BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Membran Selulosa Bakteri Coating Kitosan - Kolagen Untuk Aplikasi Gtr ( Guide Tissue Regeneration ) Sebagai Pembalut Luka Pada Mencit (Mus Musculus)Secara In Vivo

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Kelapa Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman serbaguna, baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Air kelapa mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein, lemak, gula, vitamin, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Kandungan gula maksimal, yaitu 3 gram per 100 ml air kelapa, tercapai pada bulan keenam umur buah, kemudian menurun dengan semakin tuanya kelapa.

  Jenis gula yang terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol. Selulosa bakteri merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba

  

Acetobacter xylinum . Gula pada air kelapa diubah menjadi asam asetat dan

benang-benang selulosa (Philips., 2000).

  Komposisi Kandungan Air Kelapa ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 2.1. Komposisi kandungan kimia air kelapa

  No. Komponen Persentase (%)

  1. Air 95,50

  2. Kalium 6,60

  3. Zat padat total 4,71

  4. Gula total 2,08

  5. Gula reduksi 0,80

  6. Kalium oksida 0,69

  8. Magnisium oksida 0,59

  9. Asam fosfat 0,56

  10. Zat besi 0,50

  11. Nitrogen 0,05 Sumber : Susilawati., (2002).

  Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat minuman fermentasi karena kandungan zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap, sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan varietasnya. Air kelapa per 100 ml mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein 0,2 g, lemak 0,2 g, gula 3,8 g, vitamin C 1,0 mg, asam amino, dan hormon pertumbuhan. Jenis gula yang terkandung pada air kelapa adalah : glukosa, fruktosa, sukrosa, dan sorbitol (Astawan., 2004).

2.2 Selulosa Bakteri

2.2.1 Selulosa

  Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa membentuk

  • – komponen serat dari dinding sel tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai rantai atau mikrofibril dari D –glukosa sampai sebanyak 14000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu sama lain oleh ikatan hydrogen (Fessenden J.R.,1986).

  Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi nata adalah sejenis

  

Acetobacter xylinum. Selulosa ini lebih mudah dicerna oleh manusia jika

dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan (Hart H.,2003).

Gambar 2.1 Struktur selulosa

2.2.2 Acetobacter xylinum

  Bakteri pembentuk nata termasuk kedalam golongan Acetobacter, yang mempunyai ciri

  • – ciri antara lain : ”sel bulat panjang sampai batang (seperti kapsul), tidak mempunyai endospora, sel
  • – selnya bersifat gram negatif, bernafas secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil (Pelczar dan Chan,1988).

  Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena

  sifatnya yang bila ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler. Dalam medium cair, Acetobacter

  

xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat mencapai ketebalan

  beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang

  • – benang yang dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan
tembus pandang perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi medium dan pH medium.

Gambar 2.2 Acetobacter xylinum

  Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen, melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ektraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya tampak padat, yang disebut sebagai nata. Aktivitas dari Acetobacter xylinum dalam memproduksi nata adalah sebagai berikut : sel-sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa di luar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah UDP-glukosa. Prekursor ini kemudian mengalami polimerisasi dan berikatan dengan akseptor membentuk selulosa (http://inacofood.wordpress.com).

2.2.3 Selulosa Bakteri

  Selulosa bakteri merupakan polimer alam yang sifatnya mirip dengan hidrogel yang diperoleh dari polimer sintetik; sebagai contoh selulosa bakteri menunjukkan kandungan air yang tinggi (98

  • – 99%), daya serap cairan yang baik, bersifat non- alergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia, maka selulosa bakteri dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius (Ciechanska D.,2004).

  Selulosa merupakan komponen dari dinding sel tumbuhan. Beberapa bakteri juga dapat menghasilkan selulosa (yang disebut bioselulosa atau selulosa bakteri). Selulosa tumbuhan dan selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama, tetapi memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda. Meskipun selulosa bakteri mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa dari tumbuhan, tetapi selulosa bakteri tersusun oleh serat-serat selulosa yang lebih baik dari selulosa tumbuhan. Setiap serat-serat tunggal dari selulosa bakteri mempunyai diameter 50 nm. Panjang seratnya tidak dapat ditentukan karena kumpulan serat- serat tunggal selulosa saling melilit satu sama lain membentuk struktur jaringan (Philips G.O. dan William,P.A.,2000).

  Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi adalah termasuk jenis polisakarida mikroba yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain

  

xylinum , subspecies dari Acetobacter aceti, suatu bakteri non patogen, dan

  dinamakan sebagai selulosa bakteri atau selulosa yang diperoleh dari fermentasi dengan bantuan mikroba (Philip G.O. dan William P.A.,2000).

  Pembentukan selulosa bakteri oleh Acetobacter xylinum tidak lepas dari peran gula sebagai sumber nutrisi bagi bakteri. Gula pasir merupakan sukrosa yang bersumber dari tebu. Sukrosa dapat mengalami hidrolisis dan terpecah menjadi fruktosa dan glukosa. Hasil dari hidrolisis ini merupakan gula invert (Anna P., 1994). Adanya enzim sukrase akan mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa.

2.2.4 Aplikasi Selulosa Bakteri dalam Bidang Kesehatan

  Luka adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau pembedahan. Penyembuhan luka dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain semakin tua usia seseorang maka proses penyembuhan luka akan berlangsung lebih lama.

  Jika suatu luka ingin disembuhkan dengan efektif, luka tersebut harus dijaga agar tetap dalam kondisi yang basah. Penutup luka yang baik adalah kulit dari pasien tersebut yang bersifat permeabel terhadap uap dan melindungi jaringan tubuh bagian dalam terhadap cidera mekanis dan infeksi. Selulosa bakteri yang disintesis oleh Acetobacter xylinum menunjukkan kinerja yang cukup baik untuk dapat digunakan dalam penyembuhan luka (Hoenich N.,2006).

  Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan sesuai dengan konteks regenerasi. Pada proses penyembuhan luka bentuk dan susunan asli dari suatu organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat sebelum terjadinya luka. Pada manusia dan pada golongan vertebrata yang lebih tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana hasil yang dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada hasil yang fungsional (Falanga, 2007).

  Selulosa bacterial menunjukkan kandungan air yang tinggi (98-99%) , daya serap yang baik terhadapa cairan, bersifat non-alergenik dan dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi karakteristik dari bahan tersebut. Karena karakteristiknya yang mirip seperti kulit manusia, selulosa bacterial dapat digunakan sebagai pengganti kulit untuk merawat luka bakar yang serius (Ciechanska,D.,2004)

2.3 Kitosan

  Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Kitin dapat diperoleh dari limbah pengolahan hasil laut. Kandungan kitin pada limbah udang mencapai 42-57%, pada limbah kepiting mencapai 50-60%, cumi-cumi 40% dan kerang 14-35%.

  Karena bahan baku udang lebih mudah diperoleh, maka sintesis kitin dan kitosan lebih banyak memanfaatkan limbah udang (Yurnaliza, 2002).

  Deasetilasi kitin dilakukan dengan menambahkan NaOH (Kolodziesjska 2000). Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino yang bermuatan positif, sehingga kitosan akan bersifat polikationik.

  Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Ornum, 1992). Adanya gugus reaktif amino pada C-2 dan gugus hidroksil pada C-3 dan C-6 pada kitosan sangat berperan dalam berbagai aplikasinya, misalnya sebagai bahan pengawet, penstabil warna, flokulan, membantu proses reverse osmosis dalam penjernihan air, dan sebagai bahan aditif untuk proses agrokimia dan pengawet benih (Shahidi dkk., 1999).

Gambar 2.3 Struktur kitin

  Kitosan adalah poli 2-amino-2-deoksi- β-1,4-D-glukopiranosa dengan rumus molekul (C

6 H

  11 O 4 )n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan

Gambar 2.4 Struktur kitosan

  Chitosan adalah polisakarida linier tersusun atas residu : N- asetil

  glukosamin dan memiliki 2000-3000 monomer dengan ikatan 1.4-b-gliksida berupa molekul glukosa dengan cabang mengandung nitrogen (Gagne, 2000).

  Unit monomer pada chitosan mempunyai rumus molekul C

  8 H

  12 NO 5 dengan kadar

  C, H, N, dan O masing-masing 47%, 6%, 7%, dan 40%. Sifat chitosan yang

  

biodegradable ini mempunyai sifat lain diantaranya tidak larut dalam air, asam

  organik, encer dan alkalikat, akan tetapi larut dalam asam pekat seperti asam nitrit, asam sulfat, asam fosfat, dan asam formiat anhidros (Lee dan Tan, 2002).

  

Chitosan mempunyai sifat penting untuk berbagai aplikasi, yaitu kemampuannya

  mengikat minyak dan air karena terdapat gugus hidrofilik dan hidrofobik, jumlah minyak dan air yang dapat diikat oleh chitosan masing-masing adalah 315% dan 385%. Berdasarkan sifat biologi dan kimianya maka chitosan mempunyai sifat yang khas yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat didalam aplikasinya (Irawan, 2007).

  Disamping itu telah terbukti pada beberapa penelitian bahwa chitosan warna dan jumlah mikroba dalam sampel (Yingyuad dkk., 2006). Chitosan bersifat anti mikrobakterial (dapat menghambat perkembangbiakan kuman) dan membantu proses penyembuhan luka (Mizuno dkk., 2003).

  Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat mekanisme penghambatan, dimana kitosan akan berikatan dengan protein membran sel, yaitu glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain berikatan dengan protein membraner, kitosan juga berikatan dengan fosfolipid membraner, terutama fosfatidil kolin (PC), sehingga meningkatkan permeabilitas inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya cairan sel. Pada E. coli misalnya, setelah 60 menit, komponen enzim ß galaktosidase akan terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar sambil membawa metabolit lainnya, atau dengan kata lain mengalami lisis, yang akan menghambat pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan kematian sel (Simpson, 1997).

2.3.1 Sifat Fisik dan Kimia Kitosan

  Sifat dan penampilan produk kitosan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi, seperti jenis pelarut, konsentrasi, waktu, dan suhu proses ekstraksi. Kitosan berwarna putih kecoklatan. Kitosan dapat diperoleh dengan berbagai macam bentuk morfologi diantaranya struktur yang tidak teratur, bentuknya kristalin atau semikristalin. Selain itu dapat juga berbentuk padatan amorf berwarna putih dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni.chitin memiliki sifat biologi dan mekanik yang tinggi diantaranya adalah biorenewable, biodegradable, dan biofungsional. Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek daripada rantai kitin. Kelarutan kitosan dalam larutan asam serta viscositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat degradasi polimer. Terdapat dua metode untuk memperoleh kitin , kitosan dan oligomernya dengan berbagai DD, polimerisasi, dan berat molekulnya (BM) yaitu dengan kimia dan enzimatis. Suatu molekul dikatakan kitin bila mempunyai derajat deasetilasi (DD) sampai 10% dan kandungan nirogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan chitosan bila nitrogen yang terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat dan DD lebih dari 70% (Muzzarelli,1985). Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100 oF maka sifat keseluruhannya dan viskositasnya akan berubah. Bila kitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka maka akan terjadi dekomposisi warna menjadi kekuningan dan viscositasnya berkurang. Suatu produk dapat dikatakan kitosan jika memenuhi beberapa standar seperti tertera pada Table 2.1.

Table 2.2. Standard Kitosan

  ≥ 70 % jenis teknis dan Deasetilasi >95% jenis pharmasikal Kadar abu Umumnya < 1 % Kadar air

  2

  • – 10 % Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6

  Kadar nitrogen 7 - 8,4 % Warna Putih sampai kuning pucat Ukuran partikel

  5 ASTM Mesh E.Coli Negatif Salmonella Negatif

  Sumber : Muzzarelli (1985) dan Austin (1988)

2.3.2 Manfaat Kitosan

  Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan fiber, karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam encer (Hirano dkk., 1999). Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan hewan dan sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.3. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan

  Aplikasi Contoh Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur pada komoditi pertanian.

  Edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat, mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu, menahan proses browning enzimatis pada buah. Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan Pengontrol tekstur, bahan pengemulsi, bahan pengental,

  Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan Nutrisi dan tambahan makanan ikan, mereduksi penyerapan lemak, memproduksi protein sel tunggal, bahan anti grastitis (radang lambung), dan sebagai bahan makanan bayi.

  (Sumber : Shahidi dkk., 1999)

2.3.3 Peranan Kitosan Dalam Penyembuhan Luka

  Kitosan mempunyai sifat yang biokompatibel, biodegradabel, tidak beracun, antimikroba dan hydrating agent. Penelitian yang telah dilakukan oleh David R.

  Rohindra dkk pada tahun 2004 menunjukkan bahwa pencampuran kitosan dengan glutaraldehid dapat diaplikasikan sebagai hidrogel. Jumlah air bebas dalam hidrogel menurun dengan meningkatnya ikatan silang dalam hidrogel. Penutup luka yang ideal harus dapat memelihara lingkungan yang lembab di permukaan luka, memungkinkan pertukaran gas, bertindak sebagai penghalang bagi mikroorganisme dan menghilangkan kelebihan eksudat.

  Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu : sebagai pelindung, sensasi, komunikasi, termoregulasi, sintesis metabolik dan pencegahan invasi dari mikroorganisme oleh sebab itu kulit pada umumnya perlu ditutup segera setelah terjadi kerusakan (jayakumar et al., 2011).

  Penutup luka yang baik memiliki beberapa karakteristik seperti biokompatibilitas yang baik, rendah toksisitas, aktivitas antibakteri dan kestabilan kimia sehingga akan mempercepat penyembuhan, tidak menyebabkan alergi, mudah dihilangkan tanpa trauma, dan harus terbuat dari bahan biomaterial yang sudah tersedia sehingga memerlukan pengolahan yang minimal, memiliki sifat antimikroba dan dapat menyembuhkan luka (Jayakumar et al., 2011).

  Kitosan merupakan hemostat, yang membantu dalam pembekuan darah secara alami. Kitosan secara bertahap terdepolimerisasi untuk melepaskan N- acetyl--D-glukosamin, yang memulai poliferasi fibroblast, membantu dalam memberikan perintah deposisi kolagen dan merangsang peningkatan sintesis tingkat asam hyaluronic alami pada lokasi luka. Ini membantu percepatan penyembuhan luka dan pencegahan bekas luka (Paul dan Sharma, 2004).

2.4 Kolagen

  Kolagen adalah protein serabut yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada jaringan dan tulang dan ini sangat penting untuk berbagai jaringan lainnya, termasuk kulit dan tendon. Kolagen digunakan sebagai bahan baku dalam industri makanan , kosmetik, pembuatan film biomaterial dan biomedis. Bahkan dalam industri biomedis, kolagen adalah biomaterial alami yamng memiliki kandungan yang unik. Sekitar 30% dari tulang disusun oleh komponen

  • – komponen organik
dan 90-95 % diantaranya adalah kolagen , sisanya adalah protein bukan kolagen. Kolagen merupakan protein yang banyak terdapat dalam tubuh (Chi, et al, 2001).

  Kolagen merupakan komponen serat utama dalam kulit, tulang, tendon, tulang rawan dan gigi. Kolagen merupakan material yang mempunyai kekuatan rentang dan struktur yang berbentuk serat. Protein jenis ini banyak terdapat dalam vertebrata tingkat tinggi. Hampir sepertiga protein dalam tubuh vertebrata berada sebagai kolagen. Semakin besar hewan, semakin besar pula bagian total protein yang merupakan kolagen. Kolagen juga merupakan komponen serat utama dalam tulang, gigi, tulang rawan, lapisan kulit dalam (dermis), tendon (urat daging) dan tulang rawan (Lehninger, 1993).

  Kolagen merupakan material yang menarik perhatian dalam hal bahwa kolagen mempunyai kekuatan rentang, struktur istimewa, dan mengandung hidroksilisin dan hidroksiprolin yakni asam-asam amino yang terdapat dalam beberapa protein lain. Satu zat yang diturunkan dari kolagen adalah gelatin. Jika kolagen dididihkan, struktumya menjadi rusak secara permanen dan menghasilkan gelatin. Karena adanya sejumlah besar rantai samping yang hidrofil (suka air) dalam gelatin, maka dalam larutan air membentuk gel (Wilbraham, 1995) Gambar 2.5: struktur kolagen Dengan demikian kolagen termasuk sebagai jaringan pengikat. Jaringan pengikat berkolagen terdiri dari serat, struktur ini selanjutnya tersusun atas fibril kolagen, yang nampak seperti garis melintang. Fibril ini terorganisasi dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada fungsi biologi jaringan pengikat itu. Pada urat, fibril kolagen disusun dalam untaian paralel yang saling berhubungan silang dan berfungsi untuk menghasilkan struktur dengan kekuatan yang amat tinggi tanpa kemampuan meregang. Fibril kolagen dapat menyangga sedikit-nya 10.000 kali beratnya sendiri, dan dapat dikatakan mempunyai kekuatan lenting lebih besar dari penampang silang kawat tembaga dengan berat yang sama. Pada kulit, fibril kolagen membentuk suatu jaringan tidak teratur, terjalin dan amat liat. Kulit hampir seluruhnya merupakan kolagen murni (Page, 1989).

  Kolagen merupakan salah satu komponen serat yang dominan pada lapisan kulit. Kolagen adalah protein yang sangat labil, banyak faktor yang mempengaruhinya dalam proses pembentukan maupun dalam proses degradasinya (Uito, et al., 2008 ; Walker, et al., 2008). Untuk lebih memahami tentang hubungan MMP-1, kolagen dan luka pada proses penuaan kulit, maka kita harus memahami bahwa kulit mengalami penuaan dan berpengaruh pada proses penyembuhan luka.

  Kolagen dapat diciptakan oleh fibroblas, sel-sel kulit khusus yang terletak di dalam dermis. Fibroblas juga memproduksi protein struktural kulit lainnya seperti elastin(protein yang memberi kulit kemampuan untuk menjadi sehat kembali) dan glucosaminoglycans (GAGs). GAGs membentuk zat yang menjaga dari dermis dehidrasi(kekurangan air). Fibroblast bermigrasi ke tempat luka dari jaringan sekitarnya, mulai mensintesis kolagen dan berkembang biak.

  Respon PDGF, fibroblast sementara mensintesis matriks terdiri dari kolagen tipe III, glycosaminoglycans, dan fibronectin 1 yang menyediakan tempat untuk migrasi keratinosit (Gurtner, 2007). Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts" yang sudah ada di luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi myofibroblast yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton, et al., 2006).

  Fibroblas adalah sel yang paling banyak terdapat dalam jaringan ikat, berfungsi menghasilkan serat dan substansi interseluler aktif amorf. Fibroblas merupakan sel induk yang berperan membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen. Sel ini mensekresi molekul tropokolagen kecil memberikan kekuatan dan integritas pada semua luka yang menyembuh dengan baik.

Gambar 2.6. Peran fibroblas dalam membentuk dan meletakkan serat-serat dalam matrik, terutama serat kolagen.

  Fibroblas merupakan sel yang menghasilkan serat-serat kolagen, retikulum, elastin, glikosaminoglikan, dan glikoprotein dari substansi interseluler amorf.

  Pada orang dewasa, fibroblas dalam jaringan mengalami perubahan. Mitosis hanya tampak jika organisme memerlukan fibroblas tambahan, yaitu jika jaringan ikat cedera. Fibroblas lebih aktif mensintesis komponen matriks sebagai respon terhadap luka dengan berproliferasi dan peningkatan fibrinogenesis. Oleh sebab itu, fibroblas menjadi agen utama dalam proses penyembuhan luka. https://dentosca.wordpress.com/2011/04/18/peran-fibroblas-pada-proses- penyembuhan-luka/

  Sel fibroblast selain bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat dapat menghilangkan serat-serat tersebut dengan mensekresikan enzim seperti

  

collagenase (Matriks Metalloproteinase-1 atau MMP-1) dan elastase

(Junqueiradkk., 1997,. Obagi, 2000).

2.4.1 Sifat Kolagen

  

Jika dididihkan di dalam air , kolagen akan mengalami transformasi , dari bentuk

untaian, tidak larut dan tidak tercernamenjadi gelatin. Gelatin , yaitu campuran

polipetida yang larut yang merupakan dasar pembentuk gelatin. Perubahan ini

melibatkan hidrolisis beberapa ikatan kovalen pada kolagen, karena kolagen pada

jaringan pengikat dan pembuluh yang menjadikan daging berbentuk liat. Kolagen

mengandung kira- kira 3-5 persen glisin dan kira-kira 11 persen alanin; persentasi

asam amino ini agak luar biasa tinggi. Yang lebih menojol adalah kandungan

prolin dan 4-hidroksiprolin yang tinggi , yaitu asam amino yang jarang ditemukan

pada protein selain pada kolagen dan elastin . Bersama-sama, prolin dan

hidroksiprolin mencapai kira-kira 21 persen dari residu asam amino pada kolagen

(Lehninger , 1993).

  

2.4.2 Peranan Kolagen dalam Penyembuhan Luka dan Pembentukan

Jaringan

  Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan berkesinambungan. Hemostatis atau penghentian pendarahan adalah proses pertama pada penyembuhan luka. Trombosit dan faktor-faktor pembekuan merupakan faktor hemostatik intravaskuler yang utama. Kolagen merupakan agen hemostatik yang sangat efesien, sebab trombosit melekat pada kolagen, kolagen akan membengkak dan selanjutnya melepaskan substansi yang memulai proses hemostatis. Interaksi kolagen

  • – trombosit tergantung pada polimerisasi dari maturasi kolagen dan pengaruh positif pada molekul kolagen. (www.pasteur.fr/aplications/euroconf/tissuerepair-microba.pdf)

  Kolagen dapat membantu agregasi trombosit karena kemampuannya mengikat fibronektin. Mekanisme yang pasti dari interaksi kolagen belum diketahui secara jelas , akan tetapi data yang pasti menunjukkan bahwa interaksi kolagen dan trombosit merupakan tahap pertama proses penyembuhan luka (http://www.cyberadsstudio.com/envy/collagen.htm)

2.5 Guided Tissue Regeneration (GTR)

  Dalam kasus-kasus tertentu, setelah perawatan diharapkan terjadinya kesembuhan atau regenerasi jaringan yang telah rusak secara fisiologis atau dengan bantuan bahan-bahan tertentu. Darmawan Darwis telah berhasil mensintesis selulosa bakteri pada kondisi yang optimum dan telah melakukan karakterisasi terhadap membran selulosa untuk mempelajari pengaruh iradiasi terhadap sifat-sifat membran (Darwis, 2009). Dari hasil yang diperoleh disimpulkan bahwa membran selulosa mikroba sangat berpotensi untuk digunakan sebagai material pada tissue

  

engineering terutama pada operasi periodontal yang memerlukan membran seperti

guided bone regeneration (GBR) atau guide tissue regeneration (GTR). Salah satu

  persyaratan bahan implant adalah steril. Oleh karena itu membrane selulosa yang akan digunakan sebagai implant pada GBR atau operasi lainnya harus disterilkan terlebih dahulu. Sterilisasi suatu produk dimaksudkan untuk mendapatkan suatu produk yang steril setelah melalui suatu proses sterilisasi dan diharapkan tidak mengalami perubahan kualitas.

  Membran untuk dipandu jaringan dan regenerasi tulang. Aplikasi pertama dari membran memberikan bukti bahwa GTR dapat meningkatkan regenerasi periodonsium manusia adalah selulosa asetat laboratorium filter oleh Millipore (Nyman,1982) . Sejak itu , berbagai membran baru telah dirancang untuk berbagai skenario klinis , masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Beberapa membran tersedia secara komersial , menurut non - resorbable , resorbable sintetis dan bahan biodegradable alami.

2.6 Luka

  Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perbahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005). Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat dibagi menjadi: 1. Luka superfisial : terbatas pada lapisan epidermis.

  2. Luka partial thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan bagian atas dermis.

  3. Luka full thickness : hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis, dermis, dan fasia tapi tidak mengenai otot.

  4. Luka mengenai otot, tendon dan tulang (Tawi, 2008).

  Pada kebanyakan mekanisme perbaikan luka yang terjadi, tujuannya adalah menghasilkan suatu penutupan pada daerah luka tersebut. Perbaikan luka adalah usaha jaringan untuk mengembalikan struktur dan fungsi normal setelah alami trauma, untuk mengembalikan fungsi perlindungan terhadap kehilangan cairan, terhadap infeksi, membatasi masuknya organisme serta benda asing, mengembalikan aliran darah dan aliran limfe kembali ke kondisi normal dan mengembalikan integritas mekanik dari jaringan yang terluka. Pengembalian struktur kulit yang sempurna seringkali dikorbankan demi untuk pengembalian darurat fungsi dari kulit. Regenerasi, berbeda dengan perbaikan luka, merupakan suatu pemulihan sempurna seperti struktur jaringan semula tanpa pembentukan jaringan bekas luka. Walaupun regenerasi merupakan hal yang paling ideal di dalam penutupan luka, tetapi hal ini hanya ditemukan pada pertumbuhan embrio, pada organisme yang lebih rendah seperti kepiting dan salamander, dan pada manusia hanya ditemukan pada beberapa jaringan seperti pada tulang dan hati (Leong dan Phillips, 2004). Hasil penutupan pada organ lain adalah jaringan fibrosis dan scar (Lorenz dan Longaker, 2001).

  Terdapat tiga fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Fase koagulasi dan inflamasi sering dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan mediator yang dikeluarkan dari fase tersebut sering overlaping.

  1. Fase Inflamasi merupakan fase pertama dari proses penutupan luka dan sering disebut juga fase reaktif. Tujuan utama fase ini adalah menghentikan perdarahan, mencegah terjadinya infeksi dan menyingkirkan jaringan nekrosis, benda asing dan bakteri yang timbul (Leong dan Phillips, 2004; Adams dkk,2008).

  2. Fase Proliferasi Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka, terdiri dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan makrofag dalam pengaturan struktur pendukung (Myers dkk., 2007). Kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan angiogenesis, epitelisasi juga fase utama (Broughton dkk., 2006; Ueno dkk., 2006). Proses ini bagian dari penyembuhan luka.

  3. Fase Remodelling Merupakan fase terpanjang dalam penyembuhan luka yaitu pematangan proses, yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno dkk., 2006).

  Hasil akhir dari fase penutupan luka ini adalah suatu jaringan parut yang kurang elastis, avascular dan rapuh yang sama sekali tidak terdapat jaringan kulit tambahan seperti folikel rambut dan kelenjar keringat serta tidak akan kembali melebihi 80% dari kekuatan regangan kulit normal yang tidak pernah terluka (Adams dkk, 2008).

2.7 Membran

  Kata membran berasal dari bahasa latin yaitu ’membrane’ yang berarti potongan kain. Saat ini istilah membran didefenisikan sebagai lapisan tipis ( film ) yang fleksibel, pembatas antara fasa yang bersifat semipermiabel ( Jones, 1987). Membran dapat berupa padatan ataupun cairan dan berfungsi sebagai media pemisahan yang selektif berdasarkan perbedaan koefisien difusivitas, muatan listrik atau kelarutan.

  Sebenarnya membran sudah merupakan bagian integral dari kehidupan kita sehari-hari. Seluruh sel-sel penyusun tubuh mahluk hidup, terutama penyusun sel-sel penyusun tubuh kita dibungkus dengan membran. Membran sel sangat bersifat selektif sehingga hanya zat-zat tertentu saja yang dapat melaluinya. Pada tahun 1855 membran baru dikembangkan secara kecil-kecilan dalam skala laboratoriumnya oleh Fick. Pengelompokan membran dapat dilakukan atas dasar berbagai hal. Atas dasar material yang digunakan membran dapat dikelompokkan menjadi membran polimer, liquid membran, padatan (keramik) dan membran penukar ion. Berdasarkan konfigurasinya membran dapat dikelompokkan memnjadi lembaran, lilitan spiral (spiral warna), tubular dan emulsi (Mulder,1996)

  Berdasarkan material yang digunakan dalam pembuatan membran, bahan pembuat membran dikelompokkkan menjadi membran polimer alam, liquid, padatan (keramik) dan penukar ion. Membran polimer alam, terbagi menjadi membran biologis dan membran sintetik. Membran sel termasuk membran biologis, sedangkan membran sintetik terdiri atas membran organik dan anorganik. Membran organik antara lain disusun oleh polisakarida-polisakarida yang karena pengaruh gugus fungsi yang dimilikinya bersifat polikationik maupun polielektrolit (Zhao, at al., 2002).

2.8 Simulated Body Fluid ( SBF )

  Pada umumnya dilakukan pengujian terhadap biomaterial sintetik agar sesuai untuk diaplikasikan sebagai bahan implan. Metode pengujian secara in vivo atau

  

in vitro dilakukan dengan media larutan simulated body fluid (SBF) (Vulelic,

  M.,Mitic,Z.,et,.2011). Larutan simulated body fluid (SBF) adalah larutan buatan yang memiliki komposisi dan konsentrasi ionik yang hampir mirip dengan plasma darah manusia, pertama kali diperkenalkan oleh Kokubo (Kokubo, T.,1991). Lebih lanjut Kokubo menjelaskan bahwa syarat terpenting bagi suatu bahan agar dapat berikatan dengan tulang hidup adalah terbentuknya lapisan apatit mirip tulang pada permukaan bahan di dalam tubuh dan pembentukan apatit tersebut secara in vivo dapat diproduksi dalam SBF (Kokubo, T. and Takamada, H.,2006).

  Setelah beberapa dekade, para peneliti biomaterial sepakat bahwa pembentukan apatit pada material yang direndam dalam larutan SBF adalah bukti dari ke- bioaktifan material tersebut, dan dapat digunakan untuk mengantisipasi kemampuannya berikatan dengan tulang secara in vivo (Bohner, M. and Lemaitre, J.,2009). Selama pengujian, biomaterial direndam dalam larutan sintetik yang mensimulasi bagian anorganik dari plasma darah dengan atau tanpa adanya kultur sel. Metode tersebut bersifat mudah dan sederhana untuk menguji kestabilan dari material di dalam tubuh (Muller, L. and Frank, A.M.,2006).

  2.8.1 Pembuatan Larutan Simulated Body Fluid (SBF) Metode yang digunakan untuk membuat larutan SBF adalah metode yang dipakai oleh Kokubo (Kokubo, T., Kushitani, H et al.,1990 ). Sebanyak 1 Liter aqua trides disiapkan untuk membuat larutan SBF dengan komposisi seperti pada Tabel 1. Aqua trides diaduk menggunaka magnetic stirrer, lalu bahan kimia dimasukkan satu persatu sesuai urutan seperti yang tertera pada Tabel 1 (satu bahan kimia diaduk sampai larut, baru ditambahkan dengan bahan kimia berikutnya). Suhu larutan diatur sampai 36,5 C dan pH larutan disesuaikan sampai pH 7,4 dengan menggunakan larutan HCl 1 M.

Tabel 2.4. Komposisi bahan kimia penyusun larutan SBF (Simulated Body Fluid)

  No. Bahan Kimia Jumlah

  1. NaCl 7,996 gram

  2. NaHCO 0,350 gram

  3. KCl 0,224 gram

  4. K2HPO4.3H2O 0,228 gram

  5. MgCl2.6H2O 0,305 gram

  6. HCl 1 M 40 mL

  7. CaCl2.2H2O 0.278 gram

  8. Na2SO4 0.071 gram

Dokumen yang terkait

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN A. Pengertian Usaha Pariwisata - Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Ke

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan(Studi Pemko Medan)

0 1 21

Character Portrayal In L.A. Meyer’s Novel Bloody Jack

0 0 6

Character Portrayal In L.A. Meyer’s Novel Bloody Jack

0 0 6

Character Portrayal In L.A. Meyer’s Novel Bloody Jack

0 0 12

BAB II STRUKTUR SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KARO 2.1 Domisili Orang Karo - Garamata : Sebuah Gerakan Nativistik Di Dataran Tinggi Karo

0 0 12

BAB II LANDASAN HUKUM MENGENAI REKSA DANA PERSEROAN A. Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal - Hubungan Hukum Para Pihak dalam Reksa Dana Perseroan terkait Transaksi Reksa Dana Saham

0 0 23

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Hukum Para Pihak dalam Reksa Dana Perseroan terkait Transaksi Reksa Dana Saham

0 0 20

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA A. Tinjauan Umum Tentang Korporasi 1. Pengertian Korporasi - Asas Strict Liability dan Asas Vicarious Liability Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup (Analisis

0 0 62

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Asas Strict Liability dan Asas Vicarious Liability Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Bidang Lingkungan Hidup (Analisis Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 862 K/Pid.Sus./2010)

0 1 40