evaluasi nutrisi tumpi jagung yang di fe

49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan usaha
di bidang peternakan. Di daerah tropis seperti Indonesia ini, sangat sulit sekali
bagi ternak untuk dapat berproduksi optimal jika hanya mengandalkan hijauan
berupa rumput-rumputan yang umumnya memiliki nilai nutrisi yang rendah
(Handayanta, 2003). Persedian rumput di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
musim, dimana pada saat musim hujan, hijauan dapat tumbuh dengan baik,
sehingga kebutuhan pakan hijuan dapat terpenuhi. Sebaliknya pada musim
kemarau ketersedian hijauan mulai berkurang. Hal ini merupakan kendala yang
dapat menghambat perkembangan peternakan di tanah air. Oleh sebab itu perlu
penggunaan alternatif bahan pakan lokal yang berasal dari limbah agroindustri,
salah satunya adalah tumpi jagung.
Tumpi jagung merupakan limbah agroindustri pemipilan jagung yang
produksinya cukup tinggi dan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai
pakan ternak. Padahal tumpi jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak,
karena memiliki kandungan protein kasar sebesar 8,04% (Mariyono et al. 2005).
Namun, kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan tumpi jagung sebagai pakan
ternak yaitu masih rendahnya kandungan protein kasar dan tingginya kandungan

serat kasar, sehingga sulit untuk dicerna oleh ternak. Untuk itu perlu dilakukan
upaya peningkatan kualitas nutrisi tumpi jagung dengan menggunakan teknologi
fermentasi.

1
1

49

Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa kompleks menjadi
sederhana dengan bantuan mikrooragnisme sehingga
(Perry, 1999). Hasil penelitian

menghasilkan

energi

sebelumnya yang dilakukan oleh Mariyono

et al. (2005) menunjukkan bahwa fermentasi tumpi jagung dengan menggunakan

bahan tambahan berupa tetes sebanyak 5% mampu meningkatkan kandungan
protein kasar hingga 10,54% dan menurunkan kandungan serat kasar menjadi
10,76%. Proses fermentasi tumpi jagung selain menggunakan tetes tebu dapat
dilakukan dengan bioaktivator yang sudah beredar dipasaran seperti starbio, EM4, SOC dan promix. Penambahan bioaktivator tersebut diharapkan mampu
meningkatkan kandungan protein tumpi jagung dan menurunkan kandungan serat
kasar yang pada akhirnya akan meningkatkan daya cerna serta memberikan hasil
yang lebih baik dalam pemanfaatannya.
Selama ini penelitian tentang evaluasi nutrisi fermentasi tumpi jagung
dengan menggunakan bioaktivator yang ada dipasaran masih jarang dilakukan.
Padahal penggunaan bioaktivator yang ada di pasaran dapat lebih di aplikasikan
oleh peternak karena ketersediannya yang kontinyu dan mudah didapat. Oleh
sebab itu dalam penelitian ini perlu dilakukan evaluasi nutrisi dari tumpi jagung
yang di fermentasi dengan berbagai bioaktivator yang ada dipasaran untuk
mengetahui efektifitas bioaktivator yang digunakan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai nutrisi tumpi jagung yang
di fermentasi dengan berbagai macam bioaktivator.

1


49

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah proses fermentasi tumpi jagung dengan
berbagai macam bioaktivator dapat meningkatkan nilai nutrisi tumpi jagung.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada petani ternak tentang nilai nutrisi bahan pakan
hasil sampingan pertanian berupa tumpi jagung fermentasi.
2. Untuk memperoleh gelar sarjana peternakan (S.Pt) pada Program Studi
Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Panca Budi.

1

49

TINJAUAN PUSTAKA
Fermentasi Tumpi Jagung
Tumpi jagung merupakan limbah industri pemipilan atau perontokan biji
jagung yang bersifat bulky (amba), ketersediannya kontinyu, melimpah dan

menimbulkan masalah dalam pembuangannya pada saat musim panen
(Mariono et al., 2006). Lebih lanjut dijelaskan bahwa proporsi tumpi jagung
hampir mencapai 2% dalam industri jagung pipilan. Selama ini tumpi jagung
belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pakan ternak, padahal tumpi
jagung memiliki kandungan nutrisi berupa bahan kering (BK) 87,38%, protein
kasar (PK) 8,65%, total digestible nutrien (TDN) 48,47%, lemak kasar (LK)
0,53%, serat kasar (SK) 21,29% dan abu 9,14% (Wahyono dan Hardianto, 2004).
Berdasarkan kandungan nutrisinya tersebut, maka tumpi jagung berpotensi
sebagai pakan ternak. Namun penggunaan tumpi jagung sebagai pakan memiliki
kelemahan yaitu umumnya kurang palatabel dan berkualitas rendah (Soeharto,
2004). Oleh sebab itu untuk mengoptimalisasi pemanfaatan limbah tumpi jagung
sebagai pakan ternak dapat dilakukan fermentasi agar meningkat kandungan
nutrisinya (Hardianto et al., 2002), sehingga dapat mengurangi biaya pakan dan
memberikan keuntungan bagi peternak.
Fermentasi merupakan proses mikrobiologi dimana terjadi pemecahan
karbohidrat dan asam amino secara anaerob (Fardiaz, 1992). Prinsip dari
fermentasi yaitu memperbanyak jumlah mikroorganisme dan menggiatkan
metabolisme dalam bahan pakan penghasil alkohol dan asam asetat,
menekan/mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik dan lipolitik
oleh alkohol atau asam organik yang dihasilkan (Tjahjadi, 2011).


4
1

49

Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan produksi
maksimum dalam fermentasi harus sesuai baik meliputi suhu inkubasi, pH
medium, oksigen dan cahaya (Suwarsono, 1998). Lebih lanjut dijelaskan bahwa
suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba dalam proses fermen
tasi sekitar 28oC – 30oC. Nilai pH untuk fermentasi berkisar antara 6-7. Oksigen
juga merupakan faktor terpenting dalam proses fermentasi, sebab organisme
membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan.
Proses fermentasi bertujuan

untuk mengawetkan, meningkatkan daya

cerna dan menghilangkan zat anti nutrisi dan racun yang biasa ada pada bahan
mentah (Suliantri dan Rahayu, 1990). Selain itu proses fermentasi juga
mempertinggi nilai gizi, karena mikroba bersifat memecah senyawa komplek

menjadi sederhana (Perry, 1999). Dalam fermentasi bahan pakan dibutuhkan
mikroba sebagai media yang diharapkan akan menghasilkan suatu produk baru
dengan nilai yang tinggi. Jenis mikroba yang digunakan ini dapat berasal dari
bioaktivator yang sudah ada dipasaran antara lain starbio, EM-4, SOC maupun
promix.
Starbio merupakan hasil teknologi tinggi yang berisi koloni mikroba
rumen sapi yang diisolasi dari alam untuk membantu penguraian struktur jaringan
pakan yang sulit terurai. Koloni-koloni mikroba tersebut terdiri dari mikroba yang
bersifat proteolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik. Menurut
Suharto et al. (1993) dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang
memiliki fungsi yang berbeda, yaitu Cellulomonas clotridium thermocellulosa
(pencerna lemak), Agaricus dan coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan
Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein). Fungsi starbio yaitu meningkatkan

1

49

daya cerna pakan, kotoran tidak berbau, meningkatkan pertumbuhan dan
produksi, meningkatkan kualitas produk ternak dan menurunkan nilai FCR (feed

convertion ratio) sehingga biaya pakan menjadi murah.
EM-4

(effective

microorganisme)

merupakan

campuran

dari

mikroorganisme fermentasi dan sintetik (penggabungan) yang bekerja secara
sinergis (saling menunjang) untuk fermantasi bahan pakan (Surung, 2008).
Mikroba yang terdapat di dalam EM-4 yaitu Lactobacillus, jamur fotosintesik,
Actinomycetes dan ragi. Fungsi EM-4 yaitu menyeimbangkan mikroorganisme
yang menguntungkan dalam perut ternak, memperbaiki dan meningkatkan
kesehatan ternak, meningkatkan mutu daging ternak, mengurangi tingkat
kematian bibit ternak, memperbaiki kesuburan ternak, mencegah bau tidak sedap

pada kandang dan kotoran ternak (Santoso et al., 2008).
SOC (Suplemen Organik Cair) merupakan suplemen yang di dalamnya
terdapat bakteri probiotik dengan sistem matrix untuk mempercepat proses
fermentasi dalam pembuatan pakan dan meningkatkan kandungan nutrisi pakan.
Fungsi SOC yaitu mengurangi polusi bau khusus pada kandang ternak dan
lingkungan sekitarnya, mengurangi stress pada ternak, menyehatkan ternak,
menyeimbangkan mikroorganisme di dalam perut ternak, menekan penyakit pada
ternak, meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi ternak (Basuki, 2008).
Promix merupakan komposisi ideal antara probiotik dan herbal, berbentuk
powder yang berfungsi membantu pemecahan dan penyerapan pakan ternak
sehingga daya serap pakan menjadi lebih baik. Mikroba yang terdapat di dalam
promix yaitu Biffidobacterium bifidum, Biffidobacterium logum, Lactobacillus

1

49

acidophylus, Actinomycetes, Penecillium Sp, Saccaromyces cereviceae dan
Aspergillus niger (Samadi, 2007).
Fungsi mikroba promix ialah memecahkan serat kasar, menghasilkan

enzim yang dapat mengurai selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin yang
dilakukan

oleh

Biffidobacterium

bifidum,

Biffidobacterium

logum

dan

Lactobacillus acidophylus. Selain itu promix juga berperan dalam mempercepat
dekomposisi bahan organik sehingga menjadi karbohidrat yang siap dicerna,
meningkatkan absorbsi sehingga meningkatkan penyerapan pakan, menekan
pertumbuhan cacing parasit dan meningkatkan absorbsi mineral serta menekan
pertumbuhan bakteri patogen seperti jamur Actinomycetes, Penecillium Sp. dan

Aspergillus niger (Haryoto, 2001).
Fungsi promix yang lain yaitu mengurangi bau busuk (H2S dan amoniak)
yang dilakukan oleh bakteri Saccaromyces cereviceae dan yeast yang mampu
mengurai molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga siap dicerna
(misalnya karbohidrat menjadi glukosa/gula). Adanya Biffidobacterium bifidum
mampu menekan produksi Volatil Fatic Acid (VFA), Biffidobacterium logum
mampu mengurangi kandungan phenol dan senyawa VFA lainnya serta kerja sama
antara Biffidobacterium bifidum dan Lactobacillus acidophylus dalam menekan
bakteri penghasil toxin (misalnya Chlostridium) (Lembah Hijau Multifarm, 1999).
Komponen Kimia Analisis Proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu metoda analisis kimia untuk
mengindentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat
pada suatu zat makanan dari bahan pakan (Mulyono, 2000). Analisis proksimat
digunakan untuk menentukan nilai kualitas pakan untuk mengevaluasi serta

1

49

menjaga formula ransum yang baik. Selain itu, analisis proksimat juga dapat

digunakan untuk mengevaluasi dan menyusun formula ransum dengan baik.
Komponen kimia yang diuji dalam analisis proksimat meliputi kadar air, kadar
protein kasar, kadar serat kasar, lemak kasar, abu dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam satuan persen. Penentuan nilai kadar air dihitung dari selisih
antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila
diletakkan didalam ruangan terbuka kadar air akan mencapai keseimbangan udara
sekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Kadar air merupakan
karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat
mempengaruhi penampilan, tekstur serta ikut menentukan kesegaran dan
ketahanan bahan pakan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri,
kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada
bahan pakan (Haryanto, 1992).
Kandungan air di dalam bahan pakan akan menentukan acceptability,
kesegaran dan daya tahan bahan itu. Kandungan air dalam bahan pakan terhadap
serangan mikroba dinyatakan dangan Aw (water activity) yaitu jumlah air bebas
yang

dapat

digunakan

dalam

mikroorganisme

untuk

pertumbuhan

(Winarno, 2004). Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu tergantung pada sifat bahannya. Penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 3 jam atau sampai
didapat berat yang konstan. Untuk bahan yang tidak tahan panas seperti bahan
berkadar gula tinggi, pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang

1

49

lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan
dimasukan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga
mencapai berat yang konstan (Anggorodi, 1994).
Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar
bahan pakan dalam tanur pada suhu 400-600 oC sampai semua karbon hilang dari
sampel. Suhu tinggi ini menyebabkan semua bahan organik yang ada dalam bahan
pakan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bahan
inorganik pakan (Anggorodi, 1994). Abu juga mengandung bahan organik seperti
sulfur dan fosfor dari protein serta beberapa bahan yang mudah terbang seperti
natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran. Oleh
sebab itu kandungan abu tidak sepenuhnya mewakili bahan anorganik pada pakan
baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Jumlah abu dalam bahan pakan
hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(Soejono, 1990).
Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin dan hemiselulosa
tergantung pada spesies dari fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi,
1994). Serat kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak berturutturut dalam larutan H2SO4 0,3 N mendidih selama 30 menit dan larutan NaOH 1,5
N mendidih selama 30 menit. Serat kasar diduga kaya akan lignin dan selulosa
sehingga sulit untuk dicerna. Langkah pertama metode pengukuran kandungan
serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan
pendidihan menggunakan asam sulfat dan bahan yang larut dalam alkali
dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak
larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).

1

49

Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25 (Siregar, 1994).
Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen.
Kelemahan analisis proksimat untuk penentuan protein kasar terletak pada asumsi
dasar yang digunakan. Asumsi yang pertama yaitu semua nitrogen bahan pakan
merupakan protein, padahal kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari
protein dan yang kedua bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya
kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990).
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode
soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990).
Lemak hasil analisis proksimat ini bukan sepenuhnya lemak murni, sebab selain
mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin),
asam organik, alkohol dan pigmen. Oleh karena itu penggunaan fraksi eter untuk
menentukan kadar lemak suatu bahan tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994).
Selain itu penetapan kandungan lemak juga dilakukan dengan larutan heksan, hal
ini bertujuan untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga
merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen) merupakan karbohidrat yang dapat
larut dan memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 1994). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa karbohidrat mudah larut ini meliputi monosakarida, disakarida
dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kandungan BETN suatu bahan pakan adalah abu, protein
kasar, serat kasar dan lemak kasar. BETN dihitung dengan cara menghitung

1

49

selisih nilai 100 dengan jumlah kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat
kasar atau selisih antara bahan kering dengan jumlah kadar abu, protein kasar,
lemak kasar dan serat kasar (Soejono, 1990).

1

49

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kel. Tunggurono, Kec. Binjai Timur, Kota
Binjai dan Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Universitas Diponogoro
Semarang. Penelitian dilaksanakan selama 8 minggu pada bulan Agustus sampai
bulan September 2014.
Bahan dan Alat Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumpi jagung, molases,
starbio, EM-4, SOC dan promix. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis
proksimat yaitu H2SO4 pekat, KHSO4, CuSO4, HCl 0,1 N, NaOH 45%, H3BO3
(asam borat) 4%, indikator campuran MR + MB, diethyl ether, H2SO4 0,3 N,
NaOH 1,5 N dan aceton.
Alat-alat yang digunakan untuk proses fermentasi tumpi jagung yaitu
cangkul, skop, ember, gayung, plastik dan karung beras. Sedangkan alat yang
digunakan untuk analisis proksimat yaitu timbangan analitis, oven, eksikator,
cawan porselen, tanur listrik, labu destruksi/labu kjeldahl, labu erlenmeyer, beker
glas, corong, gelas ukur, kompor listrik, alat destilasi dan titrasi, labu penyari,
soxhlet, pendingin tegak, water bath, kertas saring whatman dan corong bunchner.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4
ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :

12
1

49

P0: kontrol (tumpi jagung tanpa fermentasi)
P1: tumpi jagung fermentasi dengan menggunakan bioaktivator Starbio
P2: tumpi jagung fermentasi dengan menggunakan bioaktivator EM-4
P3 : tumpi jagung fermentasi dengan menggunakan bioaktivator SOC
P4: tumpi jagung fermentasi dengan menggunakan bioaktivator Promix
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan model linier sebagai berikut :
=µ+ τ i+

Yij

∑ ij

Keterangan :
Yij

: Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ

: Nilai tengah umum
τ i : Pengaruh perlakuan ke-i

∑ ij

: Galat percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam dan apabila
terdapat perbedaan yang nyata akan di lanjutkan dengan uji lanjut sesuai dengan
koefisien keragaman hasil penelitian (Sastrosupadi, 1999).

1

49

PELAKSANAAN PENELITIAN
Pembuatan Tumpi Jagung Fermentasi
Pembuatan tumpi jagung fermentasi dimulai dengan pengumpulan tumpi
jagung dari penggilingan jagung di sekitar lokasi penelitian. Selanjutnya
dilakukan proses fermentasi tumpi jagung dengan berbagai macam bioaktivator
sesuai perlakuan. Berikut cara pembuatan tumpi jagung fermentasi :
a. Tumpi jagung fermentasi dengan Starbio
Pembuatan tumpi jagung fermentasi dilakukan dengan cara menebarkan
tumpi jagung diatas plastik, kemudian dicampurkan dengan starbio dan molasses
masing-masing sebanyak 1% dan 5% dari total tumpi jagung yang digunakan.
Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan air
sampai mencapai kelembaban 60%. Bahan yang sudah dicampur, kemudian
dimasukkan kedalam plastik, dipadatkan dan diminimalkan udara di dalam wadah
serta difermentasi selama empat minggu.
b. Tumpi jagung fermentasi dengan EM-4
Pembuatan tumpi jagung fermentasi dilakukan dengan cara menebarkan
tumpi jagung diatas plastik, kemudian dicampurkan dengan EM-4 dan molasses
masing-masing sebanyak 1% dan 5% dari total tumpi jagung yang digunakan.
Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan air
sampai mencapai kelembaban 60%. Bahan yang sudah dicampur, kemudian
dimasukkan kedalam plastik, dipadatkan dan diminimalkan udara di dalam wadah
serta difermentasi selama empat minggu.

14
1

49

c. Tumpi jagung fermentasi dengan SOC
Pembuatan tumpi jagung fermentasi dilakukan dengan cara menebarkan
tumpi jagung diatas plastik, kemudian dicampurkan dengan SOC sebanyak
30 cc/ 100 kg dan molasses sebanyak 5% dari total tumpi jagung yang digunakan.
Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan air
sampai mencapai kelembaban 60%. Bahan yang sudah dicampur, kemudian
dimasukkan kedalam plastik, dipadatkan dan diminimalkan udara di dalam wadah
serta difermentasi selama empat minggu.
d. Tumpi jagung fermentasi dengan Promix
Pembuatan tumpi jagung fermentasi dilakukan dengan cara menebarkan
tumpi jagung diatas plastik, kemudian dicampurkan dengan promix dan molasses
masing-masing sebanyak 1% dan 5% dari total tumpi jagung yang digunakan.
Selanjutnya bahan-bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan air
sampai mencapai kelembaban 60%. Bahan yang sudah dicampur, kemudian
dimasukkan kedalam plastik, dipadatkan dan diminimalkan udara di dalam wadah
serta difermentasi selama empat minggu.
Pelaksanaan Analisis Proksimat
Kadar Air
Pengukuran

kadar

air

dimulai

dengan

mencuci

botol

timbang,

mengeringkan botol timbang dalam oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam
dan memasukan dalam eksikator selama 15 menit setelah itu ditimbang, misalkan
berat x g. Sejumlah sampel ditimbang misalkan beratnya y g, kemudian
dimasukan ke dalam botol timbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven
selama 4 – 6 jam pada suhu 105 – 110 oC. Kemudian didinginkan dalam eksikator

1

49

selama 15 menit. Lalu ditimbang misalkan berat z g. Pengeringan ini diulangi 3 x
1 jam, sampai berat sampel konstan (selisih maksimal 0,2 mg).
Kadar Abu
Pengukuran kadar abu dilakukan dengan cara mencuci bersih cawan
porselin dengan air, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC – 110oC
selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan
ditimbang, misalnya beratnya x g. Sejumlah sampel/bahan ditimbang, misalnya
beratnya y g, penimbangan dengan mempergunakan cawan porselin sebagai
tempatnya. Kemudian dipijarkan dalam tanur listrik pada suhu 400oC – 600oC
dalam waktu 4 – 6 jam, sampai menjadi abu putih semua. Kemudian cawan
porselin diangkat dari tanur listrik, didinginkan sebentar hingga suhu 120 oC.
Sesudah itu didinginkan dalam eksikator selama 15 menit, ditimbang z g.
Kadar Protein Kasar
Pengukuran kadar protein kasar dilakukan dengan cara menimbang sampel
bahan kurang lebih 0,3 g dan dimasukan ke dalam labu destruksi (labu Kjeldahl).
Kemudian melakukan proses destruksi di dalam almari asam: kedalam labu
destruksi yang telah berisi sampel ditambahkan katalisator campuran (selenium +
natrium sulfat + cupri sulfat) kurang lebih 0,3 g. Menambahkan asam sulfat pekat
(teknis) 10 ml. Kemudian dipanaskan menjadi larutan berwarna hijau jernih dan
didinginkan. Melakukan destilasi dengan menggunakan penangkap H3BO3 4%
sebanyak 20 ml dan diberikan 2 tetes indikator MR + MB. Sampel yang telah
didestruksi dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian di tambahkan 50 ml
aquadest dan 40 ml NaOH 45%. Melakukan destilasi sampai penangkap berubah

1

49

warna dari ungu menjadi hijau. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan
menggunakan HCl 0,1 N sampai berbentuk warna ungu. Cara pembuatan blangko
dilakukan dengan cara memasukan 50 ml aquadest dan 40 ml NaOH 45% k
edalam labu destilasi, kemudian ditangkap menggunakan H3BO3 4% sebanyak 20
ml dengan 2 tetes indikator MR + MB sampai penangkap berubah warna dari
ungu menjadi hijau. Penangkap tersebut kemudian dititrasi dengan menggunakan
HCl 0,1 N sampai berbentuk warna ungu kembali.
Kadar Lemak Kasar
Pengukuran kadar lemak kasar dilakukan dengan cara menimbang sampel,
misalnya x g pada kertas saring, kemudian sampel dibungkus dengan
menggunakan kertas saring tersebut, selanjutnya sampel di oven pada suhu 110oC
selama 6 jam. Setelah 6 jam, sampel dikeluarkan dari oven dan didinginkan di
dalam eksikator selama 15 menit, kemudian ditimbang misal beratnya a g. Setelah
itu sampel dimasukkan ke dalam soxhlet yang telah terpasang dalam water bath
(air bersuhu 55 – 60oC). Menuangkan diethyl ether hingga merendam semua
sampel dan tumpah masuk ke labu penyari, selanjutnya memasang alat pendingin
tegak yang dialiri dengan air dingin. Dilakukan penyarian dengan diethyl ether
hingga terjadi 8 – 10 kali sirkulasi diethyl ether (dari soxhlet ke labu penyari
kemudian menguap melalui pipa kemudian mengembun dan masuk kembali ke
soxhlet). Proses ini berlangsung selama 3 sampai 4 jam. Selanjutnya sampel
dikeluarkan dari dalam soxhlet dan diangin-anginkan sampai tidak berbau diethyl
ether. Kemudian sampel yang berbungkus kertas saring dikeringkan dalam oven
pada suhu 110oC selama 2 jam, didinginkan dalam eksikator selama 15 menit,
kemudian ditimbang misalkan beratnya b g.

1

49

Kadar Serat Kasar
Pengukuran kadar serat kasar dilakukan dengan cara menimbang ± 1 g
sampel kemudian dimasukan ke dalam beaker glass. Tambah 50 ml H2SO4 0,3 N,
kemudian dimasak hingga mendidih selama 30 menit (api jangan terlalu besar).
Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring whatman
yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC – 110oC selama
1 jam dan dinginkan dalam eksikator ± 15 menit, lalu ditimbang
(misal beratnya a g). Penyaringan dilakukan dalam labu penghisap yang
dihubungkan dengan pompa vacum. Kemudian dilakukan pencucian berturut-turut
dengan 50 ml air panas, 50 ml H 2SO4 0,3 N, 50 ml air panas dan terakhir 25 ml
Aceton. Kertas saring dan isi dimasukan dalam cawan porselin, keringkan dalam
oven pada suhu 105 – 110oC selama 1 jam. Kemudian dimasukan dalam eksikator
± 15 menit. Selanjutnya ditimbang (misal y g) dan di tanur pada suhu 600 oC
selama ± 6 jam. Kemudian sampel di keluarkan dan di dinginkan dalam eksikator
selama ± 15 menit dan ditimbang (misal z g).
Parameter Yang Diamati
Kadar Air
Kadar air dihitung dengan rumus berikut:
Kadar air : x + y – z x100%
y
Keterangan : x : berat botol timbang
y : berat sampel
z : berat botol + sampel setelah di oven

1

49

Kadar Abu
Kadar abu dihitung dengan rumus berikut:
Kadar abu : z – x x100%
y
Keterangan : z : cawan porselin di angkat dari tanur listrik
x : berat porselin dicuci bersih dengan air
y : berat sampel/bahan pakan yang ditimbang
Kadar Protein Kasar
Kadar protein kasar dihitung dengan rumus berikut:
Kadar protein Kasar = (titran sampel – balngko) x N HCl x 0,014 x 6,25 x100%
x gram bahan
Keterangan : x : berat sampel
Kadar Lemak Kasar
Kadar lemak kasar dihitung dengan rumus berikut:
Kadar Lemak Kasar =

a–b
x100%
x gram x 100/BK

Keterangan: a : berat sampel dikeluarkan dari oven
b : berat sampel yang terbungkus kertas saring
x : timbang sampel
Kadar Serat Kasar
Kadar serat kasar dihitung dengan rumus berikut:
Kadar serat kasar = y – z – a x 100%
x
Keterangan: y : berat kertas saring
z : berat yang di dinginkan dalam eksikator
a : berat whatman yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven
x : berat sampel
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
Bahan ekstrak tanpa nitrogen dihitung dengan rumus sebagai berikut :
BETN = 100 – (kadar air + abu + protein kasar + serat kasar + serat kasar + lemak
kasar).

1

49

HASIL PENELITIAN
Rekapitulasi Hasil Penelitian
Rekapitulasi dari semua parameter hasil penelitian tentang pemanfaatan
tumpi jagung yang difermentasi dengan berbagai macam bioaktivator terhadap
kandungan kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan BETN
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Kadar Air (KA), Abu, Protein Kasar (PK), Lemak Kasar
(LK), Serat Kasar (SK) dan BETN Tumpi Jagung yang difermentasi
dengan Berbagai Macam Bioaktivator
Perlakuan
Persentase (%)
Air
Abu
PK
SK
LK
BETN
P0
16,37
7,36a
5,04a
30,93a
1,60
38,69
cd
b
bc
P1
16,39
5,80
9,49
28,37
2,01
37,70
P2
15,36
5,03d
10,04c
28,55b
2,18
38,84
P3
16,19
5,99bc
10,53d
26,70d
2,36
38,24
b
e
e
P4
15,50
6,12
11,08
25,41
2,33
39,56
Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
nyata (p0,05)
terhadap kadar air tumpi jagung.

20

1

49

Tabel 2. Rataan Kadar Air Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai
Macam Bioaktivator
Ulangan
Perlakuan
Total
Rataan
1
2
3
4
P0
11,54
18,83
18,74
16,37
65,49
16,37
P1
11,62
18,73
18,81
16,39
65,54
16,39
P2
12,75
17,02
16,30
15,36
61,42
15,36
P3
12,49
18,09
17,99
16,19
64,76
16,19
P4
12,72
16,91
16,87
15,50
62,00
15,50
Total
61,12
89,58
88,72
79,80
319,21
15,96
Keterangan: Rataan kadar air hasil penelitian menunjukkan tidak berbeda nyata
(p>0,05)
Pada Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa rataan kadar air tertinggi dicapai
pada perlakuan P1 sebesar 16,39 % dan rataan kadar air terendah didapat pada
perlakuan P2 sebesar 15,36 %.
16.6
16.4

Kadar Air (%)

16.2
16
15.8
15.6

16.37

16.39

16.19

15.4
15.2
15
14.8

15.5

15.36

P0

P1

P2

P3

P4

Perlakuan
Gambar 1.

Kadar Air Tumpi Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Macam
Bioaktivator

1

49

Kadar Abu
Data pengamatan rata-rata kadar abu tumpi jagung yang difermentasi
dengan berbagai macam bioaktivator disajikan pada Tabel 3 sedangkan analisa
sidik ragam kadar abu tumpi jagung disajikan pada Lampiran 2 dan diperjelas
pada Gambar 2. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi
dengan berbagai macam bioaktivator berbeda nyata (p0,05) terhadap kandungan
kadar air. Tidak berbeda nyatanya kandungan kadar air tumpi jagung yang
difermentasi ini karena dalam proses fermentasi semua perlakuan ditambahkan air
dalam jumlah yang sama, dikondisikan dengan kelembaban yang sama dan
difermentasikan dalam waktu yang sama, sehingga kadar air yang dihasilkan pun
menjadi tidak berbeda. Kadar air tumpi jagung hasil fermentasi menunjukkan
hasil yang sama dengan tumpi jagung tanpa fermentasi. Sebab dalam proses
fermentasi tumpi jagung ini dilakukan secara anaerobik, sehingga tidak ada celah
untuk air bisa menguap akibatnya air akan tetap menempel pada substrat. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sudarmadji (1984), kondisi yang anaerob dalam proses
fermentasi akan menyebabkan air dari hasil proses fosforilasi transport elektron
sebagian akan diuapkan karena panas mikrobral dan sebagian akan menyatu
dengan substat, sehingga mengakibatkan kandungan kadar air dalam proses
fermentasi tetap.
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa tumpi jagung yang
difermentasi dengan menggunakan starbio (P1) memiliki tingkat kadar air paling
tinggi, yang selanjutnya diikuti oleh perlakuan P0, P3 dan P4 serta yang terendah
perlakuan P2, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Tingginya kandungan
kadar air pada perlakuan P1 ini dimungkinkan karena mikroba yang terdapat
dalam starbio lebih cepat memanfaatkan sumber energi dan protein yang berasal
dari substrat untuk digunakan dalam proses metabolisme. Dimana proses

1

49

metabolisme ini akan menghasilkan air. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rosningsih (2011), bahwa proses fermentasi yang terjadi secara anaerobik akan
menghasilkan air sebagai hasil samping. Ditambahkan oleh Gervais (2008), kadar
air produk fermentasi akan mengalami perubahan akibat terjadinya proses
evaporasi, hidrolisis substrat dan produksi air metabolik.
Kadar Abu
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tumpi jagung yang di fermentasi
dengan berbagai bioaktivator berbeda nyata (p