TUGAS AKHIR SAG FINAL PROG

ABSTRAK

Garam merupakan salah satu komoditas strategis yang memiliki arti penting di
Indonesia. Kebutuhan akan garam yang terus meningkat tidak dapat diimbangi dengan
kemampuan produksi dalam negeri. Sehingga, kebutuhan Nasional akan garam diimbangi
dengan diterapkannya kebijakan impor untuk komoditi garam. Untuk kebijakan impor
garam pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara lain: kebijakan Pembatasan
spesifik (specific limitation) berupa Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk
tertentu menerapkan standar SNI, Perizinan impor (import licence) tertuang dalam
Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam,
Partisipasi pemerintah (government participation) (Peraturan Menteri Perindustrian nomor
88 tahun 2014 tentang Peta Panduan (Road Map) Pembangunan Klaster Industri Garam
dengan sasaran jangka pendek dan jangka panjang, Peraturan Menteri Perdagangan nomor
125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam, Pemerintah melalui kementerian Kelautan
dan Perikanan membuat target subsitusi garam sebesar 50% melaui program intensifikasi
10.000 Hektar lahan yang tersebar di Indonesia seperi Madura dan di wilayah pantai utara
pulau jawa yang dalam perencaannnya terealisasi pada tahun 2017, dan penetapan bea
masuk atas barang impor juga berlaku untuk komoditi garam. berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Nomor 6/PMK.010/2017 Tentang Penetapan Sistem
Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor menetapkan
bahwa komoditi garam memiliki beban bea yang harus dibayarkan Importir kepada

pemerintah Indonesia. Penetapan bea masuk mencegah terjadinya pengadaan garam
industri untuk penggunaan garam konsumsi. Penetapan bea masuk yang berbeda antara
jenis-jenis garam dimaksudkan agar terciptanya perlindungan kepada produsen dan
konsumen garam dalam negeri. Pembebanan bea masuk 5-10% dibebankan kepada jenis
garam yang diperuntukkan untuk garam konsumsi. Pembebasan bea masuk atau bea masuk
0% diperuntukkan untuk garam industri.
Kata Kunci : Garam, Kebijakan Impor Garam, Kemenperin, Peraturan Menteri

i

KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK..........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
1.2

TUJUAN..........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN IMPOR......................................................................................3
2.1.1 DASAR HUKUM EKSPOR IMPOR................................................................3
2.1.2 DEFINISI...........................................................................................................3
2.2 TUJUAN KEGIATAN IMPOR..........................................................................4
2.3 KEBIJAKAN IMPOR........................................................................................4
2.3.1 KEBIJAKAN PROTEKSI.................................................................................4
2.3.2 KEBIJAKAN SUBTITUSI IMPOR..................................................................7
2.4 KEBIJAKAN PELARANGAN IMPOR............................................................7
2.5 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IMPOR GARAM DI INDONESIA..............9
BAB III PENUTUP..........................................................................................................17
3.1. KESIMPULAN.............................................................................................17
3.2


SARAN..........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................19
LAMPIRAN.....................................................................................................................19

iii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Neraca Garam Nasional, 2010-2015 (Dalam Ton)..............................................10
Tabel 2.2. Tarif Beban Masuk Garam Impor..................................................................16

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pengelempokan Garam Permenperin No.88/M-IND/PER/10/2014......................10

iv

v

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu dari negara yang termasuk dalam klasifikasi
negara berkembang berpendapatan tinggi menurut klasifikasi World Bank berdasarkan
pendapatan per kapita. Hal tersebut berdasarkan kondisi pendapatan per kapita negara
Indonesia sampai dengan Tahun 2017 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS)
mencapai 3.605,1 dollar AS. Salah satu ciri dari negara berkembang adalah kegiatan
impor yang dilakukan lebih besar dari kegiatan ekspor suatu negara.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa selama Tahun 2017,
Indonesia telah melakukan kegiatan impor sebesar 15,06 miliar USD dengan 83%
diantaranya merupakan komoditi non migas atau sebesar 12,51 miliar USD. Kegiatan
impor tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan data Desember
2016 sebesar 17,83% secara keseluruhan. Sedangkan untuk segmen non migas sendiri
juga mengalami peningkatan kegiatan impor sebesar 12,87%. Sedangkan untuk kegiatan
ekspor, Indonesia telah melakukan kegiatan tersebut sebanyak 14,79 miliar USD dengan
89% diantaranya merupakan komoditi non migas atau setara dengan 13,28 miliar USD.
Secara total, kegiatan ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 6,93% sejak
Desember 2016. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan impor yang dilakukan

Indonesia lebih tinggi daripada kegiatan ekspor sejak 2 tahun terakhir. Hal tersebut
sejalan dengan besarnya presentase peningkatan kegiatan impor dibandingkan ekspor
pada dari Tahun 2016 hingga 2017.
Jenis komoditas yang di impor oleh Indonesia bukan merupakan komoditas yang
tidak mampu diproduksi sendiri, melainkan hasil produksi nasional tidak mampu
memenuhi besarnya kebutuhan salah satunya adalah komoditas garam.
Komoditas garam merupakan komoditi terpenting yang dibutuhkan seluruh
kalangan masyarakat, dari rumah tangga hingga berbagai industri (misalnya industri
kimia, industri pangan, industri tekstil, industri farmasi, dll.). Selain itu, sampai dengan
saat ini belum terdapat subtitusi dari komoditi tersebut. Sehingga merupakan suatu

1

keharusan untuk menggunakan komoditi garam dalam berbagai kegiatan industri dan
rumah tangga. Beragamnya industri yang membutuhkan penggunaan garam, sejalan
dengan beragamnya kandungan garam yang dibutuhkan pada masing-masing industri
tersebut.
Sampai dengan saat ini, kendala yang dihadapi di Indonesia adalah terbatasnya
jenis garam yang mampu diproduksi nasional. Mayoritas garam yang diproduksi oleh
dalam negeri merupakan garam rumah tangga, dimana garam tersebut memiliki

kandungan NaCl dibawah 94%. Sedangkan kebutuhan garam terbesar adalah oleh
industri. Indonesia telah melakukan kegiatan impor garam sejak Tahun 1990 sampai
dengan saat ini. Informasi yang diperoleh dari Buletin APBN Edisi 18 Vol.I, Bulan
September 2016, bahwa total kebutuhan garam Nasional sejak Tahun 2011 hingga 2014
terus mengalami peningkatan. Sedangkan produksi garam nasional di tahun 2011 sudah
tidak mampu memenuhi kebutuhan. Data Tahun 2014 menunjukkan bahwa kebutuhan
akan garam secara nasional adalah sebesar 3.611.990 Ton dengan 59% diantaranya
merupakan garam kebutuhan industri yang memerlukan spesifikasi khusus dengan
kandungan NaCl yang cukup tinggi. Sedangkan total produksi garam nasional adalah
sebesar 2.192.168 Ton. Angka tersebut tidak mampu mengakomodir seluruh kebutuhan
garam nasional. Sehingga pada tahun yang sama, pemerintah melakukan impor garam
sebesar 2.251.577 Ton. Sampai dengan Bulan Juni 2017, komoditi garam yang telah
diimpor oleh Indonesia sebesar 253,8 ribu Ton.
Selain kondisi tersebut, faktor lain yang menyebabkan tingginya kebutuhan
garam di Indonesia adalah faktor iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi terutama
selama dua tahun terakhir. Kondisi tersebut mengakibatkan garam menjadi gagal panen.
Ditambah lagi, faktor teknologi yang belum mendukung mengakibatkan kebutuhan
garam dalam negeri belum dapat terpenuhi. Sampai dengan saat ini, pemerintah masih
mengambil langkah dilakukannya impor garam untuk memenuhi kebutuhan permintaan
garam nasional Berdasarkan kondisi tersebut, dalam makalah ini akan membahas

mengenai kebijakan impor yang ada di Indonesia beserta implementasinya pada
komoditi garam.

2

1.2

TUJUAN

Adapun tujuan pembuatan makalah “Kebijakan Impor Komoditi Garam di
Indonesia” adalah sebagai berikut :
1. Memenuhi tugas akhir mata kuliah Matrikulasi Sistem Agribisnis,
Manajemen Bisnis, IPB, Angkatan E.66
2. Memahami ilmu pengetahuan mengenai kebijakan Impor di Indonesia
3. Memahami implementasi kebijakan impor pada komoditi garam di
Indonesia
BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN IMPOR
2.1.1 DASAR HUKUM EKSPOR IMPOR


Berata (2014) menerangkan bahwa pabean, atau costums, adalah kegiatan yang
menyangkut pemungutan bea masuk pajak dalam rangka impor dan bea keluar untuk
ekspor. Kegiatan ekspor impor berdasar hukum Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan dan Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Undang-undang inilah
yang mengatur keberadaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kapabeanan,
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006; dan
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 112/KMK.04/2003; Keputusan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No. KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) No. P-42/BC/2008.
Undang-undang inilah yang menjadi dasar dari ketentuan yang berlaku bagi kegiatan
impor di Negara Republik Indonesia.

3

2.1.2 DEFINISI


Sutedi (2014) menerangkan bahwa saat ini tidak ada negara yang dapat hidup
tanpa berhubungan dengan negara lain. Semua negara di dunia senantiasa berhubungan
dengan negara lain dalam berbagai bentuk. Hubungan itu tidak terbatas berupa
hubungan yang dilakukan pemerintah saja, tetapi juga perusahaan dan perorangan.
Hubungan antar perusahaan terutama dalam bentuk perdagangan. Perdagangan yang
melibatkan para pihak lebih dari satu negara disebut perdagangan internasional
(international trade) atau bisnis internasional (international business).
Perdagangan internasional atau bisnis internasional terutama dilaksanakan
melalui perjanjian jual beli. Perjanjian jual beli internasional dikenal dengan sebutan
perjanjian ekspor impor.
Secara sederhana, pengertian impor adalah kegiatan memasukkan barang dari
luar daerah Indonesia atau dikenal juga dengan sebutan daerah pabean ke dalam daerah
Indonesia. Adapun menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia dijelaskan bahwa impor adalah kegiatan memasukkan
barang ke dalam daerah pabean. Perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan
impor disebut importir. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah pabean adalah
wilayah Republik Indonesia yang meilputi wilayah darat, perairan, ruang udara di
atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen.
Setiap orang atau perusahaan yang berbadan hukum bila akan melakukan kegiatan

impor, terlebih dahulu melengkapi data-data perusahaan, diantaranya Surat Keterangan
Domisili Usaha (SKDU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), dan Tanda Daftar Perdagangan (TDP).
2.2 TUJUAN KEGIATAN IMPOR

4

Bagi perkembangan perekonomian, transaksi impor merupakan suatu kegiatan
ekonomi

yang

penting.

Dalam

situasi

perekonomian


dunia

yang

belum

menggembirakan, saat ini berbagai usaha dilakukan oleh setiap Negara untuk
meningkatkan sektor ekspornya. Adapun manfaat dari kegiatan impor bagi Indonesia
antara lain memperoleh produk ataupun jasa yang tidak ada di Indonesia, memperoleh
teknologi yang modern, memperoleh bahan baku, serta menjaga kestabilan harga.
2.3 KEBIJAKAN IMPOR

Hadiwinata (2002) menerangkan bahwa dalam rangka melindungi produksi
dalam negerinya dari ancaman produk sejenis yan diproduksi di luar negeri, maka
pemerintah suatu negara biasanya akan menerapkan atau mengeluarkan suatu kebijakan
perdagangan internasional di bidang impor. Kebijakan ini secara langsung maupun tidak
langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk
melindungi/mendorong

pertumbuhan

industri

dalam

negeri

(domestik)

dan

penghematan devisa negara.

2.3.1 KEBIJAKAN PROTEKSI

Dalam praktek perdagangan internasional, sekalipun banyak negara mengklaim
sebagai pendukung perdagangan bebas, tetapi demi kepentingan perlindungan industri
dalam negeri masing-masing hampir semua negara menerapkan kebijakan yang
membatasi masuknya produk asing ke pasar domestik. Ada dua cara yang umum
dilakukan suatu negara untuk membatasi aliran produk asing, yakni penetapan tarif
pungutan impor yang lazim dikenal dengan istilah tariff barriers (hambatan tarif) serta
pembatasan barang melalui peraturan-peraturan khusus yang dikenal dengan sebutan
non-tariff barriers (NTBs).
2.3.1.1 Hambatan Tarif (Tariff Barriers)

5

Tarif pada dasarnya adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh seorang
importir kepada pemerintah untuk membawa masuk suatu barang ke negaranya.
Pemberlakuan pungutan impor ini pada umumnya dilakukan dengan dua cara. Pertama,
jumlah pembayaran yang ditetapkan per unit barang, tanpa memandang nilai barang
tersebut, yang lazim dikenal dengan istilah bea masuk atau cukai spesifik. Kedua,
jumlah pembayaran yang ditetapkan berdasarkan nilai setiap barang yang diimpor.
Sistem ini dikenal sebagai tarif ad valorem. Perbedaannya dengan tarif konvensional
adalah bahwa jumlah uang yang harus dibayarkan sangat bergantung kepada nilai jual
barang tersebut.
Pembebanan tarif terhadap suatu barang dapat mempunyai efek terhadap
perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa efek
tarif tersebut adalah efek terhadap harga (price effect), efek terhadap konsumsi
(comsumption effect), efek terhadap produk (protective/import substitution effect), serta
efek terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect).
Alasan pembebanan tarif yakni:
1. Yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan
 Memperbaiki dasar tukar
Pembebanan tarif dapat mengurangi keinginan untuk mengimpor. Ini
berarti bahwa untuk sejumlah tertentu ekspor menghendaki jumlah impor
yang lebih besar, sebagian daripadanya diserahkan kepada pemerintah
sebagai pembayaran tarif.

 Infant-industry
Pembebanan tarif terhadap barang dari luar negeri dapat memberi
perlindungan terhadap industri dalam negeri yang sedang tumbuh ini.
 Diversifikasi
Pembebanan tarif industri dalam negeri dapat berkembang sehingga
dapat memperbanyak jumlah serta jenis barang yang dihasilkan terutama
oleh negara yang hanya menghasilkan satu atau beberapa macam barang
saja.

 Employment

6

Pembebanan tarif mengakibatkan turunnya impor dan menaikkan
produksi dalam negeri.

 Anti-dumping
Pembebanan tarif terhadap barang yang berasal dari negara yang
menjalankan politik dumping supaya tidak terkena akibat jelek daripada
politik tersebut.
2. Yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan

 To keep money at home
Dengan pembebanan tarif impor, maka impor akan berkurang sehingga
akan mencegah larinya uang ke luar negeri.

 The low wage
Negara yang tingkat upahnya tinggi tidak dapat mengadakan hubungan
dengan negara yang tingkat upahnya rendah tanpa menanggung risiko
akan turunnya tingkat upah. Untuk melindungi para pekerja yang
upahnya tinggi dari persaingan para pekerja yang upahnya rendah maka
negara yang tingkat upahnya tinggi tersebut perlu membebankan tarif
bagi barang yang berasal dari negara yang tingkat upahnya rendah

 Home market
3. Yang tidak dapat diuji atau dibuktikan, karena mengandung premis ekonomi
yang salah
2.3.1.2 Hambatan Non Tarif (Non-Tariff Barriers)
Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan perdagangan
selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi
manfaat perdagangan internasional.
A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff
barrier) sebagai berikut :
1. Pembatasan spesifik (specific limitation) :

7

Pembatasan spesifik meliputi larangan impor secara mutlak, pembatasan impor
(quota system), peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan
kesehatan / karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan
kebudayaan, perizinan impor (import licence), embargo, dan hambatan pemasaran /
marketing.

2. Peraturan bea cukai (customs administration rules):
Peraturan bea cukai meliputi tatalaksana impor tertentu, penetapan harga
pabean, penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex control),
consulat formalities, peraturan pengemasan ( packaging / labelling regulations),
dokumentasi yang dibutuhkan, pengujian standard mutu (quality and testing standard),
pungutan administrasi (fees), dan klasifikasi tarif (tariff classification).
3. Partisipasi pemerintah (government participation)
Partisipasi pemerintah meliputi pembentukan kebijakan pengadaan pemerintah,
subsidi dan insentif ekspor, countervailing duties, domestic assistance programs, dan
trade-diverting
4. Biaya Impor (Import charges)
Biaya Impor meliputi import deposits, supplementary duties, dan Variable levies

2.3.2 KEBIJAKAN SUBTITUSI IMPOR

Subtitusi impor merupakan kebijakan perdagangan dan ekonomi oleh suatu
negara yang mendukung penggantian barang impor asing dengan barang produksi
dalam negeri. Kebijakan ini didasarkan pada anggapan bahwa sebuah negara harus
mengurangi ketergantungannya pada negara asing dengan mengembangkan produk
industri dalam negerinya.

8

2.4 KEBIJAKAN PELARANGAN IMPOR

Selain memiliki dampak positif, perdagangan internasional memiliki dampak
negatif bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya, terutama terhadap produk
dalam negeri yang memiliki daya saing lemah. Untuk mengatasi masalah itu
pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan, salah satunya kebijakan
pelarangan impor. Kebijakan ini, secara langsung maupun tidak langsung pasti akan
mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk mendorong atau
melindungi pertumbuhan industri dalam negeri (domestik) dan penghematan devisa
negara.
Kebijakan larangan impor adalah tidak diperbolehkannya barang asing
yang berasal dari luar negeri untuk masuk ke dalam negara bersangkutan dengan alasanalasan tertentu, baik alasan kesehatan, ekonomi atau politik. Sebagai contoh, suatu
negara menerapkan pelarangan impor sapi yang bertujuan agar para peternak sapi bisa
berkembang dan tidak bergantung pada luar negeri. Sehubungan dengan itu menurut
Ahman “pelarangan impor barang tertentu merupakan pelarangan atau pembatasan
impor barang-barang tertentu, terutama terhadap barang yang diproduksi di dalam
negeri yang dianggap memiliki daya saing lemah” (Ahman, 2006).
Selain dari yang disebutkan diatas, kebijakan larangan impor dilakukan untuk
menghindari barang yang dapat merugikan masyarakat. Misalnya melarang impor
daging sapi yang mengandung penyakit Anthrax. Kebijakan ini biasanya dilakukan
karena alasan politik dan ekonomi. Menurut Dijen KPI Kemendag tahun 2011 dalam
Firii (2014), ada tiga sasaran kebijakan larangan impor, yaitu:
1. Kebijakan Larangan Impor Berorientasi Lingkungan Hidup.
2. Kebijakan Larangan Impor Untuk Melindungi Industri Dalam Negeri dan
3. Menjaga Balance of Payments
Di Indonesia, larangan untuk membuka keran impor garam tidak akan
melindungi industri dalam negeri, hal ini disebabkan karena industri mengandalkan
garam sebagai bahan bakunya sementara kuota produksi garam dalam negeri
selama ini belum cukup dan belum bisa memenuhi kebutuhan garam nasional
yang membutuhkan standar kualitas yang sangat bervariasi. Kualitas garam yang
9

diperlukan

industri dalam negeri yang bervariasi yaitu misalnya industri kimia

memerlukan garam dengan kandungan NaCl minimal 96%, industri makanan dan
minuman memerlukan garam dengan kandungan NaCl minimal 97%, serta industri
farmasi memerlukan garam dengan kandungan NaCl yang lebih tinggi lagi yaitu
minimal 99,8%. Industri perminyakan memerlukan garam dengan kandungan NaCl
yang sedikit lebih rendah yaitu minimal 95%, serta industri water treatment dan
penyamakan kulit memerlukan garam dengan kandungan NaCl yang lebih rendah yaitu
85%. Selain garam dengan kualitas kadar NaCl yang tinggi, kualitas garam lain yang
dipersyaratkan oleh industri adalah batas maksimal kandungan logam berat seperti
kalsium dan magnesium yang tidak boleh melebihi 400 ppm untuk industri aneka
pangan, ambang batas maksimal 200 ppm serta kadar air yang rendah untuk industri
chlor alkali plan (Gatra, 2015). Terlihat bahwa garam yang dibutuhkan sektor industri
menuntut kualitas yang lebih tinggi dibandingkan untuk garam konsumsi rumah tangga
atau garam lokal.
Apabila dibandingkan antara kebutuhan nasional dan kemampuan produksi,
maka produksi garam nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan dari sisi konsumsi
saja, sementara untuk kebutuhan bahan baku industri masih bergantung pada
impor. Meskipun garam konsumsi telah dipenuhi oleh produksi dalam negeri, namun
ternyata sebagian besar produksi garam rakyat tersebut masih membutuhkan proses
pengolahan lebih lanjut untuk dapat memenuhi segala standar yang dibutuhkan
hingga layak dikonsumsi oleh masyarakat (Efendy, Zainuri dan Hafiluddin, 2014).
Di sisi lain, pemerintah juga harus melindungi sektor industri yang membutuhkan
garam. Mereka juga merupakan stakeholder penting yang harus dilindungi terkait
dengan kebijakan garam, dan jangan sampai kebijakan yang diambil oleh pemerintah
merugikan salah satu stakeholder penting tersebut. Hal ini mengingat bahwa industri
pengguna garam juga sangat memegang peranan penting dalam ekonomi.
Selain itu kebijakan pemerintah melakukan pengetatan impor garam industri
dinilai berpotensi mengganggu ekspor industri pengguna garam yang mencapai
US$ 28,2 miliar per tahun. Dimana, nilai tambah dari impor garam industri yang hanya
sebesar 100 juta dollar AS per tahun, jelas lebih menguntungkan ketimbang pengetatan
izin impor yang berisiko menghambat industri untuk lebih maju (liputan6, 2017). Di

10

satu sisi pemerintah harus melidungi petani garam mengingat bahwa 85%
produksi di Indonesia dihasilkan oleh garam rakyat dan hanya 15% dari total produksi
garam yang dihasilkan oleh PT. Garam (KKP, 2015). Meskipun produksi garam dalam
negeri yang sebenarnya dari jumlah tidak sedikit, namun karena produksi garam
tidak dikelola dengan teknologi tinggi maka sebagian besar garam yang dihasilkan
petani rakyat masih menghadapi kendala dalam menghasilkan garam dengan
kualitas yang memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh industri.
Itulah

sebabnya

pemerintah

Indonesia

tidak

menerapkan

kebijakan

pelarangan impor garam industri sehingga mengeluarkan Permendag 125 Tahun 2015
tentang ketentuan impor garam. Permendag tersebut juga merupakan realisasi dari
deregulasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada 2015, untuk mendongkrak
pertumbuhan industri dan ekonomi. Di sisi lain, keluarnya peraturan tersebut merupakan
tentangan bagi penambak garam dalam negeri untuk bisa meningkatkan produksi dan
mutu garam produksinya,

agar

bisa

digunakan

bahan

baku

bagi

industri.

Sehubungan dengan dibukanya keran impor garam, pemerintah akan tetap ingin
membenahi tata niaga garam meski tidak ada larangan impor lantaran saat ini bisnis
garam yang berasal dari impor menjadi sarang praktik monopoli.
2.5 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IMPOR GARAM DI INDONESIA

Garam merupakan salah satu komoditas strategis yang memiliki arti penting di
Indonesia. Mengingat garam tidak hanya digunakan untuk keperluan rumah tangga
namun juga sebagai bahan baku yang diperlukan dalam berbagai dunia industri.
Klasifikasi garam sebagai bahan baku rumah tangga dan industri didasari kepada
kandungan zat NaCl dan kandungan zat lainnya yang terkandung di dalam garam
tersebut. Berdasarkan Permenperin No. 88/M-IND/PER/10/2014 Garam merupakan
produk dari kelompok industri kimia dasar Chlor Alkali yang terdiri dari garam
konsumsi dan garam industri dengan berbagai turunnya (gambar 2.1.)

11

Gambar 2.1. Pengelempokan Garam Permenperin No.88/M-IND/PER/10/2014

Total kebutuhan garam Nasional baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun
indsutri terus meningkat. Tahun 2018 diperkirakan dibutuhkan 750 ribu ton garam
untuk kebutuhan rumah tangga dan lebih dari 3 juta ton untuk kebutuhan industri
(Widyarama, 2018). Kebutuhan akan garam yang terus meningkat tidak dapat diimbangi
dengan kemampuan produksi dalam negeri. Sehingga, kebutuhan Nasional akan garam
diimbangi dengan diterapkannya kebijakan impor untuk komoditi garam (Tabel 2.1.)

12

Tabel 2.1. Neraca Garam Nasional, 2010-2015 (Dalam Ton)
No.

Uraian
2010

I

II
III

Tren

Tahun

Kebutuhan 3.003.550
Garam
1.200.800
Konsumsi
Garam
1.802.750
Industri
Produksi
30.600
Impor
2.083.285

2011

2012

2013

2014

2015

3.228.750 3.270.086 3.573.954 3.532.719 3.750.284
1.426.000 1.466.336 1.546.454 1.281.494 1.303.095

(%)
20102015
4,29
0,4

1.802.750 1.802.750 2.027.500 2.251.225 2.447.189

6,8

1.113.118 2.071.601 1.087.715 2.190.000 2.840.000
2.835.755 2.212.507 1.922.269 2.267.095 1.861.850

98,7
-3.85

Sumber: KKP(2016) dalam Ingot dan Titis (2016)

Produksi garam nasional saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan garam
konsumsi. Tidak dapat terpenuhinya kebutuhan garam disebabkan oleh dua faktor
utama yaitu kemampuan produksi dan kualitas hasil yang rendah. Keadaan tersebut
didasari kepada teknologi produksi masih bergantung kepada cuaca dan iklim kemarau
yang relatif pendek, produksi garam dengan pola padat karya, lokasi penggaraman
mempunyai skala yang bervariasi, struktur kepemilikan lahan, keterbatasan modal, serta
harga garam yang rendah sehingga terjadi alih fungsi lahan pegaraman rakyat (Lintang,
2013 dalam Syarifudin, 2013)
Kualitas garam yang dihasilkan dalam hal ini kandungan NaCl yang rendah juga
mengakibatkan garam rakyat tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku Industri. Berdasarkan faktor-faktor di atas pemerintah mengambil langkah untuk
melakukan Kebijakan Impor Garam.
Upaya pemerintah dalam melakukan kebijakan pada garam pada dasarnya
memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari segi konsumsi
maupun industri. Selain itu, kebijakan tersebut juga dapat melindungi dan memberikan
peluang agar usaha dibidang garam dapat tumbuh dan berkembang. Berbagai kebijakan
terkait impor garam telah diimplementasikan dan dievaluasi penerapannya oleh
pemerintah.

13

Untuk kebijakan impor garam pemerintah menerapkan kebijakan non tarif barrier antara
lain;
1.

kebijakan Pembatasan spesifik (specific limitation)
a. berupa Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu menerapkan
standar SNI. Penerapan aturan ini dapat melindungi konsumen dari masuknya
produk-produk berkualitas rendah. Penerapan SNI dapat juga melindungi
industri dalam negeri karena dalam standar bisa dibuat suatu spesifikasi khusus
yang dapat diterapkan industri dalam negeri namun sulit diterapkan oleh industri
di luar negeri.
b. Perizinan impor (import licence)
Tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang
Ketentuan Impor Garam.
Yang mana pelaku impor harus memiliki izin dari pemerintah sebelum
melakukan impor garam. Hal ini bertujuan agar aktifitas impor dilakukan jika
industry dalam negeri tidak bisa memenuhi permintaan garam oleh konsumen,
ini bertujuan agar industri garam dalam negeri dapat terlindungi dari dampak
negatif produk luar negeri.

2.

Partisipasi pemerintah (government participation) berupa:
a. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 88 tahun 2014 tentang Peta Panduan
(Road Map) Pembangunan Klaster Industri Garam dengan sasaran jangka
pendek dan jangka panjang yaitu:


Jangka pendek (2010-2014):

Intensifikasi Peningkatan produktifitas lahan dan kualitas produk garam
Fasilitasi Infrastruktur (saluran primer, sekunder dan pintu air), penerapan
manajemen mutu lahan dan sistem panen untuk meningkatkan produktifitas
lahan pengaraman dan kualitas garam rakyat.
Peningkatan produksi, distribusi dan konsumsi garam beryodium
Ekstensifikasi lahan produksi garam


Jangka panjang (2010-2025):

Melanjutkan intensifikasi Peningkatan produktifitas lahan dan kualitas
produk garam
14

Indonesia mampu swasembada garam konsumsi dan industri
Melanjutkan ekstensifikasi lahan produksi garam
Yodisasi garam
b. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor
Garam. Dalam peraturan ini importer harus mendapat persetujuan pemerintah
terlebih dahulu sebelum melakukan impor, yang mana pemerintah akan
mengkaji kebutuhan garam dalam negeri baik untuk konsumsi mapun untuk
industri dan besar produksi garam dalam negeri sehingga Pelaksanaan impor
betul sesuai kebutuhan. Selain itu garam yang diimpor juga melalui seleksi
berupa spesifikasi dan kualitas yang susai dengan Standard Nasional Indonesia
(SNI)
Pemerintah melalui kementerian Kelautan dan Perikanan membuat target
subsitusi garam sebesar 50% melaui program intensifikasi 10.000 Hektar lahan yang
tersebar di Indonesia seperi Madura dan di wilayah pantai utara pulau jawa yang dalam
perencaannnya terealisasi pada tahun 2017.
Hal ini juga didukung oleh Kementerian Perindustrian melalui Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor. 88 tahun 2014 Tentang Peta Panduan (Road Map)
Pembangunan Klaster Industri Garam.
Dapat disimpulkan kebijakan pemerintah untuk merealisasikan subtitusi impor garam
untuk saat ini yaitu:
1) Intensifikasi lahan untuk industri garam
Dengan tujuan meningkatkan produksi garam dan peningkatan kualitas garam
2) Perbaikan fasilitas infrastruktur
Seperti perbaikan saluran primer, sekunder, pintu air, pembuatan kolam air tua,
pemasangan geo isolator, geo membran dan lainnya hal ini juga bertujuan untuk
produktifitas lahan dan kualitas garam.
3) Peningkatan produksi, distribusi, dan konsumsi garam beryodium untuk mencapai
USI (universal salt lodization)
4) Ekstensifikasi lahan

15

Dengan pengembangan lahan diseliruh Indonesia seperti Madura-sampang 2000 ha,
NTB Bima 500 ha, NTT Flores 2000 ha, Kupang 6000 ha.
5) Pengembangan Kelembagaan
Berupa

pembinaan

asosiasi

produsen

garam

secara

berkesinambungan,

menfasilitasi berdirinya unit usaha bersama/koperasi, Menfasilitasi berdirinya UPT
garam, koordinasi instansi/ lembaga terkait baik di pusat maupun di daerah dalam
rangka pembinaan industri garam.
Dengan terlaksananya kebijakan subtitusi impor garam diatas kita optimis bisa
mensubtitusi impor garam sebesar 50% atau sekitar 1000 ton garam dari 2000 ton total
impor garam pada tahun 2016.
Selain itu dari data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti yang diutaran
Ibu Susi Pudjiastuti pada senin 5 Januari 2015 kepada detik finance kita mengalami
surplus 500.000 ton produksi garam konsumsi, ini juga bisa dimanfaatkan untuk
subtitusi impor garam industri.
Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan telah mengeluarkan berbagai
kebijakan yang mengatur regulasi dan tata aturan mengenai impor garam dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesi Nomor: 230 MPP/Kep/7/1997 tentang barang yang Diatur Tata Niaga
Impornya yang kemudian mengalami pengkhususan dengan dikeluarkannya Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor: 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang ketentuan impor garam
dan selanjutnya mengalami beberapa kali perubahan mula dari:
1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 44/M-DAG/PER/10/2007 tentang
Ketentuan Impor Garam,
2. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang
Ketentuan Impor Garam,
3. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 88/M-DAG/PER/10/2015 tentang
Ketentuan Impor Garam, hingga
4. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang
Ketentuan Impor Garam.

16

Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang
Ketentuan Impor Garam telah mencabut peraturan-peratuan menteri sebelumnya karena
telah dianggap sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan. Peraturan ini membahas
terkait:
1. Ketentuan Garam yang dapat diimpor, perusahaan yang dapat mengimpor,
dan peraturan yang harus dilaksanakan oleh importir.
2. Rencana kebutuhan ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar
kemenentrian terkait.
3. Garam konsumsi hanya dapat diimpor oleh BUMN yang ditugaskan oleh
Pemerintah dengan keadaan apabila terjadinya gagal panen raya atau
kebutuhan garam konsumsi tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam
negeri.
Dikeluarkannya Permendag No 125/M-DAG/PER/12/2015 memiliki tujuan agar
terciptanya peningkatan daya saing nasional dengan adanya penyederhanaan regulasi
pada proses perizinan impor garam. Akan tetapi, penyederhanaan izin tersebuh
ditanggapi berbeda dari sisi produsen garam dalam negeri khususnya para petani garam
(garam rakyat) yang menguasai lebih dari 80% produksi dalam negeri. Para petani
garam berpendapat kebijakan yang terbaru menghilangkan kewajiban-kewajiban
penyerapan garam rakyat dan persyaratan-persyaratan yang dinilai memberatkan impor
garam sudah tidak ada lagi. Selain itu, peraturan tersebut membuat siapa saja dapat
melakukan imporkapan saja dan tanpa adanya pengaturan harga (Jajeli, 2016).
Kekhawatiran para petani garam dapat teratasi dengan adanya pasal yang
mengatur tentang impor garam konsumsi yang hanya boleh dilakukan oleh pemerintah
dengan memberikan penugasan kepada BUMN yang bergerak dibidang penggaraman.
Penugasan tersebut didasarkan atas ketidaktersidaan stok garam konsumsi akibat gagal
panen ataupun stok tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi. Pengimporan garam
industri

juga

harus

berdasarkan

kesepakatan

dalam

rapat

koordinasi

antar

kementerian/lembaga terkait.

17

Permasalahan yang timbul pada penentuan rencana kebutuhan garam industri
adalah ketidakcocokannya data antara lembega/kementrian terkait dalam hal ini
Kementrian Kelautan dan Perikanan yang bertanggung jawab atas produksi garam
rakyat

dan

perusahaan,

Kementrian

Perindustrian

yang

bertanggung

jawab

terhadapproduksi dan kebutuhan garam untuk industri manufaktur, dan Kementrian
Perdagangan yang bertanggung jawab tata niaga, ekspor, dan impor garam. Maka,
diperlukan lembaga diluar ketiga kementrian tersebut yang bergerak secara independen
untuk mengumpulkan dan mengolah data terkait kebutuhan garam serta kemampuan
produski dalam negeri.
Kebijakan impor garam melarang importir untuk memperdagangkan dan /atau
memindahtangankan garam industri yang telah diimpornya kepada pihak lain. Akan
tetapi, menurut Ardiyanti (2016) perbedaan klasifikasi garam antara garam dunia
dengan garam nasional juga dapat menimbulkan permasalahan perdagangan luar negeri
khususnya pada saat impor. Klasifikasi garam dunia berdasarkan kode HS tidak
membedakan peruntukkan garam konsumsi ataupun garam industri sehingga garam
impor yang masuk ke dalam negeri masih sulit dibedakan apakah garam tersebut garam
konsumsi atau garam produksi yang meningkatkan resiko merembesnya garam impor
sebagai garam konsumsi.
Penetapan bea masuk atas barang impor juga berlaku untuk komoditi garam.
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor 6/PMK.010/2017 Tentang
Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang
Impor menetapkan bahwa komoditi garam memiliki beban bea yang harus dibayarkan
Importir kepada pemerintah Indonesia. Penetapan bea masuk mencegah terjadinya
pengadaan

garam

industri

untuk

penggunaan

garam

konsumsi.

Dengan

diklasifikasinnya garam dengan kadar NaCl di atas 97% pada kolom tersendiri memiliki
peran sebagai gerbang awal agar tidak terjadi pembelian garam impor untuk industri ke
pasar garam konsumsi. Namun, ada beberapa permasalahan yang belum dapat
terselesaikan dengan adanya perbedaan bea masuk antara garam konsumsi dengan
garam industri. Tabel bea masuk garam impor di sajikan pada tabel 2.

18

Tabel 2.2. Tarif Beban Masuk Garam Impor
No

Pos Tarif/ Uraian Barang

Bea

HS Code
25.01

Masuk
Garam dan Natrium Khlorida murni, dalam
larutan air atau mengandung tambahan bahan
anti-caking atau free-flowing maupun tidak; air

1
2
3
4

laut
2501.00.10 Garam meja
2501.00.20 Garam batu tidak diproses
2501.00.30 Air Laut
Lain-lain:
2501.00.91 Dengan kandungan natrium klorida lebih dari 60%

5,0%
10,0%
10,0%
10,0%

tetapi kurang dari 97%, dihitung dari basis kering
5

diperkaya dengan yodium
2501.00.92 Dengan kandungan natrium klorida 97 % atau lebih 0,0%

tetapi kurang dari 99,9%, dihitung dari basis kering
Sumber : Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor 6/PMK.010/2017.

Penetapan bea masuk yang berbeda antara jenis-jenis garam dimaksudkan agar
terciptanya perlindungan kepada produsen dan konsumen garam dalam negeri.
Pembebanan bea masuk 5-10% dibebankan kepada jenis garam yang diperuntukkan
untuk garam konsumsi. Pembebasan bea masuk atau bea masuk 0% diperuntukkan
untuk garam industri. Hal ini dimaksudkan agar produsen dalam negeri (garam rakyat)
yang saat ini baru mampu memenuhi kebutuhan garam konsumsi dapat terlindungi dari
persaingan harga garam impor yang memiliki harga lebih murah dibandingkan harga
garam produksi dalam negeri.
Pembebasan bea masuk untuk garam industri diharapkan dapat memberikan
harga yang kompetitif dan dapat diterima konsumen yang dalam hal ini para pelaku
industri berbahan baku garam. Adanya wacana untuk memberlakukan bea masuk 10%
untuk garam industri agar dapat memberikan kesempatan para produsen garam untuk
menciptakan garam berkualitas industri yang dapat bersaing. Wacana tersebut mendapat
penolakan dari para pelaku industri pengguna garam. Mereka beranggapan kebijakan
tersebut dinilai bakal menggerus daya saing industri pengguna garam.
19

BAB III PENUTUP

3.1.

KESIMPULAN

Garam merupakan salah satu komoditas strategis yang memiliki arti penting di
Indonesia. Mengingat garam tidak hanya digunakan untuk keperluan rumah tangga
namun juga sebagai bahan baku yang diperlukan dalam berbagai dunia industri.
Produksi garam nasional saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan garam
konsumsi. Kualitas garam yang dihasilkan dalam hal ini kandungan NaCl yang rendah
juga mengakibatkan garam rakyat tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku Industri. Berdasarkan faktor-faktor di atas pemerintah mengambil langkah
untuk melakukan Kebijakan Impor Garam.
Upaya pemerintah dalam melakukan kebijakan pada garam pada dasarnya
memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari segi konsumsi
maupun industri. Selain itu, kebijakan tersebut juga dapat melindungi dan memberikan
peluang agar usaha dibidang garam dapat tumbuh dan berkembang. Berbagai kebijakan
terkait impor garam telah diimplementasikan dan dievaluasi penerapannya oleh
pemerintah.
Untuk kebijakan impor garam pemerintah menerapkan beberapa kebijakan antara
lain:
1.

kebijakan Pembatasan spesifik (specific limitation) (berupa Peraturan
atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu menerapkan standar SNI.
Penerapan aturan ini dapat melindungi konsumen dari masuknya produk-produk
berkualitas rendah),

2.

Perizinan impor (import licence) tertuang dalam Peraturan Menteri
Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam (pelaku
impor harus memiliki izin dari pemerintah sebelum melakukan impor garam.

20

Hal ini bertujuan industri garam dalam negeri dapat terlindungi dari dampak
negatif produk luar negeri)
3.

Partisipasi pemerintah (government participation) berupa:
a. Peraturan Menteri Perindustrian nomor 88 tahun 2014 tentang Peta
Panduan (Road Map) Pembangunan Klaster Industri Garam dengan
sasaran jangka pendek dan jangka panjang yaitu:
 Jangka pendek (2010-2014):
Intensifikasi Peningkatan produktifitas lahan dan kualitas produk
garam


Fasilitasi Infrastruktur (saluran primer, sekunder dan pintu air),

penerapan manajemen mutu lahan dan sistem panen untuk
meningkatkan produktifitas lahan pengaraman dan kualitas garam
rakyat.
Peningkatan produksi, distribusi dan konsumsi garam beryodium


Ekstensifikasi lahan produksi garam

 Jangka panjang (2010-2025):


Melanjutkan intensifikasi Peningkatan produktifitas lahan dan

kualitas produk garam


Indonesia mampu swasembada garam konsumsi dan industri



Melanjutkan ekstensifikasi lahan produksi garam



Yodisasi garam

b. Peraturan Menteri Perdagangan nomor 125 tahun 2015 tentang
Ketentuan Impor Garam. Dalam peraturan ini importer harus mendapat
persetujuan pemerintah terlebih dahulu sebelum melakukan impor, yang
mana pemerintah akan mengkaji kebutuhan garam dalam negeri baik
untuk konsumsi mapun untuk industri melalui seleksi berupa spesifikasi
dan kualitas yang susai dengan Standard Nasional Indonesia (SNI).
c. Pemerintah melalui kementerian Kelautan dan Perikanan membuat
target subsitusi garam sebesar 50% melaui program intensifikasi 10.000
Hektar lahan yang tersebar di Indonesia seperi Madura dan di wilayah

21

pantai utara pulau jawa yang dalam perencaannnya terealisasi pada
tahun 2017.
d. Penetapan bea masuk atas barang impor juga berlaku untuk komoditi
garam. berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor
6/PMK.010/2017 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan
Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor menetapkan bahwa
komoditi garam memiliki beban bea yang harus dibayarkan Importir
kepada pemerintah Indonesia. Penetapan bea masuk mencegah
terjadinya pengadaan garam industri untuk penggunaan garam
konsumsi. Penetapan bea masuk yang berbeda antara jenis-jenis garam
dimaksudkan agar terciptanya perlindungan kepada produsen dan
konsumen garam dalam negeri. Pembebanan bea masuk 5-10%
dibebankan kepada jenis garam yang diperuntukkan untuk garam
konsumsi. Pembebasan bea masuk atau bea masuk 0% diperuntukkan
untuk garam industri. Hal ini dimaksudkan agar produsen dalam negeri
(garam rakyat) yang saat ini baru mampu memenuhi kebutuhan garam
konsumsi dapat terlindungi dari persaingan harga garam impor yang
memiliki harga lebih murah dibandingkan harga garam produksi dalam
negeri.
3.2

SARAN

1. Adanya Integrasi pengembangan industri garam
2. Pembangunan gudang garam nasional dan penerapan
sistem resi gudang (SRG) sebagai sistem jaminan
persediaan garam
3. Perbaikan teknologi agar dapat meningkatkan kuantitas dan
kualitas garam nasional, salah satunya dengan
menggunakan teknologi geomembran oleh produsen garam

22

DAFTAR PUSTAKA
Ahman, Eeng. 2006. Membina Kompetensi Ekonomi. Bandung (ID): PT Grafindo
Media Pratama
Ardiyanti ST. 2016. Produkis Garam Indonesia Di dalam: Zamroni S, Ernawati M,
editor. Info Komoditi Garam. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Al Mawardi Prima, Jakarta. hlm 7-30.
Berata IKO. 2014. Panduan Praktis Ekspor Impor. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Grup.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2018. Nilai ekspor Indonesia Desember 2017 mencapai
US$14,79 miliar dan Nilai impor Indonesia Desember 2017 mencapai US$15,06
miliar.

[Internet].

[diunduh

2018

Februari

20].

Dapat

diunduh

dari:

https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/01/15/1416/nilai-ekspor-indonesiadesember-2017-mencapai-us-14-79-miliar-dan-nilai-impor-indonesia-desember2017-mencapai-us-15-06-miliar.html
[Detik.com]. 2015. Cara Menteri Susi Stop Impor Garam. [Internet]. [diunduh 2018
Feb

19].

Tersedia

Pada:

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-

2794697/ini-cara-menteri-susi-setop-impor-garam-mulai-akhir-2015
Effendy, M.,Zainuri, M., Hafiluddin. 2014. Persembahan Program Studi Ilmu Kelautan
untuk Maritim Madura. Intensifikasi Lahan Garam Rakyat di Kabupaten
Sumenep. Bangkala (ID): UTM Press
Firii. 2014. “Pelarangan Impor”, Pelarangan Impor Sebagai Bentuk Kebijakan
Pemerintah Mengatur Kondisi Perdagangan Indonesia. [Internet]. [diunduh 2018
Feb 19]. Tersedia pada: https://firiijb.wordpress.com/2014/06/12/pelaranganimpor-sebagai-bentuk-kebijakan-pemerintah-dalam-mengatur-kondisiperdagangan-di-indonesia/
Firman, M. 2017. Amankan Industri Lokal, Kemenperin Dorong Kebijakan Non-Tarif.
[Internet].

[diunduh

2018

Feb

19].

Tersedia

pada:

23

http://katadata.co.id/berita/2017/02/22/lindungi-industri-domestik-menperindorong-kebijakan-non-tarif
Gatra. 2015. Hingga Akhir 2015, Kebutuhan Garam Nasional 2.6 Juta Ton. [Internet].
[diunduh

2018

Feb

15].

Tersedia

pada:

http://www.gatra.com/ekonomi/industri/143400-hingga-akhir-2015,-kebutuhangaram-nasional-2,6-juta-ton
Hadiwinata BS. 2002. Politik Bisnis Internasional. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Hariyanti, Dini. 2015. Utamakan Domestik, Cheetam Substitusi 10% Impor Garam
Industri.

[Internet].

[diunduh

2018

Feb

19].

Tersedia

pada:

http://industri.bisnis.com/read/20150318/257/413310/utamkan-domestikcheetham-substitusi-10-impor-garam-industri
Ingot SR, Titis KL. 2016. Konsumsi Garam. Di dalam: Zamroni S, Ernawati M, editor.
Info Komoditi Garam. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Al
Mawardi Prima, Jakarta. hlm 31-47.
Jajeli R. 2016 Mar 30. Gubernur Jatim Keberatan Permendag 125 Tentang Impor
Garam.

Detik.

[Internet].

[diunduh

2018

Feb

19].

Tersedia

pada:http://finance.detik.com/industri/3175512/gubernur-jatim-keberatan-permen
dag-125-tentang-impor-garam
[Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2015. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam. Jakarta (ID):Kemendag.
[Kemenkeu] Kementeian Keuangan. 2017. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6
Tahun 2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif
Bea Masuk Atas Barang Impor. Jakarta (ID): Kemenkeu.
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2014.
Nomor

88

Tahun

2014

tentang

Peraturan Menteri Perindustrian

Perubahan

Atas

Peraturan

Nomor

134/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan (Road Map) Pengembangan
Klaster Industri Garam. Jakarta (ID): Kemenperin.

24

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Laporan Kinerja Kementerian
Kelautan dan Perikanan Tahun 2014. [Internet]. [diunduh tanggal 2018 Feb 17].
Tersedia pada: http://kkp.go.id//assets/uploads/2015/03/LAKIP-KKP-2014.pdf
Kusuma, H.2017. Ini Sederet Pangan Yang Diimpor RI. [Internet] [diunduh tanggal
2018

Feb

17].

Tersedia

pada:

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3584236/ini-sederet-panganyang-diimpor-ri
Liputan 6. 2017. Pemerintah Kembali Buka Keran Impor Garam. [Internet]. [diunduh
2018 Feb 19]. Tersedia pada:http://bisnis.liputan6.com/read/3023018/pemerintahkembali-buka-keran-impor-garam
Margaretha. 2012. Ciri-Ciri Negara Maju dan Berkembang. [Internet]. [2018 Feb 19].
Tersedia pada: http://margarethabinakusuma.blogspot.co.id/2012/08/negara-majudan-berkembang.html
Poskota News. 2017. Pendapatan Penduduk Indonesia Per Kapita Rp 47.96 Juta.
[Internet].

[diunduh

2018

Feb

19].

Tersedia

pada:

http://poskotanews.com/2017/02/06/pendapatan-perkapita-penduduk-indonesiarp-4796-juta/
Pramudyani, YD. 2015. Kadin Minta Pemerintah Susun Strategi Substitusi Impor.
[Internet].

[diunduh

tanggal

2018

Feb

19].

Tersedia

pada:

https://www.antarnews.com/berita/475689/kadin-minta-pemerintah-susunstrategi-substitusi-impor
Prasetyo. S.W, Adhi. 2017. Petani Garam vs Impor Garam. [Internet]. [diunduh 2018
Feb

19].

Tersedia

pada:

https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-file/buletin-apbnpublic-18.pdf
Sutedi A. 2014. Hukum Ekspor Impor. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Grup.

25

Syariffudin, 2013. Kebijakan Garam Nasional: Dilema Potensi dan Permasalahan
Produksi.

[Internet].

[diunduh

2018

Feb

19].

Tersedia

pada:https://shalifijarresearchcenter.wordpress.com/2013/06/06/kebijakan-garamnasional-dilema-potensi-dan-permasalahan-produksi/
Widyarama MF. 2018 Jan 23. Menteri Susi: Garam Impor Hanya Untuk Industri. Berita
Umum Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. [Internet].
[diunduh 2018 Feb 19]. Tersedia pada:http://kkp.go.id/2018/01/23/menteri-susigaram-impor-hanya-untuk-industri

LAMPIRAN

26