BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Hubungan Budaya Organisasi dengan Produktivitas Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Kota Medan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

  Lok (1997) menyatakan dalam lingkungan rumah sakit, ada banyak unit, departemen dan kelompok kerja, perawat yang bekerja di kelompok kerja yang berbeda atau bangsal mungkin memiliki nilai yang berbeda dan keyakinan jika dibandingkan dengan keseluruhan budaya organisasi (rumah sakit). Menurut Green dan Thorogood (1998), organisasi rumah sakit dicirikan oleh campuran heterogen profesional dan staf non-profesional. Rumah sakit juga ditandai dengan tingkat profesional yang tinggi, suasana keluarga serta keterlibatan karyawan yang tinggi. Adanya keberagaman dan interaksi yang tinggi antara profesional dan non profesional akan menghasilkan suatu budaya tertentu dari organisasi itu sendiri, yang juga membedakan suatu organisasi dengan organisasi lain. Berbagai kelompok profesi ini akan menghasilkan perilaku individu dan perilaku kelompok yang pada akhirnya menghasilkan perilaku organisasional dalam melaksanakan tugas dan fungsinya (Lumbanraja, 2006).

  Budaya organisasi merupakan karakter suatu organisasi, yang mengarahkan hubungan kerja sehari-hari karyawan dan menuntun mereka tentang berperilaku dan berkomunikasi dalam organisasi, serta membimbing hirarki perusahaan dibangun dan merangsang tingkah laku staf menjadi produktif (Marquis & Huston, 2006; Jacobs & Roots, 2010; Tseng, 2010). Lebih lanjut Schein (2004) dan Urabazo (2006) menyatakan pemahaman tentang budaya dalam suatu organisasi sangat penting, memainkan peranan yang besar dan merupakan tempat yang menyenangkan dan sehat untuk bekerja. Selain itu budaya organisasi memiliki pengaruh yang kuat di seluruh rumah sakit tentang hal-hal yang dapat dipromosikan, keputusan yang dibuat dan bahkan bagaimana bertindak (Arnold, Capella, & Sumrall, 1987). Sejalan dengan itu hasil penelitian Harvard Business

  

School (Kotter & Heskett, 1992), menyatakan bahwa budaya organisasi

  mempunyai dampak kuat terhadap prestasi kerja suatu organisasi. Teori dan konsep budaya organisasi diterapkan secara khusus untuk rumah sakit, karena kemampuan untuk mencapai tujuan bersama tergantung sebagian besar pada keterkaitan yang efektif antara jiwa anggota organisasi (Denison, 1998). Selain itu beberapa asumsi tentang budaya, pertama budaya dianggap membantu organisasi untuk mencapai tujuan strategis atau menyelesaikan masalah, kedua sebagai kendala atau hambatan karena itu penting bagi anggota kelompok untuk memiliki proses yang memungkinkan mereka untuk memilah asumsi budaya tersebut (Schein, 2004).

  Penelitian Urrabazo (2006) menyatakan bahwa lingkungan kerja yang memuaskan dapat dibuat oleh karyawan ketika organisasi memiliki budaya yang sehat dan dengan demikian memiliki sikap positif terhadap pekerjaan karyawan. Hal ini dapat menciptakan dan mengidentifikasi dengan memberikan kesempatan bagi tindakan organisasi, semua anggota akan tetap dalam organisasi apa pun yang akan terjadi. Penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas yang lebih tinggi pada eksekutif keperawatan memiliki pengaruh positif terhadap budaya organisasi di rumah sakit. Penelitian ini didukung Hsu (2009), menyatakan budaya organisasi dapat meningkatkan komitmen organisasi dan bahkan kinerja pelayanan rumah sakit. Budaya organisasi rumah sakit merupakan pedoman atau acuan untuk mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lain dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya.

  Nilai yang melekat pada rumah sakit memberikan rasa identitas, harapan, dan aturan yang membantu organisasi mencapai tujuannya (Ivancevich, Konopaske & Matteson, 2005).

  Robbins (1996) menyatakan bahwa organisasi dengan budaya yang lemah, individu di dalamnya tidak memiliki kesiapan akan terjadinya sebuah perubahan.

  Mereka lebih menyukai nilai-nilai, baik individu maupun kelompok yang selama ini telah dimiliki. Mereka juga lebih menyukai cara kerja yang selama ini telah mereka lakukan dan menolak adanya perubahan, terutama perubahan yang menuntut kemampuan dan ketrampilan baru untuk memenuhi tuntutan dan kewajiban yang diharapkan. Oleh karena itu, profesionalisme keperawatan dan lingkungan rumah sakit yang menampilkan budaya organisasi yang kuat adalah dua sumber daya kesehatan yang dapat mempromosikan hasil yang baik pada pasien. Penelitian ini tidak sesuai dengan Afiah, Maidin dan Bahar (2013) yang menyatakan bahwa tingkat keterlibatan budaya organisasi perawat dinilai sedang 60%. Menurut Denison dan Mishra (1995) organisasi yang efektif memberdayakan dan melibatkan orang-orang disekitar mereka, membangun tim, dan mengembangkan kemampuan semua tingkatan. Penelitian tersebut membantu untuk meningkatkan pemahaman eksekutif keperawatan untuk dapat mengembangkan budaya organisasi rumah sakit dalam mempromosikan komitmen organisasi. Pemahaman tentang budaya organisasi menyebabkan komitmen perawat yang tinggi, dengan kata lain budaya organisasi sangat efektif dalam mengembangkan kerja yang positif bagi perawat (Hsio & Chang, 2012).

  Denison dan Mishra (1995) menyatakan bahwa budaya organisasi terdiri dari empat dimensi yaitu keterlibatan, konsistensi, adaptasi, dan misi. Hasil penelitian yang dilakukan Ehtesham, Muhammad, dan Muhammad (2011), menyatakan bahwa dua dimensi budaya organisasi kemampuan beradaptasi (adaptability) dan misi (mission) memiliki korelasi yang lebih signifikan dengan praktik performance management. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Doloksaribu (2011), dimensi misi budaya organisasi memiliki pengaruh yang paling besar dengan koefisien 0.568 yang signifikan pada p < 0.05 terhadap kinerja manejerial. Penelitian yang sama dari Afiah, Maidin dan Bahar (2013) tentang budaya dan efektivitas rumah sakit di RSUD Haji Makasar dan RSU Labuang Baji Makasar, untuk budaya organisasi di RSUD Haji Makasar tingkat keterlibatan budaya organisasi dinilai sedang 60%, tingkat konsistensi tinggi 90%, misi 55.6% dan dimensi adaptasi dalam kemampuan organisasi membuat perubahan intensitas tinggi 83.3%. Budaya organisasi di RSU Labuang Makasar didapatkan tingkat keterlibatan sedang 56.7%, tingkat konsistensi tinggi sebesar 53.3%, dimensi adaptasi dinilai cukup 76.7%, dimensi misi tinggi sebesar 83.3%.

  Secara keseluruhan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi yang kuat memengaruhi efektivitas organisasi pada RSUD Haji Makasar sedangkan di RSUD Labuang Baji, budaya organisasi yang kuat tidak menunjukkan pengaruh dalam meningkatkan efektivitas organisasi.

  Ketut (2010) melakukan penelitian di Rumah Sakit Buleleng, dan mendapatkan bahwa budaya organisasi mempunyai dampak positif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian Yandrawat (2012), di RSUD kabupaten Bekasi perawat yang merasa puas dalam bekerja hanya sebesar 7.04%, dan yang tidak puas sebesar 92.96%. Robbins (2007), Jacobs dan Roots (2010), mengemukakan bahwa terdapat keterkaitan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja, budaya yang kuat akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang tinggi sedangkan budaya organisasi yang lemah akan mengantarkan kepada kepuasan kerja yang rendah. Namun penelitian Tarjo, Tahir, dan Utami (2011), tentang pengaruh budaya organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan dan kinerja perawat di RSUD H. Hanafie Muara Bungo-Jambi, budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja.

  Gillies (1994) menyatakan sumber daya manusia perawat merupakan jumlah terbesar di rumah sakit sekitar 60-70%. Oleh karena itu produktivitas perawat menjadi sangat penting untuk diperhatikan, khususnya dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Taheri (2007) menyatakan sumber daya manusia, sebagai sumber yang paling mahal dan paling berharga dari modal dan organisasi, dianggap sebagai faktor yang paling penting dalam rantai operasional dari setiap organisasi. Lebih lanjut Taheri menyatakan sumber daya manusia merupakan faktor yang memengaruhi produktivitas. Produktivitas tingkat individu sebagai sumber daya manusia dalam organisasi merupakan kategorisasi yang mendasar dan pondasi untuk tingkat lainnya. Selain itu, kenaikan produktivitas di tingkat individu akan meningkatkan produktivitas tingkat lainnya

  (Abtahi, 2004). Hersey dan Goldsmith (1980) menjelaskan ada tujuh faktor dalam produktivitas kerja sumber daya manusia: 1) kemampuan (ability), 2) kejelasan (clarity), 3) bantuan (help), 4) insentif (incentive), 5) evaluasi (evaluation), 6) validitas (validity), dan 7) lingkungan (environment).

  Penelitian Rosa, Nurachmah, dan Budiharto (2012), menemukan produktivitas kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUPN. Dr.

  Ciptomangunkusumo kategori buruk. Sejalan dengan penelitian Minarsih (2011), produktivitas kerja perawat di instalasi rawat inap non bedah (penyakit dalam) RSUP. Dr Jamil Padang tergolong rendah (54.7 %) .

  Berbagai konsep teori menjelaskan bahwa nilai-nilai budaya organisasi yang dianut secara intensif akan memberikan dampak dalam pencapaian tujuan organisasi dan produktivitas kerja (Ndraha,1997; Robbins,1996). Budaya organisasi yang kuat akan menumbuh kembangkan rasa tanggung jawab yang besar dalam diri karyawan sehingga mampu memotivasi untuk menampilkan kinerja yang paling memuaskan, mencapai tujuan yang lebih baik, dan pada gilirannya akan memotivasi seluruh anggotanya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya (Robbins & Caulter, 2010).

  Hasil observasi yang dilakukan peneliti di RSUP H. Adam Malik perawat pelaksana mengeluhkan beban kerja yang tinggi, mereka harus melakukan tugas yang bukan tindakan keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik, meresepkan obat dan mengambil obat di farmasi. Jumlah tempat tidur diruang rawat inap 325 buah, rata-rata pasien yang dirawat 344 orang. Bed

  Occupancy Rate (BOR) 100-105%. Ratio perawat yang bertugas diruang rawat inap dengan jumlah pasien tidak seimbang, dalam satu bangsal rata-rata pasien per hari 40-43, perawat yang bertugas pagi hari 7-8 orang, dan sore /malam 3-4 0rang. Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien adalah partial (3 jam/pasien). Angka kepuasan pasien 30-40%.

  Observasi yang dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan mengeluhkan beban kerja yang tinggi, perawat harus melakukan tugas yang bukan tindakan keperawatan (mengantar pasien untuk pemeriksaan diagnostik, meresepkan obat dan mengambil obat di farmasi. Jumlah tempat tidur diruang rawat jumlah pasien per hari 346. Rata-rata pasien yang dirawat 20-30 orang, perawat yang bertugas pagi 5-7 orang, dan sore/malam 2-3 orang perawat. Klasifikasi tingkat ketergantungan pasien adalah partial (3 jam/pasien). Dari 48 dokumentasi asuhan keperawatan pasien di ruang rawat inap yang di observasi di RSUD dr. Pirngadi Medan tidak lengkap terutama bagian pengkajian hanya 23% yang terisi, diagnosa keperawatan 41% dengan menggunakan diagnosa yang sama, dan bagian evaluasi 31%. Perawat hanya mengisi kolom implementasi, hal ini sangat beralasan karena implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien.

  Dari 43 dokumentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap terpadu RSUP H. Adam Malik: pada pengkajian 35% tidak lengkap, diagnosa keperawatan 20.8 % dengan menggunakan diagnosa yang sama, dan bagian evaluasi 100%. Perawat lebih lengkap mengisi kolom implementasi dan evaluasi, hal ini sangat beralasan karena implementasi merupakan monitoring kegiatan yang telah dilakukan pada pasien. Keluhan pasien terhadap perawat adalah administrasi yang berbelit-belit, kurang tanggap dan tidak melanjuti keluhan dari pasien, kurangnya interaksi antara perawat dan pasien, dan perawat memperlihatkan wajah yang kurang ramah. Tindakan keperawatan banyak dilakukan oleh siswa perawat dan dokter muda.

  Berdasarkan fenomena diatas peneliti perlu melakukan penelitian tentang hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

  Budaya organisai yang baik memberikan implikasi pada peningkatan produktivitas kerja perawat sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi.

  1.2 Perumusan Masalah

  Perumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada latar belakang dari hasil-hasil penelitian terdahulu. Maka rumusan masalah penelitian ini adalah sejauhmana hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan umum

  Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

  1.3.2 Tujuan khusus

  Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

  1. Mengetahui hubungan hubungan budaya organasasi keterlibatan (involvement) dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit kota Medan

  2. Mengetahui hubungan budaya organisasi konsistensi (consistency) dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

  3. Mengetahui hubungan budaya organisasi penyesuaian (adaptability) dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

  4. Mengetahui hubungan budaya organisasi misi (mission) dan produktivitas kerja perawat pelaksana di rumah sakit.

1.4 Hipotesa Penelitian 1.

  Ada hubungan budaya organisasi keterlibatan (involvement) dan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

  2. Ada hubungan budaya organisasi konsistensi (consistency) dan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

  3. Ada hubungan budaya organisasi penyesuaian (adaptability) dan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

  4. Ada hubungan budaya organisasi misi (mission) budaya organisasi dan produktivitas kerja perawat di rumah sakit.

1.5 Manfaat Peneltian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif untuk pengembangan keilmuan baik secara teoritis dan praktik bagi dunia keperawatan diantaranya:

1.Pendidikan keperawatan

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengembangan pengetahuan serta menjadi evidence khususnya dalam pengajaran diperkuliahan pada manajemen keperawatan yang berhubungan dengan budaya organisasi.

  2. Manfaat praktis bagi rumah sakit

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak manajemen rumah sakit untuk menanamkan budaya organisasi dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dengan melibatkan perawat sebagai sumber daya manusia terbesar.

  3. Bagi penelitian keperawatan

  Memberikan informasi tentang hubungan budaya organisasi dengan produktivitas kerja perawat di rumah sakit sehingga berguna bagi para peneliti yang ingin meneliti faktor-faktor lain yang berkaitan dengan produktivitas kerja perawat.