Kesejahteraan Sosial Dan Hubungannya Ant

UAS MATA KULIAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PEMBANGUNAN
MATRIKULASI

Disusun oleh:
Rolan Parulian Sihombing
NPM: 1406592632

Program Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia
Tahun 2014

Kesejahteraan Sosial Dan Hubungannya Antara Negara, Civil Society Dan Dunia Bisnis
Kesejahteraan sosial, menurut Midgley juga (2005:21), diciptakan oleh atas kompromi terhadap
tiga prakondisi yang mutlak diperlukan yaitu pertama, adanya pengaturan permasalahanpermasalahan sosial sehingga dapat mengatasi sebuah kondisi yang dinamakan penyakit sosial.
Kedua, adanya upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap manusia, yang pada akhirnya
dapat menciptakan apa yang disebut dengan kebahagiaan sosial. Dan ketiga, adanya upaya juga
untuk menyediakan kesempatan sosial bagi kelompok masyarakat untuk meningkatkan dan
merealisasikan potensi-potensi yang ada.
Pengupayaan kesejahteraan sosial sudah dimulai sejak peradaban manusia ada. Ketika seorang
individu mengalami masalah pelik, maka didorong rasa tepa selira di sebagian besar masyarakat
pada umumnya sudah menjadi tradisi bahwa keluarga, kerabat dan tetangga dekat saling

membantu bila salah satu dari anggota keluarganya tertimpa masalah. Kepedulian tersebut pun
semakin dipertegas oleh aturan-aturan dogmatis dalam agama-agama mainstream untuk
memberikan bantuan bagi mereka yang lemah sebagai bentuk amal ibadah. Bantuan amal yang
didasari oleh aturan-aturan agama ini kemudian berkembang menjadi sebuah pola penanganan
masalah-masalah sosial yang semakin sistematis dan terorganisir, yang pada akhirnya
mendorong hadirnya pekerjaan sosial sebagai profesi. Dan seiring perkembangan zaman pun,
pemerintah juga semakin terlibat dalam mengupayakan kesejahteraan sosial bagi warganya
melalui kebijakan-kebijakan spesifik.
Mengacu kepada hal tersebut, secara klasik bisa dikemukakan beberapa pengupayaan
kesejahteraan sosial yang sudah lama diadopsi di pelbagai belahan dunia yaitu pertama, melalui
kegiatan filantropi sosial, yang bergantung pada donasi-donasi pribadi, relawan, dan organisasi
non profit untuk memenuhi kebutuhan, mencari solusi terhadap masalah yang ada. Kedua,
melalui pekerjaan sosial, yang bergantung pada tenaga-tenaga professional dalam mendukung
tujuan-tujuan kesejahteraan dengan bekerja bersama individu, kelompok dan komunitas. Dan
ketiga melalui intervensi pemerintah melalui layanan-layanan sosial resmi, atau yang acapkali
disebut sebagai administrasi sosial.
Pemerintah Indonesia mengenai Kesejahteraan Sosial juga menjelaskan definisi kesejahteraan
sosial lewat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial Bab I, Pasal 1

ayat 2, yang berbunyi: “Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah,

terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang
meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.”
Upaya penanganan masalah sosial tersebut melibatkan beberapa aktor utama yaitu Negara
melalui intervensinya dengan kebijakan-kebijakan sosial. Kedua masyarakat sipil sendiri melalui
pelbagai bentuk partisipasi, baik secara buah pikiran, keterampilan, tenaga, harta benda, dan
uang. Dan ketiga, yang sekarang sedang berkembang yaitu dunia bisnis dengan konsep
Corporate Social Responsibility (CSR). Keterlibatan ketiga aktor utama dalam pengupayaan
kesejahteraan sosial di Indonesia juga diatur lewat Undang-undang yang sama seperti di atas,
yaitu Undang-Undang R.I. 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial pada Bab VII pasal 38
yang menyatakan: "Masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Peran tersebut dapat dilakukan oleh perseorangan,
keluarga, lembaga keagamaan, Organisasi sosial kemasyarakatan, Lembaga Swadaya
masyarakat, organisasi profesi, badan usaha,lembaga kesejahteraan sosial, dan lembaga
kesejahteraan sosial asing".
Suharto (2006) mengemukakan, bahwa secara prinsip tujuan pembangunan kesejahteraan sosial
adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang mencakup:
a. peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial
segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat yang kurang
beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial;

b. peningkatan keberdayaan melalui penetapan sistem dan kelembagaan ekonomi, sosial dan
politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan;
c. penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksesibitas dan pilihan-pilihan kesempatan
sesuai aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.
Dengan demikian, kesejahteraan sosial adalah sebuah kondisi yang tercipta ketika masalahmasalah sosial sudah diatur dengan baik, ketika kebutuhan dasar masyarakat sudah terpenuhi,
dan tersedianya pelbagai kesempatan bagi masyarakat untuk merealisasikan potensi-potensi

sosial/asset yang dimilikinya. Kondisi ini dapat tercipta jika ada sinergi antara tiga aktor utama
pembangunan yaitu Negara, dunia usaha dan masyarakat sendiri.
Pengupayaan Kesejahteraan Sosial Melalui Pembangunan Sosial
Meski filantropi sosial, pekerjaan sosial dan administrasi sosial adalah pendekatan-pendekatan
klasik yang banyak diadopsi di pelbagai Negara dalam pengupayaan kesejahteraan sosial, tetapi
tentu pendekatan-pendekatan klasik tersebut memiliki kekurangan pula. Pendekatan filantropi
dan pekerjaan sosial lebih berfokus pada penanganan individu yang diklasifikasikan berdasarkan
tingkat kelayakan penerimaan bantuan dan juga sangat bergantung pada kebaikan donor. Kedua
pendekatan ini secara umum lebih karitatif dan jarang sekali menyentuh isu-isu pemberdayaan
ekonomi.
Pendekatan administrasi sosial memang lebih memiliki hubungan langsung dengan aktivitas
ekonomi. Layanan-layanan sosial yang diberikan Negara untuk pengupayaan kesejahteraan
sosial, bersumber dari pajak sehingga Pemerintah berkepentingan untuk memastikan hubungan

yang harmonis antara kebijakan ekonomi dan kebijakan sosial. Akan tetapi pendekatan ini pun
kemudian memisahkan layanan sosial dari perekonomian. Sehingga Negara pada akhirnya hanya
berfokus pada pemberian layanan berdasarkan standar minimum seperti membantu lansia, orang
cacat, pengangguran dan kelompok yang tergantung lainnya. Dan untuk memenuhi layanan ini
membutuhkan biaya yang besar, yang diambil dari pajak yang disumbang perekonomian dan
khususnya dari pendapatan yang didapat dari pekerja. Ini menjadi tidak sehat karena ketika
perekonomian mengalami resesi, pendapatan pemerintah yang diperlukan untuk membiayai
pelayanan sosial menurun dan tekanan fiscal pada pemerintah meningkat.
Oleh karena itu pengupayaan kesejahteraan sosial lewat pembangunan sosial haruslah selaras
dengan pembangunan ekonomi dan digerakkan oleh tiga aktor utama yaitu masyarakat, dunia
usaha dan Negara. Kesejahteraan sosial hanya terjadi ketika setiap individu dalam masyarakat
secara mandiri dapat melakukan minat mereka dan dapat mengangkat kesejahteraan mereka
masing-masing. Setiap individu hanya dapat memenuhi kebutuhan mereka dan keluarga jika
tersedia pekerjaan, kesempatan untuk berwiraswasta dan ada masa depan untuk investasi. Dan ini
mendorong munculnya peran aktif Negara dalam penciptaan iklim ekonomi yang stabil.

Peran kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Pemerintah sangat krusial dalam
munculnya usaha skala kecil yang memberikan kesempatan bagi orang miskin untuk
mengumpulkan sumber yang mereka butuhkan untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka. Di
daerah yang tidak berkembang, jauh lebih murah untuk mengangkat aktifitas usaha kecil

daripada memobilisasi modal besar untuk pembangunan industri skala besar dan penciptaan
lapangan kerja. Justru sektor informal seperti usaha kecil ini dapat menyerap tenaga kerja dan
cenderung dapat menciptakan lapangan kerja baru. Oleh karena itu Pemerintah harus berpihak
lewat kebijakan yang melonggarkan individu-individu pelaku usaha kecil untuk memulai
ataupun membesarkan usahanya. Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk kemudahan
kredit bagi pelaku bisnis UMKM. Menurut Prasetyantoko (2012:35-40). Perbankan Indonesia
lebih banyak mengucurkan kredit untuk sektor yang tidak banyak menyerap tenaga kerja atau
non-tradable seperti perdagangan, keuangan dan jasa. Sehingga dapat disimpulkan meski
perekonomian tumbuh akibat kucuran kredit pada dunia usaha, tetapi angkatan kerja yang
diserap sangatlah sedikit. Selain itu, kucuran kredit di Indonesia pun lebih banyak untuk
membiayai kegiatan konsumsi dibandingkan modal kerja dan investasi baru. Sementara dalam
pembangunan sosial mengharuskan sebuah syarat yaitu munculnya pelaku-pelaku baru dalam
sektor usaha kecil dan menengah. Untuk merangsang kemunculan UMKM ini tentu harus
didukung dengan kemudahan dalam mengakses kredit usaha.
Kebijakan lain yang juga harus dikeluarkan terkait dengan UMKM adalah, Pemerintah harus
berani mengucurkan anggaran untuk membangun infrastruktur yang memudahkan proses
produksi dan distribusi produk-produk UMKM. Daerah-daerah industri terpadu harus dibangun
dan para pelaku UMKM diberikan prioritas dan kemudahan untuk menggunakan kawasan
terpadu ini. Selain itu untuk memudahkan distribusi barang-barang yang sudah diproduksi,
Pemerintah harus serius membenahi transportasi yang memadai, misalkan dengan pembangunan

pelabuhan-pelabuhan yang dapat menopang aktivitas bongkar muat barang secara cepat, ataupun
membangun jalur transportasi darat khusus yang memudahkan distribusi barang dari pabrik
hingga ke distributor dan konsumen.
Bagaimana keterlibatan dunia usaha dalam penyemaian sektor UMKM? Bersama dengan
Pemerintah, perusahaan-perusahaan besar bisa menjadi Bapak Asuh bagi para pelaku UMKM.
Model Bapak Asuh ini bisa diterapkan dengan pelatihan-pelatihan manajemen bagi pengusaha

kecil. Selain itu, pengusaha-pengusaha kecil ini juga dapat didampingi dalam hal desain produk,
akses pasar, dan kemampuan-kemampuan strategis lain yang dapat mendongkrak pesatnya
UMKM yang baru tumbuh. Perusahaan-perusahaan besar juga dapat mempercayakan sebagian
produksi mereka kepada pelaku UMKM. Sebagai timbal baliknya, Pemerintah dapat
memberikan insentif khusus bagi para pelaku usaha yang sudah mapan dan besar, misalnya
melalui penyaluran kredit yang memungkinkan mereka untuk berekspansi dan berinvestasi pada
sektor-sektor yang sesuai strategi perusahaan mereka. Dengan demikian kehadiran Negara dapat
dirasakan secara nyata baik pada sektor UMKM, tetapi juga pada usaha berskala besar.
Disinilah peran serta dunia usaha sangat diperlukan secara khusus untuk pembangunan sosial
yang selaras dengan pembangunan ekonomi. Konsep Bapak Asuh yang pernah dikemukakan
Presiden Soeharto seharusnya bisa menjadi landasan pembangunan kesejahteraan sosial melalui
sektor bisnis. Seperti yang dicontohkan oleh Bupati Kabupaten Purbalingga Sukento Rido
Marhaendrianto, yang menyatakan akan menyiapkan dana pada APBD 2015 mendukung

perkembangan UMKM Purbalingga dengan pola bapak asuh. Pola Bapak Asuh yang dimaksud
adalah pelaku UMKM yang memproduksi kue dan penganan ringan menitipkan barang-barang
produksinya ke toko-toko kue besar di Purbalingga, tapi produk-produk tersebut telah dibeli
terlebih dulu oleh Pemkab. Dan ketika kue-kue produksi pelaku UMKM laku, maka toko-toko
kue yang besar, seperti Toko Kue Nikmat, itulah yang akan membayarkan ke Pemkab. Sementara
untuk barang-barang yang paling banyak diretur, tidak akan difasilitasi pemasarannya.
Sebaliknya, Pemkab akan mencari penyebab produk tidak diminati dan kemudian ditindaklanjuti
dengan edukasi atau fasilitasi untuk meningkatkan kualitas produksinya. Pola Bapak Asuh yang
diterapkan oleh Toko Kue Nikmat bersama Pemkab Purbalingga inilah yang kemudian dapat
mendongkrak tumbuhnya industri kecil dan menengah dalam bidang pastri dan kuliner di
Kabupaten Purbalingga.
Pembangunan sosial pada akhirnya bukanlah sesuatu yang ideal dan abstrak, tetapi merupakan
pendekatan yang realistis untuk mengangkat kesejahteraan rakyat. Pendekatan ini berbeda
dengan pendekatan melalui filantropi sosial, pekerjaan sosial, dan administrasi sosial, karena
usahanya untuk menghubungkan kebijakan dan program sosial untuk menghubungkan kebijakan
dan program sosial dengan pembangunan ekonomi yang merupakan prakondisi mutlak dari
sebuah kondisi kesejahteraan sosial. Pembangunan sosial akan dengan baik diangkat ketika

Pemerintah memainkan peranan positif dalam memfasilitasi, mengkoordinasi dan mengarahkan
usaha dari kelompok yang berbeda baik dari individu, kelompok dan masyarakat secara efektif

menggunakan pasar, masyarakat dan Negara untuk mengangkat pembangunan sosial.
Untuk merealisasikan perbaikan yang signifikan dalam kesejahteraan sosial dengan memobilisasi
pasar, masyarakat dan Negara dalam konteks pembangunan ekonomi yang lebih luas. Pada
contoh kasus yang sudah diberikan peranan Negara dalam menunjang pembangunan sosial
sangatlah penting tetapi bukan berarti menghasilkan pelarangan pada pasar. Tetapi mekanisme
pasar digunakan secara efektif untuk mengangkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Negara juga tidak melarang hak individu dan usaha masyarakat local seperti yang terjadi pada
kasus dunia komunis. Usaha local sesungguhnya adalah pelengkap pasar dan keterlibatan Negara
dan seringkali program berbasis masyarakat merupakan bagian besar usaha pembangunan sosial.

Daftar Pustaka
Marhaendrianto, Sukento Rido. 2014. Sukento Dukung UMKM Purbalingga Menggunakan Pola
Bapak Asuh. http://jateng.tribunnews.com/2014/10/28/sukento-dukung-umkm-purbalinggamenggunakan-pola-bapak-asuh. 29 Desember 2014 (09:45).
Midgley, James. 2005. Pembangunan Sosial: Perspektif Pembangunan Dalam Kesejahteraan
Sosial. Ditperta Islam Depag RI. Jakarta.
Muhtar, Gunawan. 2010. Kontribusi Organisasi Sosial Dalam Pembangunan Kesejahteraan
Sosial. P3KS Press. Jakarta.
Prasetayantoko, A., Setyo Budiantoro dan Sugeng Bahagijo. 2012. Pembangunan Inklusif:
Prospek dan Tantangan Indonesia. LP3ES. Jakarta.
Soetomo. 2009. Pembangunan Masyarakat; Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta. Pustaka

Pelajar.
Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. PT. Refika Aditama. Bandung.