BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi - Perbandingan Kadar Kalium Darah Antara Penderita Preeklampsia Berat/Eklampsia Dengan Kehamilan Normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

  Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “disease of theories“ ini, masih sulit untuk ditanggulangi. Insidens yang terjadi bervariasi tergantung populasi yang diteliti dan kriteria

  1,2,3 yang digunakan untuk diagnosis.

  Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi vaskular terdapat pada banyak sistem organ termasuk plasenta, juga terdapat tingkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi. Sindroma ini terjadi selama kehamilan, dimana gejala klinis timbul setelah 20 minggu atau segera setelah persalinan. Umumnya terjadi pada triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Komplikasi yang tejadi termasuk: eklampsia, HELLP Syndrome, edema paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi, encephalopathy hypertension,

  1,4 dan buta kortikal. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, bersalin atau nifas yang ditandai dengan preeklampsia dengan timbulnya

  5 kejang atau koma yang bukan karena kelaianan neurologi.

  Insiden preeklampsia sering disebut sekitar 5% walaupun laporan yang ada sangat bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis, genetik, faktor lingkungan juga mungkin berperan. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa wanita yang sosioekonominya lebih maju lebih jarang terjangkit preeklampsia, bahkan setelah faktor ras dikontrol. Penyakit yang disebut sebagai “disease of theories“ ini,

  

3

masih sulit untuk ditanggulangi.

2.2. Faktor Risiko Preeklamsia

  Adapun faktor resiko terjadinya preeklampsia yaitu :

  1. Risiko yang berhubungan dengan partner laki adalah: (a) primigravida, (b) primipaterniti, (c) umur yang ekstrim: terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, (d) partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeclampsia, (e) pemaparan terbatas terhadap sperma, (f) inseminasi donor dan donor oocyte.

  2. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit keluarga adalah: (a) riwayat pernah preeklamsia, (b) hipertensi kronik, (c) penyakit ginjal, (d) obesitas, (e) diabetes gestasional, diabetes mellitus tipe I (f) antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia.

  3. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan adalah: (a) mola Hidatidosa, (b) kehamilan multipel, (c) infeksi saluran kencing pada kehamilan, (d) hydrops fetalis.(HKFM, 2005)

  2.3 . Klasifikasi Klinik

  Disadur bebas dari Report on the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy (AJOG Vol 183 : S1, July 2000):

  1. Hipertensi Gestasional

  Didapatkan desakan darah ≥140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal <12 minggu paska persalinan.

  2. Preeklamsia

  Kriteria minimum: Desakan darah ≥140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria ≥300 mg/24 jam atau dipstik ≥1+.

  3. Eklampsia

  Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma

  

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

  Timbulnya proteinuria ≥300 mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi kronik

  Ditemukannya desakan darah ≥140/90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.

  2.4 . Preeklamsia Berat

  Preeklampsia berat ialah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda dibawah ini: a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg b. Proteinuria: ≥ 5 gr/jumlah urine selama 24 jam. Atau dipstick:

  4+

  c. Oliguria: produksi urin < 400-500 cc/24 jam

  d. Kenaikan kreatinine serum

  e. Edema paru dan sianosis

  f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan teregangnya kapsula Glisone. Nyeri dapat sebagai gejala awal rupture hepar.

  g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan pandangan kabur.

  h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase i. Hemolisis mikroangiopatik

  3

  j. Trombositopenia: < 100.000 cell/mm k. Sindroma HELLP (HKFM, 2005; Sibai BM, 2009)

  2.5 . Eklampsia

  Eklampsia ialah preeklampsia yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan koma. (HKFM, 2005; Sibai BM, 2009)

2.5.1 Faktor predisposisi

  Etiologi preeklamsia masih belum diketahui secara pasti dan beberapa faktor risiko dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia misalnya primigravida, kehamilan multipel, obesitas, usia yang terlalu muda atau terlalu tua, riwayat kehamilan terdahulu dengan preeklamsia, DM gestasional dan hipertensi penyakit ginjal. (HKFM, 2005; Sibai BM, 2009).

2.5.1.1 Etiologi dan patogenesis

  Penyakit ini adalah salah satu penyebab utama gangguan pertumbuhan janin, morbiditas bayi dan mortalitas, kelahiran prematur dan kematian ibu(MacGillivray, 1983). Pengetahuan tentang patofisiologi dari pre-eklampsia telah berubah secara dramatis selama bertahun-tahun. Selama berabad-abad itu dianggap sebagai gangguan kejang sederhana, sebgai akibat dari gangguan ginjal atau hipertensi. Hari ini,telah disimpulkan sebagai sebuah gangguan multisistem dengan disfungsi vaskular di pusatnya.

  Etiologi dan patogenesis dari sindroma preeklamsia masih belum jelas diketahui. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah: (1) teori kelainan vaskularisasi plasenta; (2) teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel; (3) teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin; (4) teori adaptasi kardiovaskuler; (5) teori defisiensi genetik; (6) teori defisiensi gizi; (7) teori inflamasi.

  Namun dijumpai bukti penting bahwa terjadi manifestasi menyeluruh yang mencakup reaktivitas vaskuler, vasospasme dan dijumpai berbagai keadaan patologis pada beberapa sistem organ yang diakibatkan perubahan pada maternal vaskular endotelium.

  Aktivasi sel endotel tampaknya merupakan permasalahan utama pada patogenesis preeklamsia.(Austgulen R, 1997; Kahn SR, 2009). Studi pada masyarakat menunjukkan bahwa pre- eklampsia lebih umum terjadi ketika disparitas immunogenetik antara ibu dan janin adalah terbesar (Need, 1975). Juga, wanita dengan gangguan kekebalan tubuh karena infeksi human

  

immunodeficiency virus (HIV) yang ditemukan memiliki risiko

  signifikan lebih rendah dari untuk menjadi pre-eklampsia dibandingkan kontrol yang sesuai (Saade et al, 1994.). Selama plasentasi yang normal pada manusia, dengan sel sitotrofoblas ekstravili di minggu-minggu awal kehamilan menjadi ekstensif memasuki desidua dan berdekatan dengan miometrium dari tempat melekatnya plasenta. Sitotrofoblas ini mengalir kedalam pembuluh darah spiral, menghancurkan dan akhirnyamenggantikan endotelium pembuluh ibu. Proses itu berlanjut dengan invasi dinding arteri, di manamereka juga menghancurkan struktur elastis dan otot dari pembuluh darah ibu. Setelah fase istirahat antara 14 danMinggu ke-16 kehamilan, pada endovaskular kedua migrasi dari trofoblas, kali ini dalam intramiometrial yang merupakan bagian dari arteri spiral, mencapai sejauh pembuluh radial. Pada akhir proses, dinding pembuluh darah ibu yang tipis dikonversike pembuluh darah saluran rahim-plasenta tanpa suatu komponen otot. Pembuluh darah yang terbentuk ulang mampu melebarkan secara pasif dan mengakomodasi peningkatan aliran darah yang diperlukan untuk pengembangan kehamilan normal dan tidak merespon rangsangan humoral atau neurogenik dalam rangka untuk melindungi janin (Harris dan Ramsey, 1966;. De Wolf et al,1973, Pijnenborg et al, 1981). Ada bukti dari bagian tubuh yang untuk mendukung bahwa kegagalan dari proses normal plasentasi terjadi pada wanita dikembangkan menjadi preeklampsia jauh sebelum terjadinya gejala klinis.(Buhimschi et al, 1998)

  Penyebab preeklampsia/eklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang telah dikemukakan tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori yang banyak dianut adalah teori kelainan vaskularisasi plasenta,

  

Inadequate trophoblast invasion of maternal

spiral arteries

Circulating factors(s)

STBM Cytokin Lipid

  

Endothelial dysfunction

Neutropil activation Platelet activation Blood

  Triglyceride

  teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskuler, teori genetik, teori defisiensi gizi dan teori inflamasi.

  Immunogenetic

  • Thrombocytopeni Altered vascular permeability Liver • Abnormal function test

    CNS/Eyes

  • Seizures

    • Cortical blindness

  • Retinal Systemic Vasoconstriction Placemta • Fetal growth retardation Kidneys • Hyperuricaemia • Proteinuria

    Oxidative stress

    Vascular Increased

2.6. Perubahan Sistem dan Organ pada preeklampsia

  Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut hipervolemia) guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu.

  Sebaliknya oleh sebab yang tidak jelas pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30%-40% disbanding hamil normal, disebut hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organ-organ penting.

  Preeklampsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeklampsia sangat peka terhadap kehilangan darah waktu persalinan. Oleh karena itu observasi cairan masuk ataupun keluar harus ketat.

  Pada preeklampsia peningkatan reaktifitas vaskuler dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah menjadi normal beberapa hari pascapersalinan kecuali beberapa kasus preeklampsia berat kembalinya tekanan darah normal dapat terjadi 2-4 minggu pasca persalinan. Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma, resistensi perifer dan viskositas darah.

  Kalsium adalah salah satu dari elemen-elemen yang penting di dalam tubuh manusia dan memainkan peranan penting pada fungsi jantung dan otot polos pembuluh darah. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan kejang tetanik, perdarahan diathesis, perdarahan kapiler, eksudasi jaringan dan osteomalasia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa peningkatan kalsium intraseluler menyebabkan vasokonstriksi, meningkatkan resistensi perifer sehingga meningkatkan tekanan darah. Didalam plasma kalsium 40% terikat dengan albumin, 15% membentuk kompleks dengan sitrat, sulfat atau fosfat, 45% berada bebas sebagai ion.

2.7. Fungsi ginjal

  Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria bahkan anuria. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria. Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sel endotel glomerular membengkak disertai deposit fibril. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis maka terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat ireversibel. Kadar kreatinin plasma pada preeklampsia meningkat, hal ini disebabkan oleh hipovolemia maka aliran darah ginjal menurun mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus sehingga menurunnya sekresi kreatinin disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma mg/cc dan biasanya terjadi pada ≥ 1 preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjal.

2.8. Hepar

  Pada wanita dengan preeklampsia berat/eklampsia, hati mungkin terkena. Kelainan bersifat unik dan dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia dan perdarahan. Derajat disfungsi dan perubahan histologis yang terjadi dapat sangat bervariasi. Trombositopenia sering menyertai peningkatan kadar transaminase serum. Walaupun dapat bervariasi dari 50 sampai 3000 U/l, kadar aspartat aminotransferase biasanya kurang dari 500 U/l. Kadar bilirubin serum kadang-kadang sedikit meningkat.

  Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar dan terjadi perdarahan hebat dan fatal sehingga perlu pembedahan.

  Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron.

  Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero-plasenta. (Cunningham FG, 2005)

  Melihat perkembangan manusia awal (Gambar 1) trofoblas adalah keturunan sel pertama untuk membedakan pada tahap blastokista pada sekitar 6 hari setelah pasca konsepsi (P.C.). Selanjutnya langkah diferensiasi mengakibatkan pembentukan 2 jalur yang berbeda dari trofoblas, yaitu jalur vili dan jalur ekstravili.

  Pada saat implantasi sinsitiotrofoblas awal dihasilkan, yang meningkat dalam ukuran oleh mekanisme makan terus menerus dari sel sitotrofoblas mononuklear. Sel yang terakhir terus berproliferasi, diferensiasi, dan secara sinsisial menyatu dengan sinsitiotrofoblas, sehingga meningkatkan dan mempertahankan lapisan multinukleus selama kehamilan. Selama tahap awal pengembangan sinsitiotrofoblas, lapisan ini invasif dan membantu menembus epitel rahim. Hanya setelah beberapa hari cairan pertama mengisi ruang, dikenal dengan perkembangan lakuna yang berkembang dan menyatu dan merupakan pelopor dari ruangan intervilli. (Huppertz,2008)

  Pada sekitar hari ke-12 P.C. sel-sel sitotrofoblas mulai menembus massa sinsitiotrofoblas, bergerak terhadap cabang pertama yang memperpanjang ke ruang intervili, sehingga mengakibatkan pembentukan sel trofoblas vili. Hanya beberapa hari kemudian (hari 15 pc) sel sitotrofoblas telah mencapai sisi maternal dari massa sinsitiotrofoblas. Ini adalah waktu kontak pertama sel trofoblas mononukleus dengan stroma desidua maternal. Demikian hanya dalam minggu 5 pasca menstruasi (pm) subtipe sel trofoblas ekstravili didirikan. Pada tahap perkembangan manusia 2 subtipe utama trofoblas, vili dan ekstravili, yang didirikan dan subpopulasi lanjut (sitotrofoblast vili dan sinsitiotrofoblas dibandingkan interstitial [mono-dan multinuklear], endomural, dan trofoblas ekstravili endovaskular) sedang berkembang. Perkembangan keturunan trofoblas berlangsung dalam minggu 1 pc, sedangkan definisi dari 2 jalur (vili dan ekstravili) mendapat di tempat di minggu 3 P.C. Perbedaan sementara ini mungkin menjadi penting dalam hal asal-usul plasenta patologi kehamilan seperti preeklamsia dan

  IUGR.(Huppertz,2008)

2.9 Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

  Adapun teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel adalah:

  • Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

  Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.

  Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.(Hubel CA, 1989)

  Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.(Zeeman GG, 1992)

  Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

  Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.(Hubel CA, 1989).

  Peroksidasi lipid adalah proses yang terjadi secara normal pada tingkat rendah di semua sel dan jaringan. Ini melibatkan konversiasam lemak tak jenuh untuk hidroperoksida lipid. Proses ini dapat diprakarsai oleh radikal bebas, yang molekulnya tidak stabilyang memiliki elektron tidak berpasangan di luarorbital. Organismebiasanya memiliki mekanisme anti-oksidatif yang membatasi proses ini. Selain itu, rendahnya konsentrasi peroksida lipidsangat penting dan dapat bertindak sebagai endogen intraseluler(Slater, 1987). Namun, tampaknya adakontroversi mengenai apakah peredaran aktifitas anti-oksidan berubah dalam pre-eklampsia. Satu studi menemukan bahwa totalserum anti- oksidan kegiatan pra-eklampsia perempuanmenurun (Davidge et al, 1992.), sementara yang lain menemukan bahwaasam askorbat, vitamin E dan b-karoten lebih rendah hanya dalampre-eklampsia berat sebagai lawan ringan pre-eklampsia,di mana hanya kekurangan asam askorbat yang telah diidentifikasi (Mikhail et al, 1994.). Loverro et al. (1996)tidak menemukan perbedaan dalam sirkulasi enzim anti-oksidan dalam aktifitas pasien pra-eklampsia dibandingkan dengan normalkontrol cocok. Akhirnya, beberapa studi bahkan menemukanpeningkatan anti-oksidan pada pre- eklampsia (Uotila etal, 1993, 1994;. Poranen et al, 1996;. Schiff et al, 1996)

  • Disfungsi sel endotel (sowinski,phocas, krauss T, soeatmadji

  DW)

  Endotel adalah lapisan sel yang melapisi dinding vaskular yang menghadap ke lumen dan melekat pada jaringan subendotel yang terdiri atas kolagen dan berbagai glikosaminoglikan termasuk

  10,11

  fibronektin. Dahulu dianggap bahwa fungsi endotel adalah sebagai barrier struktural antara sirkulasi dengan jaringan di sekitarnya, tetapi sekarang telah diketahui bahwa endotel berfungsi mengatur tonus vaskular, mencegah trombosis, mengatur aktivitas sistem fibrinolisis, mencegah perlekatan leukosit dan mengatur

  12,13

  pertumbuhan vaskular. Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara lain nitric oxide (NO) yang juga disebut endothelial- derived relaxing factor (EDRF), endothelial-derived hyperpolarizing factor (EDHF), prostasiklin (PGI2), bradikinin, asetilkolin, serotonin dan histamine. Substansi vasokonstriktor antara lain endothelin, platelet activating factor (PAF), angiotensin II, prostaglandin H2,

  10,13

  trombin dan nikotin. Endotel juga berperan pada hemostasis dengan mempertahankan permukaan yang bersifat antitrombotik.

  Melalui ekspresi trombomodulin, endotel membantu trombin dalam mengaktifkan protein C menjadi protein C aktif. Selain itu endotel juga mensintesis protein S yang bekerja sebagai kofaktor protein C

  14,15 dalam menginaktivasi factor Va dan factor VIIIa.

  Endotel juga mensintesis plasminogen activator inhibitor- 1(PAI-1) yang berfungsi menghambat tPA.19,20 Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut disfungsi endotel.12,13 Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi. seperti vascular cell adhesion molecule-1(VCAM-1) dan intercellular cell adhesion molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan kadar soluble VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang diinkubasi dengan serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai peningkatan molekul adhesi lain seperti ICAM-1 dan Eselektin.

  Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial

  dysfunction). Disfungsi endotel didefinisikan sebagai :

  • Ketidak seimbangan antara factorfaktor relaksasi dan kontraksi, antara mediator prokoagulan dan antikoagulan atau antara zat-zat yang menghambat dan mendorong pertumbuhan.Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:(Robert JM, 1989)
  • Gangguan metabolime prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE ): suatu vasodilator

  2

  kuat

  • Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA

  2 ) suatu vasokonstriktor kuat.Dalam keadaan normal

  perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar protasiklin (lebih tinggi vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah

  • Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus

  (glomerular endotheliosis)

  • Peningkatan permeabilitas kapiler
  • Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat - Peningkatan faktor koagulasi.

  Disfungsi endotel diperkirakan menjadi dasar dari timbulnya manifestasi klinis pada preeklamsia. Seperti kita ketahui endotel vaskular memiliki banyak fungsi penting termasuk diantaranya mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah melalui pelepasan vasokonstriktor dan vasodilator serta mengatur fungsi antikoagulasi, antiplatelet dan fibrinolisis. Telah diperkirakan sebelumnya bahwa pelepasan faktor-faktor tertentu dari plasenta sebagai respons terhadap iskemia berakibat terjadinya disfungsi endotel pada sirkulasi maternal. Disfungsi endotel pada preeklamsia merupakan faktor penting terjadinya rangkaian kelainan pada preeklamsia.(Sowinski KM, 2000)

  Disfungsi endotel yang terjadi pada preeklamsia akan menyebabkan perubahan patofisiologi yang menyertai preeklamsia antara lain vasokonstriksi maksimal pada sirkulasi maternal disertai berkurangnya volume sirkulasi yang mengarah pada penurunan perfusi sistem organ. Vasokonstriksi juga menyertai peningkatan sensitivitas agen pressor dan peningkatan aktivitas syaraf simpatik yang menghasilkan peningkatan tonus pembuluh darah. Terjadi pula aktivasi sistem koagulasi dan peningkatan permeabilitas endotelium yang akan menghasilkan penurunan volume plasma. Terjadi pula peningkatan marker sirkulasi dan disfungsi endotelial pada preeklamsia meliputi faktor von Willebrand, trombomodulin, fibronektin sekuler, aktivator plasminogen jaringan dan aktivator plasminogen inhibitor-1. (Sowinski KM, 2000)

  Disfungsi endotel yang menyeluruh merupakan dasar dari patogenesis preeklamsia. Pengikatan leukosit pada endotel terjadi dalam sejumlah inflamasi dan gangguan imunologis. Sekelompok protein pada permukaan endotel, masing–masing dengan fungsi yang berbeda memberikan jalur signal untuk leukosit. Protein – protein ini meliputi : famili molekul adhesi selektin ; kemoaktran (yang sekarang disebut kemokin) seperti MCP – 1 dan IL – 8 dan superfamili imunoglobulin ( ICAM – 1, ICAM–2, ICAM – 3, VCAM-1 ). (Soeatmadji DW, 2000)

  Penanda biokomia yang lazim untuk penentu disfungsi Endotel, maupun perbaikan fungsi Endotel adalah:(Phocas I, 2000) 1. Penanda untuk adanya inflamasi : molekul perekat seperti V.

  CAM 1,I CAM 1, E. SELECTIN

  2. Penanda untuk adanya agregasi trombosit dan aktifitas prokoagulan: von willebrand factor (VWF), Trombomodulin.

  3. Penanda untuk gangguan fibrinolisis : plasminogen aktivator inhibitor 1 (PAI-1)

  4. Penanda untuk peningkatan permeabilitas endotel: mikroalbuminuria.

  Pada keadaan normal, sel endotel merupakan permukaan tidak lengket sehingga dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan kebocoran cairan rongga intravaskuler.(Sowinski KM, 2000)

  Pada preeklamsia, kerusakan endotel diduga akibat adanya peran radikal bebas, antigen-antibodi kompleks dan kemungkinan oleh berbagai faktor lainnya seperti trauma, anoksia, kebiasaan merokok, kompleks antigen-antibodi, hiperkolesterolemia, hiperlipoproteinemia dan homosisteinemia.(Sowinski KM, 2000)

  Bila sel endotel mengalami kerusakan, maka jaringan subendotel akan terpapar. Dengan adanya kerusakan endotel akan menimbulkan diskontinuitas lapisan pembuluh darah sebelah dalamnya dan apabila dibiarkan, akan terjadi kebocoran pada sistem mikrovaskuler. Secara alamiah tubuh berusaha menutup kerusakan tersebut dengan membentuk agregasi trombosit. Dalam keadaan normal, sel endotel akan memproduksi prostasiklin yang relatif tinggi, sebaliknya trombosit akan memproduksi tromboksan.

  Bila terjadi kerusakan sel endotel maka produksi prostasiklin akan menurun, namun kadar tromboksan akan meningkat akibat terpaparnya dengan sel – sel darah terutama trombosit yang ditandai dengan terjadinya agregasi trombosit sehingga efek vasokonstriksi akan lebih tinggi yang menyebabkan terjadinya peninggian tekanan darah.(Sowinski KM, 2000)

  Menurut Jaffe dkk. (1995) pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel trofoblas pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.antioksidan (Robert J. M., 1989).

  Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya stress oxidatifyaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert J. M., 2004).

  Stress Oxidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklamsia.(Robert J. M., 2004)

  Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrik oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endotelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.(Robert J. M., 2004)

  Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endotel di dalam tubuh penderita preeklamsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti:

  • Pada ginjal: hiperurikemia, proteinuria, dan gagal ginjal.
  • Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
  • Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan edema paru dan edema menyeluruh.
  • Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
  • Pada hepar dapat terjadi perdarahan dan gangguan fungsi hati.
  • Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan, pelepasan retina, dan perdarahan.
  • Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta.(Robert J. M., 2
  • Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut:(Robert JM, 1989)
  • Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
  • Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
  • Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan adalah makin lama periode ini, maka makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Perilaku sex oral ini dapat mengurangi risiko terjadinya preeklampsia, ini terlihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Carin et al di Amsterdam pada tahun 1999,dalam penelitian ini didapatkan penurunan insiden preeklampsia pada ibu hamil yang pada waktu sebelum hamil melakukan aktivitas oral sex dengan pasangan nya, hal ini diperkirakan terjadi karena HLA pada cairan semen menyebabkan terjadinya toleransi terhadapa antigen sperma yang terjadi pada permulaan hamil dapat berlangsung baik. (Carin A. Koelman, Correlation between oral sex and a low incidence of preeclampsia: a role for soluble HLA in seminal fluid, 1999)

  Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya

  

human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting

  dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. (Boutiller PL, 1997)

  Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada preeklampsia.Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif. (Yie Shang-mian, 1980)

  • Teori Adaptasi Kardiovaskuler Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan- bahan vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor

  (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.(Gant NF, 1980) Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester 1 (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.(Gant NF, 1980)

  • Teori Defisiensi Genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.

  Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yng mengalami preeklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklamsia.(Riedman C, 1992)

  • Teori Defisiensi Gizi Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

  Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia.Minyakikanmengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksitromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksipembuluh darah.(Norwitz ER, 1999)

  Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklamsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.(Norwitz ER, 1999)

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklamsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.

  • Teori Inflamasi Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. (Martin JR, 2003)

  Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.(Martin JR, 2003)

  Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.

  Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejal-gejala preeklamsia pada ibu.(Martin JR, 2003)

  Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklamsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, emngakibatkan “aktivitas leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai “kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan” yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.(Redman, 2002).

  2. 10. Kalium pada Preeklampsia

  Kalium merupakan ion bermuatan positif, akan tetapi berbeda dengan natrium, kalium terutama terdapat didalam sel, sebanyak 95%

  19

  kalium berada di dalam cairan intraseluler . Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama – sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotis dan keseimbangan asam basa. Bedanya,

  10 kalium menjaga tekanan osmotik dalam cairan intraselular .

  Absorpsi kalium dari makanan adalah secara pasif dan tidak memerlukan mekanisme spesifik. Absorpsi berlangsung di usus kecil selama konsentrasi di saluran cerna lebih tinggi daripada didalam darah.

  Ginjal adalah regulator utama kalium didalam tubuh yang menjaga kadarnya tetap didalam darah dengan mengontrol eksresinya. Kadar kalium yang tinggi dapat meningkatkan eksresi natrium, sehingga dapat

  21 menurunkan volume darah dan tekanan darah .

  Kalium merupakan bagian essensial semua sel hidup, sehingga banyak terdapat dalam bahan makanan. Kebutuhan minimum akan kalium ditaksir sebanyak 2000 mg sehari. Kalium terdapat dalam semua makanan mentah/segar, terutama buah, sayuran dan kacang –

  19 kacangan.

  Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan

  

22

  tekanan darah sistolik dan diastolik. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya didalam cairan intraselular, sehingga cenderung menarik

  23

  cairan dari bagian ekstraselular dan menurunkan tekanan darah . Rasio kalium dan natrium dalam diet berperan dalam mencegah dan mengendalikan hipertensi.

  Disfungsi sel endotel pada preeklamsia ( PE ) dapat dimediasi oleh faktor-faktor humoral yang disekresikan oleh plasenta , sehingga mempengaruhi produksi senyawa vasoaktif pada sel endotel . Kemungkinan target dari faktor-faktor ini termasuk pompa kalium , yang penting dalam kontrol pompa kalium dalam membran sel endotel, masuknya kalsium , dan pelepasan senyawa vasoaktif . Perubahan dalam fungsi saluran kalium sehingga dapat berkontribusi pada patogenesis Preeklampsia . Pada Penelitian oleh Wattana et al tahun 2012 di Thailand dilakukan penelitian dengan membandingkan efek dari 10 % plasma dari Preeklampsia , hamil normal , atau wanita tidak hamil pada arus kalium dari vena umbilikalis manusia ECs ( HUVECs ) , menggunakan seluruh sel teknik penjepit patch , dengan HUVECs dalam kultur konvensional menengah ( 10 % janin bovine serum ) sebagai kontrol . Sel dari semua kelompok adalah serupa pada morfologi dan kapasitansi seluruh sel . Fraksi sel dengan inward rectifier kalium channel ( IRK ) pada pasien Preeklampsia di plasma ditemukan 41,2 %, sehingga secara signifikan lebih rendah daripada yang di wanita normal dan tidak hamil plasma ( 76,9 % dan 59,1 % , masing-masing). Temuan menunjukkan penghambatan pompa kalium/potasium disebabkan oleh patologi dari preeklampsia dalam kultur HUVEC , sementara ekspresi pompa potasium dapat difasilitasi mungkin sebagai respon terhadap berkurangnya sensitifitas pompa kalium. Data ini menunjukkan bahwa saluran kalium mungkin menjadi sasaran dari patogen faktor / faktor dalam plasma pasien dengan Preeklampsia dan mungkin memainkan peran dalam patogenesis kondisi

  24 ini .

  • P < 0,01 – signifikan pada kelompok 1 dibanding 2
    • P< 0,01 – signifikan pada kelompok 1 dibanding 2

  Pada studi ini kelompok disesuaikan dengan umur dan usia

  2+

  kehamilan. Mean serum Ca (9,6 ± 0,95 mg+dl) (8,68 ± 2,5 mg+dl) (7,40

  2+

  ± 0,35 mg+dl) dan Mg (2,31 ± 0,35 mg+dl), (1,80 ± 0,47 mg+dl) dan (1,28 ± 1,08 mg+dl) tingkat dalam kontrol kesehatan, kehamilan normal, dan wanita preeklmpsia masing-masing yang ditunjukkan pada table 1.

  2+ 2+

  Kadar Serum Ca dan Mg signifikan lebih rendah pada kelompok 1

  19 (p<0,001) dalam perbandingan dengan kelompok 1 dan 2.

2.5. Kerangka konseptual

  Pasien hamil yang datang berkunjung ke rumah sakit Preeklampsia berat/eklampsia hamil normal Sebelum diterapi kalium darah kalium darah