BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BRONKOSKOPI 2.1.1. SEJARAH BRONKOSKOPI - Perbandingan Kenyamanan Pasien Yang Dilakukan Bronkoskopi Serat Optik Lentur Dengan Anastesi Lokal Secara Spray dan Nebul di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BRONKOSKOPI

2.1.1. SEJARAH BRONKOSKOPI

  Akses ke saluran napas pada pasien telah dilakukan sejak jaman Hipocrates 460-370 sebelum masehi, dengan menggunakan bahan berupa pipa ke dalam laring pada pasien dengan adanya riwayat tesedak. Avicenna dari Bukhara, sekitar tahun 1000 masehi, menggunakan pipa berbahan perak untuk tujuan yang

  19,20,21 sama.

  Pada akhir abad ke-19, ada tiga penemuan penting menyebabkan perkembangan dari bronkoskopi kaku yaitu perkembangan teknik anastesi lokal, penemuan listrik sebagai sumber cahaya dan pengembangan instrumen untuk pemeriksaan pencernaan bagian atas dan saluran pernapasan. Gustav Killian seorang Otolaryngologist dari University of Freiburg Jerman, mengkombinasikan teknik-teknik ini dan menerapkan metode baru ini untuk manusia pertama kalinya pada tahun 1897. Dengan kokain yang digunakan sebagai anastesi lokal, Killian dengan bronkoskopi kakunya berhasil mengeluarkan benda asing dari bronkus utama kanan pada seorang pasien yang teraspirasi tulang kedalam saluran

  22,23

  pernapasannya. Sejak saat itu Killian terus berusaha meningkatkan instrumentasi dan teknologi yang dapat digunakan sebagai alat untuk diagnosis dan terapi pada saluran pernapasan. Killian juga terus mengembangkan bundel serat optik yang digunakan untuk pencahayaan, optik untuk fotografi dan vidio

  20,23 dokumentasi. Pada akhir abad ke-19, Chevalier Jackson, mengembangkan bronkoskopi kaku dengan menambah okular langsung, tabung penghisap dan sumber pencahayaan di ujung distalnya. Ia juga mengembangkan dan menekankan pentingnya protokol prosedur keselamatan selama tindakan yang dilakukan dan teknik ini masih digunakan sampai sekarang. Setelah itu Shigeto Ikeda memperkenalkan BSOL pada tahun 1966 dan tersebar secara luas di pusat-pusat

  20,24 pelayanan kesehatan.

2.1.2. JENIS BRONKOSKOPI

  Bronskoskopi merupakan prosedur tindakan pemeriksaan kedalam saluran pernapasan dengan menggunakan alat bronkoskop. Bronkoskop dapat dimasukkan ke saluran pernapasan melalui hidung atau mulut ataupun melalui lubang trakeostomi. Saat ini dikenal ada 2 macam alat bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi

  22,23,25 Kaku dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur.

  25 Gambar 2.1. Bronkoskopi kaku.

2.1.3. INDIKASI BRONKOSKOPI

28 Indikasi tindakan bronkoskopi dengan menggunakan bronkoskopi kaku

  3. Penanganan stenosis saluran napas.

  23

  Indikasi tindakan diagnostik pada bronkoskopi antara lain pada keadaan:

  6. Laser bronchoscopy.

  5. Pemasangan stent bronkus.

  4. Penanganan sumbatan saluran napas akibat neoplasma.

  2. Mengeluarkan benda asing dari saluran pernapasan.

Gambar 2.2. Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL).

  Mengatasi dan penanganan batuk darah masif.

  22 1.

  adalah:

  Prosedur bronkoskopi secara rutin dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan- kelainan endobronkial.

  26,27

  Tujuan melakukan prosedur bronkoskopi adalah untuk pemeriksaan bronkus dan cabang-cabangnya dengan tujuan diagnostik maupun pengobatan.

  25

  • Batuk • Batuk darah
  • Mengi dan stridor • Gambaran foto toraks yang abnormal.

  • Pemeriksaan Bronchoalveolar Lavage (BAL) : Infeksi paru.
    • Penyakit paru difus (bukan infeksi).
    • Pembesaran kelenjar limf atau massa pada rongga toraks.

  • Karsinoma bronkus.

  Ada bukti sitologi atau masih tersangka.

  • Penentuan derajat karsinoma bronkus.
  • Follow up karsinoma bronkus.
  • Karsinoma metastasis.
    • Tumor esophagus dan mediastinum.
    • Benda asing pada saluran napas.
    • Striktur dan stenosis pada saluran napas.
    • Cedera akibat zat kimia dan panas pada saluran napas.
    • Trauma dada.
    • Kelumpuhan pita suara dan suara serak.
    • Kelumpuhan diafragma.
    • Efusi pleura.
    • Pneumotoraks yang menetap.
    • Miscellaneous.

  Sangkaan fistel trakeoesopagus atau bronkoesopagus.

  • Fistel bronkopleura.
  • Bronkografi.
  • >Memastikan pemasangan pipa endotrakeal.

  • kasus trauma.

  Memastikan pipa endotrakeal terpasang dengan baik pada kasus-

  • penyambungan bronkus.

  Pemeriksaan paska operasi trakea, trakeobronkial atau

  23 Indikasi tindakan bronkoskopi terapeutik adalah pada keadaan: • Dahak yang tertahan, gumpalan mukus.

  • Benda asing pada saluran pernapasan.
  • Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi.
  • Laser therapy.
  • Brachytherapy.
  • Pemasangan stent pada trakeobronkial.
  • Melebarkan bronkus.
  • Laser.
  • Dilatasi dengan menggunakan balon.
  • Abses paru.
  • Kista pada mediastinum.
  • Kista pada bronkus.
  • Pneumotoraks.
  • Fistel bronkopleura.
  • Miscellaneous.
  • Injeksi intralesi.
  • Pemasangan pipa endotrakeal.
  • Kistik fibrosis.
  • Asma.

  • Trauma dada.
  • Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis). Beberapa prosedur rutin seperti bronchoalveolar lavage (BAL), bilasan bronkus, dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme penyebab penyakit-penyakit infeksi saluran napas dan paru juga dapat mendeteksi penyakit lainnya yang bukan disebabkan infeksi mikroorganisme. Sikatan bronkus dan biopsi jaringan pada daerah lesi di saluran napas dapat menentukan diagnosis dari

  28

  kelainan di saluran napas tersebut. Berkat teknologi yang semakin berkembang, beberapa teknik pencitraan saat ini dapat dilakukan melalui bronkoskopi.

  Fluorescence bronchoscopy dan Endobronchial bronchoscopy ultrasonography

  dapat membantu menentukan tempat yang tepat untuk melakukan pengambilan sampel jaringan untuk diagnostik. Di unit-unit perawatan intensif, 50%-75% dari prosedur bronkoskopi yang dilakukan merupakan bronkoskopi dengan tujuan terapeutik. Membersihkan saluran napas dari sekret yang kental dan menghilangkan bekuan darah di saluran napas merupakan tindakan terapeutik yang sering dikerjakan pada pasien-pasien yang dirawat diruang perawatan

  28 intensif.

  Bronkoskopi dengan tujuan diagnostik dan terapeutik dapat dilakukan secara bersamaan. Beberapa tindakan intervensi endobronkial separti laser terapi, pemasangan stent endobronkial, phototherapy, cryotherapy, reseksi lesi endobronkial, thermoplasty, dan pemasangan valve endobronkial merupakan

  28,29 tindakan yang memerlukan diagnostik yang tepat sebelum melaksanakannya.

  Penggunaan balon dilatasi dan pemasangan stent pada saluran napas juga

  27

  bermanfaat untuk mengatasi sumbatan jalan napas. Bronkoskopi diagnostik memegang peranan yang penting dalam pendiagnosaan kelainan-kelainan endobronkial yang selanjutnya dapat dilakukan prosedur terapeutik endobronkial dengan bronkoskopi sesuai kebutuhan dan tindakan intervensi yang

  28,29 dibutuhkan.

  Brutinel dkk, melaporkan peningkatan survival rate pada pasien dengan penyumbatan saluran napas akibat keganasan yang dilakukan prosedur laser

  

photoresection . Endobronchial elektosurgery dengan menggunakan argon plasma

  koagulasi dapat digunakan untuk debulking tumor trakeobronkial. Coulter dkk melaporkan keberhasilan endobronchial elektrosurgery sekitar 86% pada kasus

  19

  endobronkial polipoid dengan menggunakan anastesi lokal. Pada pasien yang dirawat diruang perawatan intensif yang mengalami atelektasis akibat penyumbatan saluran napas oleh gumpalan mukus, BSOL dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun terapeutik. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan BSOL dapat mengatasi atelektasis yang

  27 disebabkan gumpalan mukus dan perbaikan secara radiologis pada 88% kasus.

2.1.4. KONTRAINDIKASI DAN KOMPLIKASI

  Kontraindikasi tindakan bronkoskopi yaitu kontraindikasi absolut dan

  23

  kontraindikasi relatif. Kontraindikasi absolut antara lain: • Pasien kurang kooperatif.

  • Keterampilan operator kurang.
  • Fasilitas yang tidak memadai.
  • Angina yang tidak stabil.
  • Aritmia yang tidak terkontrol.

  • Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen.

  23 Yang termasuk kontraindikasi relatif yaitu: • Hiperkarbia berat.

  • Bulla emfisema berat.
  • Asma berat.
  • Gangguan koagulopati yang serius.
  • Obstruksi trakea.
  • High positive end-expiratory pressure.

  22,23

  Berbagai komplikasi yang dapat terjadi saat tindakan bronkoskopi yaitu: • Kesulitan melakukan intubasi.

  • Cedera pada trakea dan bronkus.
  • Perdarahan.
  • Spasmus pada bronkus dan laring.

  Sinus takikardia.

  • Aritmia : Aritmia yang serius. Aritmia yang mengancam jiwa.
  • Henti jantung.
  • Pneumotoraks.
  • Emfisema mediastinum. Prosedur bronkoskopi yang dilakukan seperti, penggunaan laser

  

photoresection , endobronchial elektrosurgery, brachytherapi, cryotherapy, dan

photodinamic therapy serta prosedur lainnya dapat menimbulkan komplikasi

  mulai dari reaksi inflamasi saluran napas, perdarahan maupun perforasi saluran

  27 napas yang dapat menyebabkan pneumotoraks ataupun pneumomediastinitis. Langendijk dkk menyatakan bahwa endobronchial brachytherapy dengan dosis >

  10 Gy dapat menimbulkan perdarahan dan pada 6-8% kasus menyebabkan fistel

  

28

  antara saluran napas ke rongga toraks. Pada pasien yang dilakukan biopsi transbronkial risiko terjadinya perdarahan dan pneumotoraks akan meningkat 5-

  29 7%. Pneumotoraks dapat terdeteksi 1 jam setelah tindakan biopsi dilakukan.

  Komplikasi juga dapat terjadi karena tindakan yang dilakukan pada bronkoskopi dan dapat terjadi sesudah tindakan bronkoskopi atau disebut sebagai sekuele.

  Umumnya sekuele terjadi akibat tindakan tambahan pada saat bronkoskopi.

  30 Sekuele dapat berupa jaringan parut yang dapat timbul setelah tindakan biopsi.

  Jin dkk mengemukakan dari 73 pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi diagnostik, 30 orang mengalami spasme saluran napas, 28 orang

  31

  hemoptisis, 4 orang pneumotoraks dan 11 orang mengalami aritmia. Sedangkan pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi terapeutik, dari 79 pasien, 38 orang mengalami spasme saluran napas, 13 orang aritmia, 9 orang hemoptisis, 8 orang terjadi sumbatan saluran napas, 5 orang mengalami esofagotrakeal fistel, 3 orang

  31 trejadi perforasi trakea dan 3 orang meninggal dunia.

2.2 PERSIAPAN SEBELUM BRONKOSKOPI

  Sebelum prosedur bronkoskopi dilakukan, harus dipersiapkan beberapa persiapan yang penting meliputi persiapan terhadap penderita termasuk pemberian premedikasi sebelum tindakan bronkoskopi dan persiapan peralatan pendukung

  32

  yang dibutuhkan untuk bronkoskopi. Pengelolaan penderita yang akan dilakukan bronkoskopi adalah sangat penting dan membutuhkan pendekatan multidisiplin serta komunikasi yang baik. Evaluasi sebelum tindakan bronkoskopi mencakup indikasi untuk prosedur bronkoskopi, tindakan yang akan dilakukan, risiko tindakan yang dapat terjadi pada pasien dan persetujuan dari pihak pasien

  23 terhadap prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadapnya.

  Beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan terhadap pasien sebagai persiapan sebelum dilakukan prosedur bronkoskopi antara lain pemeriksaan faal hemostasis, foto toraks, pemeriksaan elektrokardiografi (EKG), analisa gas darah, elektrolit dan spirometri. Evaluasi kardiovaskuler terutama dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner yang akan dilakukan tindakan bronkoskopi, karena penyakit ini dapat meningkatkan risiko pada saat tindakan

  7,33 bronkoskopi berlangsung.

  Mengetahui riwayat penyakit pasien secara akurat dengan memperhatikan adanya faktor risiko adalah hal yang sangat membantu untuk menyusun rencana

  23

  prosedur tindakan yang akan dilakukan saat bronkoskopi berlangsung. Beberapa pemeriksaan darah rutin yang dilakukan pada pasien yang akan dilakukan bronkoskopi meliputi hitung darah lengkap, parameter koagulasi terutama pada pasien yang mendapat terapi antikoagulan dan pasien dengan perdarahan aktif atau pada pasien yang dicurigai adanya gangguan perdarahan secara klinis, penyakit hati, disfungsi ginjal, malabsorpsi dan gangguan kekurangan gizi atau

  23,32 gangguan koagulasi lainnya.

  32 Persiapan yang harus dilakukan terhadap pasien adalah: 1.

  Memperoleh informasi tentang riwayat penyakit sebelumnya, penyakit sekarang, kondisi fisik dan mental pasien serta riwayat reaksi alergi terhadap obat yang akan digunakan untuk tindakan bronkoskopi.

  2. Memberitahukan kepada pasien tentang tahapan pelaksanaan prosedur tindakan yang akan dilakukan mulai dari persiapan bronkoskopi sampai setelah tindakan bronkoskopi, termasuk: • Puasa sebagai persiapan sebelum bronkoskopi.

  • Tindakan anastesi yang akan dilakukan dan yang akan dirasakan pasien setelah dilakukan anastesi.
  • Puasa setelah menjalani tindakan bronkoskopi.

3. Menandatangani pernyataan persetujuan tindakan medik untuk prosedur yang akan dilakukan.

  4. Mengevaluasi kondisi pasien sebelum bronkoskopi dilakukan dan mengelompokkan pasien berdasarkan kondisi fisiknya. American

  Association of Anesthesiologists (ASA) membuat klasifikasi sebagai

  berikut: ASA I : Pasien dengan kondisi fisik normal.

  ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan. ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik yang berat dengan keterbatasan aktifitas.

  ASA IV : Pasien dengan penyakit yang tergantung dengan obat-obatan agar dapat bertahan.

  ASA V : Pasien dengan kondisi yang gawat dengan prediksi tidak akan bertahan hidup dalam 24 jam dengan atau tanpa tindakan bronkoskopi.

  5. Puasa sebelum tindakan bronkoskopi. Puasa dilakukan sekitar 8 jam untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung.

  7,32

  Selain itu persiapan lain yang harus dilakukan, antara lain: Persiapan fasilitas penunjang :

  Ruangan : Broncoscopy suite Ruangan persiapan, ruangan tindakan, ruangan pemulihan, ruangan desinfeksi alat.

  Bronkoskopi : Kelengkapan televisi, vidio, foto.

  Kelengkapan alat diagnostik dan terapi. Sarana penunjang: Oksigen, mesin penghisap lendir (suction).

  Alat pemantau EKG, oksimeter Nebulizer Alat- alat Resusitasi

  Jet ventilation Pemberian obat premedikasi harus disesuaikan untuk kebutuhan individu.

  Umumnya anti sedatif ringan diberikan 30 menit sebelum prosedur bronkoskopi

  32

  dilakukan. Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk: 1.

  Mengurangi kecemasan pada saat tindakan bronkoskopi.

  2. Mengeringkan saluran napas.

  3. Mencegah terjadinya refleks vagal.

  32 Obat-obat yang sering digunakan untuk premedikasi adalah:

  Obat –obat sedatif:

  • Midazolam (7.5 mg peroral)
  • Lorazepam (1–2 mg peroral)
  • Temazepam (15–30 mg peroral)
  • Diazepam (5–10 mg peroral)
Antikolinergik:

  • Atropine (0.5 mg im, 1.0 mg peroral)
  • Glycopyrrolate (0.1–0.3 mg intramuskular)
  • Scopolamine (0.3 mg intramuskular) Pada pasien yang sedang mengkonsumsi obat anti hipertensi, obat anti

  32

  diabetes dan obat-abatan saluran napas harus tetap diberikan. Hipoksemia dapat terjadi pada saat tindakan bronkoskopi. Hal ini harus diantisipasi dengan pengelolaan oksigen tambahan pada pasien. Pasien dengan hipoksemia yang

  23 sudah ada sebelumnya akan membutuhkan oksigen tambahan.

  British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan beberapa hal yang

  8

  harus diperhatikan untuk keselamatan pasien: 1.

  Sebelum bronkoskopi.

  • Memberikan informasi secara lisan dan tertulis kepada pasien tentang prosedur yang akan dilakukan.
  • Pemeriksaan spirometri harus dilakukan pada pasien dengan penyakit paru obstruksi.
  • Pemberian suplementasi oksigen dan atau sedasi intravena dapat menyebabkan peningkatan kadar CO

  2 arteri oleh karena itu

  pemberian sedasi harus dihindari pada penderita yang terjadi peningkatan kadar CO

  2 arteri pra-bronkoskopi dan suplementasi oksigen dipertimbangkan dengan sangat berhati-hati.

  • Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum bronkoskopi untuk yang memiliki katup jantung prostesis atau dengan riwayat endokarditis.
  • Pada penderita dengan riwayat infark miokard, bronkoskopi harus dihindari minimal 6 minggu setelah riwayat serangan terakhir.
  • Penderita asma harus diberi bronkodilator sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan.
  • Pemeriksaan trombosit dan fungsi pembekuan darah harus rutin dilakukan pada pasien dengan riwayat perdarahan.
  • Jika diperkirakan bahwa spesimen biopsi mungkin diperlukan pada bronkoskopi, antikoagulan oral harus dihentikan setidaknya 3 hari sebelum bronkoskopi atau penderita dapat diberi vitamin K.
  • Jumlah trombosit, waktu protrombin dan waktu tromboplastin parsial harus diperiksa sebelum melakukan biopsi transbronkial.
  • Tidak makan minimal 4 jam dan tidak minum air minimal 2 jam sebelum tindakan bronkoskopi.
  • Akses intravena harus terpasang sebelum tindakan bronkoskopi dilakukan.
  • Penggunaan sedasi harus diberikan setelah mendapat persetujuan dari pasien.
  • Atropin tidak secara rutin diperlukan sebelum bronkoskopi.

2. Saat bronkoskopi • Pasien harus dipantau dengan oksimetri.

  • Suplementasi oksigen harus diberikan untuk mencapai saturasi oksigen minimal 90% dan untuk mengurangi risiko aritmia selama prosedur berlangsung dan selama masa pemulihan setelah tindakan selesai dilakukan.
  • Dosis total lidokain harus dibatasi sampai 8,2 mg/kg berat badan pada orang dewasa.
  • Jika scope bronkoskopi dimasukkan melalui hidung maka sebaiknya diberikan lidokain gel 2% untuk anastesi mukosa hidung.
  • Dosis sedatif dapat ditambah untuk mencapai sedasi yang memadai.
  • Harus dibantu minimal dua orang asisten bronkoskopi.
  • Pemantauan EKG harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat penyakit jantung dan mereka yang dalam keadaan hipoksia meskipun telah diberi suplementasi oksigen.
  • Tersedia peralatan resusitasi.

3. Setelah bronkoskopi

  • Suplementasi oksigen setelah tindakan bronkoskopi diperlukan pada beberapa pasien dengan penurunan fungsi paru-paru dan pasien yang mendapat sedasi.
  • Jika dilakukan biopsi transbronkial maka harus dilakukan pemeriksaan foto toraks minimal 1 jam setelah tindakan selesai dilakukan untuk mendeteksi komplikasi terjadinya pneumotoraks.
  • Pasien yang dilakukan tindakan biopsi transbronkial harus diberi tahu secara lisan dan tertulis tentang kemungkinan terjadinya pneumotoraks.

  • Pasien yang mendapat sedasi diberi tahukan secara lisan dan tertulis untuk tidak mengoperasikan kenderaan selama minimal 24 jam setelah tindakan dilakukan.
  • Beritahukan kepada pasien yang mendapat sedasi, pasien usia tua, pasien yang dilakukan tindakan biopsi tranbronkial harus diawasi dalam 24 jam setelah tindakan dilakukan.

  Setelah seluruh persiapan dilakukan maka pelaksanaan prosedur BSOL dapat dilakukan oleh seorang ahli bronkoskopi. Menurut ACCP, seorang ahli bronkoskopi adalah seorang yang telah berlatih melaksanakan prosedur BSOL dimana telah melaksanakan minimal 100 kali prosedur BSOL dan untuk menjaga keahliannya harus terus melaksanakan prosedur BSOL setidaknya 25 kali

  7 pertahunnya.

  Pelaksanaan prosedur BSOL yang direkomendasikan ACCP adalah pasien dipersiapkan dan harus berpuasa minimal 4 jam sebelum prosedur dilaksanakan.

  Akses intravena terpasang baik dan pasien diberi anastesi lokal. Setalah itu pasien dapat diposisikan terlentang. Operator dapat memilih tempat masuknya bronkoskop dapat melalui hidung atau melalui mulut. Jika menggunakan hidung sebagai pintu masuk bronkoskop maka anastesi topikal harus mencakup rongga hidung bagian dalam dan faring. Jika menggunakan mulut sebagai pintu masuk bronkoskop maka harus meletakkan alat pelindung bronkoskop agar terhindar dari gigitan pasien. Segera setelah bronkoskop di instilasikan maka dilakukan pemeriksaan dan penilaian dari mulai orofaring dan pita suara. Pembiusan topikal tambahan di daerah ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Bronkoskop selanjutnya melewati pita suara dan menuju ke saluran napas yang lebih distal. Penilaian dan pemeriksaan saluran napas dilakukan dan anastesi topikal dapat ditambahkan sesuai kebutuhan. Prosedur diagnostik atau terapeutik dapat dilakukan secara

  7 bersamaan sesuai kebutuhan.

2.3 ANASTESI LOKAL PADA BRONKOSKOPI

  Anastesi saluran napas harus dilakukan sebelum tindakan bronkoskopi

  10,34,35

  dilakukan. Bronkoskopi kaku dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Selain itu, anastesi umum juga dilakukan pada penderita yang akan dilakukan BSOL dengan prosedur tindakan diagnostik dan terapi yang memerlukan waktu yang panjang, pasien dengan tingkat kecemasan yang tinggi

  19

  dan pada pasien anak-anak. Tindakan ini harus dilakukan oleh seorang

  22,36 Bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi.

  BSOL telah digunakan di lebih dari 95% dari semua prosedur bronkoskopi

  23

  dan telah menjadi modalitas dalam diagnostik maupun terapi. BSOL digunakan secara luas karena mudah dilakukan, memiliki komplikasi yang lebih ringan, lebih nyaman dan lebih aman, dapat menggunakan anestesi lokal dan dapat menjangkau

  10,34,35,36,37,38 ke percabangan bronkus yang lebih distal.

  Dalam pelaksanaan bronkoskopi pertama kali, Killian telah menggunakan kokain sebagai zat anastesi lokal. Saat ini beberapa obat anastesi lokal telah banyak digunakan antara lain lidokain, tetrakain, benzokain dan kokain. Obat

  2,10,34,35,39 anastesi yang paling umum digunakan adalah lidokain.

  Obat anastesi lokal memblok saraf-saraf pada saluran pernapasan dan menghilangkan sensasi sepanjang jalan saraf yang dipersarafinya. Saluran pernapasan dipersarafi oleh percabangan nervus kranialis yang keluar dari vertebra torakalis ke V, IX dan X yang memberi sensasi ke saluran pernapasan. Sedangkan mukosa nasal di persarafi oleh pleksus sfenopalatina yang terdiri dari percabangan nervus maksillaris dan nervus trigeminalis. Serat saraf ini berjalan di bawah mukosa sepanjang dinding lateral nares posterior ke turbinate tengah. Sensasi pada 2/3 anterior lidah ditimbulkan oleh percabangan serabut saraf yang berasal dari nervus kranialis ke-V dan 1/3 posterior lidah dan mukosa faring menuju ke pita suara dipersarafi oleh saraf glossofaringeus melalui pleksus faring. Sedangkan pita suara, trakea dan bronkus dipersarafi oleh nervus laringeus superior dan nervus laringeus recurrent yang merupakan percabangan dari nervus

  10 vagus.

  Cara melakukan tindakan anastesi lokal dapat diberikan dengan cara

  

spray /semprotan, nebulisasi, injeksi transkrikoid atau injeksi transtrakea, atau

spray /semprotan langsung melalui bronkoskop atau disebut juga cara spray as you

go . Kumur lidokain dapat diberikan sebelum melakukan tindakan anastesi secara

spray /semprotan. Hal ini bertujuan untuk melakukan pembiusan pada daerah

  2,32,39,40

  mulut dan daerah posterior lidah. Chung dkk menyatakan bahwa kombinasi lidokain kumur dan lidokain yang diberikan ke lidah bagian posterior memberikan anastesi yang efektif untuk faring, laring dan trakea pada pasien yang dilakukan

  41 intubasi dengan serat optik.

  Dalam teknik spray/semprotan lidokain, pasien di posisikan duduk, mulut dan faring secara berurutan di semprotkan dengan obat anastesi. Obat anastesi disemprotkan dengan sebuah alat berbentuk tabung melengkung yang berfungsi sebagai penyemprot obat anastesi lidokain 0,5 sampai 1 ml perkali semprotan dengan urutan penyemprotan mulai dari pangkal lidah (untuk memblokir pangkal saraf laring), epiglottis, pita suara, dan trakea. Kanula diposisikan dengan sebuah cermin laring tidak langsung sebagai pemandu yang dihangatkan terlebih dahulu.

  6 Semprotan diberikan sampai pasien batuk. Pemberian secara semprotan

  membutuhkan pengalaman tersendiri sebab cara semprotan dengan memegang lidah pasien harus dilakukan selembut mungkin untuk menghindari rasa sakit akibat pegangan yang terlalu kuat. Oleh karena itu pegangan lidah dapat dilakukan oleh pasien sendiri dan jika kurang memadai maka operator/asisten

  4,6,7,8

  dapat memegangnya secara hati-hati. Penyebaran zat anastesi didaerah lidah dan pangkal lidah tergantung pada arah semprotan yang dilakukan. Pengalaman operator menentukan sebaran semprotan dan keberhasilan tindakan anastesi. Semprotan harus merata mulai daerah pangkal lidah dari kanan ke kiri serta

  4,6,10,11 kearah pita suara dan trakea bagian proksimal dibawah pita suara.

  A B

  Gambar 2.3: A) Penyemprotan rongga mulut dan faring. Pasien dan operator dalam posisi tegak dan lidah pasien dijulurkan secara maksimal.

  B) Operator melakukan penyemprotan kearah lebih dalam dengan bantuan kaca laring. Pasien atau asisten operator memegang ujung

  6 lidah pasien agar tetap terjulur keluar.

  Anastesi lokal untuk nasofaring dan laring dapat juga dilakukan dengan cara nebulisasi. Umumnya digunakan lidokain 4% sebanyak 4 ml dengan alat

  

40

  nebul melalui face mask atau mouthface. Nebulizer lazimnya digunakan sebagai alat untuk terapi inhalasi dengan tujuan pengobatan, namun dengan perkembangannya, nebulizer juga digunakan sebagai alat untuk memasukkan berbagai zat aktif untuk kepentingan medis. Nebulizer merupakan alat yang relatif

  42,43

  murah dibandingkan alat terapi inhalasi lainnya. Sediaan zat yang digunakan umumnya berbentuk larutan yang mengandung zat aktif. Nebulizer dapat mengubah partikel zat aktif menjadi partikel yang berukuran sangat kecil sekitar 5 µm, dapat menghantarkan partikel zat aktif sampai ke alveolus serta mudah

  43

  dihirup dengan bernapas biasa. Dengan nebulizer pasien hanya bernapas biasa sambil menghirup uap nebul yang mengandung obat anastesi. Obat dapat mencapai sasaran sampai kesaluran napas yang kecil sehingga dosis yang diberikan dapat lebih rendah dibandingkan cara pemberian lainnya serta

  43,44 menurunkan resiko terjadinya efek samping yang tidak dinginkan.

  44 Beberapa keuntungan penggunaan nebulizer antara lain :

  • Zat aktif yang diberikan dapat langsung ketempat sasaran yaitu saluran napas dan paru sehingga dosis zat aktif yang dibutuhkan lebih kecil jika dibandingkan dengan pemberian zat aktif melalui cara lainnya.
  • Dosis yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik sehingga efek samping sistemik menjadi lebih minimal.
  • Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru berlangsung dengan cepat, sehingga efek yang diharapkan akan lebih cepat dibandingkan pada cara pemberian lainnya seperti subkutan atau oral.
  • Udara yang dihirup melalui nebulizer mengandung air yang dapat mengencerkan sekret bronkus dan membantu sekresinya.

  Berger dkk, Stolz dkk, Sethi dkk telah meneliti penggunaan nebulisasi lidokain yang berhubungan dengan kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL.

  Mereka menggunakan lidokain 4% secara nebulisasi sebanyak 4 ml selama 5

  2,14,45 sampai 10 menit untuk menganastesi saluran napas.

  A B

  36 Gambar 2.4: A) Mouthpiece nebulizer; B) Facemask nebulizer.

  Jika anastesi kurang memadai dapat ditambahkan anastesi lokal melalui

  6

  bronkoskop secara spray as you go. Teknik Pembiusan secara spray as you go dilakukan melalui semprotan langsung ke saluran napas melalui bronkoskop. Saat penyemprotan dilakukan, aliran oksigen harus tetap diberikan untuk membantu mempertahankan oksigenasi pasien. Jumlah total obat anastesi yang telah diberikan harus diketahui dan tidak melebihi dosis yang direkomendasikan agar terhindar dari efek samping dan komplikasi yang dapat terjadi akibat obat

  6,46

  anastesi. British Thoracic Society merekomendasikan dosis lidokain sebagai

  8 anastesi lokal untuk saluran napas tidak melebihi 8,2 mg / kg berat badan.

  Penilaian keberhasilan anastesi lokal saluran napas pada BSOL dapat di

  45

  kelompokkan sebagai berikut: Sangat baik : Saat bronkoskop melewati pita suara tidak terjadi batuk dan tidak ada kesulitan melewati pita suara serta tidak ada kesulitan melakukan memanipulasi untuk pelaksanaan prosedur. Jika terjadi batuk saat pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial, akan mereda dalam beberapa detik. Baik : Tidak ada kesulitan melewati pita suara, terjadi batuk yang ringan saat bronkoskop melewati di daerah trakea dan bronkus.

  Batuk selama pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial dapat berlangsung beberapa saat namun tidak mengganggu penyelesaian prosedur dan tidak perlu penundaan atau perubahan dalam cara pengambilan bahan.

  Sedang : Tidak ada kesulitan melewati pita suara, tapi sering batuk sepanjang pelaksanaan prosedur. Terkadang perlu penundaan beberapa saat ketika menuju ke tahap/prosedur selanjutnya, tapi pengambilan bahan pemeriksaan masih dapat dilakukan.

  Buruk : Bronkoskop sulit melewati pita suara. Terjadi batuk yang parah sehingga menyulitkan pengambilan bahan pemeriksaan dari endobronkial dan prosedur harus dihentikan.

2.4 LIDOKAIN

  Lidokain adalah obat anestesi lokal golongan ester. Lidokain disintetik sebagai obat anestesi lokal golongan amida oleh Lofgren pada tahun 1943.

  Lidokain merupakan obat anastesi lokal dengan mula kerja cepat dan efektif serta memiliki efektifitas tinggi sebagai obat anti aritmia. Karena alasan ini, lidokain

  47,48,49

  dijadikan obat standar terhadap obat anestesi lokal. Obat anestesi lokal terdiri dari lipofilik dan hidrofilik secara terpisah dihubungkan oleh rantai hidrokarbon. Perbedaan penting antara golongan ester dan golongan amida adalah

  47,50

  rantai penghubung antara lipofilik dan hidrofiliknya. Lidokain terdiri dari gugus lipofilik (biasanya merupakan suatu cincin aromatik) yang dihubungkan suatu rantai perantara (dari gugus amida) dengan suatu gugus yang mudah terionisasi (amine tersier). Zat anestesi merupakan basa lemah yang umumnya

  47,48,51 tersedia dalam bentuk garam agar lebih mudah larut dan stabil.

  48 Gambar 2.5. Struktur kimia lidokain.

  Lidokain dapat diserap melalui selaput lendir, menghasilkan konsentrasi

  37 serum puncak yang hampir setinggi ketika dosis ekivalen diberikan intravena.

  Pada pemberian intravena mula kerja dapat dicapai dalam waktu 45-90 detik. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 menit dengan waktu paruh 30-120 menit. Lidokain dimetabolisme dihati menjadi monoethylglcinexcylidide melalui

  

oksidative dealkylation , kemudian dihidrolisis menjadi xylidide.

  Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar 80% dari lidokain sebagai antiaritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai aktifitas antiaritmia 10%.

  Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk 4-hydroxy-2,6-

  37,47,48,50 dimethylaniline. 50% lidokain dalam plasma terikat oleh albumin.

  • Pada keadaan tidak teraktivasi atau dalam keadaan istirahat saluran Na akan tertutup, sedangkan pada saat teraktivasi akan terbuka dan terjadilah potensial aksi. Ikatan yang selektif terhadap molekul anastesi lokal pada ba

  dalam saluran Na saat terjadi pembukaan saluran Na akan menghambat terjadinya depolarisasi dan menghambat potensial aksi. konfigurasi ini mencegah penyebaran konduksi impuls saraf. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat anestesi

  • lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam saluran Na

  47,48,49,50 akan mempertahankan saluran ini dalam keadaan tidak teraktivasi.

  • Apabila terjadi aktivasi saluran Na pada membran saraf akan terjadi penyebaran konduksi impuls saraf dan sensasi yang dirasakan oleh pasien akan tergantung besarnya rangsangan yang diterima oleh membran saraf tersebut. Sensasi dapat dirasakan pasien dari yang paling ringan sampai yang terberat

  37,47,51 berupa sensasi yang mengganggu dan perasaan sakit.

  Pemberian lidokain yang diinstilasikan melalui bronkoskop ke saluran napas akan cepat terserap ke dalam sirkulasi. Menurut Minman dkk, penyerapan lidokain pada mukosa saluran napas berhubungan dengan berapa besar dosis

  52 lidokain yang diberikan dan kadar lidokain yang terserap ke dalam sirkulasi.

  Lidokain terserap 15-60% dari dosis total yang diberikan jika digunakan untuk

  45

  anastesi lokal saluran napas. Kadar lidokain yang tinggi didalam plasma dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Wu dkk melaporkan bahwa pada seorang dengan gangguan penurunan daya tahan tubuh dan dengan gagal ginjal kronis, lidokain dapat menimbulkan kejang jika diberikan dengan dosis sampai 300-320 mg. Hari dkk juga melaporkan bahwa lidokain dapat menimbulkan efek samping berupa kejang dan serangan kardiovaskuler pada wanita 19 tahun dengan gangguan fungsi paru-paru. Bronkospasme juga dilaporkan dapat terjadi pada pasien yang mendapat nebulisasi lidokain 4%

  53 dengan adanya riwayat penyakit asma.

  Efek samping yang dapat jika kadar lidokain dalam plasma > 5ug/ml. Gejala-gejala yang dapat timbul antara lain adalah spasme saluran napas, sangat mengantuk, hiperaktif, tinnitus, vertigo, mual, muntah, kejang dan dapat terjadi

  15,52,53 gangguan kesadaran.

  Beberapa pilihan teknik pemberian lidokain ke saluran napas telah dilakukan untuk mengurangi besarnya dosis yang diberikan agar dapat terhindar dari efek yang tidak diinginkan. Cara pemberian anastesi dengan lidokain secara nebulisasi dapat menganastesi dari mulut sampai kesaluran pernapasan. Cara ini ditoleransi dengan baik dan berhubungan dengan kadar lidokain dalam plasma lebih rendah dibandingkan jika diberikan secara langsung ke dalam saluran napas.

  Namun, pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemberian lidokain secara nebulisasi tidak dapat menurunkan jumlah tambahan lidokain yang dibutuhkan

  2,9,10

  oleh pemberian secara langsung ke saluran napas. Foster dan Hurewitz menunjukkan bahwa pemberian nebulisasi lidokain dapat mengurangi kebutuhan tambahan anestesi lokal yang diberikan kesaluran napas melalui bronkoskop secara spray as you go. Demikian juga Gjonaj dkk melaporkan bahwa 50% dari

  2 pasien yang menerima nebulisasi lidokain tidak memerlukan tambahan lidokain.

2.5 PENILAIAN KENYAMANAN PASIEN

  Kenyamanan penderita yang dilakukan prosedur BSOL adalah sangat penting, sebab akan mempengaruhi keberhasilan prosedur yang dilakukan dan secara langsung mempengaruhi keseluruhan hasil yang akan dicapai. Instilasi bronkoskop itu sendiri dapat menyebabkan terjadinya sensasi yang tidak

  38 menyenangkan di tempat yang dilalui bronkoskop, batuk dan perasaan takut.

  Untuk itu diperlukan tindakan-tindakan yang dapat meminimalkan keadaan tersebut. Premedikasi yang baik dan penggunaan obat-obat anastesi diharapkan dapat mengurangi rasa takut dan menghilangkan sensasi-sensasi yang tidak

  15,32,54

  menyenangkan saat instilasi bronkoskop berlangsung. Kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL dapat dinilai dengan sensasi yang dirasakan pasien saat instilasi bronkoskop berlangsung, frekuensi batuk dan tersedak yang terjadi saat istilasi bronkoskop. Kemudahan prosedur yang dirasakan oleh operator yang telah berpengalaman dapat juga digunakan sebagai penanda bahwa

  2,5,9,16,17,18,38,54 pasien tersebut merasa nyaman atas prosedur yang dilakukan.

  Beberapa skala telah dirancang sebagai metode untuk mengukur perasaan yang mengganggu/tidak menyenangkan dan secara luas telah digunakan di berbagai penelitian dan di dalam praktek klinisi sehari-hari. Nyeri adalah sensasi yang menggangu dan tidak menyenangkan yang merupakan fenomena kompleks multidimensi dan penilaian nyeri dibuat untuk membantu klinisi untuk

  54 menanganinya di dalam praktek klinis sehari-hari.

  Beberapa metode yang umum digunakan untuk menilai intensitas sensasi yang tidak menyenangkan antara lain Verbal Rating Scale (VRS), Numerical

  

Rating Scale (NRS) dan Visual Analogue Scale (VAS). VRS adalah alat ukur yang

  menggunakan kata sifat untuk menggambarkan tingkat intensitas sensasi yang berbeda, dari “tidak merasakan sensasi” sampai “sensasi yang sangat mengganggu”. VRS biasanya menggunakan sistim skor dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas sensasi yang

  54,55

  dirasakan. VRS menggunakan 5 skor skala penilaian, yaitu: Skor 0 : tidak ada sensasi Skor 1 : sedikit tidak menyenangkan Skor 2 : tidak menyenangkan Skor 3 : sangat tidak menyenangkan Skor 4 : sama sekali tidak menyenangkan.

  Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam VRS, kemudian digunakan untuk memberikan skor untuk intensitas sensasi yang dirasakan oleh pasien. VRS ini mempunyai keterbatasan didalam penggunaannya. Beberapa keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang cocok untuk tingkat intensitas sensasi yang dirasakannya dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat yang

  54 digunakan.

  Numeral Rating Scale (NRS) adalah suatu alat ukur yang meminta pasien

  untuk menilai sensasi sesuai dengan tingkatan intensitas yang dirasakannya pada skala numerik dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti “sensasi ditoleransi dengan baik” dan 10 atau 100 berarti “sensasi yang sangat tidak

  38,54,55,56 menyenangkan”.

  54 Gambar 2.6. Numerical Rating Scale. Skala nyeri numerik dapat dikombinasikan dengan gambar wajah dan dapat lebih berguna pada pasien yang sulit berkomunikasi. Pasien diminta untuk menunjuk ke gambar ekspresi wajah mulai dari wajah tersenyum sampai gambar wajah yang sangat tidak senang yang mengekspresikan nyeri yang tak

  53,56 tertahankan.

  56 Gambar 2.7. Face Pain Rating Scale.

  Visual Analogue Scale (VAS) adalah garis horizontal dengan label 0 (tidak

  terasa sensasi) di satu ujung dan 10 (sensasi sangat tidak menyenangkan) di ujung lainnya. Pasien diminta untuk menandai pada garis horizontal sesuai dengan tingkat intensitas sensasi yang dirasakannya. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberikan pasien dan dicatat sebagai skor tingkat

  38,54,56

  intensitas sensasi pada pasien tersebut. Penggunaan VAS memiliki

  58

  kesalahan sekitar 20 mm. Skala VAS dapat dikategorikan menjadi 5 tingkatan

  14

  skala ketidaknyamanan yaitu: Skala 1 : 0-2 cm  Tidak terasa sensasi tidak menyenangkan (Not unpleasant) Skala 2 : 2-4 cm  Tidak nyaman (Uncomfortable) Skala 3 : 4-6 cm  Tidak menyenangkan (Unpleasant) Skala 4 : 6-8 cm  Sangat tidak menyenangkan (Most unpleasant) Skala 5 : 8-10 cm Sensasi yang tidak tertahankan (Intolarable)

  Ludington dan Dexter menyarankan penggunaan VAS skor sebagai data rasio karena 0 mm merupakan benar nol (menunjukkan tidak adanya sensasi yang mengganggu). Mereka menyatakan bahwa VAS skor memiliki sifat skala linear dimana perbedaan antara setiap kenaikan sensasi yang dirasakan adalah sama.

  Dengan demikian, sensasi yang dirasakan pada VAS skor 60 mm menunjukkan dua kali dari skor VAS 30 mm, dan perbedaan sensasi yang dirasakan antara skor

  VAS dari 30 mm dan 40 mm akan sama besarnya dengan perbedaan antara skor

  57,58 VAS dari 70 mm dan 80 mm.

  56 Gambar 2.8. Visual Analogue Scale (VAS).

  VAS lebih sensitif terhadap pengukuran intensitas sensasi yang dirasakan dari pada skala pengukuran lainnya seperti pada VRS dimana responnya lebih terbatas. VAS juga lebih sensitif dibanding skala numerik maupun skala numerik bergambar karena dengan VAS, tingkat intensitas sensasi yang dirasakan dapat

  54,57 lebih terukur secara tepat.

  VAS adalah metode sederhana, efisien dan minimal intruktif yang dapat dipercaya. Pada beberapa pasien mungkin dapat terjadi kesulitan dalam merespon grafik VAS. Penjelasan yang baik dari dokter atau petugas kesehatan tentang penilaian VAS ini dapat membantu pasien untuk menunjukkan tingkat intensitas sensasi yang dirasaknnya pada grafik VAS sehingga pengukuran skor VAS dapat

  54,55,56 menjadi acuan yang objektif terhadap sensasi yang dirasakan penderita. Jumlah batuk dihitung mulai dari bronkoskop di instilasikan sampai prosedur selesai dilakukan dan diklasifikasikan menurut skala keparahan

  14,18

  batuk: Skala 1: Tidak ada batuk Skala 2 : Batuk sedikit yaitu jumlah batuk kurang dari 2 kali Skala 3: Batuk sedang yaitu jumlah batuk antara 3 sampai 5 kali Skala 4: Batuk yang banyak yaitu jumlah batuk lebih dari 5 kali.

  Beberapa penelitian telah menggunakan nilai VAS ini sebagai acuan

  9,17,55

  penilaian intensitas sensasi saat prosedur bronkoskopi. Sethi, Tarneja dkk menggunakan nilai VAS dan jumlah batuk untuk menilai kenyamanan pasien yang dilakukan prosedur BSOL dengan membandingkan tiga cara pemberian anastesi saluran napas. Sampel terbagi atas 3 kelompok, kelompok I pasien yang di anastesi dengan lidokain 4% sebanyak 4 ml dengan injeksi melalui trakeal, kelompok II pasien dengan menggunakan teknik spray as you go dan kelompok

  III pasien yang dilakukan nebulisasi lidokain 20 menit sebelum pelaksanaan bronkoskopi. Hasil menunjukkan bahwa pada kelompok II mempunyai nilai VAS yang lebih baik dan jumlah refleks batuk yang lebih sedikit dibandingkan

  14

  kelompok lainnya. Menurut Cullen dkk, pada pasien yang akan dilakukan pemasangan pipa nasogastrik akan lebih nyaman jika sebelumnya diberi nebulisasi lidokain 10% sebanyak 4 ml dimana rata-rata nilai VAS-nya 37,7 mm

  59

  dan pada kelompok plasebo 59,3 mm. Demikian juga Zainuddin dkk mengemukakan bahwa pemberian spray/semprotan lidokain pada mukosa hidung dan pemberian gel lidokain pada mukosa hidung memiliki toleransi kenyamanan yang sama pada pasien yang dilakukan prosedur BSOL yang dimasukkan melalui

  60 hidung.