BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Turnover Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Swasta di Kota Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Sumber daya manusia di suatu organisasi perlu dikelola secara profesional agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan dan kemampuan organisasi (Mangkunegara, 2011). Nilai sumber daya manusia sebuah organisasi mempunyai nilai yang tinggi di sebabkan oleh kemampuan yang mereka miliki (Mathis & Jackson, 2001) dan keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya (Arwani & Supriyatno, 2006). Salah satu masalah dalam organisasi yang menyangkut sumber daya manusia adalah turnover.

  Turnover merupakan jumlah karyawan yang diganti dalam suatu organisasi

  selama periode waktu tertentu (Loveridge & Cummings, 1996). Turnover keperawatan merupakan masalah penting bagi semua lembaga pelayanan kesehatan (Lacey & McNoldy, 2007) dan menjadi masalah utama yang mempengaruhi kinerja dan profitabilitas organisasi kesehatan (Alexander, Bloom, Nuchols, 1994 dalam Hunt, 2009). Hal ini disebabkan karena perawat merupakan orang yang memiliki kontak langsung paling sering dengan pasien dalam organisasi kesehatan. Sehingga perawat mempunyai konstribusi yang sangat besar terhadap suatu organisasi kesehatan (Boudreau & Ramstad, 2007 dalam Hunt, 2009). Organisasi kesehatan memerlukan staf perawat yang stabil, terlatih dan dapat memberikan serta meningkatkan perawatan pasien secara efektif. Namun kekurangan perawat berkualitas telah menyebabkan peningkatan tingkat turnover secara terus menerus di kalangan perawat (PriceWaterhouseCoopers, 2007 dalam Hunt, 2009). Kekurangan perawat berkualitas disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kecemasan dan ketidakpastian, ketidakmampuan untuk memenuhi tujuan pribadi dan organisasi, kurang kejelasan tentang peran yang dimainkan, kebutuhan yang kontradiktif, ketidakpuasan dengan hubungan antar manusia, melawan aturan, kebijakan, dan regulasi, sifat bawaan dari tugas-tugas pekerjaan, kompetensi, bekerja berlebihan atau dimanfaatkan, keterbatasan pertumbuhan pribadi dan profesional, ketidakpuasan dengan kualitas asosiasi (Swanburg, 2000).

  Pada tahun 2020, diperkirakan akan ada kekurangan hampir 1 juta perawat di Amerika Serikat. Hal ini di sebabkan karena terjadinya pertumbuhan industri kesehatan yang terus menerus melebihi kebutuhan perawat yang tersedia dan peningkatan angka turnover di masa yang akan datang (Health Resources & Services Administration, 2006 dalam Hunt, 2009). Hal ini di dukung oleh laporan hasil survei di fasilitas keperawatan yang dilakukan oleh American Healt Care

  (AHCA) tahun 2011, ada sekitar 2 juta pekerja yang bekerja di

  Association

  fasilitas keperawatan di seluruh Amerika Serikat pada tahun 2010, dimana staf perawat berjumlah 1,3 juta staf (66 persen). Tingkat turnover tertinggi berada pada staf perawat sebesar 39,5 persen dari jumlah total turnover karyawan sebesar 35,1 persen. Tingkat turnover untuk Staf Perawat Terdaftar (RN), Izin Perawat Praktis (LPN), dan CNA berkisar 34,7- 42,6 persen. Tingkat turnover untuk Direktur Keperawatan (DON) dan Perawat Terdaftar dengan Tugas Administrasi

  (ARN) adalah 26,0 dan 28,9 persen (AHCA, 2011). Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan O Brien-Pallas, Murphy, Shamian, Hayes (2010), dimana ditemukan bahwa turnover juga merupakan masalah utama di rumah sakit di Kanada dengan tingkat turnover rata-rata 19,9%.

  Di Indonesia, tingkat turnover juga cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dari beberapa penelitian, seperti penelitian Anik (2013) dimana turnover perawat di rumah sakit Ibnu Sina YW-UMI tahun 2010, 2011, dan 2012 sebanyak 15%, 12,87%, dan 10,18%. Lusiati dan Supriyanto (2013) juga melaporkan bahwa selama 2010 hingga 2012 Balai Pengobatan Santa Familia Kutai Barat (BPFS) mengalami tingkat turnover tenaga perawat yang cukup tinggi. Pada tahun 2010 persentase turnover tenaga perawat 33,3% yang semakin meningkat hingga menyentuh angka 55% pada tahun 2012. Sehingga rata-rata turnover tenaga perawat BPSF Kutai Barat Kaltim pada tahun 2010 – 2012 adalah 31,51%.

  Penelitian Elizabeth (2012) mengungkapkan bahwa tingkat turnover perawat di salah satu rumah sakit X pada tahun 2008 sebesar 15,27% yang kemudian meningkat tajam pada tahun 2009 menjadi 20% dan pada tahun 2010 sebesar 18,05%. Penelitian ini didukung oleh penelitian lainnya dimana angka

  turnover perawat di rumah sakit islam Ibnu Sina Yarsi Sumbar Bukit Tinggi tiap

  tahun cenderung naik, data tahun 2009 dan 2010 adalah 21,3% dan 24,3% (Aryanto, 2011). Di rumah sakit Harapan Bunda Batam, turnover juga merupakan kendala dimana angka turnover tenaga perawat mencapai angka 13% pada tahun 2005 dan 23% pada tahun 2006 (Haryati, 2007). Menurut penelitian Sajidin

  (2003) di rumah sakit islam Sakinah Kabupaten Mojokerto tingkat turnover perawat mencapai 13,04%.

  Penelitian yang dilakukan di rumah sakit swasta di Kota Medan pada tahun 2009 menunjukkan angka turnover perawat yang juga tinggi. Dari tiga rumah sakit swasta dengan tipe B yaitu rumah sakit Mitra Sejati, rumah sakit Vina Estetica, dan rumah sakit Imelda ditemukan angka turnover perawat sebesar 34.88%, 26,19% dan 24,60% per tahun (Tobing, 2009).

  Tingginya tingkat turnover melemahkan struktur sistem keperawatan dan menghambat implementasi yang tepat dari proses dan prosedur keperawatan, sehingga akan berdampak terhadap kemampuan sistem keperawatan dalam memberikan perawatan yang efektif, efisien, aman dan responsif yang akan mengarah ke hasil perawatan yang kurang optimal. Turnover langsung mempengaruhi kemampuan institusi untuk memberikan perawatan yang efektif, efisien dan aman, sehingga berdampak terhadap kualitas layanan yang diberikan. Tingginya tingkat turnover keperawatan mungkin menyebabkan kekurangan staf perawat dan hilangnya sumber daya manusia perawat berpengalaman dan terampil, yang membahayakan kualitas perawatan yang diterima pasien (Mobley, 1982). Selain itu, tingkat turnover tinggi dapat mengakibatkan tingginya tingkat kelelahan dan cedera di tempat kerja antara perawat, dan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien (Mobley, 1982; Aiken, Clarke, Sloane, Sochalski, Silber, 2002; Stordeur, Vandenberghe, D’hoore, 2000 dalam Hayajneh, AbuAlRub, Athamneh, Almakhzoomy, 2009). Kelelahan disebabkan oleh stres yang berhubungan dengan pekerjaan (Weiten, 2010 dalam Nugroho, Andrian, Marselius, 2012) dan beban kerja merupakan faktor penyebab utama terjadinya stres kerja (Suhendra, 2012). Dari pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan turnover dapat menyebabkan peningkatan beban kerja perawat sehingga tingkat stres perawat menjadi lebih tinggi. Hal ini berdampak timbulnya kelelahan kerja dan dapat mengurangi motivasi perawat untuk melakukan tugas dengan baik, sehingga dapat menyebabkan rendahnya kualitas kerja dan meningkatkan terjadinya morbiditas dan mortalitas pasien.

  Selain dampak yang signifikan terhadap seseorang secara pribadi, turnover juga berdampak terhadap keuangan organisasi (Federman, 2009). Turnover akan merugikan organisasi karena tingginya biaya perekrutan karyawan baru (Lacey & McNoldy, 2007; Strachota, Normandin, O’Brien, Clary, Krukow, 2003).

  Diperkirakan biaya untuk mengganti seorang perawat medikal bedah adalah sekitar $ 42.000 dan $ 64 000 untuk menggantikan seorang perawat khusus (Strachota, et al., 2003).

  Mengingat banyaknya dampak turnover perawat baik terhadap organisasi, perawat maupun pasien, maka perlu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan pada perawat. Faktor yang berkontribusi terhadap turnover yaitu

  turnover

  kepuasan kerja (Hayes, et al., 2006; Cho, Lee, Mark, Yun, 2012), nilai intrinsik dari motivasi, ukuran unit dan kepemimpinan (Sellgren, Kajermo, Ekvall, Tomson, 2009), intensi turnover, karakteristik organisasi dan individu, serta ekonomi (Hayes, et al., 2006), beban kerja (Hunt, 2009; Sellgren, et al., 2009), penghargaan, peluang karir/masa depan (Hunt, 2009; Haryati, 2007). Selain itu jenis kelamin, umur, status perkawinan, masa kerja, rekrutmen dan seleksi, budaya organisasi dan kenyamanan kerja juga berpengaruh terhadap turnover (Indriani, 2011). Hal ini didukung oleh penelitian Langitan (2010) yang mengatakan ada hubungan antara umur, status pernikahan, lama kerja, iklim organisasi, kinerja, dengan kejadian turnover. Umur sangat erat kaitannya dengan

  . Pada usia muda biasanya perawat akan lebih produktif, penuh dengan

  turnover

  ide-ide dalam bekerja, ingin menunjukkan aktualisasi diri, dan senang dengan inovasi baru sehingga meningkatkan kecenderungan untuk turnover. Begitu juga dengan status pernikahan, dimana perawat yang belum menikah tingkat

  

turnover nya lebih tinggi dikarenakan tingkat idealismenya lebih tinggi dan

  tanggung jawab terhadap keluarga belum ada sehingga memiliki kecenderungan untuk turnover. Ditinjau dari lama kerja, maka semakin lama perawat berada dalam pekerjaanya maka kecenderungan turnover semakin kecil, hal ini dikaitkan dengan motivasi dan komitmen mereka. Selain itu, iklim organisasi yang baik akan menurunkan kejadian turnover dikarenakan lingkungan yang nyaman, hubungan yang kondusif, birokrasi yang mudah, stres yang rendah, serta motivasi dan kepuasan yang tinggi akan meningkatkan kinerja perawat sehingga menurunkan angka turnover.

  Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Aryanto (2011) yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Yarsi Sumbar Bukit Tinggi dimana ditemukan tidak ada hubungan bermakna antara faktor internal organisasi yang terdiri dari; ukuran organisasi, kepemimpinan, kompensasi, kepuasan kerja, pengembangan karir, bobot pekerjaan, sentralisasi dan faktor individu karyawan terdiri dari ; usia, masa kerja, jenis kelamin, pendidikan, minat dengan kecenderungan turnover. Aryanto

  (2011) menemukan bahwa faktor eksternal yaitu ketersediaan lapangan kerja di institusi lain mempunyai hubungan bermakna dengan kecendrungan turnover.

  Perbedaan hasil dari kedua penelitian ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya dilihat dari karakteristik tempat penelitian, dimana penelitian Langitan (2010) dilakukan di Depok yang merupakan daerah metropolitan yang banyak terdapat rumah sakit-rumah sakit swasta di bandingkan dengan penelitian Aryanto (2011) yang dilakukan di Bukit Tinggi yang hanya terdapat beberapa rumah sakit. Karena banyaknya peluang kerja di Depok, sehingga perawat yang masih berusia muda atau produktif akan terus mencoba untuk menemukan tantangan, ide-ide dan inovasi baru dengan mencoba untuk terus mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sedangkan di Bukit Tinggi dengan kurangnya jumlah rumah sakit sehingga menyebabkan faktor internal tidak berpengaruh terhadap terjadinya turnover, sebaliknya faktor eksternal yaitu peluang kerja ikut mempengaruhi kejadian turnover, hal ini bisa terjadi apabila banyaknya alternatif peluang kerja yang ditawarkan sehingga menyebabkan perawat akan keluar dari rumah sakit tersebut bila tidak sesuai dengan harapannya.

  Penelitian yang dilakukan Hayajneh, et al. (2009) di rumah sakit Jordania menunjukkan bahwa rumah sakit swasta memiliki tingkat turnover yang lebih tinggi lebih dari dua kali lipat dari rumah sakit umum dan rumah sakit pendidikan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan tingkat turnover tinggi di rumah sakit swasta antara lain gaji rendah, kurangnya keamanan kerja dan kelebihan beban kerja. Sebaliknya, rumah sakit pendidikan dan rumah sakit umum memberikan gaji dan kondisi kerja yang lebih baik, yang memotivasi registered nurses (RNS) untuk mencari pekerjaan di rumah sakit tersebut. Dan bila dibandingkan turnover di dua rumah sakit tersebut, tingkat turnover rumah sakit pendidikan lebih tinggi dibandingkan rumah sakit umum. Hal ini disebabkan karena lokasi rumah sakit umum memberi motivasi perawat untuk memperoleh pekerjaan dalam area tempat tinggal mereka.

  Tingkat turnover di kalangan RNS di rumah sakit perkotaan jelas lebih tinggi dibandingkan di rumah sakit pedesaan. Sebagian besar rumah sakit yang terletak di daerah perkotaan adalah rumah sakit swasta (Hayajneh, et al., 2009). Hal ini terkait dengan sedikitnya rumah sakit yang terdapat di pedesaan, sehingga RNS yang tidak mendapatkan pekerjaan di rumah sakit pedesaan akan mencari peluang ke rumah sakit perkotaan. Dan apabila di rumah sakit pedesaan adanya perekrutan, maka perawat akan meninggalkan pekerjaan mereka di rumah sakit perkotaan yang akan meningkatkan kejadian turnover. Hal ini sesuai dengan penelitian Hayajneh, et al. (2009) bahwa faktor yang menentukan rendahnya

  

turnover di pedesaan karena sebagian besar RNS adalah penduduk daerah tersebut

  dan rumah sakit mereka adalah satu-satunya di wilayah tersebut. Sebaliknya, rumah sakit di perkotaan memiliki tingkat turnover tinggi, karena perawat di sana memiliki lebih banyak pilihan dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dan biasanya RNS cenderung meninggalkan posisi mereka selama bulan musim panas karena perekrutan internasional dan regional perawat terjadi pada musim panas.

  Mempertimbangkan besarnya dampak yang ditimbulkan dari turnover, maka peneliti tertarik untuk menggali lebih mendalam tentang fenomena turnover perawat pelaksana di rumah sakit swasta di kota Medan. Penelitian ini akan dilakukan secara fenomenologi karena masih sedikitnya penelitian tentang perawat yang dilakukan secara kualitatif. Melalui penelitian kualitatif

  turnover

  ini, akan diperoleh informasi secara mendalam terkait dengan masalah turnover perawat di rumah sakit swasta.

1.2 Permasalahan

  Rumah sakit swasta memiliki tingkat turnover yang lebih tinggi dibandingkan rumah sakit pendidikan maupun rumah sakit umum. Tingginya tingkat turnover di rumah sakit swasta disebabkan oleh beberapa faktor seperti nilai-nilai intrinsik dari motivasi, beban kerja, ukuran unit dan kepemimpinan. Hal ini akan berdampak besar, baik bagi rumah sakit, perawat yang masih bertahan, perawat yang sudah keluar, maupun pasien. Penelitian yang dilakukan di rumah sakit swasta di kota Medan pada tahun 2009 terhadap tiga rumah sakit swasta dengan tipe B yaitu rumah sakit Mitra Sejati, rumah sakit Vina Estetica, dan rumah sakit Imelda menunjukkan angka turnover perawat yang tinggi yaitu sebesar 34.88%, 26,19% dan sebesar 24,60% per tahun (Tobing, 2009).

  Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana fenomena turnover perawat pelaksana di rumah sakit swasta di kota Medan?”.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi fenomena turnover perawat pelaksana di rumah sakit swasta di kota Medan.

  1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Praktik keperawatan

  Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kinerja perawat dan menciptakan iklim organisasi yang baik sehingga bisa mencegah peningkatan terjadinya turnover perawat yang dapat merugikan rumah sakit, pasien maupun perawat.

  1.4.2 Pendidikan keperawatan

  Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya administrasi keperawatan yang berhubungan dengan

  turnover perawat di rumah sakit swasta.

  1.4.3 Penelitian keperawatan

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan dan dapat digunakan sebagai evidance based dalam melakukan penelitian selanjutnya terkait masalah turnover perawat di rumah sakit lainnya.