bab 1 cpo sumatera utara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam
perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional,
perekonomian akan saling terjalin dan tercipta suatu hubungan ekonomi yang saling
mempengaruhi suatu negara dengan negara lain serta lalu lintas barang dan jasa
akan membentuk perdagangan antar bangsa. Perdagangan internasional
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
suatu negara. Terjadinya perekonomian dalam negeri dan luar negari akan
menciptakan suatu hubungan yang saling mempengaruhi antara satu negara
dengan negara lainnya, salah satunya adalah berupa pertukaran barang dan jasa
antar negara.
Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara
subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain.
Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga
negara biasa, perusahaan swasta dan perusahaan negara maupun pemerintah yang
dapat dilihat dari neraca perdagangan. Secara umum perdagangan internasional
dapat dibedakan menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah penjualan

1

barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara ke negara lainnya. Sementara impor
adalah arus kebalikan dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari luar suatu negara yang
mengalir masuk ke negara tersebut.
Perdagangan internasional sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
suatu negara, karena dalam perdagangan internasional semua negara bersaing di
pasar internasional. Salah satu keuntungan perdagangan internasional adalah
memungkinkan suatu negara untuk berspesialisasi dalam menghasilkan barang dan
jasa secara murah, baik dari segi bahan maupun cara berproduksi. Akan tetapi
manfaat nyata dari perdagangan internasional dapat berupa kenaikan pendapatan,
cadangan devisa, transfer modal dan luasnya kesempatan kerja.
Dalam sektor perdagangan internasional, kebanyakan orang cenderung
mengatakan bahwa ekspor lebih penting daripada impor. Tetapi teori mengatakan
berbeda. Dalam teori ekonomi internasional, dikatakan bahwa impor lebih penting
daripada ekspor. Mengapa? Kita tahu bahwa kebutuhan dalam negeri sebuah
negara tidak dapat dipenuhi hanya dari negaranya sendiri tetapi terkadang
membutuhkanbantuan dari negara lain. Logikanya, negara tersebut harus
menghasilkan devisa untuk membayar impornya. Salah satu fungsi dari ekspor
adalah untuk membiayai impor. Jadi, secara alamiah impor lebih penting daripada

ekspor. Dalam analisis impor, lebih banyak perhatian diarahkan untuk menganalisis
impor induced (mY), pengeluaran impor di mana sumber pembiayaannya berasal
dari pendapatan nasional, daripada impor autonomous (Mo), pengeluaran impor di
mana sumber pembiayaannya tidak berasal dari pendapatan nasional. Sehingga,
mereka cenderung untuk menyarankan bahwa cara untuk mengatasi permasalahan
impor adalah melalui pengontrolan pendapatan nasional. Analisis tentang Mo sering
tidak dihiraukan, walaupun Mo bisa juga dijadikan sebagai indikator untuk mengukur
2

kemampuan sebuah negara dalam mengontrol impornya. Pembiayaan Mo bisa
berasal dari banyak sumber, diantaranya adalah utang dan hibah, yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi Mo Indonesia.
Sedangkan untuk negara rekan dagang impor, penelitian ini menggunakan negaranegara anggota OECD (Organization of Economics Cooperation and Development),
karena OECD tidak hanya rekan dagang impor yang penting bagi Indonesia tetapi
juga memberikan utang dan hibah untuk Indonesia.

Kebijakan impor dilakukan karena Indonesia belum dapat memproduksi
semua kebutuhan sendiri. Dengan adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ini
maka Indonesia harus melakukan hubungan dengan luar negeri melalui
perdagangan internasional. Walaupun ekspor dapat memberikan kontribusi yang

sangat besar bagi kemajuan perekonomian suatu negara namun impor juga
memegang peranan yang penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara.
Kebijakan impor sepenuhnya ditujukan untuk mengamankan posisi neraca
pembayaran, mendorong kelancaran arus perdagangan luar negeri, dan
meningkatkan lalu lintas modal luar negeri untuk kepentingan pembangunan, dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Nilai impor Indonesia tidak terlepas dari pengaruh permintaan dalam negeri
atas barang-barang konsumsi dan impor atas bahan baku dan penolong, serta
barang modal yang pasokannya belum dapat dipenuhi seluruhnya oleh industriindustri dalam negeri. Impor ini nantinya akan digunakan untuk proses industri dalam

3

negeridan industri yang berorientasi ekspor. Salah satu barang yang diimpor oleh
Indonesia adalah barang konsumsi, bahan baku dan barang modal.
Analisis tentang sektor perdagangan luar negeri Indonesia selama ini terlalu
didominasi oleh analisis tentang ekspor. Di satu sisi hal ini dapat dipahami karena
ekspor merupakan satu-satunya andalan penghasil devisa yang berasal dari
kekuatan sendiri, sehingga negara berkembang berkepentingan untuk menguasai
pengetahuan tentang penghasil devisanya ini. Peran devisa ini sangat penting,
terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia. Devisa dibutuhkan untuk (1)

membayar impor sekarang, (2) jaminan pembayaran impor tiga bulan mendatang,
(3) membayar utang luar negeri dan bunganya, dan (4) mendukung stabilitas nilai
Rupiah
Namun demikian, di sisi lain, akibat dari kurangnya perhatian terhadap
analisis impor memunculkan dampak buruk, antara lain: (1) masyarakat
menganggap impor kalah penting dibanding ekspor, sehingga menjadi semakin
kurang diperhatikan. (2) efek demonstrasi yang merupakan dampak buruk dari impor
mendapat kesempatan untuk menyebar tanpa hambatan, karena telah terjadi
ketidakpedulian terhadap impor. (3) pola konsumsi penduduk menjadi semakin
terjerat oleh selera ke barang impor, sebagai hasil dari upaya pen-skenario-an selera
yang dilakukan para produsen/eksportir di luar negeri melalui efek demonstrasi dari
strategi pemasarannya
Analisis impor selayaknya mendapat porsi yang seimbang dengan analisis
ekspor, karena impor adalah cerminan kedaulatan ekonomi suatu negara, apakah
barang dan jasa buatan dalam negeri masih menjadi tuan di negeri sendiri.
Suatunegara melakukan impor karena mengalami defisiensi
4

(kekurangan/kegagalan) dalam menyelenggarakan produksi barang dan jasa bagi
kebutuhan konsumsi penduduknya. Ada dua macam defisiensi yang dapat terjadi,

yaitu defisiensi kuantitas dan defisiensi kualitas. Melakukan impor untuk alasan
defisiensi kuantitas masih merupakan suatu kewajaran. Faktor penyebab utamanya
biasanya adalah faktor-faktor alamiah yang nyata, sehingga penyelesaian atau
solusinya juga jelas. Dalam hal ini barang dan jasa dilihat dari fungsi atau
kegunaannya. Peran konsumsi fungsional dalam pola konsumsi relatif rendah bila
dilihat dari proporsi pengeluarannya dalam total pengeluaran untuk konsumsi.
Impor dapat mempunyai peranan yang positif terhadap perkembangan
industri di dalam negeri khususnya dan terhadap perkembangan ekonomi pada
umumnya. Peranan positif impor dapat dilihat dari fungsi impor tersebut dalam
perekonomian suatu negara. Fungsi impor adalah untuk pengadaan bahan
kebutuhan pokok (barang konsumsi), pengadaan bahan baku bagi industri di dalam
negeri, dan untuk pengadaan barang modal yang belum bisa dihasilkan sendiri di
dalam negeri. Fungsi lainnya adalah untuk merintis pasaran di dalam negeri,
merangsang pertumbuhan industri baru, dan perluasan industri yang sudah ada.
Salah satu cara untuk mengetahui ada/tidaknya pasaran bagi komoditas tertentu di
dalam negeri adalah dengan melihat impor. Impor merupakan indikator bahwa
pasarannya ada karena dari angka impor akan dapat diketahui barang-barang mana
yang pasarannya sedang berkembang di dalam negeri.

Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

perekonomian setiap negara di dunia. Hal ini didorong oleh semakin meningkatnya
hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara suatu negara dengan
5

negara lain baik di bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Menurut Dornbusch,
Fischer dan Startz (2008) dan Sugiharini (2006) keadaan ini sering disebut dengan
istilah globalisasi yaitu pergerakan ke suatu perekonomian global. Di era globalisasi
ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa dan
negara yang ingin maju khususnya dalam bidang ekonomi.

Negara-negara melakukan perdagangan internasional dikarenakan dua
alasan utama. Pertama, adanya perbedaan antara satu sama lain seperti kondisi
geografi, iklim, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dan
lain-lain. Kedua, adanya tujuan untuk mencapai skala ekonomis (economies of
scale) dalam proses produksi. Kedua tujuan tersebut memicu untuk menghasilkan
keuntungan (gains from trade) bagi kedua negara yang melakukan perdagangan
(Krugman dan Obstfeld, 1993: 15). Keuntungan tersebut antara lain: (a) memperoleh
berbagai produk yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri, (b) memperluas pasar
produk dalam negeri, (c) memperoleh transfer teknologi yang lebih moderen dari luar
negeri dan (d) memperoleh keuntungan dari spesialisasi (Prajitno dan Saputra,

2012).

Secara umum, kegiatan perdagangan internasional dapat dibedakan
menjadi dua yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah penjualan barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara ke negara lainnya. Sedangkan impor adalah arus kebalikan
dari ekspor, yaitu barang dan jasa dari luar suatu negara yang masuk ke negara
tersebut. Ekspor dan impor ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
suatu negara (Septiana, 2011). Tujuan utama suatu negara melakukan ekspor yaitu

6

menghasilkan devisa untuk membiayai impor negara tersebut, karena ekspor suatu
negara merupakan impor bagi negara lain (Sugiharini, 2006).

Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk
perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang
cendrung berkembang dan memiliki prospek baik ke depan adalah Perkebunan
Kelapa Sawit. Dilihat dari proses awalnya, tanaman kelapa sawit sebagai tanaman
keras akan menghasilkan minyak sawit dan inti sawit yang telah dikenal di Indonesia
sejak jaman Belanda. Sedangkan hilirnya, minyak sawit dan inti sawit tersebut

dapat diolah lebih lanjut dan akan menghasilkan minyak goreng (olein), mentega
dan bahan baku sabun(stearin). Lebih ke hilir lagi, komoditi ini dapat menghasilkan
ratusan produk turunan lainnya yang secara umum dikonsumsi masyarakat dunia
saat ini. Dan saat ini salah satu perkembangan produk turunan kelapa sawit adalah
bahan bakar minyak, dimana dengan ditemukannya teknologi ini otomatis kebutuhan
CPO sebagai produk turunan pertama kelapa sawit meningkat tajam yang pada
akhirnya mendorong kenaikan harga CPO di pasar internasional (Pahan Iyung.
2006).
Sampai saat ini produksi minyak kelapa sawit masih belum mampu
mencukupi kebutuhan dunia di masa mendatang. Padahal saat itu konsumsi CPO
dunia terus meningkat. Indonesia pada tahun depan seharusnya bisa meningkatkan
ekspornya hingga 50% dari total kebutuhan dunia. Sebagai catatan, saat ini
Indonesia masih menguasai 44% persen market share perdagangan CPO dunia.
Sebagian besar pohon kelapa sawit juga membutuhkan peremajaan, sementara
standar hidup yang makin tinggi di berbagai negara juga menambah kebutuhan akan
minyak nabati.
7

Selain kebutuhan pangan, kelapa sawit juga sangat diperlukan di industri
farmasi, kosmetik, baja, bahkan juga biodiesel. Seperti diketahui minyak kelapa

sawit menjadi salah satu sumber energi alternatif bahan bakar yang ramah
lingkungan dan dan dapat diperbarui. Bahkan sesungguhnya Indonesia dapat
menjadi penentu harga sawit dunia, mengingat posisinya sebagai produsen nomor
satu di dunia. Sayangnya fakta saat ini adalah penentuan harga ada di tangan
pembeli bukan penjual.
Produk CPO merupakan komoditas strategis di pasar global, sehingga
kondisi dan harga CPO di pasar domestik sangat dipengaruhi oleh pasar global.
Produk CPO merupakan komoditas ekspor potensial dan memberikan kontribusi
cukup besar bagi perolehan devisa.

Berdasarkan informasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dan pada tahun 2010. Dan
dunia berharap Indonesia memberikan kontribusi besar terhadap kebutuhan CPO
dunia. Hal ini disebabkan Malaysia sebagai salah satu pemasok CPO terbesar dunia
tidak lagi memiliki lahan pengembangan yang baru, hanya bertumpu pada
peningkatan produktivitas sebesar 3% per tahun.
Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan volume 20,5 juta
ton tahun 2009. Indonesia memasok 47% kebutuhan CPO dunia. Indonesia dan
Malaysia menguasai 85% pasar CPO dunia. Yang diantaranya diekspor ke Uni
Eropa. Beberapa negara tujuan ekspor lain adalah India, China, dan Singapura.

Saat ini pasar Eropa merupakan tujuan ekspor terbesar untuk CPO indonesia.

8

Indonesia merupakan produsen minyak sawit kedua terbesar di dunia
setelah Malaysia pada periode 2001-2005. Sejak tahun 2006, jumlah produksi
minyak sawit Indonesia telah melebihi Malaysia. Pada tahun 2002 total produksi
minyak sawit baru mencapai 9,37 juta ton dan pada tahun 2005 total produksi
minyak sawit telah mencapai 14,10 juta ton atau meningkat hampir dua kali lipat
dalam kurun waktu 4 tahun. Sedangkan pada tahun 2009, produksi minyak sawit
Indonesia mencapai 20,5 juta ton. Dibandingkan produksi tahun 2008 sebesar 19,3
juta ton maka terjadi peningkatan sebesar 5,7% dari produksi tahun 2008. Produksi
CPO Indonesia berdasarkan adalah seperti pada Gambar 1.1 berikut.
Sumber: Dirjen Bina Produksi Perkebunan, Deptan RI, 2010

Gambar 1.1. Produksi CPO Indonesia
Berdasarkan uraian diatas, permintaan dunia terhadap produk CPO asal
Indonesia terus meningkat, permintaan negara-negara Uni Eropa terhadap CPO dan
9


produk turunannya asal Indonesia ternyata terus mengalami peningkatan signifikan.
Bahkan, permintaan CPO jauh lebih dominan ketimbang produk turunan CPO.

Pada tahun 2009, ekspor CPO Indonesia ke negara-negara Uni Eropa
sebesar 3,6 juta ton. Dilihat dari komposisi tujuan ekspor, pangsa pasar ekspor
CPO dan produk turunannya yang masuk ke negara-negara Uni Eropa sebesar
16,97% pada tahun 2004, kemudian meningkat menjadi 22,3% pada tahun 2009.
Berdasarkan data diatas, ekspor CPO Indonesia ke beberapa Negara tujuan
tahun 2002 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa pasar ekspor utama
Indonesia adalah Uni Eropa, India dan China. Pada tahun 2002 sampai dengan
2007 Uni Eropa adalah pasar terbesar kedua bagi Indonesia, namun mulai pada
tahun 2008 pasar Uni Eropa sudah menjadi pasar utama bagi Indonesia, hal ini
menunjukkan bahwa masih cerahnya pasar Uni Eropa bagi Indonesia, walaupun Uni
Eropa menerapkan beberapa kebijakan mengenai impor CPO.
Menurut Kementrian BUMN (25 Juni 2009), Uni Eropa menjanjikan insentif
tambahan dan akan menolong eksportir CPO asal Indonesia, terutama yang proses
produksinya bersahabat dengan lingkungan (eco friendly). Insentif tambahan itu
diberikan hanya kepada pengekspor yang memproduksi dan memproses secara
ramah lingkungan, karena maksud dari kebijakan ini adalah kepedulian terhadap
lingkungan.
Dasar pemikiran ini adalah Uni Eropa berupaya meningkatkan pemanfaatan
biofuel di kawasan mereka, dan salah satunya adalah CPO. Insentif tambahan ini
tidak akan merugikan pengekspor crude palm oil (CPO) yang tidak memproduksi

10

secara ramah lingkungan. Semua pengekspor CPO asal Indonesia akan menikmati
tarif yang sama seperti yang diperoleh selama ini, terlepas dari bagaimana CPO itu
diproduksi dan diproses. Maka Uni Eropa tidak pernah akan membatasi ekspor
minyak kelapa sawit asal Indonesia, kenyataannya ekspor CPO Indonesia ke Uni
Eropa memperlihatkan kenaikan. Tentu, jika ada yang menyatakan Uni Eropa
membatasi CPO dari Indonesia, ekspor dari Indonesia ke kawasan itu pasti sudah
turun.
Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa akan terus tumbuh karena Uni Eropa
menerapkan beberapa kebijakan bukan untuk menghentikannya tapi untuk
melindungi lingkungan yang saat ini sudah mulai rusak akibat adanya perkebunan.
Dan ekspor CPO Indonesia tetap menikmati akses penuh dan tanpa hambatan tarif
ke pasar Uni Eropa. Produsen CPO dari Indonesia tidak akan dikenakan tarif yang
lebih tinggi terlepas dari bagaimana minyak kelapa sawit tersebut diproduksi dan
diproses.
Uni Eropa merupakan salah satu pasar alternatif yang strategis bagi produk
Indonesia terutama dari hasil hutan dan Crude Palm Oil (CPO). Produk Indonesia
akan bisa merambah pasar Eropa asalkan memiliki standar produk. UE salah satu
pasar alternatif yang strategis dibandingkan dengan pasar-pasar yang lain. Dengan
demikian akses pasar akan lebih luas ke negara lain.
Peningkatan kerja sama antara Negara Asean - Uni Eropa khususnya Uni
Eropa dan Indonesia. Indonesia membutuhkan line kerja sama tradding
(perdagangan) dan platform mengenai investasi. Kemudian capacity building
karena sebenarnya ekonomi Indonesia dengan ekonomi Uni Eropa itu lebih banyak
komplementernya dibandingkan kompetisinya. Maka banyak produk yang Indonesia
11

unggul dan Uni Eropa membutuhkannya. Dan juga Uni Eropa memiliki teknologi
maupun keuangan yang kuat dan juga membantu Uni Eropa yang begitu besar.
Kedua kekuatan ekonomi ini bisa meningkatkan kerja sama yang lebih
sinergis dibandingkan dengan kerja sama di bidang yang lain. Melalui kerja sama
Negara Asean - Uni Eropa ini diharapkan, Indonesia dapat mengakses teknologi dan
akses keuangan untuk pembangunan di Indonesia. Sekaligus meminta Uni Eropa
membuka pasar untuk produkproduk dari Indonesia.
Produk turunan utama dari CPO yang di produksi oleh Uni Eropa yaitu
minyak makan. berdasarkan data Oil World, produksi minyak makan (edible oil) Uni
Eropa menurun dari 17,08 juta ton di tahun 2000 menjadi menjadi 16,8 juta ton pada
tahun 2003. Kemudian mulai tahun 2004 produksi minyak makan (edible oil) Uni
Eropa meningkat dari 16,9 juta ton pada tahun 2004 hingga mencapai 18,9 juta ton
pada tahun 2009. Peningkatan ini seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Uni
Eropa yang secara langsung dapat meningkatkan kebutuhan akan minyak makan
Uni Eropa.
Produk turunan lainnya yang sedang dikembangkan oleh Uni Eropa adalah
Biodiesel. Uni Eropa merupakan produsen dan pasar biodiesel terbesar di dunia
dengan target pasar sebesar 5,75% dari total konsumsi minyak diesel untuk
transportasi pada tahun 2010.
Data European Biodiesel Board (EBB) juga menunjukkan bahwa produksi
biodiesel Uni Eropa meningkat 64,7% dari 1,93 juta ton di tahun 2004 menjadi 3,18
juta ton di tahun 2005. Lebih tinggi dari periode tahun 2002 – 2004 dimana produksi
biodiesel di Uni Eropa tumbuh 30% - 35% pertahun. Pesatnya pertumbuhan
produksi biodiesel tahun 2005 terutama disebabkan tingginya pertumbuhan produksi
12

di sejumlah Negara produsen terbesar yaitu Jerman, Perancis dan Italia. Selain itu
Negara produsen biodiesel di Uni Eropa meningkat dari 11 negara di tahun 2004
menjadi 21 negara di tahun 2006. Kemudian di tahun 2009 produksi biodiesel Uni
Eropa menjadi 9,05 juta ton seiring dengan peningkatan kapasitas produksi Uni
Eropa. Oil World memprediksikan produksi biodiesel Uni Eropa meningkat dari 3 juta
ton di tahun 2005 menjadi lebih dari 9 juta ton di tahun 2010.
Selain pengembangan produk turunan CPO, penduduk Uni Eropa saat ini
sudah mencapai 500 juta jiwa dengan keanggotaan dari 27 negara. Dengan
bertambahnya penduduk Uni Eropa dan adanya kemungkinan bertambahnya
keanggotaan Uni Eropa, maka diperkirakan akan semakin besar kebutuhan akan
CPO termasuk CPO dari Indonesia.
Untuk ekspor Indonesia dengan tujuan negara - negara Uni Eropa, terdapat
suatu turan/kesepakatan antara negara terkait, yang dikenal dengan REACH
(Registration, Authorisation and Restriction of Chemicals). Aturan yang diterapkan
Uni Eropa terkait penggunaan bahan kimia yang aman ini, dianggap dapat
mengurangi daya saing ekspor CPO dan turunannya. Setiap impor yang masuk ke
Uni Eropa diwajibkan melakukan registrasi/pendaftaran kepada European Chemicals
Agency (ECHA) mengenai kandungan bahan kimia. Pendaftaran produk dapat
dilakukan oleh negara eksportir non Uni Eropa dengan menujuk sebuah perusahaan
yang didirikan Uni Eropa yang bertindak sebagai perwakilan satu-satunya. Pada
akhirnya, aturan tersebut kemudian mengharuskan negara eksportir (seperti
Indonesia) menambah biaya.

13

Tantangan lain yang juga dihadapi Indonesia selaku negara pengimpor CPO
adalah adanya tarif bea masuk, Indonesia dikenakan tarif bea masuk sebesar 3,8%.
Hal ini menyebabkan harga CPO meningkat di negara tujuan ekspor (Eropa).
Ditengah derasnya ancaman boikot produk CPO Indonesia di pasar Negara
maju, ternyata negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa tetap saja terus
mengimpor dari Indonesia, bahkan volumenya semakin meningkat hingga pada
2009. Berdasarkan uraian diatas maka penulis melihat adanya fenomena terhadap
aturan yang diterapkan oleh Uni Eropa, sehingga Indonesia sebagai salah satu
Negara pengekspor CPO ke Uni Eropa dikenakan peraturan dan biaya seperti tariff
bea masuk. Peraturan dan biaya yang dikenakan untuk Indonesia dirasakan
termasuk sulit untuk masuk ke pasar ekspor Uni Eropa. Disamping peraturan
tersebut, produk kelapa sawit Indonesia termasuk crude palm oil (CPO) selama ini
sulit masuk ke pasar Uni Eropa dengan alasan standar kualitas, masalah lingkungan
dan lain-lain.
Selain peraturan yang diterapkan Uni Eropa dan permintaan CPO Indonesia
ke Uni Eropa, saat ini kontiniutas Uni Eropa mengimpor CPO dari Indonesia adalah
untuk mengembangkan produk turunan dari CPO. Produk turunan utama adalah
minyak makan, selain minyak makan produk lainnya yaitu margarine dan bahan
bakar biodiesel, dan untuk memenuhi kebutuhan Uni Eropa akan produk CPO dari
Indonesia guna memproduksi produk turunan CPO, maka permintaan CPO tersebut
akan selalu meningkat.
Kondisi yang terlihat justru semakin meningkatnya ekspor CPO Indonesia ke
Uni Eropa. Sehingga peneliti beranggapan perlu untuk meneliti sejauhmana
pengaruh ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, serta bagaimana arah hubungan
14

tersebut, maka judul yang Universitas Sumatera Utara123diajukan penulis dalam
penelitian ini adalah “Analisis Determinan Ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia
ke Uni Eropa”.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi yang telah dituangkan diatas, maka pembahasan
penelitian ini akan dibatasi pada beberapa pokok perumusan masalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap harga ekspor CPO?
Apakah produksi CPO domestik berpengaruh terhadap harga ekspor CPO?
Apakah harga CPO dunia berpengaruh terhadap harga ekspor CPO?
Apakah harga ekspor CPO berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke

Uni Eropa?
5. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke
Uni Eropa?
6. Apakah produksi CPO domestik berpengaruh terhadap ekspor CPO
Indonesia ke Uni Eropa?
7. Apakah harga CPO dunia berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia ke
Uni Eropa?
8. Apakah pendapatan perkapita berpengaruh terhadap ekspor CPO Indonesia
ke Uni Eropa?
9. Apakah produksi minyak makan berpengaruh terhadap ekspor CPO
Indonesia ke Uni Eropa?
10. Apakah harga minyak mentah dunia berpengaruh terhadap ekspor CPO
Indonesia ke Uni Eropa?

15

1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap
harga ekspor CPO.
2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh produksi CPO domestik
terhadap harga ekspor CPO.
3. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga CPO dunia terhadap
harga ekspor CPO.
4. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga ekspor CPO terhadap
ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
5. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap
ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
6. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh produksi CPO domestik
terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
7. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga CPO dunia terhadap
ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
8. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh pendapatan perkapita
terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
9. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh produksi minyak makan
terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.
10. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh harga minyak mentah dunia
terhadap ekpor CPO Indonesia ke Uni Eropa.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

16

1. Dapat menambah wawasan mahasiswa serta dapat menganalisa
perkembangan salah satu komoditi hasil perkebunan Indonesia yaitu kelapa
sawit.
2. Dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, sehingga dapat bermanfaat pada
pengembangan ekspor CPO Indonesia.
3. Sebagai bahan referensi bagi pihak pihak lain yang berniat untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang masalah ekspor komoditi pertanian Indonesia
secara lebih luas dan mendalam.

A. Latar Belakang
Krisis keuangan global saat ini merupakan pukulan besar bagi
perekonomian seluruh negara di Dunia. Indonesia pun mengalami dampak krisis
keuangan tersebut dengan sempat anjloknya Indeks BEI sebesar 41% sehingga
bursa juga harus ditutup selama 2 hari. Dampak lain dari krisis keuangan tersebut
yakni akan melemahkan daya beli masyarakat luar negeri, sehingga secara
langsung akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia, khususnya ekspor
Indonesia ke AS yang mencapai 20 persen dari total ekspor nasional.

17