BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Jawab Perdata Induk Perusahaan di Dalam Suatu Perusahaan Grup

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun
dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai
induk dan anak perusahaan.1 Pertumbuhan perusahaan grup di Indonesia
semakin pesat dan perusahaan grup semakin menjadi tren yang dipilih oleh
pelaku usaha di Indonesia meskipun belum terdapat pengakuan yuridis
terhadap status perusahaan grup. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup
di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan
nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan
mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka
panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah dikumpulkan, ataupun
perintah peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya
perusahaan grup.2
Contoh peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya
perusahaan grup yaitu Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi, khususnya pada Pasal 10 yang menyatakan bahwa, (1) Badan

Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu
dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan
1

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,
Jakarta, 2013, h. 16.
2
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Group di Indonesia,
Erlangga, Jakarta, 2010, h. 1.

1

Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu. Kemudian
pada Pasal 13 menyatakan bahwa (1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk
Usaha tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah Kerja. (2) Dalam hal Badan
Usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengusahakan beberapa Wilayah Kerja,
harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap Wilayah Kerja. Pasalpasal tersebut mengatur mengenai dua ketentuan yang melarang atau
membatasi suatu badan usaha untuk menjalankan lebih dari satu kegiatan
usaha migas sebagaimana dimaksud, kecuali kegiatan usaha migas tersebut
dijalankan melalui konstruksi perusahaan grup. 3

Peraturan perundang-undangan lain yang mendorong terbentuknya
perusahaan grup terdapat pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengizinkan seseorang
untuk mendirikan suatu perseroan. Memori penjelasan Pasal 7 ayat (1)
tersebut menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan “orang” adalah orang
perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum
Indonesia atau asing. Memori penjelasan Pasal 7 ayat (1) ini memang tidak
ditujukan secara khusus sebagai bentuk pengaturan perusahaan grup. Namun,
perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan lain
berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui
kepemilikan saham.4
Dalam suatu perusahaan grup terdapat induk perusahaan5 dan anak
perusahaan6 yang dapat dikatakan keduanya memiliki hubungan khusus antar

3

Ibid., h. 65.
Sulistiowati, Op.Cit., h. 20.
5
Induk perusahaan merupakan pimpinan sentral di dalam suatu perusahaan grup, yang

merupakan pemegang saham mayoritas dari saham anak perusahaan, sehingga didalam suatu
4

2

badan hukum mandiri. Induk perusahaan merupakan pemegang saham
mayoritas dari anak perusahaan. Kepemilikan saham induk pada anak
perusahaan menjadi alasan keberadaan bagi lahirnya keterkaitan induk dan
anak perusahaan. Keterkaitan induk dan anak perusahaan ini memberikan
kewenangan kepada Induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan
sentral perusahaan grup.7 Induk perusahaan atau yang biasa disebut holding
company adalah suatu perusahaan yang kegiatan utamanya adalah
melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya
melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen anak-anak perusahaan.8
Pengendalian induk terhadap anak perusahaan tersebut ditujukan untuk
mendukung operasional dan tujuan strategis dari kepentingan bisnis
perusahaan grup.
Pengendalian induk terhadap anak perusahaan memungkinkan induk
untuk mendominasi pengurusan anak perusahaan. Hal ini berimplikasi kepada
ketidakmandirian yuridis anak perusahaan, karena anak perusahaan harus

menjalankan instruksi induk perusahaan. Dominasi induk terhadap pengurusan
anak perusahaan tidaklah selalu menimbulkan kerugian, tetapi kemungkinan
besar dapat menyebabkan opportunity lost pihak ketiga sebagai akibat dari
perbuatan hukum anak perusahaan yang menjalankan instruksi induk

(lanjutan footnote 5) perusahaan grup induk perusahaan dapat mengendalikan kegiatan anak
perusahaan. Dikatakan pemegang saham mayoritas karena induk perusahaan memiliki lebih dari
50% saham dari anak perusahaan.
6
Anak perusahaan di dalam suatu grup merupakan perusahaan yang berada di bawah
kendali induk perusahaan karena mayoritas saham anak perusahaan dimiliki oleh induk
perusahaan, sehingga dalam menjalankan kegiatannya anak perusahaan melaksanakan instruksi
dari induk perusahaan dan orientasi bisnis dari anak perusahaan bditujukan untuk mendukung
kepentingan bisnis perusahaan grup.
7
Ibid., h. 5.
8
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2000, h. 153.


3

perusahaan. Karena konstruksi pengaturan ini memberikan peluang kepada
munculnya moral hazard atas sikap oportunitas induk perusahaan yang
memanfaatkan celah hukum dengan diberlakukannya limited liability9.
Dalam penelitian ini penulis akan lebih membahas pada perusahaan
grup yang anggotanya baik induk maupun anak perusahaan merupakan
Perseroan Terbatas (PT) karena terdapat pula anak perusahaan dari suatu
perusahaan grup berbentuk Firma (Fa) atau Commanditaire Venootschap (CV)
yang bukan berbentuk badan hukum. Pada prinsipnya, anak perusahaan dalam
perusahaan grup tidak harus berbentuk perseroan.10 Sedangkan untuk induk
perusahaan juga tidak ada keharusan bahwa induk perusahaan harus berbentuk
PT karena terdapat pula induk perusahaan yang berbentuk yayasan. Bentuk PT
dipilih karena PT merupakan badan hukum dan subjek hukum. Selain itu,
dalam PT terdapat pemisahan harta antara harta pribadi dan harta perseroan.
Dan juga PT merupakan salah satu bentuk badan usaha yang paling dipilih
oleh pelaku usaha khususnya di Indonesia.
Bentuk perusahaan grup dapat terjadi melalui dua cara. Cara pertama
adalah dengan sengaja didirikan PT baru, cara yang kedua, dengan jalan
mengambil alih saham dari PT yang sudah ada dan sudah berjalan yaitu yang

lebih dikenal dengan sebutan “akuisisi” atau pengambilalihan.11 Berdasarkan
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyatakan bahwa Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih
9

Sulistiowati, Loc.Cit.
Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,
Jakarta, 2013, h. 16, dikutip dari Simanjuntak, 1994, Perusahaan Kelompok, h. 5.
11
Rudhi Prasetyo, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, h. 64.
10

4

saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan
tersebut. Terjadinya perusahaan grup juga terdapat cara lain yaitu melalui
pemisaham usaha dan joint venture.
Di Indonesia sudah terdapat pengaturan mengenai konsep dari

perusahaan grup tetapi belum terdapat pengaturan yang secara khusus
mengatur mengenai tanggung jawab di dalam perusahaan grup maka untuk
pengaturan tanggung jawab di dalam perusahaan grup sendiri masih
digunakan pengaturan mengenai Perseroan Terbatas atau dengan kata lain
masih digunakan pendekatan perseroan tunggal. Peraturan perundangundangan di Indonesia yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas (PT)
adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau
biasa disebut UU PT. Dalam UU PT belum mengatur secara khusus mengenai
perusahaan grup. Tetapi terdapat beberapa ketentuan dalam UU PT yang dapat
diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam suatu grup. Hal
tersebut dikarenakan setiap anggota perusahaan grup, baik induk maupun anak
perusahaan merupakan badan hukum mandiri, tergabungnya suatu perusahaan
dalam perusahaan grup tidak menghapuskan status badan hukum perusahaan
tersebut sebagai perseroan tunggal (di sebut bentuk jamak secara yuridis).
Sehingga beberapa ketentuan UU PT masih diterapkan untuk perusahaan grup.
Dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa, Pemegang saham
Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan
melebihi saham yang dimiliki. Dari ketentuan tersebut apabila diterapkan pada
perusahaan grup maka dapat dikatakan bahwa induk perusahaan sebagai


5

pemegang saham dari anak perusahaan hanya bertanggung jawab sebesar
jumlah saham yang dimilikinya atas kerugian yang dialami anak perusahaan
atau atas tidak mampunya anak perusahaan memenuhi kewajiban terhadap
pihak ketiga. Tanggung jawab terbatas pemegang saham ini biasa disebut
sebagai limited liability. Berlakunya prinsip hukum perseroan sebagai subjek
hukum mandiri menyebabkan induk perusahaan tidak bertanggung jawab atas
perbuatan hukum anak perusahaan.12
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa induk perusahaan
merupakan pimpinan sentral dalam suatu perusahaan grup sehingga dapat
melakukan pengawasan terhadap kegiatan dari anak perusahaan. Sehingga
kurang tepat apabila limited liability diberlakukan kepada induk perusahaan,
meskipun induk perusahaan merupakan pemegang saham mayoritas dari anak
perusahaan tetapi di sisi lain induk perusahaan juga memiliki posisi sebagai
pimpinan sentral dalam suatu perusahaan grup yang dalam hal ini ikut
mengatur dan mengawasi kegiatan anak perusahaan.
Limited liability kurang tepat apabila diberlakukan pada induk
perusahaan juga dikarenakan induk perusahaan memiliki kewenangan berbeda
dibanding dengan pemegang pada umumnya. Melalui Rapat Umum Pemegang

Saham, holding company, sebagai pemegang saham dapat13:
1. menentukan anggota Direksi perseroan;
2. menentukan Komisaris perusahaan;
3. melakukan pengawasan terhadap jalannya perseroan dan juga hal-hal lain
yang diwajibkan oleh Undang-Undang.
12

Sulistiowati, Op.Cit., h. 11.
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2000, h. 187.
13

6

Selain itu pemberlakuan limited liability pada perusahaan grup dirasa
tidak tepat apabila anak perusahaan mengalami kerugian atau tidak mampu
memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari
induk perusahaan, sementara induk perusahaan memperoleh perlindungan
limited liability dengan bertanggung jawab tidak melebihi jumlah saham yang
dimiliki pada anak perusahaan. Tidak mampunya anak perusahaan dalam hal

ini adalah aset dari anak perusahaan yang tidak mencukupi untuk membayar
utang kepada kreditor (pihak ketiga) dan tidak mampunya anak perusahaan
tersebut terjadi dikarenakan anak perusahaan melaksanakan instruksi dari
induk perusahaan yang merupakan pimpinan sentral dalam suatu grup
perusahaan.
Apabila limited liability tetap di berlakukan kepada induk perusahaan
dikawatirkan induk perusahaan akan memanfaatkan tanggung jawab terbatas
tersebut untuk menghindari tanggung jawab atau mengambil keuntungan
tanpa memikirkan apa yang akan terjadi pada kondisi atau eksistensi dari anak
perusahaan. Misalnya dengan melakukan eksternalisasi kegiatan usaha yang
beresiko kepada anak perusahaan. Jika induk perusahaan dengan sengaja
memanfaatkan limited liability untuk menghindari tanggung jawab atau
memperoleh keuntungan tertentu, maka pada dasarnya yang dirugikan adalah
kreditor, pemegang saham minoritas, dan karyawan dari anak perusahaan.
Oleh sebab itu, seharusnya induk perusahaan tidak dilindungi dengan limited
liability karena anak perusahaan berada di bawah pengawasan dari induk
perusahaan. Terdapat ketentuan dalam pasal 1367 KUHPerdata menyatakan
bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang

7


disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau
disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.
Penerapan dan adopsi prinsip limited liability merupakan respon
terhadap aspek ekonomi dari perusahaan tunggal, sehingga tidak diarahkan
kepada perusahaan grup.14 In the simple corporation, the insulation of the
shareholder as investor from liability for the debts of the enterprise was
accomplished by limited liability for the investor. In the corporate group, the
extension of limited liability to the parent was not necessary to accomplish
this result.15 Pada perusahaan tunggal tanggung jawab pemegang saham
sebagai investor atas hutang perusahaan di selesaikan dengan tanggung jawab
terbatas. Pada perusahaan kelompok, perluasan dari tanggung jawab terbatas
pada induk perusahaan tidak diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang
terjadi. Karena pada dasarnya induk perusahaan diuntungkan dari adanya
limited liability.
Dalam UU PT juga diberlakukan doktrin piercing the corporate veil.
Secara harafiah piercing the corporate veil berarti mengoyak/menyingkapi
tirai/kerudung perusahaan. Sedangkan dalam ilmu hukum perusahaan istilah
tersebut sudah merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu
proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan
lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku
(badan hukum), tanpa melihat pada fakta bahwa perbuatan tersebut

14

Sulistiowati, Op.Cit., h. 64.
Phillip I.Blumberg, “Limited Liability and Corporate Group”, Unconn Library Faculty
Article and Paper, 1986, h. 607.
15

8

sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku tersebut.16 Doktrin piercing the
corporate veil diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU PT yang menyatakan,
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan
pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak
langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi
utang Perseroan.
(ketentuan ayat (1) mengatur mengenai limited liability)
Doktrin piercing the corporate veil mengasumsikan tanggung jawab
terbatas diibaratkan seperti cadar yang berpotensi untuk di salah gunakan oleh
pemegang saham (khususnya pemegang saham mayoritas atau pengendali)
untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan memposisikan PT
sebagai alter ego atau dummy (boneka) dari pemegang saham mayoritas atau
pengendali. Dan PT dijadikan instrumen untuk kepentingan pemegang saham
tersebut. Dengan demikian, sangat mungkin terjadi percampuran kepentingan
PT dengan kepentingan pemegang saham secara pribadi. Atau dengan kata
lain, secara substansial, tidak ada pemisahan harta lagi PT dengan harta
pribadi pemegang saham17.
Dalam bukunya yang berjudul Doktrin-Doktrin Modern dalam
Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Munir Fuady,
menuliskan beberapa contoh fakta yang secara universal mestinya teori
piercing the corporate veil dapat diterapkan, diuraikan pada poin 12 yaitu ....
Perusahaan holding dalam kelompok usaha lebih besar, kecenderungannya
untuk dimintakan tanggung jawab hukum atas kegiatan anak perusahaannya

16

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam
Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, h. 7.
17
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Griya Media, Salatiga, 2011, h. 104.

9

ketimbang pemegang saham individu dari perusahaan tunggal....18. Pada
dasarnya induk perusahaan memang berbeda dengan pemegang saham pada
perusahaan tunggal. Penerapan doktrin piercing the corporate veil dalam
perusahaan grup bertujuan untuk melindungi pihak ketiga dari anak
perusahaan apabila induk perusahaan dengan sengaja memanfaatkan limited
liability untuk menghindari tanggung jawab atau memperoleh keuntungan.
Permasalahnya adalah, keuntungan yang diterima oleh pemegang
saham dalam hal ini induk perusahaan menimbulkan kerugian pada pihakpihak lain yang juga memiliki kepentingan terhadap perseroan. Untuk
mengimbanginya, tanggung jawab pemegang saham yang semula bersifat
terbatas kemudian diabaikan dan kepadanya diberlakukan tanggung jawab
secara pribadi.19 Sehingga untuk perusahaan grup khususnya untuk induk
perusahaan yang merupakan pemegang saham mayoritas anak perusahaan,
doktrin piercing the corporate veil dapat diterapkan apabila terbukti induk
perusahaan memanfaatkan limited liability yang diberikan untuk menghindari
tanggung jawab atau memperoleh keuntungan bagi induk perusahaan ataupun
untuk perusahaan grup.
Di dalam perusahaan grup, setiap PT dipandang mempunyai
kedudukan yang mandiri, sekalipun diantara beberapa PT itu mempunyai
hubungan sebagai induk perusahaan dan anak perusahaan, atau hubungan
sister company. Hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan,
atau hubungan sister company itulah dalam peraturan perundang-undangan
fiskal disebut sebagai “hubungan istimewa”. Dan manakala dalam bidang
18

Munir Fuady, Op.Cit., h. 9.
Tri Budiyono, Transplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi Benturan, Griya Media,
Salatiga, 2009, h. 152.
19

10

fiskal antara dua PT terdapat hubungan istimewa, maka keadaan antara kedua
PT tidak dipandang sebagai dua badan yang mandiri, melainkan dipandang
sebagai satu kesatuan ekonomis20. Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UndangUndang No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang
No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, menyatakan bahwa deviden
termasuk menjadi objek pajak.21 Tetapi menurut kententuan dan penjelasan
Pasal 4 ayat (3) huruf f, menyatakan hal tersebut dapat dikecualikan terhadap
perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan istimewa (dalam hal ini
perusahaan yang memiliki saham minimal 25% saham perseroan lain).
Penyatuan orientasi kegiatan usaha induk dan anak-anak perusahaan
yang ditujukan untuk membentuk suatu kesatuan ekonomi dapat
menggunakan analogi dari tiga tingkatan stategi yang bersifat hierarkis, yang
meliputi sebagai berikut22:
1. Strategi korporasi merupakan strategi pada tingkat perusahaan grup. Induk
perusahaan merumuskan strategi korporasi, termasuk tujuan dan cara
pencapaiannya, yang dijabarkan menjadi strategi bisnis anak-anak
perusahaan.
2. Strategi bisnis anak-anak perusahaan ini ditujukan untuk mendukung
kepentingan perusahaan grup, sebagaimana yang diformulasikan dalam
strategi korporasi.
3. Direksi anak perusahaan menjabarkan strategi fungsional untuk masingmasing fungsi yang meliputi keuangan, produksi, pemasaran, dan sumber
daya manusia untuk mendukung strategi bisnis anak perusahaan.
Setiap perusahaan grup menjalankan fungsi sebagai kesatuan ekonomi.
Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan
mensinergikan kegiatan bisnis anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan
ekonomi yang secara kolektif mendukung kepentingan bisnis kelompok.

20

Kesatuan ekonomi disini merupakan gabungan dari perseroan-perseroan tunggal yang
terkait secara ekonomi oleh suatu kepemimpinan sentral. Sehingga perusahaan-perusahaan
tersebut menjadi satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang sama.
21
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, h. 236.
22
Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Group di Indonesia,
Erlangga, Jakarta, 2010, h. 78.

11

Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi ditunjukkan melalui penyajian
laporan keuangan konsolidasi perusahaan grup, yaitu ketika induk perusahaan
mengonsolidasikan laporan keuangan anak-anak perusahaan menjadi laporan
keuangan konsolidasi induk dan anak perusahaan.23 Pengendalian induk
terhadap anak perusahaan bersifat faktual dari realitas bisnis perusahaan grup,
sehingga menyababkan ketidakmandirian secara ekonomi anak perusahaan.
Implikasi dari tergabungnya anak perusahaan dalam perusahaan grup
menciptakan kontradiksi antara aspek yuridis dan realitas bisnis. Anak
perusahaan memiliki kemandirian yuridis untuk melakukan perbuatan hukum.
Sebaliknya, perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi berimplikasi kepada
ketidakmandirian secara ekonomi anak perusahaan, karena sebagian atau
seluruh pengurusan anak perusahaan diarahkan untuk mendukung kepentingan
perusahaan grup.24 Namun menurut penulis, apabila dikaitkan dengan
tanggung jawab dari induk perusahaan terhadap

tidak mampunya anak

perusahaan memenuhi kewajiban terhadap pihak ketiga khususnya yang
dikarenakan anak perusahaan menjalankan instruksi dari induk perusahaan,
maka seharusnya induk perusahaan dan anak perusahaan dalam suatu
perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan ekonomi. Sehingga
kedudukan mandiri perseroan sebagai bentuk jamak secara yuridis diterobos.
Konsekuensinya, induk perusahaan tidak mendapatkan perlindungan berupa
limited liability seperti pemegang saham pada perseroan tunggal. Sehingga

23

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,
Jakarta, 2013, h. 44.
24
Sulistiowati, “Doktrin-Doktrin Hukum Mengenai Tanggung Jawab Hukum dalam
Perusahaan Grup”, Jurnal Hukum Bisnis, Volumen 31, 2012, h. 8.

12

dibutuhkan sistem pertanggungjawaban lain yang tepat diterapkan untuk induk
perusahaan.
Dalam membahas mengenai tanggung seperti apa yang seharusnya
diterapkan dalam perusahaan grup di Indonesia, perlu dibahas pula pengaturan
mengenai perusahaan grup di dua negara lain yaitu Belanda dan Jerman. Sama
halnya dengan Indonesia, kerangka pegaturan perusahaan grup di Belanda
khususnya untuk sistem pertanggungjawaban dibangun atas konsepsi
perusahaan tunggal. Di Belanda struktur perusahaan grup tidak terbatas pada
perusahaan grup besar yang memiliki jangkauan bisnis internasional dengan
banyak anak perusahaan. Perusahaan-perusahaan dengan skala menengah
sering kali dijalankan dengan menggunakan konstruksi perusahaan grup,
biasanya terdiri dari satu induk perusahaan dengan satu atau lebih anak
perusahaan.25 Seperti juga induk perusahaan yang merupakan badan hukum
terpisah dengan badan hukum lainnya, anak perusahaan yang pada umumnya
berbentuk PT juga mempunyai kedudukan yang mandiri. Sebagai badan
hukum, anak perusahaan merupakan penyandang hak dan kewajiban sendiri
dan juga mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah secara yuridis dengan
harta kekayaan pemegang saham, tidak terkecuali apakah pemegang sahamnya
itu merupakan perusahaan induk atau perusahaan holding ataupun tidak.
Karena perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam perusahaan grup
dianggap sebagai kesatuan ekonomi, implikasinya ke dalam sektor hukum
antara lain berupa diterobosnya batas-batas kemandirian badan hukum anak

25

Sulistiowati, Op.Cit., h. 81.

13

perusahaan

maupun

perusahaan

induk.

Sebagai

konsekuensi

logis,

berkembanglah teori-teori hukum tentang26:
a. Ikut ditariknya perusahaan induk atau perusahaan holding ataupun anak
perusahaan lain dalam satu grup dalam hal-hal tertentu untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah
satu atau lebih anak perusahaan;
b. Berwenangnya pihak perusahaan induk atau perusahaan holding dalam
batas-batas tertentu untuk mencampuri urusan bisnis anak perusahaan.
Lain halnya dengan Jerman, yang merupakan negara yang pertama kali
mengatur secara khusus hukum perusahaan grup (konzernrecht) melalui
amandemen Stock Corporatian Act atau Aktiengesetz (AktG) pada tahun 1965.
Konzernrecht menjadi standar atas pembebanan tanggung jawab induk
perusahaan dalam kerangka perusahaan grup yang mengatur secara khusus
dan menyeluruh perusahaan grup dan afiliasi, yang meliputi peraturan
perundang-undangan yang kontekstual dengan tanggung jawab dalam relasi
induk-anak perusahaan.27 Kerangka pengaturan perusahaan grup di Jerman
dibedakan atas perusahaan grup kontraktual dan perusahaan grup faktual. Pada
perusahaan grup kontraktual, alasan keberadaannya adalah sifat sukarela dari
induk perusahaan yang mengendalikan dan anak perusahaan yang
dikendalikan. Selanjutnya induk dan anak perusahaan menyusun perjanjian
pengendalian. Induk perusahaan menjalankan kesatuan ekonomi memiliki
kekuasaan untuk mengarahkan anak perusahaan. Kekuasaan ini dilegitimasi
oleh kontrak khusus dengan anak perusahaan.28 Sedangkan pada perusahaan
grup faktual, karakteristik perusahaan grup faktual tidak didasarkan pada

26

Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Group di Indonesia,
Erlangga, Jakarta, 2010, h. 47.
27
Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,
Jakarta , 2013, h. 86.
28
Ibid., h. 89.

14

perjanjian pengendalian antara induk dan anak perusahaan terhadap
pengelolaan jalannya perusahaan grup. Sebaliknya, secara de-facto group
merupakan persilangan murni dalam penyusunan anggaran dasar yang
menjadi eksistensi dari isi pengaturan kelompok faktual.29 Dalam perusahaan
grup faktual hubungan induk dan anak perusahaan diatur dalam skema yang
terdapat dalam anggaran dasar anak perusahaan.

Konsekuensi dari kelompok kontraktual dan faktual adalah induk
perusahaan harus bertanggungjawab terhadap pinjaman dari anak perusahaan
berdasarkan apa yang diatur dalam perjanjian pengendalian untuk kelompok
kontraktual atau dengan mengikuti skema anggaran dasar untuk kelompok
faktual. Sudah terdapatnya kerangka pengaturan perusahaan grup di Jerman,
maka dapat dikatakan bahwa di Jerman tidak lagi menggunakan pendekatan
perseroan tunggal dan tidak adanya limited liability yang berikan kepada
induk perusahaan, sehingga induk perusahaan harus bertanggungjawab atas
instruksi yang diberikan kepada anak perusahaan. Berbeda dengan pengaturan
di Indonesia dan Belanda yang masih menerapkan pengaturan perseroan
tunggal untuk perusahaan grup karena belum terpadat peraturan perundangan
yang mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab di dalam perusahaan
grup.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk meneliti
mengenai “Tanggung Jawab Perdata Induk Perusahaan Di Dalam Suatu
Perusahaan Grup”. Tanggung jawab induk perusahaan disini dikhususkan
pada tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaan. Di
29

Ibid., h. 90.

15

Indonesia diterapkan limited liability untuk induk perusahaan dan hal tersebut
dirasa kurang tepat sehingga harus ditemukan bentuk tanggung jawab seperti
apa yang sebaiknya diterapkan untuk induk perusahaan di dalam suatu
perusahaan grup. Sehingga dalam penelitian ini akan dibahas sistem
pertanggungjawaban perusahaan grup di Belanda dan Jerman. Dipilih sistem
pertanggungjawaban perusahaan grup di Belanda karena Belanda merupakan
negara yang dirasa sebagai kiblat sistem hukum Indonesia. Sedangkan Jerman
sebagai negara pertama yang mengatur mengenai perusahaan grup akan
dijadikan sebagai batu pijakan oleh penulis untuk dapat menganalisis
bagaimana seharusnya sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di
Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Research Issue
Tanggung jawab perdata30 induk perusahaan (holding company) di dalam
suatu perusahaan grup.
2. Research Question
a. Bagaimana hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan di dalam
suatu perusahaan grup di Indonesia ?
b. Bagaimana sistem pertanggungjawaban yang sebaiknya diterapkan
pada perusahaan grup di Indonesia ?

30

Tanggung jawab perdata merupakan akibat yang timbul dan harus ditanggung oleh
seseorang/badan hukum karena melakukan perbuatan hukum yang tidak sesuai atau melampaui
kententuan yang ada, sehingga seseorang/badan hukum tersebut harus bertanggung jawab (secara
perdata) dengan membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti kerugian.

16

c. Bagaimana pertanggungjawaban induk perusahaan terhadap anak
perusahaan yang tidak mampu melaksanakan kewajiban terhadap
pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari induk perusahaan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan di
dalam suatu perusahaan grup.
2. Untuk mengetahui sistem pertanggungjawaban yang sebaiknya diterapkan
untuk perusahaan grup di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab induk perusahaan terhadap
anak perusahaan yang tidak mampu melaksanakan kewajiban terhadap
pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari induk perusahaan.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teooritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini khususnya bagi akademisi dan
mahasiswa adalah menambah wawasan mengenai tanggung jawab di
dalam perusahaan grup, khususnya mengenai tanggung jawab induk
perusahaan terhadap anak perusahaan di dalam suatu perusahaan grup.

17

2. Manfaat Praktis
a. Bagi perusahaan yang tergabung dalam suatu grup yaitu bagi induk
perusahaan adalah dapat lebih mempertimbangkan posisi dan
eksistensi dari anak perusahaan dalam memberikan instruksi dan
melakukan pengawasan untuk mencapai tujuan dari perusahaan grup.
Khususnya dapat lebih memperhatikan posisi dari pihak ketiga
(kreditor), pemegang saham minoritas dan karyawan dari anak
perusahaan. Sedangkan bagi anak perusahaan adalah untuk mengetahui
bagaimana pertanggungjawaban induk perusahaan apabila anak
perusahaan mengalami kerugian atau tidak mampu melaksanakan
kewajiban dikarenakan melaksanakan instruksi dari induk perusahaan.
Sehingga anak perusahaan dapat lebih mempertimbangkan langkah
kedepannya dan diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi
kreditor, pemegang saham minoritas, dan karyawan..
b. Bagi pemerintah adalah dapat menjadi pertimbangan untuk pemerintah
menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur secara
khusus mengenai perusahaan grup di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis terdiri dari jenis penelitian,
metode pendekatan, dan jenis bahan hukum yang digunakan, yaitu sebagai
berikut:

18

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipilih oleh penulis adalah penelitian yuridis
normatif. Penelitian yuridis normatif adalah suatu proses untuk
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang akan diteliti.31 Atau
sering dikatakan bahwa penelitian yuridis normatif membahas doktrindoktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.32 Dalam hal ini isu hukum yang
di teliti adalah tanggung jawab perdata induk perusahaan di dalam suatu
perusahan grup, untuk itu perlu dibahas mengenai Undang-Undang
Perseroan Terbatas, asas limited liability, doktrin piercing the corporate
veil, dll yang kemudian digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
pada research question..
Penelitian yuridis normatif berbeda dengan penelitian sosiolegal.
Penelitian sosiolegal merupakan penelitian yang menitikberatkan perilaku
individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.33 Perbedaan
lain terletak pada sumber datanya, pada penelitian yuridis normatif
menggunakan peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan sebagai
bahan hukum primer dan bahan kepustakaan sebagai sebagai bahan hukum
sekundernya. Penelitian sosiolegal juga menggunakan data sekunder
sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau
data lapangan. Selain itu, dalam penelitian sosiolegal terkadang diperlukan

31

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Jawa Timur, 2009, h. 45.
32
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, h. 24.
33
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, h. 128.

19

hipotesis, sedangkan penelitian yuridis normatif tidak memerlukan
hipotesis34.

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian mengenai tanggung jawab perusahaan di dalam
suatu perusahaan grup yang khususnya membahas mengenai tanggung
perdata induk perusahaan (holding company) di dalam suatu perusahaan
grup, metode pendekatan yang digunakan adalah:
a. Pendekatan Konseptual (Conceptual Aproach)
Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari
aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau
tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi. Dalam
menggunakan pendekatan konseptual, peneliti perlu merujuk prinsipprinsip hukum. Prinsip-prinsip dapat diketemukan dalam pandanganpandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Meskipun tidak
secara eksplisist, konsep hukum dapat juga diketemukan di dalam
undang-undang35. Dalam penelitian ini penulis mencoba menemukan
sistem pertanggungjawaban yang seharusnya diterapkan dalam
perusahaan grup khususnya tanggung jawab induk perusahaan
terhadap anak perusahaan.

34

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2014, h. 133.
35
Ibid., h. 178.

20

b. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)
Pendekatan perbandingan dilakukan dengan mengadakan studi
perbandingan hukum. Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan
untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain
atau hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang
lain36.

Dalam

penelitian

ini

penulis

membahas

sistem

pertanggungjawaban perusahaan grup di negara Belanda dan Jerman.

3. Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.
Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Buku III tentang
Perikatan).
2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Menurut Peter Mahmud
Marzuki, bahan penelitian hukum sekunder adalah bahan-bahan berupa

36

Ibid., h. 172.

21

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,
jurnal-jurnal

hukum,

dan

komentar-komentar

atas

putusan

pengadilan.37 Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian
ini adalah buku-buku teks dan jurnal yang terkait dengan hukum
perusahaan, perusahaan grup dan hukum bisnis.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Black’s Law Dictionary.

F. Tabel Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
No

Nama
Penulis

1.

Rita
Dyah
Widaw
ati

37

Judul
Skripsi/Thesis

Rumusan
Masalah

Perbedaan
Dengan Skripsi
Ini
Tanggungjawab
1. Bagaimana
Perbedaan
Induk Perusahaan
hubungan
terletak
pada
Terhadap
hukum antara terobosan hukum
Perikatan
yang
induk
yang diberikan
Dilakukan oleh
perusahaan
oleh penulis yaitu
Anak Perusahaan
dengan
anak pertanggungjawa
perusahaan
ban seperti apa
dalam
yang seharusnya
Perusahaan
diterapkan pada
Grup ?
induk perusahaan
2. Bagaimana
apabila
anak
tanggung jawab perusahaan

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, h. 66.

22

2.

Iwan

Pertanggungjawa 1.
ban Perusahaan
Induk
Dalam
Perusahaan Grup
Selaku Pemegang
Saham Terhadap
Anak Perusahaan
yang Mengalami
Kerugian
2.
Menurut UndangUndang No. 40
Tahun
2007
tentang Perseroan
Terbatas

3.

3.

Ratna
Yuliani

Tanggung Jawab 1.
Induk Perusahaan
Terhadap Anak
Perusahaan

induk
perusahaan
terhadap
perikatan yang
dilakukan anak
perusahaan
dalam
perusahaan
grup ?
Bagaimana
hubungan
antara
induk
dan
anak
perusahaan
dalam
perusahaan
grup ?
Bagaimana
keikutsertaan
perusahaan
induk
bertanggungjaw
ab
terhadap
kerugian anak
perusahaan ?
Bagaimana
tanggung jawab
perusahaan
induk terhadap
kerugian anak
perusahaan
menurut
UndangUndang No. 40
Tahun
2007
tentang
Perseroan
Terbatas ?
Bagaimana
hubungan
hukum antara
induk

mengalami
kerugian akibat
melaksanakn
instruksi
dari
induk
perusahaan.

Pada skripsi ini
hanya
menekankan pada
pertanggungjawa
ban perusahaan
grup berdasarkan
Undang-Undang
No. 40 Tahun
2007
tentang
Perseroan
Terbatas.

Perbedaan
terletak
pada
terobosan hukum
yang diberikan

23

Dalam
Suatu
Perusahaan
Kelompok

perusahaan
dengan
anak
perusahaan
dalam
perusahaan
kelompok yang
dibentuk
melalui merger
?
2. Bagaimana
tanggung jawab
induk
perusahaan
terhadap
perikatan yang
dilakukan anak
perusahaan
dalam
perusahaan
kelompok ?

oleh penulis yaitu
pertanggungjawa
ban seperti apa
yang seharusnya
diterapkan pada
induk perusahaan
apabila
anak
perusahaan
mengalami
kerugian akibat
melaksanakn
instruksi
dari
induk
perusahaan.

24