BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya

  di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri.

  Kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan,

  1 serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK), telah ada peraturan-peraturan perundang-undangan yang materinya melindungi kepentingan konsumen. Seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang-Undang, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di 1 Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

  Konsumen, Penjelasan, bagian umum

  1 Daerah, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1984 tentang Ketenaga Listrikan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World

  Trade Organization ), dengan demikian walaupun setelah lahirnya UUPK masih

  terbuka kemungkinan terbentuknya peraturan perundang-undangan yang membuat ketentuaan yang melindungi konsumen, dimana hal ini semua sangat

  2 menguntungkan bagi pihak konsumen.

  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak-hak konsumen dan hak-hak pelaku usaha di samping mengatur mengenai kewajiban konsumen dan pelaku usaha, sehingga masing- masing pihak terlindungi secara hukum. Walaupun UUPK sudah ada, tetapi masih banyak juga pelaku usaha yang nekad mengelabui konsumen, seperti menjual ayam tiren, atau makanan yang dicampur dengan bahan kimia yang membahayakan. Dengan demikian, dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat menuntut langsung kepada pelaku usaha.

  Hukum perlindungan konsumen dewasa ini mendapatkan cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban. Pemerintah berperan mengatur, 2 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar (Jakarta: Diadit Media, 2002), hlm. 295-296. mengawasi, dan mengontrol, sehingga tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan demikian tujuan mensejahterakan masyarakat secara luas

  .3

  dapat tercapai Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara material maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian, upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal penting dan mendesak untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan

  .4

  konsumen Mengingat jumlah konsumen yang massif dan biasanya berekonomi lemah, pelaku usaha memiliki pengetahuan yang lebih tentang informasi produk yang dibuatnya. Mereka umumnya berada pada posisi yang kuat dari segi

  5

  ekonomi dan tentunya posisi tawar (bargaining position). Demikian juga dengan perbedaan kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha, jika ada keluhan terhadap produknya, pelaku usaha cenderung menggunakan penyelesaian tertutup.

  3 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 1. 4 5 Ibid., hlm. 5.

  

Intan Nur Rahmawati & Rukiyah Lubis, Win-Win Solution Sengketa Konsumen (Yogyakarta: Pustaka Yudistira, 2014), hlm. 2. Sementara, konsumen berkepentingan agar penyelesaian dilakukan lewat saluran

  6 umum supaya tuntas.

  Oleh karena itu, UUPK dimaksud menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintahan dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (selanjutnya disebut LPKSM), untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen

  .7

  melalu pembinaan dan pendidikan konsumen UUPK secara khusus mengatur permasalahan konsumen dan memberi wadah bagi aspirasi dan advokasi yang akan dilakukan konsumen jika terjadi tindakan tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh produsen. Harapan terhadap UUPK jelas sangat besar. Walaupun belum sempurna, akan tetapi adanya undang-undang ini merupakan suatu langkah maju dalam rangka menciptakan kegiatan usaha yang sehat di Indonesia pada umumnya, dalam upaya memberikan perlindungan kepada konsumen pada

  8 khususnya.

  Tidak jarang dalam transaksi ekonomi yang terjadi terdapat permasalahan- permasalahan yang menyangkut persoalan sengketa dan ketidakpuasan konsumen akibat produk yang di konsumsinya tidak memenuhi kualitas standar bahkan tidak jarang produk pangan tersebut juga membahayakan bagi konsumen. Akibatnya masyarakat sebagai konsumen sangat dirugikan bahkan dapat mengancam kesehatan dalam jangka panjang. Karenanya, adanya jaminan kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan produk pangan yang diperolehnya di pasar menjadi urgen. Dalam praktik sering ditemukan pelaku usaha yang sengaja memanipulasi informasi atau memberikan informasi secara tidak lengkap sehingga 6 7 Ibid., hlm. 3. 8 Az. Nasution, Op.Cit., hlm. 294.

  

Abdi Darwis, “Hak Konsumen untuk Mendapatkan Perlindungan Hukum dalam Industri Perumahan di Kota Tangerang,” (Tesis, Magister Kenotariatan, Program Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, 2010 ), hlm. 7 membahayakan dan merugikan konsumen. David Harland dalam pendapatnya mensinyalir bahwa kapasitas barang dan jasa dapat saja merugikan atau membunuh konsumen yang disebabkan hanya karena adanya informasi yang kurang lengkap untuk membantu mereka mengenal, apakah barang dan jasa itu

  .9

  telah memenuhi syarat keamanan Pertanyaan besar yang harus dijawab oleh semua pihak, baik pelaku ekonomi/pelaku usaha, maupun konsumen sendiri, adalah seberapa efektif UUPK ini dalam pelaksanaannya; Apakah konsumen sudah mampu meletakkan posisi yang sejajar dalam interaksi dengan pelaku ekonomi/pelaku.

  Oleh karena itu, konsumen yang tertipu atau merasa hak-hak mereka tidak diterima sebagaimana mestinya, atau yang merasa dirugikan dapat membuat surat pengaduan kepada LPKSM. LPKSM ini dapat meminta pertanggungjawaban kepada pengusaha dan selanjutnya dapat juga membuat laporan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disebut BPSK, untuk dapat diadili atas persetujuan yang bersangkutan. Disinilah peranan LPKSM dan BPSK jelas terlihat. LPKSM selain lembaga yang resmi dibentuk oleh pemerintah, menurut ketentuan dalam bab VIII UUPK, pemerintah dalam bab IX, Pasal 44 memungkinkan dibentuknya LPKSM. LPKSM tersebut diberikan kesempatan

  .10

  untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen Meskipun tidak banyak diatur dalam UUPK mengenai LPKSM , namun mengingat akan posisi strategis LPKSM tersebut dalam keanggotaan Badan 9 Chandra Dewi Puspitasari,

  Peningkatan Kesadaran Hak-Hak Konsumen Produk Pangan Sebagai Upaya Mewujudkan Kemandirian Konsumen ,” diakses pada tanggal

  3 April 2015). 10 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 93-94.

  Perlindungan konsumen Nasional (BPKN), dan kepentingan dasar konsumen akan organisasi yang akan melindungi hak-haknya, maka suatu Peraturan Pemerintah yang nantinya akan dibentuk sebagai pelaksanaan Pasal 44 ayat (4) UUPK menjadi sangat penting artinya. Peraturan Pemerintah tersebut akan menjadi dasar dari pembentukan LPKSM, karena menurut Pasal 44 ayat (1) UUPK, hanya

  11 LPKSM yang memenuhi syaratlah yang diakui oleh pemerintah.

  Berkembangannya LPKSM sangatlah penting untuk memberikan perlindungan

  12

  terhadap konsumen. Peranan lembaga konsumen tersebut dalam memfasilitasi konsumen memperoleh keadilan menjadi pertanyaan dasar saat Kongres

  13 konsumen Sedunia yang dilakukan Santiago.

  Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sangat diperlukan pada era globalisasi saat ini, hal ini dikarenakan terjadinya persaingan dalam merebut konsumen dengan berbagai cara yang mengabaikan kualitas produk yang diberikan baik itu barang atau pun jasa. Pada Tahun 2001 pemerintah telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Peraturan pemerintah

  14 tersebut menjelaskan segala hal mengenai LPKSM.

  Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul :

  “Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen

  11 12 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hlm. 123. 13 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 217.

  Sudaryatno, Hukum dan Advokasi Konsumen (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm . 81. 14 Ahmad Zazili, “Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional ,” (Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana, Universitas Diponegoro, 2008)

  Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”

  B. Rumusan Masalah

  Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintahan yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Namun seiring dengan adanya pengaduan sengketa konsumen yang diterima oleh LPKSM masih menghadapi kendala-kendala dalam pengimplementasian UUPK terkait dengan tugas LPKSM. Maka berdasarkan uraian diatas dan juga latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya, yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas dan diteliti adalah: 1.

  Bagaimanakah keberadaan LPKSM dalam perlindungan konsumen di Indonesia ? 2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa konsumen ? 3. Bagaimanakah pelaksanaan tugas LPKSM terkait adanya sengketa-sengketa konsumen menurut Undang-Undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

  Konsumen?

  C. Tujuan dan Manfaat Penelitan

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan LPKSM dalam perlindungan konsumen di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa konsumen.

  3. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan tugas LPKSM terkait adanya sengketa-sengketa konsumen menurut Undang-Undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

  Adapun yang menjadi manfaat dari penulisan ini adalah: 1. Hasil penulisan ini diharapkan akan memberi sumbangan pengetahuan dalam hukum konsumen, khususnya mengenai LPKSM.

  2. Memberikan sumbangan pemikiran akademis bagi para pelaku usaha maupun konsumen mengenai mengenai mekanisme hukum di LPKSM.

  3. Memberikan pemahaman baru bagi konsumen selaku pihak yang dirugikan, bahwa LPKSM merupakan salah satu lembaga yang dibentuk untuk upaya perlindungan konsumen.

  4. Memberikan kajian akademis yang lebih objektif, jelas, tegas dan terperinci kepada para pihak yang berkecimpung dalam LPKSM.

  5. Secara praktis penenelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dan landasan bagi penelitian lanjutan.

D. Keaslian Penelitian

  Penulisan ini telah diperoleh dari literatur perpustakaan, informasi dan ilmu yang diperoleh dari perkuliahan serta dari media massa baik media cetak maupun media elektronik yang pada akhirnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Maka, keaslian penulisan dalam menjamin adanya. Meskipun dalam tulisan ini terdapat pendapat dan kutipan-kutipan dari berbagai sumber, hal ini semata-mata adalah sebagai bahan penunjang dalam penulisan ini karena hal tersebut memang sangat dibutuhkan demi memenuhi kesempurnaan penulisan penelitian ini

  Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa konsumen Menurut UU 8 Tahun 1999 Tentang Perlindu ngan Konsumen”. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, maka dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Bila di kemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat dimintakan pertanggungjawabannya.

E. Tinjauan Pustaka 1.

  Pengertian perlindungan konsumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan konsumen pada Pasal 1 angka 1, undang-undang tersebut

  15

  menyebutkan bahwa. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

  Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui Undang-Undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen. Dari latar belakang dan defenisi tersebut muncul kerangka umum tentang sendi-sendi pokok pengaturan perlindungan konsumen, yang kurang lebih bisa dijabarkan sebagai berikut : 15 Republik Indonesia, Undan-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka 2. a.

  Kesederahatan antara konsumen dan pelaku usaha.

  b.

  Konsumen mempunyai hak.

  c.

  Pelaku usaha mempunyai kewajiban.

  d.

  Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada pembagunan nasional.

  e.

  Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat.

  f.

  Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa.

  g.

  Pemerintahan perlu berperan aktif.

  h.

  Masyarakat juga perlu berperan serta. i.

  Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai bidang. j.

  Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.

  2. Pengertian Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Pengertian LPKSM dalam UUPK, yang dimaksud dengan konsumen pada

  Pasal 1 angka 9, yaitu LPKSM adalah lembaga non-pemerintahan yang terdaftar dan diakui oleh pemerintahan yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan

  16 konsumen.

  3. Pengertian sengketa konsumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Kata-kata

  17

  “sengketa konsumen”. Dijumpai pada beberapa bagian UUPK yaitu :

  16 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka 9. 17 Yusuf Shoufie, Penyelesian Sengketa Konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum (Jakarta: Citra aditya bakti, 2003), hlm. 12-13.

  a.

  Penyebutan sengketa konsumen sebagai bagian dari sebutan institusi adminitrasi negara yang mempunyai menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Pasal 1 angka 11 UUPK) jo. bab XI UUPK.

  b.

  Penyebutan sengketa konsumen menyangkut tata cara atau prosedur penyelesaian sengketa terdapat dalam bab X penyelesian sengketa. Pada bab ini digunakan penyebutan sengketa konsumen secara konsisten, yaitu: Pasal 45 ayat (2) dan Pasal 48 UUPK.

  Untuk memahami pengertian “sengketa konsumen” dalam kerangka UUPK dengan menggunakan metode penafsiran. Pertama batasan konsumen dan pelaku konsumen menurut UUPK berikut dikutip batasan keduanya:

  “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

  18 lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

  ” “Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan perseorangan atau badan hukum, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

  19 menyelenggarakan kegiatan usaha dala berbagai bidang ekonomi.

  ”

F. Metode Penelitian

  18 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka 2. 19 Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka 3.

  Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Spesifikasi penelitian Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersifat deskriptif yang mengacu kepada penelitian hukum normatif yaitu mengkaji ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan tugas LPKSM terkait dengan adanya sengketa-sengketa konsumen. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis.

  Penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukum sehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian- pengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum,

  20 hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan obyek hukum.

  2. Data penelitian

  21 Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Data

  penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekundar, serta bahan

  22

  hukum tersier. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung.

  a.

  Bahan hukum primer Dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 8

  Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Republik 20 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja

  Grafindo Persada, 2011), hlm.15 21 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.172 22 Sumaidi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm. 39.

  Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan peraturan-peraturan lainnya.

  b.

  Bahan hukum sekunder Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang sengketa konsumen dan LPKSM seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan permasalahan diatas.

  c.

  Bahan hukum tersier Semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan- keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan sebagainya.

3. Teknik pengumpulan data

  Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu mengumpulkan data dari informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian.

  Menurut M. Nazil dalam bukunya, dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada

  23 hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.

4. Analisa data

  Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data

  24

  berikut dengan analisisnya. Metode analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.

  Metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih

  25

  khusus. Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada

  26

  kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum. Penarikan kesimpulan terhadap data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun induktif, sehingga akan dapat

  27 merangkum jawaban terhadap permasalahan yang telah disusun.

G. Sistematika Penulisan

  BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain 23 memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, 24 M. Nazil, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia,2010), hlm. 111 25 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 69.

  Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 11. 26 27 Ibid., hlm. 10.

  

Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah) (Bandung: Tarsito, 1982), hlm. 131. manfaat penulisan, keaslian judul, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan

  BAB II KEBERADAAN Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Bab ini dibahas tinjauan mengenai perlindungan konsumen di indonesia, sejarah perlindungan konsumen di Indonesia, hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha, keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, proses dan tata cara pendaftaran LPKSM , status dan kedudukan LPKSM , serta fungsi dan tugas LPKSM

  BAB III PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Bab ini akan membahas tentang pengertian sengketa konsumen, pemahaman sengketa konsumen, penyelesaian sengketa konsumen, secara litigasi dan non-litigasi serta peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

  BAB IV PELAKSANAAN TUGAS LPKSM TERKAIT ADANYA SENGKETA-SENGKETA KONSUMEN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR

  8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

  Bab ini membahas tentang sengketa yang dihadapi Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, upaya yang dilakukan oleh LPKSM terkait adanya sengketa yang dihadapi, serta hambatan yang terjadi didalam penyelesian sengketa konsumen BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran, yaitu sebagai bab yang berisikan kesimpulan mengenai permasalahan yang dibahas terhadap permasalahan tersebut.

Dokumen yang terkait

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Kondisi Geografis - Kehidupan Transmigran Jawa Di Desa Suka Damai, Geureudong Pase Kabupaten Aceh Utara (1987-2000)

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kehidupan Transmigran Jawa Di Desa Suka Damai, Geureudong Pase Kabupaten Aceh Utara (1987-2000)

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal - Pemanfaatan Lignin Isolat Lindi Hitam Dari Toba Pulp Lestari

0 0 31

I. IDENTITAS RESPONDEN No. Identitas Keterangan - Pengaruh Penilaian Kinerja, Kompensasi Dan Jenjang Karir Terhadap Tingkat Intention to Leave Karyawan Pada PT. Bank CIMB Niaga Cabang Pematang Siantar

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Penilaian Kinerja, Kompensasi Dan Jenjang Karir Terhadap Tingkat Intention to Leave Karyawan Pada PT. Bank CIMB Niaga Cabang Pematang Siantar

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Nyamuk - Efektifitas Fermentasi Gula Sebagai Atraktan Nyamuk

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Trade-Off Theory - Pengaruh Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Net Profit Margin pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Net Profit Margin pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

BAB II KEBERADAAN LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT DI INDONESIA A. Perlindungan Konsumen Di Indonesia - Pelaksanaan Tugas Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Terkait Adanya Sengketa-Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Nomo

0 0 34