus dipero- leh dengan cara :

  t i

  26 III.4*3. Penghitungan Indeks Pertumbuhan kalus Filter it Paper Bridge Technique .

  Sama seperti pada penetapan kecepatan per­ tumbuhan pada kultur permukaan, maka penetapan kecepatan pertumbuhan pada media dengan sistem tersebut juga dinyatakan dengan parameter in­ deks pertumbuhan.

  III.4.4. Penghitungan Indeks Pertumbuhan kultur suspen- si.

  Kecepatan pertumbuhan kultur suspensi di­ nyatakan dengan parameter PCV (Packed Cell Vo­ lume). Mulut fermentor/erlenmeyer dibakar de­ ngan pemanas splritus, dikocok dengan hati-ha ti agar homogen dan dibuka tutupnya. Dituang kedalam gelas ukur dengan volume ter- tentu. Didiamkan dan dicatat volume endapan sel. Maka PCV pada waktu tertentu dapat diten tukan dengan : (15)

  Volume endapan sel

  ________________________________ %

  Volume suspensi yang diambil

  27 III.5* Deteksi steroid dari kalus secara KLT.

  Kalus dipisahkan dari media, dikeringkan da- lam lemari pengering pada suhu 40 - 60°C» kemu- dian diserbuk dan dihomogenkan. Ditimbang 1 gram serbuk kalus dan dikocok menggu n tt nakan vorteks 2 X dengan 10 ml chloroform sela 5 menit. Kemudian disaring, filtrat dipisahkan dan diuapkan untuk dianalisa.

  Residu ditambah 20 ml HC1 2N, dikocok dengan ti n vorteks 1X selama 5 menit. Dinetralkan dengan

  NaOH, kemudian diekstraksi dengan 10 ml Chloro­ form. Fase chloroform dipisahkan, diuapkan dan dianalisa dengan KLT.

  Ekstrak yang didapat ditotolkan pada lempeng Kieselgel 60 P 254. Dielusi dengan n-heksan : etilasetat = 4 : 1 atau dengan chloroform : etil- asetat = 9 : 1 * Sebagai penampak noda digunakan anisaldehida sulfat.

  Lempeng hasil kromatografi dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 100 - 105°C selama 5 menit. Warna noda yang tampak dan harga Rf di- bandingkan dengan steroid pembanding.

  Setelah kalus ditanam pada berbagai metode kultur cair, maka keberhasilannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 * Pemeriksaan kalus yang terjadi.

  BAB IV HASIL PENELITIAN 1, pemeriksaan kalus secara fisual*

  Metode Dioscorea Agave amanien- pentaphylla L sis Trel & Nowell

  • Kultur permukaan s
  • Agar-agar 0,2 % - -
  • Agar-agar 0,3 %

  • Agar-agar 0,4 %

  • Agar-agar 0,5 %
  • Kultur ” Filter Paper Bridge Technique + +
  • Kultur suspensi dengan fermentor - -
  • Kultur suspensi dengan

  Incubator Shaker - - Keterangan : - : raati + ; tumbuh.

  29 Pemeriksaan kalus meliputi warna, tekstur dan adanya diferensiasi.

  Tabel 2. Data makroskopis kalus Dioscorea pentaphylla L Diferensiasi

  Metode Warna Tekstur

  • Kultur permukaan :
  • agar-agar 0,3% coklat kehi- kompak tak terjadi taraan coklat muda kompak tak ter>agar-agar 0,4% dan coklat ke hitaman terjadi
  • agar-agar 0,5% coklat muda kompak dan coklat (42 %) kehit
  • "Filter Paper coklat muda kompak ter j adi

  Bridge Tech­ setelah umur (43 %) nique” 7 minggu men jadi kehitam an

  30 Tabel 3* Data makroskopis kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell.

  Metode Warna Tekstur Diferensiasi

  • Kultur perraukaan :

  Agar-agar 0,3 % Agar-agar 0,4 % Agar-agar 0,5 % ti

  • Filter Paper Brid rt ge Technique kuning muda kuning muda kuning muda kuning ke- coklatan lunak lunak lunak kompak tak terjadi tak terjadi tak terjadi tak terjadi

  31 Gambar 1 • Kalus Dioscorea pentaphylla L berumur 8 ming- gu : A. Pada media padat (dengan penambahan agar-agar 1%).

  B. Pada kultur "Filter Paper Bridge Tech- f t nique ,

  32 Gambar 2. Kalus Agave amanienaia Trel.& Nowell berumur 4 minggu.

  A. Pada media padat (dengan penambahan agar- agar 1 %) B. Pada media kultur "Filter Paper Bridge Tech nique".

  33 2# Penghitungan indeks pertumbuhan kalus.

  Penetapan kecepatan pertumbuhan kalus Dioscorea pentaphylla L dilakukan pada minggu ke 8 dengan pa­ rameter indeks pertumbuhan yang dapat dilihat pada tabel berikut :

  Tabel 4. Indeks pertumbuhan kalus Dioscorea penta phylla L Kultur perarukaan "Filter Pa­

  Padat (agar-agar agar-agar agar-agar agar-agar

  rt

  Technique 0,3% 0,49* 1 %)

  0,5%

  129,1326 106,8122 143,5708 144,3548

  267,5573 109,0252

  133,7370 125,9032 125,9669 185,1587

  146,2376 137,3146 138,4161 158,7730 131,6183

  139,5372 224,8521 137,8378

  ' 144,1974 184,2795

  102,2958 164,7959 139,7229 262,5139

  103,6133 173,0 0 12

  118,0368 115,3409 176,0063 158,7474

  100,9812 151,3576 140,1620

  126,4447 143,7269 173,6842 132,4590

  131,2133 139,4939 120,2096

  165,6144 149,3734 149,5103

  173,0255 154,4946 167,6040 122,7677 x=146,2631 151,459>

  34 Untuk kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell , pene- tapan kecepatan pertumbuhan dilakukan pada minggu ke 4 dengan parameter indeks pertumbuhan. Hasil- nya dapat dilihat pada tabel berikut :

  349,7295 238,6240

  355,1074 240,3735 243,2143 204,8270

  353,2913 325,5648

  233,5967 307,5710

  347,5732 333,6987 498,0159

  236,7878 284,4629

  385,0181 363,3607 358,0549

  295,6113 378,6845 349,0859 325,4373 250,9525 272,1009

  226,5332 379,2982 421,6876 485,4305 216,3629

  223,3909 355,4257 244,2829

  Tabel 5 . Indeks pertumbuhan kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell.

  426,8802 196,2641

  301,2786 256,4619

  531,6510 242,0702 320,4175

  577,5401 521,0409

  374,5507 842,1995 743,7673 215,6209 560,4651

  0,5 % 463,2140

  0,3 % agar-agar 0,4 % agar-agar

  Kultur permukaan ”pilter Pa­ per Bridge Technique agar-agar

  Padat (agar- agar 1#)

  352,5513 217,9209 284,1206 237,9742

  35 Dari tabel diatas dapat dilihat adanya pe- ningkatan kecepatan pertumbuhan dengan bertambah nya konsentrasi agar-agar. Namun karena adanya variasi nllai indeks pertumbuhan yang besar di- antara kultur perlakuan, maka perlu dilakukan uji perbandingan antara nilai IP rata-rata kul­ tur padat dengan IP rata-rata kultur perlakuan,

  Hal ini untuk mengetahui apakah ada perbedaan nilai IP yang bermakna antara kultur padat dengan kultur perlakuan.(17) Perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 3-10.

  Hasil perhitungan uji perbandingan tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara IP rata-rata kultur padat dengan IP rata-rata kultur perlakuan. Yang berarti bahwa kecepatan pertumbuh an kultur padat sama dengan kecepatan pertumbuhan semua kultur perlakuan.

  3. Deteksi steroid pada kalus.

  Kromatografi lapisan tipis dilakukan pada ekstrak chloroform kalus dari masing-masing media perlakuan. Dilakukan sebelum dan sesudah dihidro- lisa. Hasil KLT tersebut dapat dilihat pada gam-

  36 Gambar 3* Kromatogram ekstrak chloroform kalus Dioscorea pentaphylla L Pase gerak n-heksan : etyl asetat » 4 : 1. Keterangan : D = Pembanding diosgenin.

  H = Pembanding hekogenin.

  S = Pembanding sitosterol. P a Ekstrak kalus dari kultur padat (agar-agar 1#) P « Ekstrak kalus kultur "Filter Paper Bridge Tech-

  n nique .

  A = Ekstrak kalus kultur perraukaan (agar-agar 0,3%) B =* Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,4%)

  C = Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,5$)

  37 Gambar 4* Kromatogram ekstrak chloroform kalus Dlosco- rea pentaphylla L.

  Fase gerak chloroform ; etyl asetat = 9 : 1 . Keterangan : D = Pembanding diosgenin.

  H = Pembanding hekogenin. S « Pembanding sitosterol. p a Ekstrak kalus dari kultur padat (agar-agar 1$) F a Ekstrak kalus kultur "Filter Paper Bridge Tech-

  n

  nique • A « Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,3/S) B a Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,4$) C = Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,5?$) Gambar 5* Kromatogram ekstrak chloroform kalus Dioscorea pentaphylla L sesudah dihidrolisa* Fase gerak n-heksan : etyl asetat a 4 : 1*

  Keterangan : D » Pembandlng diosgenin.

  H » Pembandlng hekogenin.

  S o Pembandlng sitosterol. P e Ekstrak kalus dari kultur padat (agar-agar 1?6) F a Ekstrak kalus kultur "Filter Paper Bridge Tech- n nique . A =* Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,3%) B = Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,4/0

  39 Gambar 6. Kromatogram ekstrak chloroform kalus Dloscorea pentaphylla L sesudah dihidrolisa.

  Pase gerak chloroform : etyl asetat = 9 s 1. Keterangan : D = Pembanding diosgenin.

  H = Pembanding hekogenin. S » Pembanding sitosterol. P = Ekstrak kalus dari kultur padat (agar-agar 1#) P = Ekstrak kalus kultur "Filter Paper Bridge Tech­ nique • A = Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,3%) B s Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,4%) C » Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,5%)

  40

  • f •
  • c t 1 * o

  1 1 (

  1

  8

  ffambar 7* Kromatogram ekstrak chlorofonn kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell. pase gerak n-heksan : etyl asetat > 4 : 1

  Keterangan : D = Pembanding diosgenin.

  H * Pembanding hekogenin. S = Pembanding sitosterol. p » Ekstrak kalus dari kultur padat (agar-agar 1%) p ■ Ekstrak kalus kultur "pilter Paper Bridge Tech­ n nique •

  A * Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,3%) B = Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,4%)

  • t t f »
    • i i i

  1

  1

  i

  Gambar 8. Kromatogram ekstrak chloroform kalus Agave araaniensis Trel.& Nowell Fase gerak chloroform : etyl asetat * 9 : 1 ,

  Keterangan : D * Pembandlng diosgenin, 5 * Pembanding hekogenin, S * Pembanding sitosterol, P = Ekstrak kalus kultur padat (agar-agar 1&) P * Ekstrak kalus kultur "Filter Paper Bridge Tech­ nique •

  A * Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,396) B « Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,4%)

  42

  • A M A

  f

  1

  t Gambar 9. Kromatogram ekstrak chloroform kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell sesudah dihidrolisa.

  Fase gerak n-heksan : etyl asetat » 4 : 1* Keterangan :

  D * Pembanding diosgenin* H » Pembanding hekogenin. S =» Pembanding sitosterol. p » Ekstrak kalus dari kultur padat (agar-agar 196) F ■ Ekstrak kalus kultur filter paper Bridge Tech- rt nique . A a Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,396) B = Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,496)

  43 Gambar 10* Kromatogram ekstrak chloroform kalus Agave amaniensis Trel.& Nowell sesudah dihidrolisa.

  Fase gerak chloroform : etyl asetat a 9 : 1. Keterangan • D = Pembanding diosgenin.

  H =* Pembanding hekogenin.

  S = Pembanding sitosterol. P a Ekstrak kalus dari kultur padat (agar-agar 1%) F » Ekstrak kalus kultur Filter Paper Bridge Tech- n nique . A = Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,3%)

  B = Ekstrak kalus kultur permukaan (agar-agar 0,4%)

  44 Tabel 6. Hasil KLT ekstrak chloroform kalus Dioscorea pentaphylla L.

  Fase gerak 1 Fase gerak 2 Zat

  Warna noda Warna noda Rf Rf 0,16 kuning hijau 0,28

  • Diosgenin kuning hijau kuning hijau

  0,44