BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Faktor Pengetahuan, Kepercayaan, Ketersediaan Sarana, Peraturan dan Pengawasan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit Kota Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam rumah sakit (Himpunan Peraturan Perundang- undangan Republik Indonesia tentang Rumah Sakit, 2010).

  Keberadaan rumah sakit dilihat dari aspek kesehatan lingkungan, pada dasarnya terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik. Dalam kesehariannya lingkungan biotik dan abiotik ini akan melakukan interaksi baik langsung maupun tidak langsung. Atas dasar itu, di lingkungan rumah sakit dimungkinkan terjadinya kontak antara tiga komponen (pasien, petugas dan masyarakat) dalam lingkungan rumah sakit dan benda-benda/alat-alat yang dipergunakan untuk proses penyembuhan, perawatan dan pemulihan penderita. Hubungan tersebut bersifat kontak terus menerus yang memungkinkan terjadinya infeksi silang pasien yang menderita penyakit tertentu kepada petugas rumah sakit dan pengunjung rumah sakit yang sehat. Akan tetapi, juga berfungsi sebagai carrier kepada pasien, petugas dan pengunjung (Dinata, 2008).

  Berdasarkan hasil penelitian Triatmodjo (1993), petugas rumah sakit seperti dokter, bidan, perawat dan tenaga kesehatan lain, dapat merupakan sumber atau media transmisi/penularan kuman-kuman patogen, disamping dapat berperan sebagai

  

carrier bakteri tertentu, dapat pula membawa kuman karena kontak dengan para

pasien yang telah terinfeksi sebelumnya.

  Salah satu risiko di rumah sakit adalah infeksi silang. Infeksi silang sering terjadi di rumah sakit karena kemungkinan baik pasien maupun dokternya memang sudah membawa suatu penyakit infeksi. Infeksi silang atau dikenal juga sebagai kontaminasi silang merupakan perpindahan infeksi atau penyakit dari satu sumber ke sumber yang lain. Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC, sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes dan lainnya. Alat-alat instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi. Dalam melakukan upaya medis mulai dari proses identifikasi penyakit, penegakan diagnosa, sampai dengan melakukan perawatan, sebagian besar melibatkan tindakan yang sifatnya invasif. Sebagai contoh, proses penegakan diagnosa saja sudah melibatkan kontak antara dokter gigi dan saliva pasien yang merupakan salah satu cairan tubuh yang memiliki potensi penularan penyakit. Misalnya, pengeboran gigi, semprotan udara dan semprotan air, saliva dan serpihan gigi dapat menyebabkan mekanisme penularan infeksi melalui udara (Gupta, 2009 dan Saputra, 2010).

  Sumber infeksi pada praktek dokter gigi meliputi tangan, saliva, darah, sekresi hidung dan sekresi paru. Udara, air, debu, aerosol, percikan atau tetesan, plak, kalkulus, bahan tumpatan gigi dan debris dari rongga mulut atau luka terbuka dapat juga menjadi sumber infeksi atau kontaminasi. Oleh karena itu, instrumen dan perlengkapan praktek harus senantiasa dijaga sterilitas dan kebersihannya untuk mencegah terjadinya infeksi (Sikri,1999 dan Daniel, 2008).

  Berdasarkan data indikator mutu pelayanan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi kota Medan Tahun 2007 terhadap infeksi nosokomial sebesar 2,63%, terdiri atas infeksi yang disebabkan oleh penggunaan jarum infus 1,8%, akibat tirah baring (dekubitus) 0,2% dan angka infeksi luka operasi sebesar 0,6% dan transfusi darah 0,03% (Sukartik, 2009).

  Prosedur penatalaksanaan infeksi silang yang umum digunakan adalah berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and

  

Prevention (CDC) . Pada awalnya, aturan ini dikenal sebagai universal precautions.

  Sejalan dengan perkembangan pengetahuan dalam bidang kedokteran dan kedokteran gigi, istilah universal precautions diganti menjadi standard precautions. Standard

  

Precautions dikembangkan dari universal precautions dengan menggabungkan dan

  menambah tahapan pencegahan yang dirancang untuk melindungi petugas kesehatan gigi dan pasien dari patogen yang dapat menyebar melalui darah dan cairan tubuh yang lain. Standard precautions wajib dilakukan ketika melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh, sekresi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa. Standard precautions terdiri atas beberapa elemen pencegahan dan perlindungan. Dalam praktek kedokteran gigi,

  

Standard Precautions meliputi enam bagian penting yaitu : evaluasi pasien,

  perlindungan diri, pemrosesan instrumen (sterilisasi), asepsis dan desinfeksi permukaan, penggunaan alat sekali pakai dan pembuangan sampah medis (Kohn dan Collins, 2003).

  Penelitian yang dilakukan oleh Askarian dan Assadian tahun 2009 untuk menilai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap standard precautions di kalangan dokter gigi dan mahasiswa kepaniteraan klinik, menunjukkan bahwa skor pengetahuan responden 6,71 ± 0,99 dari skor maksimal 9, sikap 34,99 ± 4,47 dari 45 dan perilaku 4,97 ± 2,17 dari 9. Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat pengetahuan dan sikap responden memuaskan, tetapi perilaku mereka tidak mencapai tahap yang diharapkan. Di samping itu, dijumpai suatu hubungan linear positif antara pengetahuan dan sikap (r=0,394, p<0,001) serta sikap dan perilaku (r=0,317, p<0,001). Ini berarti walaupun pengetahuan responden baik tetapi tidak berpengaruh terhadap perilaku responden.

  Berdasarkan hasil penelitian Viska (2012) tentang pengetahuan, sikap dan tindakan dokter gigi terhadap standard precaution di praktek pribadi di kota Medan didapat hasil pengetahuan dokter gigi kategori baik (56,67%), sikap dokter gigi baik (92%) dan tindakan dokter gigi termasuk kategori baik (78,67%). Dari hasil ini terlihat bahwa dokter gigi yang berpraktek di- praktek pribadi mempunyai pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik terhadap standard precaution ini mungkin disebabkan dokter gigi percaya akan terkena infeksi dari pasien sehingga dokter gigi melaksanakan standard precaution yang dianjurkan di praktek pribadi.

  Hasil penelitian Navissha (2011) tentang pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap standard precaution di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Medan didapat hasil sebanyak 48,75% mahasiswa berpengetahuan cukup, sedangkan sikap mahasiswa tergolong baik 55% dan perilaku mahasiswa cukup (46,25%). Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan mahasiswa mengenai pentingnya mengetahui standard precaution yang mana materi tersebut tidak diberikan di dalam perkuliahan. Perilaku mahasiswa termasuk cukup baik hal ini mungkin disebabkan karena tidak didukung oleh ketersediaan sarana di RSGMP FKG USU Medan, tidak adanya pengawasan dari pihak dosen pembimbing yang mungkin disebabkan tidak adanya peraturan tentang standard precaution di rumah sakit gigi dan mulut ini.

  Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dokter gigi untuk menerapkan Standard Precaution yaitu pengetahuan, kepercayaan, ketersediaan sarana, peraturan serta pengawasan rumah sakit di tiga rumah sakit yaitu Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi mewakili rumah sakit pemerintah, Rumah Sakit H. Adam Malik mewakili rumah sakit pendidikan dan rumah sakit Permata Bunda mewakili Rumah Sakit Swasta.

  1.2 Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dokter gigi dalam pelaksanaan Standard Precaution di Rumah Sakit.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precautions di Rumah Sakit Umum Dr.Pirngadi, Rumah Sakit Umum Pendidikan H Adam Malik dan Rumah Sakit Swasta Permata Bunda, dan secara khusus bertujuan :

  1. Untuk menganalisis hubungan faktor pengetahuan dan kepercayaan dokter gigi dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

2. Untuk menganalisis hubungan faktor ketersediaan sarana rumah sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

  3. Untuk menganalisis hubungan faktor peraturan dan pengawasan rumah sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

1.4 Hipotesis Penelitian

  1. Ada hubungan antara faktor pengetahuan dan kepercayaan dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

  2. Ada hubungan antara faktor ketersediaan sarana dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

  3. Ada hubungan antara peraturan dan pengawasan rumah sakit dengan perilaku dokter gigi dalam menerapkan standard precaution di rumah sakit.

1.5 Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang antara tenaga kesehatan dengan pasien dan sebaliknya dalam menerapkan standard Precautions bagi setiap tenaga kesehatan di rumah sakit.

  2. Untuk pengembangan ilmu dalam bidang administrasi rumah sakit sebagai dasar untuk pengembangan penelitian tentang pelayanan kesehatan di rumah sakit.

  3. Untuk menambah informasi bagi dokter gigi dalam melaksanakan prosedur

  standard precaution di rumah sakit sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien.

  4. Untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian dan menerapkan prosedur standard precaution di rumah sakit.

Dokumen yang terkait

Hubungan Faktor Pengetahuan, Kepercayaan, Ketersediaan Sarana, Peraturan dan Pengawasan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit Kota Medan

6 63 131

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pelayanan Profesional Dokter Spesialis dengan Kepuasan Pasien Umum di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 3 9

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Beban Kerja Perawat Pelaksana dengan Perilaku Caring Perawat di ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 1 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Kota Medan

0 0 9

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Penderita HIV/AIDS dengan Tingkat Infeksi Oportunistik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 0 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Hubungan Budaya Organisasi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota Medan

0 2 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Turnover Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) di Rumah Sakit Martha Friska Multatuli Medan

0 3 6

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kompensasi Langsung dan Tidak Langsung Terhadap Kinerja Dokter Di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standard Precautions - Hubungan Faktor Pengetahuan, Kepercayaan, Ketersediaan Sarana, Peraturan dan Pengawasan dengan Perilaku Dokter Gigi dalam Menerapkan Standard Precaution di Rumah Sakit Kota Medan

0 2 21