MAKALAH Dan VIKTIMOLOGI Hukum 1
MAKALAH
PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KDRT
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Viktimologi
Dosen Pengampu:
Dr.Sri Endah Wahyuningsih,SH,M.Hum
Disusun Oleh:
Erin Niswa (30301207808)
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015/2016
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia.Dalam
keluarga,manusia belajar untuk mulai berinteraksi dengan orang lain.Oleh karena itulah
umumnya orang banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan keluarga.Sekalipun
keluarga merupakan lembaga sosial yang ideal guna menumbuhkembangkan potensi yang
ada pada setiap individu,dalam kenyataannya keluarga sering kali menjadi wadah bagi
munculnya berbagai kasus kekerasan atau aktivitas ilegal lain sehingga menimbulkan
kesengsaraan atau penderitaan yang dilakukan oleh anggota keluarga satu terhadap anggota
keluarga lainnya seperti penganiayaan,pemerkosaan atau bahkan pembunuhan.Hal ini
memicu semakin banyaknya kasus KDRT yang terjadi di masyarakat.Fakta tersebut terlihat
dari berbagai pemberitaan di media massa dan kasus kasus yang ditangani lembaga lembaga
yang peduli terhadap perempuan.Data tahun 2014 dari Komisi Nasional Antikekerasan
Terhadap Perempuan menunjukkan terdapat 8626 kasus KDRT yang dialami oleh
perempuan.Berdasarkan angka tersebut maka rumah tangga menjadi ranah terbesar
penyumbang munculnya 293.220 kasus kekerasan terhadap perempuan 2014 lalu.Namun
ironisnya kasus KDRT sering ditutup tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur
budaya,agama dan sistem hukum yang belum dipahami,padahal perlindungan oleh negara
dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak
pelakunya.Dengan meningkatnya jumlah kekerasan KDRT dan akibat yang timbul pada
korban menyebabkan sebagian masyarakat mengharapkan upaya pemulihan korban KDRT
perlu terus dilakukan,agar korban dapat kembali kepada keadaannya semula,pemulihan
adalah hak yang harus didapatkan korban.Pengaturan kembali mengenai KDRT sehingga
dapat lebih mencakup banyak kekerasan yang sampai kini belum dicakup dalam peraturan
perundang undangan.Diperlukan lembaga yang berskala nasional untuk memberikan
perlindungan
dan
pemulihan
bagi
korban
KDRT,yang
didukung
oleh
pekerja
sosial,psikolog,ahli hukum,dokter.Lembaga ini nantinya dapat diharapkan mencapai tujuan
dengan baik.Dalam lembaga kepolisian diperlukan prosedur khusus dalam penanganan kasus
KDRT ,terutama dalam melibatkan anggota kepolisian wanita yang dikhususkan menangani
kasus KDRT sehingga sehingga korban akan merasa nyaman pada saat melakukan pelaporan.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas,permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah:
1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
2. Bentuk bentuk kekerasan dalam rumah tangga
3. Faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga
4. Dampak tindak kekerasan terhadap perempuan
5. Hak korban tindak kekerasan dalam rumah tangga
6. Cara penaggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan
di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri.Menurut pasal 1 UU Nomor 23
tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga,Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,yang berakibat
timbulnya
kesengsaraan
atau
penderitaan
secara
fisik,seksual,psikologis,dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,pemaksaan,atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.Pasal 2 ayat 1
UU Nomor 23 tahun 2004 menjelaskan lingkup rumah tangga terdiri atas:
a. .Suami,istri dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
b. Orang orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan Suami,Istri dan Anak
karena hubungan darah,perkawinan,persusuan,pengasuhan dan perwalian.
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut
Kemudian pasal 2 ayat 2 menjelaskan orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c
dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga
yang bersangkutan.
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri sebenarnya merupakan unsur
yang berat dalam tindak pidana,dasar hukumnya adalah pasal 356 KUHP yang secara garis
besar isi pasal yang berbunyi:
“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah,ibu istri atau anak diancam
hukuman pidana”.
4
2.2 BENTUK BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Menurut UU No.23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga
dibedakan kedalam 4 (empat) macam:
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,jatuh sakit atau luka
berat.perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
menampar,memukul,meludahi,menarik rambut (menjambak) menendang,menyulut dengan
rokok,memukul/melukai dengan denjata dan sebagainya.
b.Kekerasan psikologis/emosional
Kekerasan
psikologis
atau
emosional
adalah
perbuatan
yang
mengakibat
ketakutan,hilanhnya rasa percaya diri,hilangnya kemampuan untuk bertindak,rasa tidak
berdaya dan/ atau penderitaan psikis berat pada seseorang.Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,komentar komentar yang menyakitkan
atau merendahkan harga diri,mengisolir istri dari dunia luar,mengancam atau menakut nakuti
sebagai sarana memaksakan kehendak.
c.Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi menjauhkan isri dari kebutuhan batinnya,memaksa
melakukan huibungan seksual,memaksa selera seksual sendiri,tidak memperhatikan kepuasan
pihak istri.
d.Kekerasan ekonomi
Setiap orang dialarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan,perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.Contoh
dari kekerasn ini adalah tidak memberi nafkah istri,bahkan menghabiskan uang istri.
5
2.3 FAKTOR YANG MENDORONG TERJADINYA TINDAK KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA
Strauss A.Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(marital violence) sebagai berikut:
1.Pembelaan atas kekuasaan laki laki
Laki laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan
wanita,sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2.Diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami,dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka
istri mengalami tindakan kekerasan.
3.Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak.Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak,maka suami akan menyalahkan
istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
4.Wanita sebagai anak anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki laki menurut hukum,mengakibatkan
keleluasan laki laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
wanita.Laki laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak
melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5.Orientasi peradilan pidana pada laki laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suaminya,diterima sebagai pelanggaran hukum,sehingga penyelesaian kasusnya sering
ditunda atau ditutup.Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya
legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks
harmoni keluarga.
6
Menurut Abdulsyani (1987) menyebutkan faktor penyebab terjadinya tindak
kekerasan lebih difokuskan pada faktor internal dan eksternal.Faktor internal berupa:adanya
gangguan jiwa yang dialami pelaku,kondisi emosional pelaku yang labil atau watak pelaku
yang tempramental,pelaku sebagai penyandang retardasi mental atau pelaku berada dalam
kondisi anomi atau kebingungan.Sedangkan yang menjadi penyebab tindak kekerasan
ditinjau dari faktor eksternal mencakup atas: faktor ekonomi(kemiskinan,pengangguran,dan
pengaruh urbanisasi),faktor agama(kurangnya pengetahuan,pemahaman,dan pengalaman
ajaran agamanya), faktor bacaan dan tontonan atau film yang menampilkan pornografi dan
kekerasan atau sadisme.Selain faktor faktor tersebut ada pula hal penting yang dapat
menimbulkan tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga yaitu aspek aspek
hukum,berupa substansi hukum (content of law),aparat penegak hukum(structure of
law),maupun budaya hukum dalam masyarakat (culture of law) ternyata tidak memihak
terhadap kepentingan perempuan,terutama dalam masalah kekerasan.KUHP yang menjadi
acuan pengambilan keputusan hukum dirasakan sudah tidak memadai lagi untuk mencover
berbagai realitas kekerasan yang terjadi di masyarakat.Nilai nilai budaya yang membenarkan
posisi
subordinat
perempuan
malah
dikukuhkan
dalam
berbagai
perundang
undangan,misalnya dalam UU Perkawinan tahun 1974 yang membedakan dengan tegas peran
dan kedudukan antara suami dan istri.Pasal 31 ayat 3 UU:”Suami adalah kepala keluarga dan
istri adalah ibu rumah tangga”.Pasal 34 ayat 1 dan 2 ditetapkan:”Suami wajib melindungi
istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan
kemampuannya”dan”Istri
wajib
mengatur
urusan
rumah
tangga
dengan
sebaik
baiknya”.Terlihat secara jelas bahwa undang undang tersebut menempatkan istri secara
ekonomi menjadi sangat tergantung kepada suami.
2.4 DAMPAK TINDAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Dampak tindak kekerasan baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup lainnya
dapat ditinjau dari berbagai perspektif sebagai berikut:
a.Tinjauan Psikologis,dampak yang terjadi pada korban dapat berupa:
1) Terisolasi
2) Memiliki perasaan tidak berdaya
3) Selalu menyalahkan diri sendiri
4) Memiliki harga diri rendah
5) Tidak realistis dan memiliki sikap pasrah
7
b.Tinjauan Medis
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia,dampak kekerasan pada korban
akan berakibat antara lain:
1) Aspek fisik korban;
a) Kematian,akibat kekerasan fisik,pembunuhan dan bunuh diri
b) Trauma fisik berat,yaitu memar,patah tulang,hingga cacat
c) Trauma fisik kehamilan yang beresiko pada ibu dan janin
(abortus,infeksi,anemia,dan sebagainya)
d) Luka pada anak sebagai korban dalam kejadian kekerasan
e) Kehamilan yang tidak diinginkan,akibat perkosaan dan kelahiran premature
f) Meningkatnya risiko terhadap kesakitan seperti gangguan haid,infeksi saluran
kencing,dan gangguan pencernaan
2) Aspek psikis korban
a) Gangguan mental, seperti depresi, stres, ketakutan, rendah diri, kelelahan
kronis, putus asa, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan
makanan,kecanduan alkohol,mengisolasi dan menarik diri dari lingkungan;
b) Pengaruh psikologis yang dialami oleh anak akibat sering melihat tindak
kekerasan yang dialami ibunya.
c.Tinjauan Waktu
Secara umum kasus kekerasan terhadap perempuan (penganiayaan dan pelecehan
seksual), korban akan mengalami dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang,yaitu:
1. Dampak Jangka Pendek
Biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari setelah kejadian.Pada umumnya berupa
cedera fisik seperti luka.Dari segi psikologis biasanya korban merasa sangat
marah,jengkel,merasa bersalah,malu dan terhina.Gangguan emosi ini biasanya
menyebabkan kesulitan tidur dan kehilangan nafsu makan.
2. Dampak Jangka Panjang
Dapat terjadi apabila korban kekerasan tidak mendapat penanganan dan bantuan yang
memadai.Dampak yang timbul dapat berupa sikap atau persepsi yang negatif terhadap
laki laki,atau terhadap seks,serta dapat pula mengakibatkan stres pascatrauma yang
8
biasanya ditandai dengan gejala gejala yang khas seperti mimpi buruk atau ingatan
ingatan kejadian yang muncul secara tiba tiba yang berkepanjangan.
2.5 HAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Setelah disahkannya UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga ,yang menjadi hak hak korban terdapat dalam pasal 10:
1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial,atau pihak lain baik sementara maupun berdasarkan penetapan
perintah perlindungan dari pengadilan.Jaminan perlindungan sangat penting untuk
memastikan bahwa bahwa korban tersebut diperlakukan dengan simpatik dan hati hati
oleh penegak hukum,keselamatn dirinya dijamin sehingga kesaksian yang diberikan
dipastikan akan diperoleh untuk menghukum pelaku.
2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.Hak untuk mendapat pemulihan
medis yaitu penyembuhan luka fisik yang diderita korban dengan memberikan
rujukan ke rumah sakit yang menyediakan pelayanan terpadu bagi korban KDRT
psikis, hukum dan sosial terutama untuk mengembalikan kepercayaan dirinya serta
untuk dapat menjalani prosedur hukum setelah mendapat informasi mengenai
prosedur yang akan dijalani dalam proses peradilan pidana.
3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.Hak korban untuk
memperoleh ganti kerugian atas kerugian yang di deritanya baik dari pemerintah
sebagai organisasi yang berkewajiban memberi perlindungan pada dirinya,maupun
dari pelaku kejahatan yang telah menyebabakan kerugian yang luar biasa pada
korban.Ketentuan yang memungkinkan korban mendapat ganti kerugian sangatlah
kurang,terutama karena ganti kerugian yang diperkenankan adalah yang berkenaan
dengan penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan,seperti
dalam kasus KDRT karena kerugian yang dialami sulit diukur dengan materi.
4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.Hak korban
untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus dan keputusan hakim.
5. Pelayanan bimbingan rohani.Bimbingan rohani dilakukan oleh pembimbing rohani
dengan cara memberikan penjelasan mengenai hak hak dan kewajibannya,serta
penguatan iman dan takwa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya
.
9
2.6 CARA PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Untuk menghindari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga diperlukan cara cara
penanggulangan sebagai berikut:
a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlak yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi
dengan baik dan penuh kesabaran.
b. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga,karena didalam
agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibi,bapak,saudara dan orang
lain sehingga antara anggota keluarga saling menghargai setiap pendapat yang ada
c. Harus ada komunikasi yang baik antara suami dan istri agar tercipta sebuah rumah
tangga yang rukun dan harmonis
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai antar anggota keluarga
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan permasalahan yang sering terjadi didalam
rumah tangga.Oleh karena itu harus dilakukan pencegahan secara dini pendidikan agama dan
pengalaman agama dirumah tangga merupakan kunci sukses untuk mencegah terjadinya
KDRT.Untuk mencegah KDRTdirumah tangga harus dikembangkan cinta kasih dan kasih
sayang sejak dini.Ibu bisa berperan besar dalam hal mengajarkan kepada anak anak dirumah
untuk saling mencintai dan saling menyayangi.Oleh karena pelaku utama KDRT pada
umumnya adalah suami,maka peranan para pemuka agama, pendidik, sosiolog, dan
cendekiawan harus berada digarda terdepan untuk terus menyuarakan pentingnya rumah
tangga sebagai unit terkecil dalam masyarakat untuk dibangun secara baik dan jauh dari
KDRT.Betapapun keadaan sebuah rumah,harus menjadi tempat yang memberi kehangatan,
ketenangan, kedamaian, perlindungan dan kebahagiaan kepada seluruh anggota keluarga
3.2 SARAN
a. Didalam UU No.23 tahun 2004 perlu diimplementasikan secara tegas terutama
mengenai ikhwal kewajiban bagi aparat penegak hukum,tenaga
kesehatan,pekerja sosial,relawan pendamping atau pembimbing rohani untuk
melindungi korban agar mereka lebih sensitif dan responsif terhadap
kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan
kerukunan rumah tangga sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat
bahwa segala tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan
terhadap martabat manusia.
b. Untuk menurunkan kasus kasus kekerasan dalam rumah tangga maka
masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan
perempuanmenyebarkan informasi dan mempromosikan anti kekerasan
terhadap perempuan dan anak serta mempromosikan kesetaraan jender.
11
DAFTAR PUSTAKA
Makarao,Muhammad Taufik dkk.2013.Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Jakarta:Rineka Cipta.
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-pidana/174-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kajiandari-perspektif-yuridis-kriminologis
http://m.cnnindonesia.com/nasional/rumah-tangga-jadi-ranah-utama-kekerasan-terhadapperempuan/
12
PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KDRT
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Viktimologi
Dosen Pengampu:
Dr.Sri Endah Wahyuningsih,SH,M.Hum
Disusun Oleh:
Erin Niswa (30301207808)
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015/2016
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia.Dalam
keluarga,manusia belajar untuk mulai berinteraksi dengan orang lain.Oleh karena itulah
umumnya orang banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan keluarga.Sekalipun
keluarga merupakan lembaga sosial yang ideal guna menumbuhkembangkan potensi yang
ada pada setiap individu,dalam kenyataannya keluarga sering kali menjadi wadah bagi
munculnya berbagai kasus kekerasan atau aktivitas ilegal lain sehingga menimbulkan
kesengsaraan atau penderitaan yang dilakukan oleh anggota keluarga satu terhadap anggota
keluarga lainnya seperti penganiayaan,pemerkosaan atau bahkan pembunuhan.Hal ini
memicu semakin banyaknya kasus KDRT yang terjadi di masyarakat.Fakta tersebut terlihat
dari berbagai pemberitaan di media massa dan kasus kasus yang ditangani lembaga lembaga
yang peduli terhadap perempuan.Data tahun 2014 dari Komisi Nasional Antikekerasan
Terhadap Perempuan menunjukkan terdapat 8626 kasus KDRT yang dialami oleh
perempuan.Berdasarkan angka tersebut maka rumah tangga menjadi ranah terbesar
penyumbang munculnya 293.220 kasus kekerasan terhadap perempuan 2014 lalu.Namun
ironisnya kasus KDRT sering ditutup tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur
budaya,agama dan sistem hukum yang belum dipahami,padahal perlindungan oleh negara
dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak
pelakunya.Dengan meningkatnya jumlah kekerasan KDRT dan akibat yang timbul pada
korban menyebabkan sebagian masyarakat mengharapkan upaya pemulihan korban KDRT
perlu terus dilakukan,agar korban dapat kembali kepada keadaannya semula,pemulihan
adalah hak yang harus didapatkan korban.Pengaturan kembali mengenai KDRT sehingga
dapat lebih mencakup banyak kekerasan yang sampai kini belum dicakup dalam peraturan
perundang undangan.Diperlukan lembaga yang berskala nasional untuk memberikan
perlindungan
dan
pemulihan
bagi
korban
KDRT,yang
didukung
oleh
pekerja
sosial,psikolog,ahli hukum,dokter.Lembaga ini nantinya dapat diharapkan mencapai tujuan
dengan baik.Dalam lembaga kepolisian diperlukan prosedur khusus dalam penanganan kasus
KDRT ,terutama dalam melibatkan anggota kepolisian wanita yang dikhususkan menangani
kasus KDRT sehingga sehingga korban akan merasa nyaman pada saat melakukan pelaporan.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas,permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah:
1. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
2. Bentuk bentuk kekerasan dalam rumah tangga
3. Faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga
4. Dampak tindak kekerasan terhadap perempuan
5. Hak korban tindak kekerasan dalam rumah tangga
6. Cara penaggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan
di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri.Menurut pasal 1 UU Nomor 23
tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga,Kekerasan dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,yang berakibat
timbulnya
kesengsaraan
atau
penderitaan
secara
fisik,seksual,psikologis,dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,pemaksaan,atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.Pasal 2 ayat 1
UU Nomor 23 tahun 2004 menjelaskan lingkup rumah tangga terdiri atas:
a. .Suami,istri dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
b. Orang orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan Suami,Istri dan Anak
karena hubungan darah,perkawinan,persusuan,pengasuhan dan perwalian.
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut
Kemudian pasal 2 ayat 2 menjelaskan orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c
dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga
yang bersangkutan.
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri sebenarnya merupakan unsur
yang berat dalam tindak pidana,dasar hukumnya adalah pasal 356 KUHP yang secara garis
besar isi pasal yang berbunyi:
“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah,ibu istri atau anak diancam
hukuman pidana”.
4
2.2 BENTUK BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Menurut UU No.23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga
dibedakan kedalam 4 (empat) macam:
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,jatuh sakit atau luka
berat.perilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
menampar,memukul,meludahi,menarik rambut (menjambak) menendang,menyulut dengan
rokok,memukul/melukai dengan denjata dan sebagainya.
b.Kekerasan psikologis/emosional
Kekerasan
psikologis
atau
emosional
adalah
perbuatan
yang
mengakibat
ketakutan,hilanhnya rasa percaya diri,hilangnya kemampuan untuk bertindak,rasa tidak
berdaya dan/ atau penderitaan psikis berat pada seseorang.Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,komentar komentar yang menyakitkan
atau merendahkan harga diri,mengisolir istri dari dunia luar,mengancam atau menakut nakuti
sebagai sarana memaksakan kehendak.
c.Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi menjauhkan isri dari kebutuhan batinnya,memaksa
melakukan huibungan seksual,memaksa selera seksual sendiri,tidak memperhatikan kepuasan
pihak istri.
d.Kekerasan ekonomi
Setiap orang dialarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan,perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.Contoh
dari kekerasn ini adalah tidak memberi nafkah istri,bahkan menghabiskan uang istri.
5
2.3 FAKTOR YANG MENDORONG TERJADINYA TINDAK KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA
Strauss A.Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
masyarakat dan keluarga yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(marital violence) sebagai berikut:
1.Pembelaan atas kekuasaan laki laki
Laki laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan
wanita,sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2.Diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
wanita (istri) ketergantungan terhadap suami,dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka
istri mengalami tindakan kekerasan.
3.Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh
anak.Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak,maka suami akan menyalahkan
istri sehingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
4.Wanita sebagai anak anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki laki menurut hukum,mengakibatkan
keleluasan laki laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
wanita.Laki laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak
melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5.Orientasi peradilan pidana pada laki laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
suaminya,diterima sebagai pelanggaran hukum,sehingga penyelesaian kasusnya sering
ditunda atau ditutup.Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya
legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks
harmoni keluarga.
6
Menurut Abdulsyani (1987) menyebutkan faktor penyebab terjadinya tindak
kekerasan lebih difokuskan pada faktor internal dan eksternal.Faktor internal berupa:adanya
gangguan jiwa yang dialami pelaku,kondisi emosional pelaku yang labil atau watak pelaku
yang tempramental,pelaku sebagai penyandang retardasi mental atau pelaku berada dalam
kondisi anomi atau kebingungan.Sedangkan yang menjadi penyebab tindak kekerasan
ditinjau dari faktor eksternal mencakup atas: faktor ekonomi(kemiskinan,pengangguran,dan
pengaruh urbanisasi),faktor agama(kurangnya pengetahuan,pemahaman,dan pengalaman
ajaran agamanya), faktor bacaan dan tontonan atau film yang menampilkan pornografi dan
kekerasan atau sadisme.Selain faktor faktor tersebut ada pula hal penting yang dapat
menimbulkan tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga yaitu aspek aspek
hukum,berupa substansi hukum (content of law),aparat penegak hukum(structure of
law),maupun budaya hukum dalam masyarakat (culture of law) ternyata tidak memihak
terhadap kepentingan perempuan,terutama dalam masalah kekerasan.KUHP yang menjadi
acuan pengambilan keputusan hukum dirasakan sudah tidak memadai lagi untuk mencover
berbagai realitas kekerasan yang terjadi di masyarakat.Nilai nilai budaya yang membenarkan
posisi
subordinat
perempuan
malah
dikukuhkan
dalam
berbagai
perundang
undangan,misalnya dalam UU Perkawinan tahun 1974 yang membedakan dengan tegas peran
dan kedudukan antara suami dan istri.Pasal 31 ayat 3 UU:”Suami adalah kepala keluarga dan
istri adalah ibu rumah tangga”.Pasal 34 ayat 1 dan 2 ditetapkan:”Suami wajib melindungi
istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan
kemampuannya”dan”Istri
wajib
mengatur
urusan
rumah
tangga
dengan
sebaik
baiknya”.Terlihat secara jelas bahwa undang undang tersebut menempatkan istri secara
ekonomi menjadi sangat tergantung kepada suami.
2.4 DAMPAK TINDAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
Dampak tindak kekerasan baik dalam lingkup rumah tangga maupun lingkup lainnya
dapat ditinjau dari berbagai perspektif sebagai berikut:
a.Tinjauan Psikologis,dampak yang terjadi pada korban dapat berupa:
1) Terisolasi
2) Memiliki perasaan tidak berdaya
3) Selalu menyalahkan diri sendiri
4) Memiliki harga diri rendah
5) Tidak realistis dan memiliki sikap pasrah
7
b.Tinjauan Medis
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia,dampak kekerasan pada korban
akan berakibat antara lain:
1) Aspek fisik korban;
a) Kematian,akibat kekerasan fisik,pembunuhan dan bunuh diri
b) Trauma fisik berat,yaitu memar,patah tulang,hingga cacat
c) Trauma fisik kehamilan yang beresiko pada ibu dan janin
(abortus,infeksi,anemia,dan sebagainya)
d) Luka pada anak sebagai korban dalam kejadian kekerasan
e) Kehamilan yang tidak diinginkan,akibat perkosaan dan kelahiran premature
f) Meningkatnya risiko terhadap kesakitan seperti gangguan haid,infeksi saluran
kencing,dan gangguan pencernaan
2) Aspek psikis korban
a) Gangguan mental, seperti depresi, stres, ketakutan, rendah diri, kelelahan
kronis, putus asa, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, gangguan
makanan,kecanduan alkohol,mengisolasi dan menarik diri dari lingkungan;
b) Pengaruh psikologis yang dialami oleh anak akibat sering melihat tindak
kekerasan yang dialami ibunya.
c.Tinjauan Waktu
Secara umum kasus kekerasan terhadap perempuan (penganiayaan dan pelecehan
seksual), korban akan mengalami dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang,yaitu:
1. Dampak Jangka Pendek
Biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari setelah kejadian.Pada umumnya berupa
cedera fisik seperti luka.Dari segi psikologis biasanya korban merasa sangat
marah,jengkel,merasa bersalah,malu dan terhina.Gangguan emosi ini biasanya
menyebabkan kesulitan tidur dan kehilangan nafsu makan.
2. Dampak Jangka Panjang
Dapat terjadi apabila korban kekerasan tidak mendapat penanganan dan bantuan yang
memadai.Dampak yang timbul dapat berupa sikap atau persepsi yang negatif terhadap
laki laki,atau terhadap seks,serta dapat pula mengakibatkan stres pascatrauma yang
8
biasanya ditandai dengan gejala gejala yang khas seperti mimpi buruk atau ingatan
ingatan kejadian yang muncul secara tiba tiba yang berkepanjangan.
2.5 HAK KORBAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Setelah disahkannya UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga ,yang menjadi hak hak korban terdapat dalam pasal 10:
1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial,atau pihak lain baik sementara maupun berdasarkan penetapan
perintah perlindungan dari pengadilan.Jaminan perlindungan sangat penting untuk
memastikan bahwa bahwa korban tersebut diperlakukan dengan simpatik dan hati hati
oleh penegak hukum,keselamatn dirinya dijamin sehingga kesaksian yang diberikan
dipastikan akan diperoleh untuk menghukum pelaku.
2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.Hak untuk mendapat pemulihan
medis yaitu penyembuhan luka fisik yang diderita korban dengan memberikan
rujukan ke rumah sakit yang menyediakan pelayanan terpadu bagi korban KDRT
psikis, hukum dan sosial terutama untuk mengembalikan kepercayaan dirinya serta
untuk dapat menjalani prosedur hukum setelah mendapat informasi mengenai
prosedur yang akan dijalani dalam proses peradilan pidana.
3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban.Hak korban untuk
memperoleh ganti kerugian atas kerugian yang di deritanya baik dari pemerintah
sebagai organisasi yang berkewajiban memberi perlindungan pada dirinya,maupun
dari pelaku kejahatan yang telah menyebabakan kerugian yang luar biasa pada
korban.Ketentuan yang memungkinkan korban mendapat ganti kerugian sangatlah
kurang,terutama karena ganti kerugian yang diperkenankan adalah yang berkenaan
dengan penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan,seperti
dalam kasus KDRT karena kerugian yang dialami sulit diukur dengan materi.
4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.Hak korban
untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus dan keputusan hakim.
5. Pelayanan bimbingan rohani.Bimbingan rohani dilakukan oleh pembimbing rohani
dengan cara memberikan penjelasan mengenai hak hak dan kewajibannya,serta
penguatan iman dan takwa sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya
.
9
2.6 CARA PENANGGULANGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Untuk menghindari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga diperlukan cara cara
penanggulangan sebagai berikut:
a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlak yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi
dengan baik dan penuh kesabaran.
b. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga,karena didalam
agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibi,bapak,saudara dan orang
lain sehingga antara anggota keluarga saling menghargai setiap pendapat yang ada
c. Harus ada komunikasi yang baik antara suami dan istri agar tercipta sebuah rumah
tangga yang rukun dan harmonis
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai antar anggota keluarga
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan permasalahan yang sering terjadi didalam
rumah tangga.Oleh karena itu harus dilakukan pencegahan secara dini pendidikan agama dan
pengalaman agama dirumah tangga merupakan kunci sukses untuk mencegah terjadinya
KDRT.Untuk mencegah KDRTdirumah tangga harus dikembangkan cinta kasih dan kasih
sayang sejak dini.Ibu bisa berperan besar dalam hal mengajarkan kepada anak anak dirumah
untuk saling mencintai dan saling menyayangi.Oleh karena pelaku utama KDRT pada
umumnya adalah suami,maka peranan para pemuka agama, pendidik, sosiolog, dan
cendekiawan harus berada digarda terdepan untuk terus menyuarakan pentingnya rumah
tangga sebagai unit terkecil dalam masyarakat untuk dibangun secara baik dan jauh dari
KDRT.Betapapun keadaan sebuah rumah,harus menjadi tempat yang memberi kehangatan,
ketenangan, kedamaian, perlindungan dan kebahagiaan kepada seluruh anggota keluarga
3.2 SARAN
a. Didalam UU No.23 tahun 2004 perlu diimplementasikan secara tegas terutama
mengenai ikhwal kewajiban bagi aparat penegak hukum,tenaga
kesehatan,pekerja sosial,relawan pendamping atau pembimbing rohani untuk
melindungi korban agar mereka lebih sensitif dan responsif terhadap
kepentingan rumah tangga yang sejak awal diarahkan pada keutuhan dan
kerukunan rumah tangga sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat
bahwa segala tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan kejahatan
terhadap martabat manusia.
b. Untuk menurunkan kasus kasus kekerasan dalam rumah tangga maka
masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan
perempuanmenyebarkan informasi dan mempromosikan anti kekerasan
terhadap perempuan dan anak serta mempromosikan kesetaraan jender.
11
DAFTAR PUSTAKA
Makarao,Muhammad Taufik dkk.2013.Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Jakarta:Rineka Cipta.
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-pidana/174-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kajiandari-perspektif-yuridis-kriminologis
http://m.cnnindonesia.com/nasional/rumah-tangga-jadi-ranah-utama-kekerasan-terhadapperempuan/
12