Paper KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DAL (1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MENGOPTIMALISASI PULAU PULAU TERLUAR

TUGAS AKHIR MATA KULIAH POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA
Oleh
FADHIL AKBAR KURNIAWAN
No. BP 1110852004

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013

PENGARUH INTENSITAS SENGKETA PERBATASAN WILAYAH INDONESIA
TERHADAP UPAYA PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN PERTAHANAN
Kedaulatan merupakan suatu aspek yang sangat penting bagi sebuah negara dalam
tatanan sistem internasional. Kedaulatan merupakan salah satu syarat penting untuk dapat diakui
sebagai sebuah negara, dimana negara yang telah diakui mempunyai kedaulatan disebut sebagai
negara yang berdaulat. Definisi dari kedaulatan adalah suatu hak ekslusif yang untuk menguasai
suatu wilayah pemerintahan, masyarakat, atau atas diri sendiri, dimana terdapat dua penganut

dalam sumber kedaulatan tersebut yaitu berasal dari Tuhan dan dari Masyarakat. 1 Dalam hukum
konstitusi, negara yang berdaulat merepresentasikan pemerintahan yang memiliki kendali
sepenuhnya atas semua hal urusan dalam negerinya sendiri didalam wilayah atau batas territorial
negaranya, dimana berlaku yurisdiksi hukumnya.
Negara merupakan institusi kekuasaan yang memiliki tiga karakteristik umum, yaitu
wilayah geografis dengan batas-batas yang diakui secara internasional, sebuah populasi yang
diakui dan teridentifikasi yang hidup didalam batas wilayah tersebut, serta sebuah struktur
kewenangan atau pemerintahan yang diakui secara internasional. Pada Konvensi Montevideo,
karakteristik negara tersebut ditambah dengan kemampuan suatu negara untuk memasuki dan
menjalin hubungan dengan negara-negara lain. Konsep mengenai negara berdaulat pertama kali
muncul semenjak Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 dimana hal tersebut juga menandai
berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648) di Eropa yang pada mulanya diawali dengan
1

Hugo Grotius, DE IURE BELLI AC PACIS, Janssonio-Waesbergios, 1735

konflik antara agama Katolik (Kekaisaran Hapsburg) dan Protestan (Ceko). Perjanjian tersebut
menghasilkan keputusan yaitu mengakui keberadaan kesatuan wilayah yang tidak dapat lagi
didominasi oleh pihak lainnya,yang disebut sebagai negara berdaulat.
Nation-state merupakan kesatuan politis yang memiliki kedaulatan. Kedaulatan

bergantung pada pemerintahan yang memiliki kewenangan tertinggi dalam wilayah yang
memiliki batasan yang jelas yang mencakup sebuah populasi dan kewenangan pemerintahan
tersebut diakui legitimasinya, baik oleh penduduk yang diwadahi oleh pemerintahan tersebut
maupun oleh pemerintahan berdaulat yang lain. Jika menurut kacamata Hukum Internasioinal,
status negara-negara yang berdaulat tersebut setara serta memiliki hak dan kewajiban dasar yang
sama, salah satunya yaitu setiap negara bebas untuk mengelola permasalahan internal
berdasarkan pandangan yang dianggap terbaik oleh pemerintahannya. Hak ini juga merupakan
representasi dari kewajiban untuk non-intervensi, yaitu kewajiban untuk tidak mencampuri
urusan dalam negara-negara lain. Menurut Hedley Bull, kedaulatan mencakup kedualatan
internal yang berarti supremasi atas seluruh kewenangan di dalam batas wilayah dan
kependudukannya, serta kedaulatan eksternal dimana setiap negara merdeka dari kewenangan
luar.
Hubungan Internasional melihat interaksi antar negara dalam sistem internasional tidak
terlepas dari pentingnya kedaulatan bagi sebuah negara. Menurut ilmuwan Hubungan
Internasional, Thomas Hobbes (1588-1679) dalam bukunya Leviathan, menilai bahwasanya
negara berdaulat (sovereignity state) merupakan negara yang mampu menjaga wilayah territorial
dan beserta etnis etnis didalamnya. Hobbes menjabarkan negara merupakan instrument
kekuasaan yang digunakan individu-individu untuk mencapai sebuah keadaan yang aman,
dimana negara tersebut memiliki kewajiban untuk menjaga keamanan orang-orang yang berada


dibawah pengaturannya. Usaha usaha yang dilakukan negara untuk mempertahankan kedaulatan
dan national interest nya masing-masing menimbulkan sebuah gejolak dalam interaksi antar
negara yang berdaulat dalam Hubungan Internasional.
Eksistensi suatu negara ditentukan oleh aspek aspek yang membentuk kedaulatan, yang
mencakup pertahanan dan keamanan suatu negara dari ancaman luar, salah satunya
mempertahankan batas wilayah territorial dari pencaplokan negara lain. Kedaulatan suatu negara
akan tercoreng apabila tidak bisa mempertahankan wilayah yang sebelumnya berada di wilayah
teritorialnya diambil atau diklaim oleh negara lain. Fenomena seperti ini sangat rentan terjadi
terhadap negara negara dengan cakupan wilayah territorial yang luas dan negara kepulauan.
Indonesia sebagai salah satu negara maritim terbesar di dunia tidak terlepas dari fenomena
sengketa wilayah perbatasan dengan negara lain. Indonesia merupakan negara dengan jumlah
pulau terbesar di dunia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan Indonesia sebagai sebuah
neagra kepulauan yaitu negara yang memiliki banyak pulau yaitu sejumlah 17.480 pulau dengan
panjang garis pantai mencapai 95.181 km. Sembilan puluh dua pulau kecil diantaranya
merupakan pulau-pulau kecil terluar.2
United Nations Confention on the Law Of the Sea (UNCLOS) 1982 mengatur bahwa
negara kepulauan meupakan negara yang terdiri atas satu atau lebih gugusan pulau, dimana di

2


Syamsul Ma’arif, 2009, Makalah Pengelolaan Pulau Terluar dalam Manajemen Pulau Terluar, Fakultas Geograf
UGM, 23 Januari 2009

antaranya terdapat pulau-pulau lain yang merupakan satu kesatuan politik atau secara historis
merupakan satu ikatan.3 Pulau yang dimaksud oleh UNCLOS merupakan daratan yang dibentuk

alami dan dikelilingi oleh air dan selalu berada di atas muka air pasang tinggi. UNCLOS
mengatur mengenai rezim-rezim hukum laut, termasuk hukum negara kepulauan secara
menyeluruh. Dalam Undang-Undang RI nomor 6 tahun 1996, luas Kepulauan Indonesia dan laut
teritorialnya adalah 3,1 juta kilometer persegi , sedangkan luas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
yang dimiliki adalah 2,7 juta kilometer persegi yang menyangkut hak eksplorasi, eksploitasi, dan
pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati. Dengan konsep negara kepulauan ini, Indonesia
memiliki hak penuh atas perairan di sisi-sisi pulau tersebut. Indonesia berhak atas apa-apa yang
dimiliki di dasar laut dan juga atas ruang angkasa diatas wilayahnya. Kekayaan alam yang luar
bisa melimpah tersebut memungkinkan untuk pertumbuhan ekonomi yang pesat jika ditangani
dengan baik oleh pemerintah.
Kekayaan sumber daya alam yang terbentang dari ujung perbatasan wilayah territorial
Indonesia dari Sabang sampai Merauke belum dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah.
Masih banyak pulau-pulau yang belum terurus, bahkan masih ada yang belum disebut atau diberi
nama. Terdapat 92 pulau terluar yang tersebar di wilayah NKRI dengan luas masing-masing

pulau rata-rata 0,02 hingga 200 kilometer persegi. Hanya 50% dari pulau terluar tersebut yang
berpenghun. Enam puluh tujuh dari 92 pulau terluar tersebut berbatasan langsung dengan negara
negara tetangga seperti India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, Papua
New Guinea, Australia, dan Timor Leste.5
3

Anonim, Permasalahan Kelautan Yang Muncul Dalam Negara Kepulauan Indonesia, diakses pada website
http;//www.sumbawanews.com/berita/opini/permasalahan-kelautan-yang-muncul-dalam-negara-kepulauanindonesia/pdf.html
5
Bambang Susanto, Kajian Yuridis Permasalahan Batas Maritim Wilayah Laut Republik Indonesia (Suatu pandangan
TNI AL Bagi Pengamanan Batas wilayah Laut RI), Indonesian Journal of International Law

Isu-isu yang sering dihadapi pada wilayah perbatasan yaitu pergeseran/hilangnya patok
wilayah territorial masing masing negara dengan dengan negara tetangga. Hal ini memungkinkan
terjadinya konflik konflik perbatasan yang akhirnya dapat menyebabkan pengklaiman atas

wilayah tersebut. Selain itu, mengenai kekayaan sumberdaya alam yang ternyata belum mampu
dimanfaatkan secara adil, optimal, dan bekelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
terutama mereka yang menetap di kawasan perbatasan. Dilihat dari aspek infrastruktur, sebagian
besar wilayah perbatasan ternyata belum memiliki sarana dan prasarana wilayah yang memadai,

sehingga mengakibatkan keterisolasian wilayah dan tidak berkembangnya kegiatan ekonomi dan
potensi terjadinya disntegrasi. Padahal merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005
mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional 2004-2009) telah
menetapkan arah dan pengembangan wilayah perbatasan negara sebagai salah satu program
prioritas pembangunan nasional. Pembangunan wilayah perbatasan memiliki keterkaitan yang
erat dengan misi pembangunan nasional, terutama untuk menjamin keutuhan dan kedaulatan
wilayah, pertahanan keamanan nasional, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah
perbatasan.6
Perbatasan langsung antara pulau-pulau terluar Indonesia dengan negara-negara tetangga
seperti pemaparan diatas memiliki potensi yang besar akan timbulnya overlapping claim.
Overlapping Claim wilayah maritim biasanya terjadi di wilayah laut suatu negara yang
berdampingan, dimana penyelesaian dari hal tersebut dapat dilakukan dengan negosiasi atau
diplomasi.7
6

http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/perbatasan-negara-perlu-ditangani-secara-intensif-dan-terpadu

7

Hikmahanto Juwana, Mencermati Hubungan Indonesia-Malaysia, 2009.


Overlapping Claim tentu saja membuat keamanan nasional serta kedaulatan suatu negara
terancam. Hal ini akan berujung terhadap sengketa perbatasan antara Indonesia dengan negara
negara yang berbatasan langsung dengannya. Indonesia sebagai negara berdaulat harus mampu

untuk menjaga dan mempertahankan keutuhan wilayahnya. Sengketa merupakan pertentangan
antara dua belah pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu
jepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. 8 Penulis akan
mengenalisa variabel pengaruh sengketa perbatasan wilayah Indonesia dengan melihat dari
intensitas kasus persengketaan wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga selama ini
semenjak berawal dari kasus konflik sengketa wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia pada
tahun 1979 yaitu Sengketa Ambalat.
No

Negara yang bersengketa

Tahun

.
1.


Indonesia - Malaysia

1967

- Sengketa P. Sipadan dan Ligitan

1969

- Sengketa batas laut di Selat Malaka
- Sengketa P. Ambalat
- Sengketa P. Miangas dan P. Manoreh

2.

Indonesia - Filipina

1980
1989


3.

Indonesia - Singapura

2005

Keterangan

- Reklamasi pantai yang dilakukan Singapura,
menambah perluasan wilayah hingga 199 km2,

4.

Indonesia - Vietnam

1982

Selat Singapura semakin sempit
- Vietnam mengeluarkan “Statement on the
Territorial Base Line” yang mengakibatkan

sengketa P. Phu Qoc dan mengklaim wilayah laut

5.

Indonesia – Republik

6.

Palau
Indonesia – Timor Leste

7.

Indonesia - Thailand

1979

Indonesia
- Zona Perikanan yang diperluas Palau meyebabkan


2002

tumpang tindih dengan ZEE Indonesia
- perbatasan Indonesia dan Timor Leste yang masih

1981

belum pasti meyebabkan beberapa konflik
- Royal Proclamation yang tidak sesuai dengan
penetapan batas dasar laut di Laut Andaman yang

telah disepakati pada 1973
Sumber : indomaritimeinstitute.org/?p=1341

Dari data diatas, dapat dilihat bahwasanya Indonesia sebagai negara kepulauan yang
memiliki zona pulau dan lautan yang luas memiliki potensi besar yang menyebabkan sengketa
perbatasan laut maupun pngklaiman pulau. Dimana dari sembilan sengketa wilayah perbatasan
yang terjadi, masih sedikit yang baru bisa dikatakan selesai seperti kasus Pulau Siapadan dan
Pulau Ligitan yang pada tahun 2002 telah resmi dimiliki oleh Malaysia. Hal tersebut menjadi
sebuah tamparan keras bagi kedaulatan Indonesia yang menyebabkan citra yang buruk di mata
dunia internasional dikarenakan tidak dapat melindungi wilayah territorial yang menjadi aspek
dasar konstitutif terbentuknya suatu negara.
Penulis mencoba mengkaitkan tingkat intensitas sengketa yang dialami Indonesia dengan
variabel dependen Upaya Peningkatan Pertahanan Republik Indonesia, yang dinilai dari
beberapa indikator, yaitu : Anggaran Pertahanan Indonesia dalam melindungi perbatasan wilayah
territorial Indonesia serta Anggaran Dana untuk pengembangan daerah perbatasan.

8

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Melihat dari keberhasilan Cina yang mampu membangun perekonomian negaranya
dengan baik, sehingga meningkatkan kualitas kedaulatan negaranya dalam menghadapi berbagai
tantangan keamanan nasional, merupakan sebuah peluang yang dapat diambil TNI AD untuk
melipat gandakan “added-value” dari output produktivitasnya. Dengan “hard power” riil yang
terdiri dari 314.111 personel militer aktif pada Januari 2010 9 dan 0,95% PDB rata-rata anggaran
pertahanan selama periode 2005-2008 (pasca lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari wilayah

kedaualtan Indonesia) akan dapat menciptakan kualitas pengaruh (soft power) yang jauh lebih
besar bila menggunakan pendekatan yang tepat dalam mengimplementasikan anggaran
pertahanan tersebut.
Tahun

Jumlah

%APBD

%APBN

Anggaran

Pembangunan

Anggaran Rutin

Pertahanan Negara

2005
2006
2007
2008
Rata-

23.108,10
28.229, 18
32.640, 06
33.678,99
27.815,71

1,05
0,93
0,92
0,79
0,95

5,81
4,36
4,27
4,23
4,88

Rupiah

Kredit Ekspor

Belanja

Non Belanja

4.310, 96
5.147, 40
5.718, 20
6.248, 05
5.106, 92

4.784, 52
4.450, 52
4.220, 51
4.220, 50
4.249, 16

Pegawai
9.529, 04
12.140, 60
14.641, 17
15.044, 01
12.149, 61

Pegawai
4.483, 58
6.490, 66
8.060, 18
8.166, 43
6.309, 91

Rata
Sumber : Departemen Pertahanan RI, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 (Jakarta: Departemen Pertahanan RI, 2008),
halaman 163

9

Berdasarkan Survei Tenaga Kerja Nasional, pengangguran terbuka terdiri dari : mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan, mereka yang

tidak bekerja dan mempersiapkan usaha, mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapat
pekerjaan, dan mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.

Dari data diatas mampu disimpulkan bahwa dengan tingkat intensitas sengketa
perbatasan yang tinggi yang begitu mencapai titik puncak ketika lepasnya Pulau Sipadan dan
Ligitan, membuat pemerintah berupaya untuk meningkatkan pertahanan negara, salah satunya
dengan meningkatkan anggaran pertahanan Republik Indonesia.
Selain itu, berdasarkan pasal 5 Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 10 Tahun 2010
mengenai tunjangan operasi pengamanan bagi prajurit TNI dan PNS yang bertugas dalam
opoerasi pengamanan pada pulau pualau kecil terluar dan wilayah perbatasan, yaitu :

a. sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di
wilayah pulau-pulau kecil terluar tanpa penduduk;
b. sebesar 100% (seratus persen) dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di wilayah
pulau-pulau kecil terluar berpenduduk;
c. sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok bagi yang bertugas dan tinggal di
wilayah perbatasan; atau
d. sebesar 50% (lima puluh persen) dari gaji pokok bagi yang bertugas secara sesaat di wilayah
udara dan laut perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar.10

10

Permenham No. 10 Tahun 2010

Indikator kedua yang dicoba dilihat disini yaitu Anggaran Pemerintah untuk
pembangunan daerah daerah wilayah perbatasan, agar wilayah perbatasan dapat ditingkatkan
efektifitasnya dan mengukuhkan kedaulatan Indonesia atas wilayah tersebut. Berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 201 / PMK.07 / 2012 mengenai
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Khusus Tahun Anggaran 2013, memberikan anggaran khusus
terhadap daerah perbatasan Republik Indonesia Rp. 2.000.000.000.000 (dua triliun rupiah)
berdasarkan Dana Alokasi Khusus Tambahan yang merupakan strategi untuk peningkatan
kedaulatan serta pengoptimalisasi daerah perbatasan.11

Hal diatas mengindikasikan bahwa wilayah perbatasan mempunyai pengaruh yang sangat
penting terhadap ketahanan sebuah negara. Dimana tingkat intensitas sengketa yang tinggi
membuat pemerintah berupaya untuk lenih mempertahankan wilayah perbatasan negara
Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar dengan sumber daya alam yang melimpah.

11 Permenkeu PMK 201-PMK_07-2012_Pedoman Umum dan Alokasi DAK TA 2012

Upaya pemerintah secara geopolitik dan geostrategic dalam melindungi wilayah
perbatasan
Upaya yang pertama yaitu peningkatan kekuatan Angkatan Laut Indonesia.Posisi
Indonesia sebagai negara maritim haruslah tegas menetapkan posisi wilayahnya meliputi
ruang dimana negara berdaulat penuh dalam pengelolaan sumber daya alam dan
mengeksploitasi potensi daerah tersebut. Dalam hal tersebut, negara perlu mencapainya baik
melalui kerjasama politik, ekonomi, dan pertahanan. Dari aspek ekonomi, laut Indonesia
menyimpan Sumber Daya Alam yang melimpah sehingga secara geopolitik dan geostrategic

sector kelautan negari ini menjadi elemen penting mencakup di bidang pertahanan. Konflik
territorial masih menjadi sebuah isu yang sangat penting. Perundingan penetapan perbatasan
maritime dengan negara negara tetangga, masih banyak yang belum disepakati secara jelas
dan masih diperlukan kesepakatan yang lebih lanjut. Indonesia bahkan masih kesulitan
menghadapi aktifitas illegal yang melanggar perbatasan Indonesia dengan negara negara
tetangga yang terjadi secara luas.
Demi menjaga kedaulatan Indonesia, pemerintah melakukan bentuk upaya
geopolitik berupa penetapan Program Modernisasi Alutsista dan Non Alutsista (Alat Utama
Sitem Persenjataan) sebesar Rp. 25,745 triliun, dimana alokasi anggaran tersebut antara lain
untuk peningkatan KRI, KAL, Ranpur, dan Rantis sebesar Rp. 657,3 milliar. Pengadaan
pesawat udara dan sara prasarana Penerbangan TNI AL sebesar Rp.159,7 miliar dengan
percepatan pengadaan Alutsista Strategis Matra Laut sebesar Rp. 20,316 triliun.
Memposisikan TNI AL yang handal dan disegani dengan melakukan penggantian terhadap
50% dari 148 kapal TNI AL yang sudah tua merupakan prioritas ekonomi pertahanan di
bidang kelautan yang harus didukung oleh pemerintah Indonesia.
Upaya kedua yaitu pembangunan wilayah perbatasan Indonesia. Wilayah
perbatasan menjadi isu penting yang mendapat perhatian dari berbagai pihak, karena
memiliki arti nilai ekonomi, geopolitik, dan pertahanan keamanan, serta memiliki posisi
strategis sebagai pagar dan “beranda depan” wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Upaya yang dilakukan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yaitu akan membangun
12 kota transmigrasi di wilayah perbatasan dan pulalu-pulau terluar Indonesia dimana
pembangunan 12 Kota Terpadu Mandiri (KTM) di kawasan transmigrasi ini dimaksudkan

untuk memberdayakan potensi sumber daya alam bagi kesejahteraan masyarakat,
meningkatkan pendapatan asli daerah, dan penyerapan tenaga kerja.
Pembangunan kawasan transmigrasi tersebut bertujuan sebagai pengamanan
negara untuk menegakkan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia, sehingga tidak diincar
dan diklaim oleh negara lain. Pembangunan infrastruktur dasar disertai pemberdayaan
masyarakat di kawasan perbatasan diharapkan mampu mengusung potensi daerah sehingga
kemudian berkembang menjadi pusat perekonomian baru, pusat administrasi pemerintahan
dan memacu percepatan pembangunan daerah secara keseluruhan.