Kandungan Logam Berat Tembaga Cu Pada Si

MAKALAH PENELITIAN
KIMIA LAUT

DISUSUN OLEH:
K E L O M P O K III
1. Faruk J Kelutur

(2012-78-024)

2. Vebiola V Iwamony

(2012-78-009)

3. Reca Sahupoly

(2012-78-061)

4. Hary G Sorpay

(2012-78-070)


5. Putri M Wakano

(2012-78-053)

6. Mahdi Safuan Usemahu

(2012-78-002)

7. Natalia C Rante

(2011-78-046)

8. Maria Fasak

(2009-78-064)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah penelitian ini dengan baik dan
benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah penelitian ini kami mengambil judul dan
membahas mengenai “Kandungan Logam Berat Tembaga (Cu) Pada Siput Merah
(Cerithidea sp) Di Perairan Laut Dumai Provinsi Riau”.

Makalah penelitian ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil penelitian, kesimpulan
dan saran.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar dalam penyusunan
makalah penelitian ini. Oleh karena itu, apabila terjadi kesalahan kami memohon kepada
pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif
dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah - makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


Ambon,21 April 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang…...…………………………………………………………………...2
1.2 Perumusan Masalah.…….…………………………………………………………..2
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………………………..2
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………………...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
BAB III METODE PENELITIAN……………….…………………………………..9
A. Waktu dan Tempat.………..…………………………………………………….......9
B. Alat dan Bahan.………………………………………………………………….......9
C. Prosedur Kerja……..………………………………………………………………...9


BAB IV HASIL PENELITIAN.…………...………………………………….……...11
BAB V PENUTUP.…………………………………..……………………………......…14
A. Kesimpulan………………………………………………………………………….14
B. Saran………………………………………………………………………………...14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem peraian laut, selat dan pantai merupakan ekosistem yang khas, dimana kondisi
fisika-kimia sangat dipengaruhi oleh berbagai aktivitas disekitar perairan. Aktivitas tersebut
selain memberikan keuntungan terhadap kehidupan manusia juga dapat memberikan dampak
yang negatif bagi ekosistem di perairan seperti menurunnya kualitas perairan akibat masuknya
bahan-bahan pencemar ke dalam perairan tersebut. Kandungan logam berat dalam perairan dapat
meningkat, terutama dengan meningkatnya aktivitas seperti transportasi, pelabuhan, industri
minyak bumi, dan pemukiman padat penduduk yang menghasilkan limbah logam berat
diantaranya adalah logam berat tembaga (Cu) yang dapat mempengaruhi kualitas perairan bagi
kehidupan organisme didalamnya (Setiadi, 2007).

Perairan Laut Dumai berbatasan langsung dengan Selat Malaka yang merupakan dataran
rendah yang sebagian wilayahnya masih terdiri dari rawa-rawa dan hutan bakau. Kondisi Pantai
Dumai relatif landai dan curam, daerah ini merupakan daerah Pesisir Timur dari Pulau Sumatera
yang berhadapan langsung dengan Pulau Rupat (Anonimus, 2008).
Perairan Pantai Dumai selain dimanfaatkan sebagai daerah pelabuhan, industri dan jalur
pelayaran, juga merupakan tempat penangkapan ikan oleh penduduk yang tinggal di tepi pantai.
Pelabuhan dan perairan tersebut digunakan oleh beberapa perusahaan yang beroperasi di Dumai,
salah satunya PT. Patra Dock yang bergerak dalam pembuatan industri galangan kapal, dimana
logam tembaga (Cu) ini digunakan sebagai campuran bahan pengawet. Pelabuhan
penyeberangan penumpang juga menggunakan perairan Dumai untuk fasilitas bongkar muat.
Kondisi tersebut menjadikan perairan ini sebagai jalur pelayaran antar pulau dan negara yang
padat, sehingga dapat mengkontribusikan logam-logam berat diantaranya tembaga (Cu).
Cerithidea sp merupakan organisme yang banyak didapatkan dan dikonsumsi oleh
masyarakat disekitar perairan Laut Dumai, sehingga kemungkinan spesies ini sudah mengandung
logam berat tembaga (Cu). Sifat bioakumulatif dari Cerithidea sp inilah yang menyebabkan
organisme tersebut harus diwaspadai apabila dikonsumsi secara terus menerus.

1

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana kandungan logam berat tembaga (Cu) pada siput merah (Cerithidea sp) di
perairan Laut Dumai Provinsi Riau?

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat tembaga (Cu) pada siput
merah (Cerithidea sp) di perairan Laut Dumai.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat
pada umumnya dan instansi terkait khususnya mengenai kandungan logam berat tembaga (Cu)
pada siput merah (Cerithidea sp) sehingga dapat diketahui kualitas perairan di Laut Dumai.

2

B A B II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Klasifikasi dan Deskripsi Siput Merah (Cerithidea sp)
Klasifikasi dan deskripsi siput merah (Cerithidea sp) menurut Abbot dan Boss (1989) diacu
dalam Purwaningsih (2007) adalah sebagai berikut:

Filum : Molusca
Kelas : Gastropoda
Subkelas : Orthogastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Superfamili : Sorbeococha
Famili : Cerithiodea
Subfamili : Potamididae
Genus : Cerithidea
Spesies : Cerithidea sp

Secara umum gastropoda memiliki ciri-ciri morfologi antara lain cangkang spiral, dengan
atau tanpa tentakel dan mata, memiliki radula, kaki jalan, dengan garis mantel pada cangkang,
memiliki nefridia, osphradium dan sistem reproduksi tunggal (Hyman 1967). Siput merah
(Cerithidea sp) memiliki ciri-ciri tubuh yang simetris bilateral, tertutup mantel yang
menghasilkan cangkang dan mempunyai kaki ventral. Memiliki saluran pencernaan yang
lengkap dan di dalam rongga mulut terdapat radula, jantung terdiri dari dua serambi dan satu
bilik. Alat pernafasannya adalah sepasang insang atau lebih yang dinamakan cteinidia, alat
indera terdiri dari cincin syaraf dengan beberapa ganglion dan dua pasang benang syaraf.
Menurut Hyman (1967) siput merah (Cerithidea sp) dalam keadaan normal berbentuk
kerucut spiral memanjang disekitar axis pusat yang disebut columnella. Cangkang terdapat garis

spiral yang disebut dengan suture yang merupakan garis tipis sederhana. Bagian untuk
melindungi siput merah (Cerithidea sp) dari kontak adalah bagian cangkang yang melingkar,
bagian melingkar yang paling besar ini disebut dengan body worl. Bagian yang terlihat terbuka
pada inner lips disebut dengan aperture.

3

Gambar siput merah (Cerithidea sp) secara morfologis disajikan pada gambar berikut:

Gambar Siput Merah (Cerithidea sp)

1.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Siput Merah (Cerithidea sp)
 Substrat Dasar dan Sedimen Perairan
Substrat merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang hidup di dasar perairan
atau di permukaan benda yang ada di kolom perairan. Substrat juga berguna sebagai habitat,
tempat mencari makan, dan memijah bagi sebagian besar organisme akuatik. Menurut Hynes
(1978) dalam Honata (2010) faktor utama yang menentukan penyebaran, kepadatan, dan
komposisi jenis siput merah (Cerithidea sp) adalah substrat dasar perairan, yaitu lumpur, pasir
tanah liat berpasir, kerikil dan batu. Tipe substrat suatu perairan akan mempengaruhi
penyebaran, kepadatan, dan komposisi.

Penyebaran dan kepadatan siput berhubungan dengan diameter rata-rata butiran
sedimen, kandungan debu dan liat, serta cangkang-cangkang biota yang telah mati, yang secara
umum dapat dikatakan bahwa semakin besar ukuran butiran berarti semakin kompleks substrat,
sehingga semakin beragam pula jenis biotanya. Menurut Odum (1993) menyatakan bahwa
substrat dasar yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang
baik bagi organisme siput merah (Cerithidea sp) yang memiliki kepadatan dan keanekaragaman
yang besar dibandingkan dengan perairan yang berpasir dan berlumpur halus.
Pada jenis sedimen berpasir, kandungan oksigen relatif besar dibandingkan pada
sedimen yang halus karena pada sedimen berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan
4

terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya, tetapi pada sedimen ini tidak
banyak nutrien, sedangkan pada substrat yang lebih halus walaupun oksigen sangat terbatas tapi
tersedia nutrien dalam jumlah besar (Wood, 1987 dalam Utami, 2012). Spesies siput merah
(Cerithidea sp) umumnya mendiami substrat lunak dan dapat ditemukan pada substrat yang
didominasi oleh pasir hingga pasir berlumpur (Dody, 2007).
Distribusi dan kelimpahan moluska dipengaruhi oleh diameter rata-rata butiran
sedimen, kandungan debu, liat, dan adanya kandungan cangkang-cangkang organisme yang telah
mati dan kestabilan substrat. Kestabilan substrat dipengaruhi oleh pengadukan substrat oleh alat
tangkap. Kelimpahan dan keanekaragaman jenis epifauna meningkat pada substrat yang banyak

mengandung cangkang organisme yang telah mati. Jenis-jenis dari kelas gastropoda dan bivalvia
dapat tumbuh dan berkembang pada sedimen halus, karena memiliki alat-alat fisiologi khusus
untuk beradaptasi pada lingkungan perairan yang memiliki tipe substrat berlumpur (seperti
siphon yang memanjang) (Discoll & Brandon, 1973 dalam Pratami, 2005).
 Suhu
Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh curah hujan, penguapan, kelembaban udara,
suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas matahari. Suhu air di perairan Indonesia umumnya
berkisar antara 28-31°C. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi daripada yang di
lepas pantai (Nontji, 2002). Suhu air pada lapisan permukaan memperlihatkan nilai yang lebih
bervariasi daripada suhu air pada lapisan yang lebih dalam. Suhu pada lapisan permukaan
cenderung lebih hangat daripada lapisan di bawahnya, dan maksimum suhu air teramati pada
lapisan permukaan (BAPPEDA, 2007). Menurut Dody (2007) bahwa siput merah (Cerithidea sp)
hidup pada kisaran suhu antara 28,5-29,9°C.
 Salinitas
Salinitas adalah total konsentrasi dari seluruh ion terlarut dalam perairan yang
dinyatakan dalam satuan gr/kg atau ‰. Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan
organisme, misalnya dalam distribusi biota akuatik. Penurunan salinitas di perairan estuari akan
mengubah komposisi dan dinamika populasi organisme. Tanggapan atau respon organisme
terhadap kadar salinitas berbeda-beda (Levinton, 1982 dalam Ippah, 2007).
 Derajat Keasaman (pH)

Toksisitas suatu senyawa kimia juga dipengaruhi pH. Senyawa ammonium yang dapat
terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Ammonium bersifat tidak
5

toksik (innocuous). Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan ammonia
yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik. Ammonia tak terionisasi ini lebih mudah
terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan ammonium (Tebbut, 1992
dalam Effendi, 2003). Menurut Odum (1971) bahwa perubahan pH pada perairan laut biasanya
sangat kecil, karena adanya turbulensi massa air yang selalu menstabilkan perairan.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH
sekitar 7-8,5. Nilai pH akan mempengaruhi proses biologi kimiawi perairan. Keanekaragaman
bentos mulai menurun pada pH 6-6,5 (Effendi, 2003). Sementara menurut Nybakken (1992)
lingkungan perairan laut yang memiliki pH yang bersifat relatif lebih stabil dan berada dalam
kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5-8,4.
 Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya
cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan
disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya
lumpur dan pasir halus) maupun bahan organik dan anorganik yang berupa plankton dan
mikroorganisme lain (Davis & Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003).
 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut yang terdapat dalam air laut berasal dari difusi udara dan fotosintesis
fitoplankton dan tumbuhan bentik. Kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air sangat
lambat, sehingga fotosintesis fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen
terlarut di perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan oksigen antara lain suhu,
salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfer, luas permukaan air, dan persentase oksigen
sekelilingnya (BAPPEDA, 2007). Kadar oksigen berfluktuasi tergantung pada proses
pencampuran, pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke
dalam badan perairan (Effendi, 2003).
Penurunan oksigen terlarut secara temporer selama beberapa hari biasanya tidak
mempunyai pengaruh yang berarti karena moluska dapat melakukan metabolisme secara anaerob
namun metabolisme ini akan menyebabkan organisme kekurangan energi sehingga
mempengaruhi aktivitas lainnya seperti reproduksi dan pertumbuhan. Kadar oksigen terlarut
optimum bagi moluska bentik adalah 4,1-6,6 mg/l, sedangkan kadar minimal yang masih dalam

6

batas toleransi adalah 4 mg/l (Clark, 1974). Menurut Sutamihardja (1978) dalam BAPPEDA
(2007) kadar oksigen terlarut yang normal di perairan laut berkisar antara 5,7-8,5 mg/l.
1.3 Karakteristik Logam Berat Tembaga ( Cu)
Menurut Palar (1994), tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur
logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik, tembaga menempati
posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atau berat atom (BA) 63,546.
Selanjutnya Darmono (1995) menyatakan bahwa densitas tembaga ialah 8,90 dan titik cairnya
1084OC.
Tembaga merupakan logam yang diperlukan dalam jumlah tertentu dan memainkan peranan
fundamental dalam proses biokimia manusia, yang dikenal sebagai trace element. Tembaga
esensial pada proses penggunaan besi dalam proses pembentukan hemoglobin dan dalam proses
pematangan neutrophil (salah satu jenis sel darah putih). Hal penting dalam metabolisme
tembaga adalah sifat kimia dari elemen dan kompleksnya karena sifat ini menentukan interaksi
dengan elemen lainnya dalam proses-proses seperti absorpsi, transpor, distribusi dan toksisitas
(Dameron dan Howe, 1998).
Dalam bidang industri, logam tembaga banyak digunakan, sebagai contoh industri cat
sebagai antifouling, industri insektisida, fungisida dan lain-lain. Disamping itu dalam proses
produksinya, dipakai dalam industri galangan kapal karena digunakan sebagai campuran bahan
pengawet, industri pengolahan kayu, buangan rumah tangga dan lain sebagainya (Palar, 1994).
Tembaga dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk gabungan dengan partikulat. Zat tersebut
dapat berpindah karena pengendapan oleh gravitasi, deposisi kering, dan pencucian oleh hujan.
Laju perpindahan dan jarak tempuh dari sumber tergantung pada karakteristik sumber, ukuran
partikel dan kecepatan angin.
Tembaga dilepaskan dan masuk ke air sebagai hasil dari proses pelapukan alami dari tanah
dan pelepasan dari industri dan limbah. Senyawa-senyawa tembaga dapat juga digunakan di air
untuk membunuh alga. Beberapa proses mempengaruhi nasib tembaga di lingkungan air. Proses
tersebut meliputi formasi komplek, sorpsi terhadap oksida metal, lumpur dan materi organik, dan
bioakumulasi. Informasi mengenai bentuk fisikokimia tembaga (spesifikasi) lebih banyak
dibandingkan dengan konsentrasi tembaga total. Sebagian besar tembaga yang dilepaskan ke air
berada dalam bentuk partikulat dan cenderung mengendap, precipitate out atau dapat diabsorbsi
oleh materi organik, besi hydrous, mangan oksida dan lumpur di sedimen atau kolom air. Dalam
7

lingkungan perairan konsentrasi tembaga dan bioavailabilitas tembaga tergantung pada faktorfaktor seperti kesadahan dan alkalinitas, daya ionik, pH dan potensial redoks, kompeksitas ligan,
parikulat dan karbon tersuspensi, dan interaksi antara sedimen dan air.
Tembaga (Cu) adalah logam yang paling beracun terhadap organisme laut selain merkuri dan
perak (Clark, 1992). Di alam dapat ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih
banyak ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk
mineral (Palar, 1994). Dalam badan perairan laut, tembaga dapat ditemukan dalam bentuk
persenyawaan sepertu CuCO3¯ dan CuOH¯ dan lain sebagainya. Adapun logam berat dari
aktivitas manusia berupa buangan sisa dari industri ataupun buangan rumah tangga. Sebagai
contoh adalah Cu, logam ini secara alamiah dapat masuk ke badan perairan melalui
pengompleksan partikel logam di udara karena hujan dan peristiwa erosi yang terjadi pada
batuan mineral yang ada di sekitar perairan (Palar, 1994).
Secara biologis Cu tersedia dalam bentuk Cu2 dan Cu3 dalam gram anorganik dan kompleks
anargonik. Perpindahan Cu dengan konsentrasi relatif tinggi dari lapisan tanah bumi ditentukan
oleh cuaca, proses pembentukan tanah, pengairan, potensial oksidasi reduksi, jumlah bahan
organik di tanah dan derajat keasaman (pH).
Logam Cu merupakan salah satu logam berat esensial untuk kehidupan mahluk hidup secara
elemen mikro. Logam ini dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim
oksidatif dan pembentukan kompleks Cu-protein yang dibutuhkan untuk pembentukan
hemoglobin, kologen, pembuluh darah dan myelin (Darmono, 1995). Logam Cu dapat
terakumulasi dalam jaringan tubuh, maka apabilah konsentrasinya cukup besar logam berat akan
meracuni manusia tersebut. Pengaruh racun yang ditimbulkan dapat berupa muntah-muntah, rasa
terbakar di daerah esofagus dan lambung, kolik, diare, yang kemudian disusul dengan hipotensi,
nekrosi hati dan koma (Supriharyono,2000).
Bioakumulasi tembaga dari lingkungan terjadi jika tembaga tersebut tersedia secara biologis.
Faktor akumulasi memiliki variasi yang besar antar organisme, tapi cenderung meningkat pada
konsentrasi pemaparan yang lebih rendah. Selain itu terdapat juga organisme yang memiliki
kemampuan untuk pengaturan konsentrasi tembaga dalam tubuhnya (Dameron dan Howe, 1998).
Aktivitas manusia seperti buangan industri, pertambangan Cu, industri galangan kapal dan
bermacam-macam aktivitas pelabuhan lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat
terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam badan-badan perairan (Palar, 1994).
8

B A B III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Laut Dumai pada bulan Mei sampai dengan Juni
tahun 2011 dengan menggunakan sampel Cerithidea sp, sedimen, dan air laut secara
representatif dengan membagi 3 kawasan. Stasiun pertama terletak di Desa Basilam Baru
Kecamatan Sungai Sembilan, stasiun kedua di daerah Pelabuhan, stasiun ketiga di Pelintung.
Pengukuran kandungan bahan organik substrat dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi
Universitas Riau dan analisis kandungan logam berat dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia
Universitas Riau dengan menggunakan AAS (Atomic Absorbtion Spechtrofotometer).
B. Alat dan Bahan
• Alat :
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1.

Botol polyetelin

2. Ice box
3. Kantong plastik
4. AAS (Atomic Absorbtion Spechtrofotometer)
• Bahan :
Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1. Sampel air laut
2. 3 tetes HNO3
3. Sedimen permukaaan sebanyak 250 gram berat basah
4. Sampel Cerithidea sp diambil 9 ekor dengan ukuran cangkang berkisar 4-6 cm
C. Prosedur Kerja
Pengambilan sampel air laut dilakukan pada saat air surut. Sampel air yang diambil di
masukan ke dalam botol polyetelin sebanyak 1000 ml untuk setiap sampel diberi 3 tetes HNO3
dan di beri label setiap stasiun. Sedimen yang diambil adalah sedimen permukaan sebanyak 250
gr berat basah yang diambil dari masing-masing stasiun dan kemudian di masukan ke dalam
kantong plastik yang telah dibilas dengan air laut dan telah diberi label, selanjutnya sampel di
masukan ke dalam ice box. Sampel Cerithidea sp dilakukan dengan metode hand collecting
(sortir), dilakukan secara langsung pada daerah intertidal pada saat air surut, di lumpur bawah
9

tegakan hutan mangrove. Jumlah sampel yang diambil 9 ekor dengan ukuran cangkang berkisar
4-6 cm untuk setiap stasiun dibagi menjadi tiga titik kemudian dipilih secara acak 3 ekor yang
telah memenuhi kriteria dari setiap stasiun. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantong
plastik yang sudah diberi label dan diawetkan ke dalam ice box. Setelah ketiga sampel diperoleh,
kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

10

B A B IV
HASIL PENELITIAN
Kandungan Logam Berat Cu pada Air laut, Sedimen, dan Cerithidea sp. Analisis konsentrasi
logam Cu pada air laut yang disajikan pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa konsentrasi logam Cu
tertinggi ditemukan pada stasiun II (Pelabuhan), yaitu 0.134 ppm. Jika kita bandingkan dari hasil
penelitian terdahulu maka kadar logam berat tembaga mengalami peningkatan sebesar 0,07 ppm
karena hasil penelitian terdahulu hanya diperoleh 0,06 ppm tembaga. Namun bila dibandingkan
dengan baku mutu logam berat untuk air laut dari Kep.MENLH No. 51 Tahun 2004 (< 0,008
ppm) maka bisa dikatakan bahwa kadar tembaga di perairan Dumai telah melebihi baku mutu
yang telah ditetapkan.
Kadar logam tembaga (Cu) dalam sedimen tertinggi ditemukan di Pelabuhan yaitu 3,631
ppm. Bila dibandingkan dengan standar baku mutu logam berat untuk sedimen berdasarkan RNO
(dalam Razak, 1981 dalam Fajri, 2002 ) diketahui bahwa konsentrasi logam berat Cu pada
sedimen di Perairan laut Dumai belum melewati ambang batas dan masih dalam kadar alamiah
untuk logam berat dalam sedimen. Kadar tembaga (Cu) tertinggi pada Siput Merah (Cerithidea
sp) juga terdapat di Pelabuhan sebesar 2,592 ppm dan terendah terdapat di Desa Basilam Baru
sebesar 1,264 ppm, jika dibandingkan dengan standar baku mutu logam berat untuk biota
konsumsi dari Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 03725/B/SK/1989 (20 ppm) maka dapat kita ketahui
bahwa kadar logam tembaga dalam tubuh siput merah belum melewati baku mutu yang telah
ditetapkan.
Tembaga (Cu) dibutuhkan sebagai unsur yang berperan dalam pembentukan enzim oksidatif
dan pembentukan kompleks Cu-protein selain Zn. Tembaga dalam tubuh berfungsi sebagai
sintesa hemoglobin dan tidak mudah dieksresikan dalam urine karena sebagian terikat dengan
protein, sebagian dieksresikan melalui empedu ke dalam usus dan dibuang ke feses, sebagian
lagi menumpuk dalam hati dan ginjal, sehingga menyebabkan penyakit anemia dan tuberculosis.
(http://72.14.235.104/search?q=cache:twLXoZWi_uEJ:tumoutou.net/702_07134/marganof.pdf+
keracunan+tembaga&hl=id&gl=id&ct=clnk&cd=1).

11

12

Hasil perhitungan akumulasi logam berat Cu pada Cerithidea sp dapat dilihat dari Nilai
Faktor Konsentrasi Biologi Cerithidea sp terhadap logam berat Cu berkisar antara 12,3 – 19,3.
Hal ini menunjukan bahwa tingkat akumulasi tertinggi untuk logam Cu yaitu 19,3 termasuk
dalam kategori logam berat akumulatif rendah menurut Waldhichuck (1974).
Parameter Kualitas Perairan, dari hasil penelitian diketahui bahwa kualitas perairan Dumai
masih mampu mendukung kehidupan organisme perairan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai dari
masing masing parameter yang belum melebihi nilai baku mutu berdasarkan Kep.MENLH No.
51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut.

13

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi logam berat Cu
pada air laut berkisar 0,102 ppm–0,175 ppm. Kandungan logam berat Cu pada sedimen berkisar
antara 1,323 ppm – 3,631 ppm. Sedangkan konsentrasi logam Cu pada Cerithidea sp berkisar
antara 1,264 ppm - 2,592 ppm. Kualitas perairan di Laut Dumai berdasarkan konsentrasi logam
Cu pada air laut telah melewati ambang batas, pada sedimen dan siput merah masih berada diatas
kisaran toleransi atau belum melewati ambang batas dan tingkat akumulasi Cerithidea sp
tergolong rendah.

B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pencemaran logam berat yang lain dengan
bioindikator lain untuk mengetahui kondisi Laut Dumai lebih jauh lagi. Selain itu disarankan
agar masyarakat Dumai jangan terlalu sering mengkonsumsi Cerithidea sp yang berada disekitar
aktivitas penduduk yang padat, industri-industri dan pelabuhan meskipun dari hasil penelitian
menunjukan bahwa konsentrasi logam Cu pada Cerithidea sp belum melewati ambang batas
akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus logam tersebut akan menumpuk dalam tubuh
sehingga akan bersifat toksik yang akan menganggu kesehatan.

14

DAFTAR PUSTAKA
• Anggraini, D. 2004. Analisis Kadar Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zn pda air Laut, Sedimen
dan Lokan (Geloina coaxans) di Perairan pesisir Dumai, Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas
Perikanan. UNRI. Pekanbaru. Tidak diterbitkan).
• Anonimus. 2008. Pencemaran Logam Berat. http://www.damandiri.or.id./file.//erlangga. Pdf.
Akses Internet 18 Januari 2010.
• Anonimus. 2008b. Gastropoda. http://www.gastropods.com/l/shell-1025. htms. Akses
Internet 19 Mei 2011.
• Anonimus. 2008c. Perairan Laut Dumai. http://inaport.I.co.id/cabang/dumai.htms. Akses
Internet 20 Mei 2011.
• Arfandhi, H. 2009. Analisis Kandungan Logam Berat Pb, Cu, Cd, dan Zn pada Cerithidea sp
sp di Perairan Pantai Sekitar Kawasan Buangan Limbah Cair Pertamina Unit Pengolahan II
Dumai. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNRI. Pekanbaru. (tidak diterbitkan).
• Cholik, M. Ariati dan R. Arifudin. 2008. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan. Dirjen
Perikanan Bekerjasama dengan Internasional Development Research Center. Jakarta.
• Connel, D. W dan Miller, G. J. 2006. Kimia dan Ekotoksilogi Pencemaran. Terjemahan
Koestoer, Y. UI Press. Jakarta.
• Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesia Shell II). Sarana Graha. Jakarta
• Darmono. 2001. Lingkugan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksilogi Senyawa
Logam. UI Press. Jakarta.
• Darsef. 2003. Faktor-faktor yang Berdampak Terhadap Lingkungan Pesisir. Program Pasca
Sarjana. ITB. http//tumoutou.net/702-07134/darsef/htm. Akses Internet 12 Maret 2010.
• Dojlido, J. R. and G. A. Best. 2004. Chemistry of Water and Water Pollution. Ellis Horwood
Series in Water and Waste Water Technology. England.
• Efriyeldi dan B. Amin. 2000. Studi Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Teritip
(Ballanus sp) sebagai Indikator Pencemaran Perairan. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk
No.78.
• Fajri, N. 2002. Bahan Buku Kuliah Toksikologi Lingkungan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Riau. 31 Halaman (tidak diterbitkan).
15

• Geyer, R. A. 2007. Marine Environmental Pollution, 2. Elsevier Scientific Publishing
Company. New York.
• Hakim, N. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
• Harja, E. 2007. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Cu, Zn di Perairan Bungis Teluk
Kabung Padang Sumatera Barat. Skripsi Fakultas Perikanan dan Kelautan. UNRI.
Pekanbaru.
• Harmonisari, Y. 2007. Distribusi Logam Berat Pb, Cd dan Cu pada Air Laut dan Sedimen
Perairan Meskom di Sekitar Selat Bengkalis. Skripsi FMIPA UNRI. Pekanbaru.
• Hutagalung, H. P. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota Buku 2. PPPO_LIPI.
Jakarta.
2000. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oseana. IX (1) A.
2002. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan
Teknik Pemantauan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.
• MENKLH. 2004. Surat Keputusan Nomor: Kep 51/MENKLH/2004 Tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Sekretariat Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup. Jakarta.
• Naiborhu, B. 2006. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Ni, dan Zn pada Gastropoda Thais
dan Cerithidea sp di perairan Intertidal Kota Dumai. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. UNRI. Pekanbaru. (tidak diterbitkan).
• Nybakken, J. W. 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta.
• Nontji. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
• Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan oleh Fundamental of Ekologi, oleh
Subiyanto. Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.
• Pagoray, H. 2001. Kandungan Logam Hg dan Cd Sepanjang Kali Donan Kawasan Industri
Cilacap. FRONTIR Nomor 33, maret 2001. www.goegle.com.
• Palar , H. 2004. Pencemaran dan Toksilogi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Ed III.
Jakarta. 152 hal.
• Rahman, A. 2006. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Beberapa
Jenis Krustacea di Perairan Batakan dan Takisung Kabupaten Tanah Laut Kalimantan
Selatan. Program Studi FMIPA Lambung Mangkurat. Jurnal Bioscientiae. (15) 1.
16

• Renaldi. 2004. Kandungan Logam Berat Cr, Pb, dan Zn dalam Sedimen pada Anak Sungai
Siak Kota Pekanbaru. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. UNRI. Pekanbaru.
• Salmah. 2006. Struktur Komunitas Gastropoda pada Hutan Mangrove di Desa Panglima
Raja Kecamatan Kuala Indragiri Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan. UNRI. Pekanbaru.
• Setiadi, S dan Soeprianto, B. 2007. Dampak Industri Terhadap Ekosistem Pantai (Studi Kasus
Pencemaran Logam Berat dan Akumulasinya dalam Ekosistem Pantai Teluk Jakarta dan
Banten.

Laporan

Penelitian

Perpustakaan

UI.

(http://www.digilib.ui.edu/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76408&lokasi=lokal).

Jakarta.
Akses

Internet 7 Maret 2010.
• Supriharyono, M. S. 2004. Pelestarian Pengelolahan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir
Tropis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.246 hal.
• Syafriadiman. 2007. Toksilogi Edisi 1. MM press. Cv. Mina Mandiri. Pekanbaru.
• Wahyuni, P. 2007. Tingkat Pencemaran Logam Berat Pb, Cu dan Cd di Selat Bengklalis
dengan Bioindikator Pharus sp. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. UNRI.
Pekanbaru.
• Waldichuck, M. 1991. Some Biological Concern In Metal Polution and Physiology of Marine
Organism. Academis Press. London.

17

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65