Potensi Dan Problematika Penerimaan Zaka

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

Potensi Dan Problematika Penerimaan Zakat Di Indonesia
A. Pendahuluan
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang hukumnya wajib bagi setiap muslim
yang merdeka dan memiliki harta kekayaan sampai dengan jumlah tertentu yang telah
mencapai nisab. Dari segi bahasa, zakat memiliki kata dasar “zaka” yang berarti berkah,
tumbuh, suci, bersih, dan baik. Sedangkan secara terminologi, zakat berarti aktivitas
memberikan harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT dalam jumlah dan perhitungan dan
syarat-syarat tertentu yang sudah ditetapkan untuk diberikan kepada golongan yang berhak
menerimanya (8 asnaf) menurut ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Allah
SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat ini, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, untuk orang-orang yang berhutang, untuk di jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah:60)
Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah
diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah, seperti dalam QS Al-Baqarah:43 "Dan
dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku" dan QS
At-Taubah:103 "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan dan menyucikan mereka..." serta dalam HR.Bukhari “Zakat itu dipungut
dari orang-orang kaya di antara mereka, dan diserahkan kepada orang-orang miskin.”
Zakat atas diri dikenal dengan zakat fitrah yang harus ditunaikan setiap tahun di
akhir bulan Ramadhan, sedangkan zakat atas harta dikenal dengan zakat mal dan
dikeluarkan bila telah memenuhi syarat dan ketentuan tertentu. Zakat mal yang telah
dikenal sejak zaman Rasulullah SAW antara lain, zakat binatang ternak, zakat pertanian,
zakat emas dan perak, zakat barang hasil tambang, laut dan rikaz, serta zakat perdagangan.
Seiring dengan perkembangan zaman, para ulama berdasarkan prinsip keadilan
menyetujui dan sepakat pengenaan zakat atas harta lainnya, seperti zakat investasi, zakat
profesi dan penghasilan, zakat atas uang, dan zakat perusahaan/institusi.
Zakat berbeda dengan infak atau shadaqah dan sumbangan yang bersifat tidak
wajib, namun berbeda pula dengan pajak. Aturan mengenai mengenai zakat ditetapkan

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

Allah SWT dan diatur melalui syariah Islam. Hal ini yang membedakan dengan pajak
yang merupakan kewajiban yang timbul dan ditetapkan oleh pemerintah negara.

Zakat memiliki peran yang besar bagi umat muslim, selain bisa membersihkan
harta dan jiwa bagi pemberi zakat, zakat terutama berfungsi dalam bidang moral, sosial,
dan ekonomi. Zakat merupakan sarana kegiatan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan
untuk menghindari kesenjangan sosial dan ekonomi antara si kaya dan si miskin dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Zakat menjadi unsur penting mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta
dan tanggung jawab individu dalam masyarakat dan merupakan salah satu unsur pokok
tegaknya syariat Islam. Aplikasi utama dalam ajaran Islam adalah tentang ta’awun
(gotong-royong), ukhuwah (persaudaraan), dan keadilan. Zakat walaupun secara lahiriah
merupakan aturan materi saja, tetapi tidak bisa dilepaskan dari akidah, ibadah, nilai,
akhlak, politik, sosial, dan ekonomi, dari problematika pribadi dan masyarakat serta dari
kehidupan secara material dan spiritual.

B. Pengelolaan Zakat di Indonesia
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang No.38 tahun 1999
yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UndangUndang Pengelolaan Zakat. Undang-undang tentang pengelolaan zakat ini dimaksudkan
agar dilakukan pengelolaan dan penerimaan zakat secara terorganisasi dan profesional
agar zakat memberi manfaat optimal dalam pembinaan umat.
Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2010 tentang Zakat dan Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib Dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 telah diatur
bahwa Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto meliputi, zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
orang pribadi pemeluk agama Islam dan/ atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang
dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

Pengelolaan zakat di Indonesia diberdayakan melalui BAZNAS (Badan Amil
Zakat Nasional) pusat yang bertugas sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan zakat
secara nasional dan mengoordinasi seluruh lembaga zakat yang sudah terdaftar. Selain itu,
terdapat Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang merupakan lembaga yang dibentuk masyarakat
yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Sementara, Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ adalah satuan organisasi
yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.

Direktorat Jenderal Pajak telah menetapkan 20 Badan/Lembaga sebagai penerima
zakat atau sumbangan Keagamaan yang sifatnya wajib. Nantinya, zakat atau sumbangan
keagamaan ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Badan/Lembaga yang

ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan meliputi satu Badan Amil Zakat
Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), 3 Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah
(LAZIS) dan 1 Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.
Sementara untuk pelaksanaan akuntansi, DSAK IAI (Dewan Standar Akuntansi
Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia) telah mengeluarkan ED PSAK 109 tentang
akuntansi untuk lembaga amil zakat, infak, dan shadaqah. Dengan telah diterbitkannya ED
PSAK 109 tersebut diharapkan pengelolaan zakat, infak, dan shadaqah akan lebih
transparan dan mencapai sasaran, sesuai dengan tuntunan syariah Islam.
Penerimaan zakat, infak dan shadaqah di Indonesia hingga saat ini yang
dikumpulkan oleh BAZNAS dari para mustahik di seluruh penjuru Indonesia tahun 2013
mencapai Rp3 triliun atau baru sekitar 1 persen lebih dari potensi ZIS yaitu sebesar Rp217
triliun yang bisa dikumpulkan BAZ daerah. Permasalahan zakat di Indonesia ini tidak
lepas dari kesadaran masyarakat Indonesia dalam membayar zakat yang masih rendah,
khususnya dalam membayar zakat mal. Selain itu, budaya masyarakat Indonesia yang

cenderung lebih suka membayar zakat secara langsung tanpa melalui lembaga zakat.
Pengelolaan zakat secara profesional masih lebih terfokus di perkotaan, sementara
di perdesaan, pelaksanaannya lebih banyak diserahkan kepada partisipasi pribadi masingmasing. Para muzaki (wajib zakat) cukup menyerahkan kepada mustahik (berhak
penerima zakat)-nya di tempat tinggal masing-masing, tanpa menghiraukan pengelolaan
yang lebih baik melalui badan amil zakat.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

C. Potensi Penerimaan Zakat di Indonesia
Potensi zakat tidak lepas dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Peningkatan pendapatan dan taraf hidup sebagian besar masyarakat Islam Indonesia
membuat potensi pembayar zakat semakin besar pula. Pemasukan zakat yang tinggi dapat
membantu mengatasi berbagai masalah sosial, terutama kemiskinan dan keterbelakangan
di kalangan masyarakat Muslim di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional, Didin Hafidhuddin
menyebutkan potensi zakat nasional mencapai Rp217 triliun setiap tahunnya atau sebesar
3,4 persen dari PDB Indonesia jika dihitung dari jumlah penduduk Indonesia yang

mencapai 250 juta jiwa dengan populasi muslim diperkirakan mencapai 87 persen. Akan
tetapi, hasil zakat, infak dan shadaqah yang dikumpulkan oleh BAZNAS dari para
mustahik di seluruh Indonesia hingga tahun 2013 masih sangat jauh dari optimal, yaitu
baru mencapai Rp3 triliun atau baru sekitar 1% lebih dari potensi ZIS yang bisa
dikumpulkan BAZ daerah. Sementara itu, total penerima dana manfaat zakat mencapai 1,7
juta orang atau sekitar 6,07 persen dari total penduduk miskin di Indonesia.
Penerimaan Zakat di Indonesia
(dalam triliun rupiah)
3.5
3
2.5

Penerimaan Zakat

2
1.5
1
0.5
0


2009

2010

2011

2012

2013

Sumber: Laporan BAZNAS, 2013

Walaupun demikian, terlihat dalam grafik, selalu ada kenaikan jumlah pemberi
zakat setiap tahunnya. Seperti pada 2011 penerimaan ZIS mencapai Rp1,7 triliun,
kemudian di 2012 meningkat kembali menjadi Rp2,2 triliun dan untuk tahun 2013
penerimaan ZIS mencapai Rp3 triliun. Meningkatkan penerimaan zakat setiap tahunnya
ini dikarenakan semakin peduli dan sadarnya para mustahik atau warga yang mampu

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia


Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

untuk memberikan sumbangan zakatnya melalui BAZNAS baik yang ada di daerah
maupun pusat yang nantinya dialokasikan kembali untuk kepentingan kesejahteraan umat.
Potensi penerimaan zakat di Indonesia saat ini apabila hanya zakat fitrah yang
dihitung, maka jumlahnya tidak terlalu besar. Dengan memperhitungkan jumlah penduduk
Indonesia mencapai 250 juta jiwa dan populasi Muslim diperkirakan mencapai 87 persen,
populasi Muslim kurang lebih ada sekitar 217 juta jiwa. Jika jumlah penduduk miskin
Indonesia ada sekitar 30 persen dan penduduk hampir miskin sekitar 20 persen, maka
wajib zakat ada sekitar 108 juta jiwa. Jika setiap jiwa mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5
kg atau setara dengan Rp 25.000, maka potensi zakat fitrah mencapai Rp 2,7 triliun.
Potensi terbesar adalah zakat mal. Berdasarkan analisis perhitungan Litbang
Kompas (Kompas, 3 Agustus 2013), potensi zakat dari penghasilan profesi tak kurang dari
Rp 6,7 triliun per bulan atau Rp 80,3 triliun per tahun. Jumlah tersebut dihitung dengan
asumsi nilai penghasilan minimal kena zakat (nisab) saja. Jadi, potensi zakat
sesungguhnya bisa lebih tinggi lagi. Karena jumlah tersebut hanya potensi dari zakat
profesi (penghasilan). Padahal potensi zakat lain nilainya bisa lebih tinggi lagi, antara lain
zakat dari kepemilikan emas dan perak, pertanian, perdagangan, uang simpanan atau
deposito, investasi, hadiah atau bonus perusahaan, hibah dan peternakan. Nilai zakat

nasional akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah masyarakat
kelas menengah di tanah air.
Data Bank Indonesia menyebutkan jumlah simpanan dalam bentuk giro, tabungan
dan simpanan berjangka, baik dalam mata uang rupiah maupun asing pada akhir tahun
2012, sebesar Rp 3.225 triliun. Jika diasumsikan separuhnya dari simpanan dana itu milik
umat Islam, estimasi zakat mal setelah setahun jumlahnya sekitar Rp 40 triliun.
Potensi pertumbuhan kelas menengah Muslim juga terus meningkat seiring dengan
meningkatnya kualitas pendidikan dan kualitas kesejahteraannya. Kualitas kesejahteraan
berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, sehingga banyak
muncul kelas menengah baru. Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan
kelas menengah paling pesat. Survei yang dilakukan McKinsey Global Institute (2012)
menyebutkan Indonesia berpotensi menjadi negara maju, setidaknya akan tercapai pada
tahun 2030. McKinsey Global Institute juga memperkirakan ekonomi Indonesia menjadi
terbesar ke-7 dunia pada 2030 mendatang.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada


Menurut The Boston Consulting Group, golongan kelas menengah Indonesia
membelanjakan uang per bulan minimal Rp 2 juta hingga lebih dari Rp 7,5 juta per rumah
tangga. Pada tahun 2012, golongan ini jumlahnya mencapai 73,9 juta jiwa. Sementara
berdasarkan laporan Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia, jumlah kelas menengah di
Indonesia periode 1999-2010 naik sekitar 7,85 persen per tahun. Jumlah kelas menengah
tahun 2010 mencapai 56,5 persen dari total populasi atau sekitar 134 juta jiwa. Kelompok
ini membelanjakan uang 2 dolar AS hingga lebih dari 20 dolar AS per kapita per hari.
McKinsey Global Institute juga memperkirakan pada tahun 2030 pertumbuhan kelas
konsumen Indonesia bisa menjadi 135 juta dari 45 juta penduduk yang saat ini
berpendapatan US$ 3.600 per kapita per tahun.
Berdasarkan hasil penelitian oleh IPB bekerjasama dengan BAZNAS mengenai
potensi Zakat di Indonesia tahun 2012, terdapat sekitar 217 triliun potensi besaran nominal
dari Zakat yang dapat terkumpul setiap tahunnya. Adapun potensi tersebut didapat dari 3
pengelompokan potensi sumber Zakat; potensi Zakat rumah tangga, potensi Zakat industri
menengah dan besar, serta Zakat BUMN dan potensi Zakat dari tabungan secara nasional.
Besaran Zakat yang dikeluarkan untuk rumah tangga secara nasional mencapai angka 82.7
triliun, sedangkan industri menyumbang sekitar 114.89 triliun (industri pengolahan,
BUMN dan industri lainnya). Untuk potensi Zakat dari tabungan, dihitung dari jumlah
tabungan yang telah mencapai nishab-nya yaitu mencapai angka 17 triliun. Khusus untuk
potensi Zakat industri, besaran penerimaan Zakat dihitung dari laba bersih, belum

termasuk piutang usaha dan utang jatuh tempo perusahaan yang dikelompokkan sebagai
pengurang Zakat, sehingga besaran Zakat industri adalah Zakat minimal yang dapat
dihasilkan. Tingginya potensi Zakat terhadap PDB merupakan bukti bahwa Zakat dapat
dijadikan sebagai instruman dalam menggerakan perekonomian nasional, khususnya
dalam hal pengurangan angka kemiskinan.
Salah satu indikator perekonomian sebuah negara adalah besaran Produk Domestik
Bruto (PDB). PDB adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam
suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Dengan definisi tersebut, dapat diasumsikan
jika Indonesia dengan mayoritas beragama Islam dapat menyumbang minimal 2.5% dari
PDB, maka besaran nominal yang dapat dikumpulkan untuk dapat disalurkan kepada
mereka yang berhak menerima Zakat menjadi sangat besar. Namun demikian fakta
dilapangan menunjukan hal yang berbeda, belum ada satupun negara dengan mayoritas

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

penduduknya beragama Islam yang mampu mengumpulkan Zakat hingga 2.5% dari total
PDB negara-negara tersebut.
Peneliti dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Abdillah Ahsan menyatakan, dari semua provinsi yang ada di Indonesia, DKI Jakarta
menjadi provinsi dengan potensi zakat terbesar. Di DKI Jakarta dari 100 orang yang wajib
membayar zakat, hanya 11 orang yang berhak menerima zakat. Sebagai Ibu Kota negara,
Jakarta memang memiliki tingkat perekonomian lebih baik dibandingkan provinsi lain.
Sehingga tidak heran jika jumlah muzaki lebih besar dibanding mustahik dengan rasio
0,11. Rasio terendah, selain Jakarta, terjadi juga di beberapa wilayah lain seperti, Bali
(0,16), Kepulauan Riau (0,26), Kepulauan Bangka Belitung (0,35), dan Kalimantan
Selatan (0,38).
Menurut Abdillah, metode yang digunakan untuk menentukan muzakki (orang
yang wajib membayar zakat) adalah nishab (perhitungan menurut ketentuan Islam) zakat
profesi disetarakan dengan zakat pertanian sebesar 653 kg gabah kering giling atau setara
dengan 522 kg beras. Dengan asumsi 1 kg beras harganya Rp 5.000, maka nilai nishab
dalam bentuk uang adalah 522 kg x Rp 5000 = 2.610.000 per bulan. Asumsi per bulan
dipakai karena umumnya pekerja memperoleh upah setiap bulan. Sedangkan untuk
mustahik (penerima zakat) hanya difokuskan pada fakir miskin yang beragama Islam.
Golongan lain yang sebenarnya berhak juga menerima zakat seperti mualaf (orang yang
baru masuk Islam) tidak dimasukkan.

D. Permasalahan Penerimaan Zakat di Indonesia
Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia dari sisi jumlah penduduk,
namun penerimaan zakatnya masih belum optimal. Hingga saat ini baru sebesar 1% lebih
dari potensi zakat yang dapat diterima dan dikelola pemerintah melalui BAZNAS. Belum
optimalnya penerimaan zakat di Indonesia ini disebabkan beberapa hal, diantaranya:
Pertama, rendahnya tingkat kesadaran umat dalam menunaikan kewajiban zakat.
Banyak orang kaya yang mempunyai tabungan ratusan juta rupiah. bahkan miliaran
rupiah, belum semuanya sadar untuk membayar zakat. Kesadaran membayar zakat
masyarakat Indonesia masih sebatas membayar zakat fitrah yang dikeluarkan saat puasa
Ramadhan. Padahal potensi zakat lain nilainya bisa lebih tinggi lagi, antara lain zakat dari

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

penghasilan/profesi, kepemilikan emas dan perak, pertanian, perdagangan, uang simpanan
atau deposito, investasi, hadiah atau bonus perusahaan, hibah, dan peternakan.
Kedua, rendahnya tingkat kepercayaan para muzaki terhadap pengelola zakat, baik
yang berasal dari masyarakat maupun dari aparat pemerintah. Hal itu terkait dengan
kondisi tingkat integritas dan kejujuran aparat pemerintah yang masih rendah. Para muzaki
masih meragukan mental dan perilaku aparat. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus
korupsi di negeri ini. Akibatnya berimbas pada rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap kejujuran aparat pemerintah yang ditugasi mengelola zakat.
Ketiga, masih terdapat silang pendapat di antara ulama dalam zakat profesi.
Sebagian ulama berpendapat wajib, dan sebagian lainnya mengatakan tidak wajib. Bagi
ulama yang menyatakan wajibnya zakat profesi adalah di-qiyas-kan dengan zakat
pertanian. Begitu pertanian panen dan telah memenuhi nishab-nya, wajib berzakat, tanpa
harus menunggu haul. Sementara ulama yang menyatakan zakat profesi tidak wajib
berargumentasi tidak ada dalilnya. Padahal potensi hasil dari zakat profesi ini cukup besar.
Keempat, belum optimalnya penerimaan zakat karena budaya masyarakat
Indonesia yang cenderung lebih suka membayar zakat secara langsung, tidak melalui
lembaga penyalur zakat khususnya BAZNAS sehingga datanya tidak terhimpun.
Kebiasaan masyarakat Indonesia ini berlangsung sejak dahulu dan untuk mengubah
kebiasaan itu tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Selain itu, lembaga-lembaga
zakat yang berdiri cenderung independen dan mencanangkan program masing-masing
yang lemah membangun koordinasi dan sinergi antar lembaga.
Kelima, Kehadiran PP Nomor 14 tahun 2014 justru semakin menguatkan dugaan
adanya upaya sistematis pelemahan kekuatan civil society yang dilakukan oleh negara
melalui pembatasan eksistensi LAZ yang dilahirkan masyarakat. Hal ini berkaitan dengan
pembatasan pembentukan perwakilan LAZ jelas bertentangan dengan Pasal 26 UU Zakat
yang menyatakan bahwa pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas
dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Upaya pelemahan
ini sudah terasa sejak diterbitkannya UU 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang
juga mengundang kontroversi luas di berbagai kalangan hingga berujung pada gugatan
judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

E. Alternatif Solusi Permasalahan Penerimaan Zakat Di Indonesia
Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa hingga saat ini masih terjadi
kesenjangan antara realisasi penerimaan zakat dan potensi yang ada, padahal potensinya
sangat tinggi. Pemerintah dalam hal ini harus segera bertindak cepat untuk melakukan
langkah-langkah strategis guna mengoptimalkan potensi besar zakat yang kerap kali
terabaikan. Posisi zakat harus diperkuat eksistensinya dari aspek regulasi, SDM, sarana
dan prasarana termasuk sosialisasi zakat yang terus menerus. Zakat juga harus memiliki
posisi yang kuat secara hukum dan politik serta mendapat dukungan penuh dari
pemerintah dalam hal alokasi anggaran, penerapan kebijakan zakat sebagai faktor
pengurang pajak dan kemudahan dalam hal membayar zakat serta pemutakhiran data
penerima zakat.
Selain itu, kebijakan perekonomian pemerintah juga harus dapat menyesuaikan
dengan perkembangan zakat sebagai potensi ekonomi yang belum tergali secara optimal.
Kebijakan zakat sebagai faktor pengurang pajak menjadi penting peranannya sebagai
stimulus fiskal bagi pemerintah. Kebijakan stimulus fiskal ini sudah lazim berlaku
dinegara-negara lain seperti di Eropa dan Amerika yang menerapkan donasi sosial sebagai
faktor pengurang pajak, di Malaysia dan Brunei yang menggunakan zakat sebagai faktor
pengurang pajak. Dampak yang dihasilkan pun cukup signifikan dari sisi penerimaan
pajak dan zakat.
Dari aspek operasional zakat, harus dicermati dalam hal mekanisme penghimpunan
dan pendayagunaan zakat. Dengan dukungan perencanaan serta program dan kegiatana
yang jelas diharapkan zakat akan memiliki peran strategis dan vital terhadap
perkembangan perekonomian negara dan umat. zakat diharapkan bukan hanya sekedar
transfer kekayaan, sehingga kurang manfaatnya bagi para penerima zakat, lebih dari itu,
potensi zakat sebagai pendorong PDB sebagai komponen konsumsi rumah tangga yang
akan berpengaruh pada perekonomian.
Regulasi penguatan kelembagaan juga menjadi isu yang tidak kalah penting dalam
rangka optimalisasi zakat dalam perekonomian. Kelembagaan zakat seperti BAZNAS
sudah seharusnya menjadi bidang prioritas, misalnya dengan memberikan peran strategis
sebagai koordinator lembaga zakat lainnya dan penguatan sinergi antara lembaga zakat
dan otoritas fiskal. Dengan adanya sinergi antara kedua lembaga tersebut akan berdampak

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

luas dalam penyusunan anggaran dimana zakat sudah terintegrasi kedalam tatanan
kelembagaan dan kegiatan masing-masing kementerian, sehingga pemanfaatan dana yang
tersedia untuk program pengentasan kemiskinan menjadi lebih terarah.
Saat ini BAZNAS sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara
nasional melakukan lima langkah untuk mengatasi persoalan tersebut. Langkah pertama,
sosialisasi. Kedua, penguatan lembaga amil zakat yang dapat dipercaya. Ketiga,
pemberdayaan zakat untuk berbagai program kerja. Keempat, penguatan regulasi, dan
kelima, kerjasama. BAZNAS bertindak sebagai operator dan juga koordinator, semua
badan harus di bawah koordinasi BAZNAS sehingga tidak terjadi tumpang tindih.
Fokus BAZNAS adalah sebagai regulator dan bukan operator yang bertujuan untuk
mewujudkan suatu sistem yang terkoordinasi, rapi, serta bersinergi. Untuk mewujudkan
hal itu, pemerintah harus turut mendorong posisi BAZNAS sebagai unit lembaga publik
yang operasionalnya hanya sebatas pada pengawasan, pembuatan peraturan, dan
perlindungan. Ini berarti bahwa dalam pelaksanaan pembayaran zakat memerlukan sebuah
dorongan dan arahan supaya tujuan zakat dapat tercapai sesuai dengan ketentuan dan
hukum Islam.
Lembaga amil zakat (LAZ) dapat menjalankan peran semaksimal mungkin sebagai
mitra pemerintah dalam mengelola potensi zakat yang ada di masyarakat untuk
menyejahterakan masyarakat. Sebagai institusi yang memiliki wewenang menghimpun
dana masyarakat secara legal formal, LAZ memiliki akses dalam mengambil pos-pos
keuangan di masyarakat yang tidak terjangkau oleh pajak pemerintah.
Saat ini Indonesia sudah memiliki landasan yang kuat untuk mengoptimalkan
pengelolaan zakat melalui Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
namun harus diakui hingga saat ini implementasinya belum optimal. Meski sudah berjalan,
namun undang undang tersebut belum optimal sebagai landasan operasional dalam upaya
mensukseskan gerakan zakat nasional. Melalui undang-undang tersebut diharapkan
pengumpulan zakat dapat dikelola secara profesional dengan kemanfaatan secara
berkelanjutan untuk umat.
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Pengelolaan Zakat seharusnya menjadi langkah awal menuju perubahan

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

struktur organisasi BAZNAS di
BAZNAS di

semua tingkatannya. Jika

selama ini, organisasi

berbagai daerah digerakkan oleh para pengurus dari unsur pemerintah

(pegawai negeri), di samping unsur ulama dan tokoh masyarakat, maka ke depan dalam
organisasi BAZNAS di daerah yang lebih dominan adalah unsur masyarakat.

F. Kesimpulan
Zakat merupakan suatu kewajiban muslim yang harus ditunaikan dan bukan
merupakan hak, sehingga kita tidak dapat memilih untuk membayar zakat atau tidak.
Zakat memiliki aturan yang jelas, mengenai harta apa yang harus dizakatkan, batasan harta
yang terkena zakat, demikian juga cara perhitungannya, bahkan siapa saja yang boleh
menerima harta zakat juga telah diatur oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Perkembangan zakat di Indonesia saat ini memang cukup menggembirakan dengan
lahirnya UU No 38 tahun 1999 tentang Zakat, disusul dengan lahirnya UU No 23 Tahun
2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UndangUndang Pengelolaan Zakat, akan tetapi pelaksanaan dan pencapain apa yang menjadi
tujuan UU tersebut belum optimal. Hal ini disebabkan karena zakat sampai saat ini masih
dipahami hanya sebatas kegiatan mengumpulkan dan menyalurkan zakat. Padahal inti dari
kewajiban zakat lebih dari itu ada aspek pendidikn moral dan pemberdayaan ekonomi
yang selama ini kurang dipahami oleh masyarakat.
Permasalahan dalam pembagian zakat di Indonesia menunjukkan belum seriusnya
perhatian pemerintah akan hal ini. Pemerintah secara rutin hanya meningkatkan perhatian
pada pungutan dan pendistribusian pajak. Padahal dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara yang sebenarnya bisa menjadi contoh
negara lain bagaimana zakat dikelola dan di distribusikan. Zakat bisa menjadi pemasukan
yang luar biasa dan mungkin akan melebihi dana yang terkumpul lewat pajak jika dikelola
dengan baik. Zakat dapat dijadikan solusi bagi pemerintah dalam pengentasan kemiskinan
dan juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.
Potensi ZIS (Zakat, Infaq dan Shodaqoh) dimasyarakat sangar besar apabila dilihat
dari jumlah penduduk muslim di Indonesia, hal ini jika tidak dikelola dengan baik akan
menjadi sebuah hal yang merugikan. Keberadaan lembaga amil zakat, baik pemerintah
atau independen, seharusnya bisa menjadi garda terdepan dalam inisiator pemberdayaan

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

masyarakat dengan berbekal dana yang telah dikumpulkan. Potensi ZIS ini setidaknya
merupakan sebuah aset penting yang belum banyak dimaksimalkan.
Revitalisasi dan optimalisasi zakat dapat ditempuh melalui penguatan tata kelola
zakat, penguatan kelembagaan organisasi zakat, penguatan regulasi dan penegakkan
hukumnya, termasuk perlunya dukungan politik dan penguatan pengawasan zakat.
Pemerintah membawahi semua lembaga amil zakat, mengontrol, mengevaluasi. Dengan
masuknya pemerintah sebagai agen utama penggerak zakat, maka zakat nantinya bisa
diharapkan membawa manfaat sebagai pilar redistribusi kesejahteraan nasional. Dalam
pelaksanaannya, idealnya memang zakat dikelola oleh negara, yang ditujukan bagi
kesejahteraan masyarakat.
Keterlibatan negara harus ditempatkan pada semangat menjaga akuntabilitas
pengelolaan zakat untuk meminimalisir penyimpangan yang terjadi sehingga zakat betulbetul dapat membantu negara dalam upaya pengentasan kemiskinan, perbaikan sosial,
pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia

Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada

Referensi:
Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Edisi 2 Revisi. Jakarta:
Salemba Empat.
Peraturan Pemerintah Nomor 14

Tahun

2014

tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Pengelolaan Zakat
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat dan Sumbangan Keagamaan
Undang-Undang No.23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
http://beritasatu.com/blog/ekonomi/2764-optimalisasi-pengelolaan-dan-regulasi-zakat.html
(diakses 30 Mei 2014 pukul 15.50 wib)
http://www.fimadani.com/jakarta-memiliki-potensi-zakat-terbesar-di-indonesia/(diakses

30

Mei 2014 pukul 15.30 wib)
https://id.berita.yahoo.com/ketua-BAZNAS-potensi-zakat-nasional-rp213-7-triliun082216224.html (diakses 29 Mei 2014 pukul 20.17 wib)
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?Itemid=57&catid=2:islam-kontemporer&id=
1192:menanti-kiprah-pemerintah-terhadap zakat (diakses 29 Mei 2014 pukul
20.17 wib)
http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/pp-no-14-tahun-2014-dan-perubahan-organisasibaznas/ (diakses 29 Mei 2014 pukul 19.25 wib)
http://pusat.baznas.go.id/laporan-bulanan/ (diakses 29 Mei 2014 pukul 19.30 wib)
http://zakat.or.id/ (diakses 30 Mei 2014 pukul 18.50 wib)

Potensi dan Problematika Penerimaan Zakat di Indonesia