BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

  Setiap bangunan sipil memiliki 2 bagian, yaitu struktur atas (supper ) dan struktur bawah (substructure). Struktur bagian bawah itu lebih

  structure

  sering disebut dengan pondasi. Fungsi pondasi ini adalah meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah yang berada di bawah pondasi. Suatu perencanaan pondasi dikatakan benar apabila beban yang diteruskan oleh pondasi ke tanah tidak melampaui kekuatan tanah yang bersangkutan (Das, 1995).

  Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan pondasi, yaitu : a.

  Daya dukung pondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada pondasi baik beban statik maupun beban dinamiknya.

  b.

  Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak melebihi dari penurunan yang diijinkan.

  Pondasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pondasi dangkal (shallow ) dan pondasi dalam (deep foundation). Secara umum, yang dinamakan

  foundation

  pondasi dangkal adalah pondasi yang mempunyai perbandingan antara kedalaman dengan lebar sekitar kurang dari empat. Apabila perbandingan antara kedalaman dengan lebar pondasi lebih besar dari empat, pondasi tersebut diklasifikasikan sebagai pondasi dalam

  ( > 4).

2.2. Cone Penetrometer Test (Sondering Test)

  Cone Penetrometer Test (CPT) adalah uji sederhana yang dipakai semakin

  luas untuk lempung lunak dan pasir halus sampai pasir setengah kasar. Pengujian ini tidak diterapkan pada tanah berkerikil dan lempung kaku/keras. Pengujian ini dilakukan dengan mendorong kerucut baku (menurut ASTM D 3441 mempunyai

  2

  ujung 60° dan diameter dasar = 35,5 mm dengan luas irisan lintang 10 cm ) ke dalam tanah dengan kecepatan 10 sampai 20 mm/detik (Bowles, 1997). Dengan pembacaan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat mengukur besarnya kekuatan tanah pada kedalaman tertentu.

  Alat sondir dibedakan menjadi dua jenis yaitu sondir ringan 2 ton dan sondir berat 10 ton. Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus

  2

  sampai 150 kg/cm atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 30 m. Sondir

  2

  berat digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 50 m.

  Ujung konus pada sondir mekanis terdiri dari dua tipe yaitu konus biasa dan bikonus. Pada konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan lekatnya kecil. Sedangkan bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus.

  Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian ini didapatkan nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan menggunakan rumus :

  • Hambatan Lekat ( HL )

  = ( − ) × ……………………………………………...(2.1) Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )

  • = ∑ ……………………………………………………..(2.2)

  Dimana :

  2 PK = Perlawanan penetrasi konus (kg/cm )

  2 JP = Jumlah perlawanan (perlawanan ujung konus + selimut) (kg/cm )

  A = Interval pembacaan (cm) B = Faktor alat = luas konus / luas torak (cm) i = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m) JHL = Jumlah Hambatan Lekat (kg/cm) Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang.

Gambar 2.1. Konus Sondir dalam Keadaan Tertekan dan Terbentang

  (Sosrodarsono, 2000)

Gambar 2.2. Cara Pelaporan Hasil Uji Sondir (Soemarno, 1993)

  Berikut prosedur penyelidikan tanah menggunakan alat uji sondir dapat dijelaskan dengan skema berikut :

1. Persiapan sebelum pengujian

2 MPa dan 0 s.d 5 MPa atau untuk tanah keras 0 s.d 5 MPa dan 0 s.d 20 Mpa.

  f.) Tempatkan rangka pembeban, sehingga penekan hidraulik berada tepat di atasnya.

  SELESAI

  b.) Pembuatan grafik hasil uji sondir.

  5. Perhitungan dan pembuatan grafik a.) Perhitungan formulir 1.

  Apakah qc < kapasitas alat ?

  4. Lanjutkan pengujian pada kedalaman 20 cm berikutnya

  Baca jumlah perlawanan geser dan perlawanan konus pada penekan batang sedalam 4 cm yang kedua dan catat pada formulir pada kolom T w .

  b.

  Baca perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4 cm pertama, dan catat pada formulir.

  3. Prosedur pengujian (penekan batang dalam) a.

  h.) Sambungkan konus ganda dengan batang dalam dan batang dorong serta kepal pipa dorong.

  g.) Pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan memutar baut pengencang.

  Tidak Ya

Gambar 2.3. Prosedur Penyelidikan Tanah dengan Alat Uji Sondir (Sosrodarsono, 2000)

  d.) Pasang manometer untuk tanah lunak 0 s.d

  c.) Setel rangka pembeban, sehingga pembeban berdiri vertikal.

  b.) Masukkan 4 buah angker ke dalam tanah sesuai letak rangka pembeban.

  a.) Siapkan lubang sedalam 65 cm untuk pemasukan pertama.

  Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik menekan batang dalam saja.

  d.

  Putar engkol searah jarum jam (kecepatan 10 s.d 20 mm/s) sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian.

  c.

  Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik hanya akan menekan pipa dorong.

  b.

  Dirikan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada kedudukan yang tepat.

  2. Prosedur pengujian (penekanan pipa dorong) a.

  MULAI UJI SONDIR

  e.) Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan kunci piston dan bila kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara dalam sistem.

Tabel 2.1. Harga-harga Empiris

  ϕ dan Dr Pasir dan Lumpur Kasar Berdasarkan Sondir

  Penetrasi konus PK = q Densitas Sudut geser dalam

  c

  2

  (kg/cm ) relatif Dr (%) (°)

  20

  • 20

  25

  • – 30

  20

  30

  • – 40 – 40 – 35

  40

  40

  35

  • – 120 – 60 – 40 120

  60

  40

  • – 200 – 80 – 45 >200 >80 >45

  (Soedarmo, 1993)

2.3. Standard Penetration Test ( SPT )

  Standard Penetration Test (SPT) merupakan uji penetrasi standar untuk

  memperoleh informasi jenis dan kekuatan tanah dari suatu lapisan bawah permukaan tanah. Percobaan ini dilakukan dalam satu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter 35 mm sedalam 304,5 mm dengan memakai suatu beban penumbukan (drive weight) seberat 63 kg dan dijatuhkan dari ketinggian 750 mm. Banyak pukulan palu untuk memasukkan tabung sampel sedalam 304,5 mm dinyatakan sebagai nilai N.

  Tujuan percobaan Standard Penetration Test (SPT) ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan dari tanah dengan pengambilan contoh tanah dengan tabung, sehingga jenis tanah dan ketebalan setiap lapisan tanah dapat diketahui. Percobaan Standard Penetration Test (SPT) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1.

  Siapkan peralatan Standard Penetration Test (SPT) yang diperlukan, seperti ; mesin bor, batang bor, split barrel, hammer, dan lain-lain.

  2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman uji, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran, split barrel segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor.

3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm.

  4. Dengan bantuan mesin bor, tumbuklah batang bor dengan hammer seberat 63 kg dan ketinggian jatuh 75 cm. Setiap kedalaman 15 cm, catatlah berapa jumlah pukulannya dan lakukan terus sampai mencapai kedalaman 45 cm. Contoh, N = 2 pukulan / 15 cm, N = 2 pukulan / 15 cm dan N = 3

  1

  2

  3

  pukulan / 15 cm, maka total jumlah pukulan adalah penjumlahan nilai N

  2

  dan N = 2 + 3 = 5 pukulan. Nilai N tidak dimasukkan ke dalam

  3

  1

  penjumlahan karena lapisan 15 cm pukulan pertama dianggap sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, yang perlu dibersihkan agar memperkecil efisiensi gangguan.

  5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan untuk diidentifikasi jenis tanahnya meliputi komposisi, struktur, warna, konsistensi. Kemudian masukkan sampel tanah tersebut ke dalam botol tanpa dipadatkan, lalu ke core box.

  6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT. Catatan : pengujian dihentikan ap abila nilai SPT ≥ 50 untuk empat kali interval.

Gambar 2.4. Alat Percobaan Penetrasi Standar (Sosrodarsono, 2000)

  Uji Standard Penetration Test (SPT) ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman oleh beberapa hari, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2. Hubungan ,

  ϕ, dan N Tanah Pasir

  

  Sudut Geser Dalam Kepadatan Relatif

  − Nilai N Menurut Menurut

  =

  ฀

  Peck Meyerhoff −

  Sangat Lepas < 28,5 < 30

  • – 4 – 0,2

  4 Lepas 0,2 28,5

  30

  • – 10 – 0,4 – 30 – 35

  10 Sedang 0,4 30 -36

  35

  • – 30 – 0,6 – 40 30 - 50 Padat 0,6

  36

  40

  • – 0,8 – 41 – 45 >50 Sangat Padat 0,8 -1 >41 >45

  (Sosrodarsono, 2000) Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan :

  = + tan ∅……………………………………………….(2.3) dimana :

  2

  ) τ = kekuatan geser tanah (kg/cm

  2

  c = kohesi tanah (kg/cm )

  2

  ) σ = tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm ϕ = sudut geser tanah (°)

  Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat digunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

  1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar : ∅ = √12 + 15……………………………………………………...(2.4) ∅ = √12 + 50……………………………………………………...(2.5) 2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya :

  ∅ = 0,3 + 27……………………………………………………….(2.6)

2.4. Pondasi Tiang Bor (Bored Pile)

  Pada pelaksanaan tiang bor, tanah dilubangi dulu dengan ukuran diameter sesuai desain menggunakan alat bor, dasar lubang pada akhir pengeboran dibersihkan dan kemudian lubang tersebut diisi dengan pembesian/penulangan dan selanjutnya dicor beton menggunakan pipa tremie (Asiyanto, 2009).

  Lubang dibuat dengan alat bor mesin. Untuk kondisi tanah yang mudah longsor, maka sebelum dibor dipasang dulu pipa casing seperlunya (biasanya hanya untuk lapisan atas saja). Untuk menjaga kelongsoran dinding lubang bor di bagian bawah pipa casing, lubang biasanya diisi lumpur bentonite.

  Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan tiang bor ini adalah :  Urutan pengeboran titik tiang harus ditetapkan sedemikian agar gerakan/manuver peralatan bor tidak terganggu oleh tiang bor yang telah selesai (umumnya gerakan mundur).

   Selama proses pengeboran akan dihasilkan (pada umumnya) lumpur hasil pengeboran. Oleh karena itu lumpur tersebut, harus dapat dialirkan ke tempat tertentu agar lokasi tetap bersih dan tidak menghambat jalannya pekerjaan.

   Sistem pengecorannya menggunakan sistem tremie, untuk menghindari terjadinya segregasi.

  Ada tiga macam metode dasar untuk bored pile, yaitu: Dry method

  • Pada metode ini urutan pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut : 1.

  Pertama dibuat lubang dengan cara mengebor tanah dengan alat bor sedalam yang diinginkan.

  2. Dasar dari lubang diisi beton secukupnya untuk dudukan besi penulangan. Pengecorannya dapat dilakukan dengan cara jatuh bebas dengan ketinggian yang dibatasi.

  3. Penulangan besi diturunkan ke dalam lubang.

  4. Seluruh lubang diisi dengan beton, sampai dengan elevasi yang ditetapkan.

  Cara ini dilakukan pada kondisi tanah yang cohesive dan dengan muka air tanah di bawah dasar lubang atau tanah memiliki permeability yang rendah sehingga air tanah tidak menyulitkan pelaksanaan. Oleh karena itu, cara ini disebut dengan metode kering (dry method). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.

Gambar 2.5. Bored Pile dengan Dry Method (Asiyanto, 2009)

  • Metode ini digunakan bila kondisi tanah mudah terjadi deformasi ke arah lubang galian sehingga dapat menutup sebagian dari lubang. Cara ini juga digunakan bila menginginkan untuk menahan aliran air tanah ke dalam lubang tetapi ujung casing harus dapat mencapai tanah yang kedap (impermeable).

  Casing Method

  Untuk memelihara kondisi lubang bor maka ketika memasukkan

casing disertai dengan pengisian lumpur (slurry) ke dalam lubang bor.

  Setelah casing duduk pada tempatnya, maka slurry dipompa ke luar dari lubang bor. Tergantung kebutuhan proyek, di bawah dasar casing digali lagi dengan diameter yang lebih kecil dari diameter dalam casing, kurang lebih antara 25 sampai dengan 50 mm. Ada dua alternatif tentang casing yaitu: casing ditinggal dan casing dicabut kembali selama proses pengecoran beton. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 2.6. berikut.

Gambar 2.6. Bored Pile dengan Casing Method (Asiyanto, 2009)

  Bila dipilih alternatif casing ditinggal maka diperlukan grouting yang dimasukkan dengan tekanan untuk dapat mengganti slurry yang ada di antara casing bagian luar dengan tanah.

  Bila pilih alternatif casing diambil lagi (dicabut) maka pada saat menarik casing ke luar, harus dilakukan dengan hati-hati, dimana saat penarikan dilakukan harus dalam keadaan beton masih cair dan beton betul-betul dapat mendesak slurry ke luar.

  • Metode ini dapat diaplikasikan pada semua situasi penggunaan casing.

  Slurry Method

  

Slurry di sini juga difungsikan untuk menahan air tanah dapat masuk ke

  dalam lubang. Perlu dicatat dalam metode ini bahwa kecukupan slurry yang ditandai dengan elevasi slurry (harus ditambah bila kurang), atau dengan menambah density nya agar dapat memperoleh kekuatan untuk menahan runtuhnya tanah ke dalam lubang bor. Urutan pelaksanaan metode ini dapat dilihat pada Gambar 2.7. berikut.

Gambar 2.7. Bored Pile dengan Slurry Method (Asiyanto, 2009)

  Material bentonite umum digunakan dengan cara dicampur dengan air sehingga merupakan cairan lumpur (slurry bentonite). Diperlukan percobaan pencampuran bentonite untuk memperoleh jumlah presentase yang optimum. Biasanya antara 4 sampai dengan 6 persen dari berat sudah mencukupi. Bentonite dan air harus dicampur dengan benar agar tidak terlalu kental.

  Secara umum dengan metode ini diharapkan agar slurry tidak terlalu lama dalam lubang karena akan dapat membentuk dinding yang tipis yang sulit untuk dihilangkan/diganti dengan beton selama pengecoran beton.

  Selama proses pengecoran, pipa tremie harus selalu terbenam dalam beton sehingga harus diperhatikan antara kecepatan pengecoran dengan kecepatan menarik pipa tremie. Beberapa keuntungan bored pile dibanding dengan driving pile sebagai berikut:

  1. Dengan diameter tiang yang besar dapat mengurangi jumlah tiang yang diperlukan.

  2. Banyak mengurangi getaran dan kebisingan suara.

  3. Dapat menembus boulder (batu), untuk boulder yang besarnya kurang dari 1/3 diameter lubang dapat langsung dipindahkan dan untuk diameter yang lebih besar dari lubang dapat dipecah dengan alat khusus.

  4. Dapat dengan mudah pembesaran ujung tiang untuk meningkatkan daya dukung dan dapat menahan gaya tarik.

  5. Diameter lubang yang semakin besar dapat memberikan pengawasan langsung tentang bearing capacity dan jenis tanah di dasar lubang.

  Sedangkan kerugiannya adalah: 1. Tidak dapat digunakan apabila lapisan tanah keras terletak jauh dari permukaan tanah.

  2. Cuaca jelek akan sangat mengganggu proses pelaksanaan.

  3. Tanah bekas galian lubang dan bekas bentonite slurry yang sudah tidak digunakan memberikan pekerjaan tambahan untuk pembersihan dan angkutan pembuangan.

2.5. Proses Pelaksanaan Pondasi Tiang Bor

  2.5.1. Penggalian Lubang

  Penggalian lubang dilakukan dengan cara pengeboran tanah. Pengeboran diawali dengan menentukan posisi peralatan pengeboran dan melakukan pengeboran awal dengan metode kering hingga kedalaman tertentu.

  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengeboran adalah : a.

  Dimensi alat bor dan pemasangan alat pengeboran serta ketelitian letak dan tegak lurusnya tiang.

  b.

  Persediaan alat-alat bantu yang kiranya diperlukan seperti casing, alat- alat untuk membersihkan lubang, alat-alat pengaman dan sebagainya.

  c.

  Batas dalamnya pengeboran lubang. Batas ini tergantung dari keadaan tanah. Meskipun telah ditentukan dalam spesifikasi, namun sebaiknya penentuan di lapangan ditentukan dengan site soil engineer yang cukup ahli dan berpengalaman.

Gambar 2.8. Mata Bor

  2.5.2. Pembersihan dasar lubang

  Pembersihan dasar lubang dianggap hal yang paling penting dalam pelaksanaan pengeboran, terlebih jika lubang penuh dengan air. Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan, tetapi jika lubang penuh air, pemakaian cleaning khusus mungkin yang paling dapat diandalkan. Hal penting juga agar

  bucket

  lubang tidak terlalu lama dibiarkan, sebaiknya pemasangan tulangan dan pengecoran dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam setelah lubang dibor.

Gambar 2.9. Pembersihan Dasar Lubang

2.5.3. Pemasangan tulangan

  Perencanaan besi tulangan untuk tiang bor merupakan bagian dari proses desain dan bentuk geometri besi tulangan memiliki pengaruh yang signifikan pada tahapan konstruksi. Penulangan untuk tiang bor biasanya diperlukan untuk menahan gaya lateral, gaya tarik dan momen yang timbul akibat gaya gempa, angin dan sebagainya.

Gambar 2.10. Pemasangan Tulangan

2.5.4. Pengecoran Beton

  Pengecoran pada tiang bor dilakukan sesegera mungkin setelah lubang dibor agar terhindar dari keruntuhan dinding lubang. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah workability dari beton. Beton yang digunakan harus dapat mendesak kotoran tanah yang berada di dasar lubang ke atas serta dapat mendesak ke samping lubang. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar beton tidak cepat mengering/ mengeras maka perlu disesuaikan dengan perkiraan waktu dan teknik menggerakkan tremie dan ketinggian mengangkat pada saat tahap pengecoran.

Gambar 2.11. Pengecoran pada Tiang Bor

2.6. Kapasitas Daya Dukung Aksial Bored Pile

  Kapasitas daya dukung tiang adalah kemampuan atau kapasitas tiang dalam mendukung beban. Jika satuan yang digunakan dalam kapasitas dukung pondasi dangkal adalah satuan tekanan (kPa), maka dalam kapasitas dukung tiang satuannya adalah satuan gaya (kN). Dalam beberapa literatur digunakan istilah atau pile carrying capacity.

  pile capacity

  Hitungan kapasitas dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan statis dan dinamis. Hitungan kapasitas dukung tiang secara statis dilakukan menurut teori mekanika tanah, yaitu dengan cara mempelajari sifat-sifat teknis tanah, sedangkan hitungan dengan cara dinamis dilakukan dengan menganalisis kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari data pemancangan tiang.

2.6.1 Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil Sondir

  Untuk menghitung daya dukung tiang bor berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhof.

  Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus : Qult = (q x A ) + (JHL x K)

  c p ………………………………………….(2.7)

  dimana : Qult = Kapasitas daya dukung tiang bor tunggal (kg)

  2

  q = Tahanan ujung sondir (kg/cm )

  c

  2 A = Luas penampang tiang (cm ) p

  JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm) Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :

  ijin

  • Q =

  …………………………………………………(2.8)

  3

  5

  dimana : Q = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)

  ijin

  2

  q = Tahanan ujung sondir (kg/cm )

  c

  2 A = Luas penampang tiang (cm ) p

  JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

  Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil SPT 2.6.2.

  Kapasitas daya dukung pondasi tiang pada tanah pasir dan silt didasarkan pada data SPT, ditentukan dengan perumusan berikut :

1. Daya dukung ujung tiang (end bearing), (Reese & Wright, 1977)

  = . ………………………………………………………….(2.9)

  Dimana:

  2

  = Luas penampang tiang bor (m )

  2

  = Tahanan ujung per satuan luas, (ton/ m ) = Daya dukung ujung tiang (ton)

  Untuk tanah kohesif: = 9 ………………………………………(2.10)

  Untuk tanah tidak kohesif: korelasi antara dan menurut (Reese & Wright, 1977) seperti pada Gambar 2.12 berikut.

Gambar 2.12. Daya Dukung Ujung Batas Tiang Bor Pada Tanah Pasiran

  (Reese & Wright, 1977)

  

2

  2 U = 7 N (t/ m ) < 400 (t/ m )

  ntuk N ≤ 60 maka

  2

  untuk N > 60 maka = 400 (t/m )

N1+N2

  N = Nilai rata

  • – rata SPT =

  2

2. Daya dukung selimut (skin friction), (Reese & Wright, 1977)

  = f. . p …………………………………………………………..(2.11)

  Dimana:

  2 f = Tahanan satuan skin friction, (ton/m )

  = Panjang lapisan tanah (m) Keliling tiang (m)

  p =

  = Daya dukung selimut tiang (ton) Pada tanah kohesif:

  f

  …………………………………………………………….(2.12) = α . dimana: α = faktor adhesi (berdasarkan penelitian Reese & Wright (1977) α =0,55

  2

  ) = kohesi tanah (ton/m

  2 Pada tanah non kohesif; N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m )

  (Reese & 53 < N ≤ 100 maka f : dari koreksi langsung dengan Wright, 1977).

Gambar 2.13. Tahanan Geser Selimut Tiang Bor Pada Tanah Pasiran

  (Reese & Wright, 1977) Nilai f juga dihitung dengan formula:

  f = . . tan

  φ ……………………………………………….(2.13)

  ′ dimana : = 1 – sin φ

  ′ . = Tegangan vertikal efektif tanah (ton/m

  2

  )

2.7. Uji Pembebanan (Loading Test)

  Uji pembebanan (loading test) adalah suatu metode pengujian yang bersifat setengah merusak atau merusak secara keseluruhan komponen-komponen bangunan yang diuji. Pengujian yang dimaksud dapat dilakukan dengan beberapa metode salah satunya adalah metode uji beban (loading test).

  Tujuan loading test pada dasarnya adalah untuk membuktikan bahwa tingkat keamanan suatu struktur atau bagian struktur sudah memenuhi persyaratan peraturan bangunan yang ada, yang tujuannya untuk menjamin keselamatan umum. Oleh karena itu biasanya loading test hanya dipusatkan pada bagian- bagian struktur yang dicurigai tidak memenuhi persyaratan tingkat keamanan berdasarkan data-data hasil pengujian material dan hasil pengamatan.

2.7.1. Pemakaian Uji Pembebanan

  Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti berikut ini :

1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.

  2. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan fisik yang dialami bagian-bagian struktur akibat kebakaran, gempa, pembebanan yang berlebihan dan lain-lain.

  3. Tingkat kemanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan pada perencanaan yang sebelumnya tidak terdeteksi.

  4. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang non standard sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur tersebut.

  5. Perubahan fungsi struktur sehingga menimbulkan pembebanan tambahan yang belum diperhitungkan dalam perencanaan.

  6. Diperlukannya pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja di renovasi.

2.7.2. Jenis-Jenis Loading Test

  Uji pembebanan dikategorikan dalam dua kelompok yaitu : 1. Pengujian ditempat yang biasanya bersifat non destructive.

2. Pengujian bagian-bagian struktrur yang diambil dari struktur utamanya.

  Pengujian biasanya dilakukan di laboratorium dan sifat merusak. Pemilihan jenis uji pembebanan ini tergantung pada situasi dan kondisi tetapi biasanya cara kedua dipilih jika cara pertama tidak praktis atau tidak mungkin untuk dilaksanakan. Selain itu pemilihan jenis pengujian bergantung pada tujuan diadakannya load test. Jika tujuannya hanya ingin mengetahun tingkat layanan struktur maka pilihan pertama adalah pilihan terbaik. Tetapi jika ingin mengetahui kekuatan batas dari suatu bagian struktur yang nantinya akan digunakan sebagai kalibrasi untuk bagian-bagian struktur lainnya yang mempunyai kondisi yang sama maka cara kedua yang paling tepat.

2.7.3. Tujuan Uji Pembebanan Statik (Loading Test)

  Tujuan dilakukukannya percobaan pembebanan statik (loading test) terhadap pondasi tiang bor (bored pile) adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban rencana.

  2. Untuk menguji bawah pondasi tiang bor (bored pile) yang dilaksanakan mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi kegagalan.

  3. Untuk menentukan daya dukung ultimit sebagai kontrol dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis.

  4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari pada tanah, mutu beton dan mutu besi beton.

  Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan pembebanan adalah sebagai berikut :

  1. Berapa lama setelah dibuat tiang itu dapat dilakukan percobaan. Untuk mengetahui hal ini belum ada peraturan yang tegas kapan tiang bor (bored ) sudah dapat ditest. Untuk tiang-tiang beton (cast in place) tentu saja

  pile

  percobaan dapat dilakukan setelah beton mengeras (28 hari) di samping mungkin ada persyaratan lainnya. Untuk tiang-tiang yang dipancang (pre

  cast) ada beberapa pendapat kapan tiang dapat ditest. Menurut Terzaghi,

  tiang-tiang yang diletakkan di atas lapisan yang permeable (pasir) maka percobaan sudah dapat dilakukan 3 hari setelah pemancangan. Pada tiang- tiang yang dimasukkan dalam lapisan lanau dan lempung, maka percobaan ini hendaknya dilakukan setelah pemancangan berumur satu bulan.

  2. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang menonjol di atas tanah. Pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk menghindari kemungkinan terjadinya tekuk. Untuk loading test yang dilakukan di darat, maka sebanyak tinggi bagian yang menonjol ini tidak lebih dari 1 (satu) meter. Sedangkan loading test yang dilakukan di tengah sungai, dimana air cukup dalam, maka tiang dapat saja menonjol beberapa meter di atas dasar dasar sungai (muka tanah), tetapi dengan catatan harus ada kontrol terhadap kemungkinan terjadinya tekuk.

3. Percobaan pembebanan (loading test) yang menggunakan alat pancang

  hydraulic jack sebagai beban untuk percobaan, maka jack harus

  ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari. Karena jika ini diletakkan pada tempat yang panas, maka oli jack tersebut akan

  jack

  memuai yang mana akan mengakibatkan tidak konstannya/bertambah besar beban.

  Yang terpenting adalah dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban-penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

  Pengujian hingga 200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.

  Beban kontra dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama dengan menggunakan sistem kentledge seperti ditunjukkan pada Gambar 2.14. Cara kedua dapat menggunakan kerangka baja atau jangkar pada tiang seperti ilustrasi

Gambar 2.15. Pembebanan diberikan pada tiang dengan menggunakan dongkrak hidrolik.

  Pergerakan tiang dapat diukur menggunakan satu set dial gauges yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah satu milimeter. Perlu diperhatikan bahwa pengukuran pergerakan relatif tiang sangatlah penting. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instumentasi. Instrumentasi yang dapat digunakan adalah strain gauges yang dapat dipasang pada lokasi-lokasi tertentu sepanjang tiang. Tell-tales pada kedalaman-kedalaman tertentu atau load cells yang ditempatkan di bawah kaki tiang. Instrumentasi dapat memberikan informasi mengenai pergerakan kaki tiang, deformasi sepanjang tiang, atau distribusi beban sepanjang tiang selama pengujian. (American Society ).

  Testing and Materials, 2010

Gambar 2.14 Pengujian dengan Kentledge System (Coduto,2001)Gambar 2.15 Pengujian dengan Tiang Jangkar (Tomlinson, 1980)

2.8.Metode Pembebanan

  Terdapat empat metode pembebanan, yaitu : a.

  Prosedur Pembebanan Standar (SML) Monotonik (SML) menggunakan delapan kali

  Slow Maintained Load Test

  peningkatan beban. Direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 (1989), metode uji standart ASTM; umum digunakan pada penelitian di lapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya, terdiri atas : 1.

  Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban rencana.

  2. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).

  3. Mempertahankan 200% beban selama dua puluh empat jam.

  4. Setelah waktu dibutuhkan diperoleh, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar 25% dengan jarak waktu satu jam diantara pengurangan.

  5. Setelah beban diberikan dan dilepas ke atas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu dua puluh menit untuk penambahan beban.

  6. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain.

  b.

  Quick Load Test ( Quick ML ) Karena prosedur standar membutuhkan waktu yang cukup lama, maka para peneliti membuat modifikasi untuk mempercepat pengujian. Direkomendasikan oleh Dinas Perhubungan Amerika Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM 1143-81 (opsional), terdiri atas :

  1. Bebani tiang dalam penambahan dua puluh kali hingga 300% dari beban desain (masing-masing tambahan adalah 15% dari beban desain).

  2. Pertahankan tiap beban selama lima menit, bacaan diambil setiap 2,5 menit.

  3. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji.

  4. Setelah interval lima menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan lima menit.

  Metode ini lebih cepat dan ekonomis, lebih mendekati suatu kondisi. Waktu ujinya 3-5 jam. Metode ini tidak dapat digunakan untuk estimasi penurunan karena metode cepat.

Gambar 2.16. Contoh Hasil Uji Pembebanan Statik Aksial Tekan (Tomlinson,2001) c.

  Prosedur Pembebanan Standar (SML) Siklik Metode pembebanan sama dengan SML monotonik, tetapi pada tiap tahapan beban dilakukan pelepasan beban dan kemudian dibebani kembali hingga tahap beban berikutnya (unloading-reloading). Dengan cara ini, rebound dari setiap tahap beban diketahui dan perilaku pemikulan beban pada tanah dapat disimpulkan dengan lebih baik. Metode ini membutuhkan waktu yang lebih lama daripada metode SML monotonik .

  d.

  Prosedur Pembebanan dengan Kecepatan Konstan (Constant Rate of atau CRP)

  Penetration Method

  Metode CRP (Constant Rate of Penetration) merupakan salah satu alternatif lain untuk pengujian tiang secara statis. Metode ini disarankan oleh Komisi Pile Swedia, departemen Perhubungan dan ASTND 1143-81. Prosedurnya adalah sebagai berikut : 1.

  Kepala tiang didorong untuk settle pada 0,05 in/menit (1,25 mm/menit).

  2. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat.

  3. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in (50-70 mm).

  Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat 2-3 jam dan lebih ekonomis. Hasil pengujian tiang dengan metode CRP (Constant Rate of Penetration) menunjukkan bahwa beban runtuh relatif tidak tergantung oleh kecepatan penetrasi bila digunakan batasan kecepatan penurunan kurang dari 1,25 mm/menit. Kecepatan yang lebih tinggi dapat menghasilkan daya dukung yang sedikit. Beban dan pembacaan deformasi diambil setiap menit. Pengujian dihentikan bila pergerakan total kepala tiang mencapai 10% dari diameter tiang bila pergerakan (displacement) sudah cukup besar.

2.8.1. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan Statik

  Dari hasil uji pembebanan, dapat dilakukan interpretasi untuk menentukan besarnya beban ultimit. Ada berbagai metode interpretasi, yaitu : a.

  Metode Chin Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut (Gambar 2.17.): 1.

  Kurva load settlement digambar dalam kaitannya dengan S/Q, dimana : . + ……………………………………(2.14)

  ⁄ =

  1

  2

  2. ) atau beban terakhir (Qult) digambarkan

  f

  Kegagalan beban (Q sebagai :

  1

  …………………………………………….(2.15) =

  1

  dimana : S : settlement (cm) Q : penambahan beban (ton) C : kemiringan garis lurus

  1 Gambar 2.17. Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan Menurut Metode Chin

  Kegagalan metode Chin dapat digunakan untuk tes beban dengan cepat dan tes beban yang dilakukan dengan lambat. Biasanya memberikan perilaku yang tidak realistik untuk kegagalan beban, jika tidak digunakan suatu kenaikan waktu yang konstan pada uji tiang. Jika sepanjang kemajuan tes beban statis, keruntuhan pada tiang akan bertambah maka garis Chin akan menunjukkan suatu titik temu, oleh karena itu dalam merencanakan tiap pembacaan metod Chin perlu dipertimbangkan. Metode Chin memperhatikan batasan beban yang diregresikan linier yang mendekati nilai satu dalam mengambil suatu hasil tes beban statis, dengan dasar nilai-nilai yang ditentukan dari dua cara yang telah disebutkan. Secara umum dua titik akan menentukan satu garis dan titik ketiga pada garis yang sama mengkorfimasikan suatu garis (Fellenius, Bengt H. 2001).

  b.

  p

  = 0.15 + 120 ⁄ ….. (dalam inch) ………………………(2.17) Dengan D adalah diameter atau sisi tiang dalam satuan inch.

  3. Tarik garis BC yang sejajar dengan garis OA dengan jarak X, dimana X adalah :

  e ).

  ) 2. Tarik garis OA seperti gambar berdasarkan persamaan penurunan elastis (S

  2

  = Modulus elastisitas tiang (ton/m

  ) E

  Metode Davisson (1972) Prosedur penentuan beban ultimit dari pondasi tiang dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut : Gambarkan kurva beban terhadap penurunan.

  2

  = Luas penampang tiang (m

  p

  = Penurunan elastis (mm) Q = Beban uji yang diberikan (ton) L = Panjang tiang (m) A

  e

  …………………………………………..(2.16) dimana : S

  1. Penurunan elastis dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : =

  4. Perpotongan antara kurva beban-penurunan dengan garis lurus merupakan daya dukung ultimit.

Gambar 2.18. Interpretasi Daya Dukung Ultimit dengan Metode Davisson

2.9. Uji Beban Dinamis (Dynamic Loading Test)

  Uji pembebanan dinamis yang mulai berkembang digunakan adalah uji (PDA) yang dikembangkan oleh Professor Goble di Case

  Pile Driving Analyzer

  Institute of Technology, Ohio. Uji pembebanan dinamis awal dikembangkan hanya untuk pondasi tiang pancang, namun dengan cara analog uji pembebanan dinamis dapat diaplikasikan pada bored pile. Pengetesan dilakukan dengan konsep 1 (satu) dimensi gelombang yang diakibatkan oleh pukulan pada tiang tersebut.

  Dengan demikian tiang yang dipikul akan memberikan energi tertentu yang menghasilkan kapasitas daya dukung tiang. Instrumentasi yang digunakan adalah berupa 1 (satu transducer) dan 1 (satu) pasang accelerometer. Kedua pasang alat tersebut diletakkan pada bagian atas tiang dengan jarak min > 2D di bawah top level tiang. Pengukuran dicatat oleh alat dan dianalisis dengan menggunakan Indowap Software 1 (satu) dimensi teori gelombang. Indowap analisis akan memberikan gambaran terhadap kapasitas daya dukung ujung dan friksi. Hasil dari uji PDA kemudian dianalisa lebih jauh menggunakan Case Pile Wave Analysis Program (CAPWAP).

  Alat dan Perlengkapan pengujian Pile Driving Analyzer yang digunakan antara lain : a. PDA-Model PAX.

  b. Empat (4) strain transducer dengan kabel.

  c. Empat (4) accelerometer dengan kabel.

  d. Alat bantu, seperti bor beton, baut fischer, kabel gulung dan perlengkapan keamanan.

Gambar 2.19. PDA Instrumen dan Aksesoris Pendukung

  Persiapan Pengujian yang dilakukan sebelum pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut : a.

  Kepala tiang harus tegak, lurus dengan permukaan yang rata.

  b.

  Siapkan hammer dan cushion tiang pada kepala tiang.

  c.

  Strain transducer dan accelerometer dipasang pada 2 sisi tiang yang saling berseberangan dengan jarak minimal 50 cm dari ujung kepala tiang.

  Keempat pasang sensor tersebut dipasang vertikal atau sejajar as tiang.

  d.

  Periksa hubungan antara seluruh instrumen dengan PDA. e.

  Lakukan kalibrasi strain transducer dan accelerometer.

  f.

  Masukkan seluruh data tiang, hammer dan instrument lain sebagai data masukan (input) PDA model PAX.

  g.

  Lakukan pemeriksaan kembali terhadap data masukan yang diperoleh sehingga pengujian dapat terlaksana dengan baik.

  Setelah tahap persiapan selesai dilakukan, pengujian dilakukan dengan pemukulan hammer seberat 7,5 ton dengan tinggi jatuh 1,5 m untuk mendapatkan energi yang cukup dan tegangan yang terjadi pada kepala tiang tidak menyebabkan kerusakan tiang. Selama pemukulan hammer, variabel-variabel yang diperoleh dari pengujian dimonitor dan dievaluasi.

2.10. Penurunan Elastis Tiang Tunggal

  Penurunan kepala tiang yang terletak pada tanah homogen dengan modulus elastis dan angka Poisson yang konstan dapat dihitung dengan persamaan yang disarankan oleh Poulus dan Davis (1980), sebagai berikut : a.

  Untuk tiang apung atau friksi .

  ………………………………………………………………(2.18) = . dimana :

  ……………………………………………………...(2.19) = . .

  ℎ.

  b.

  Untuk tiang dukung ujung .

  ……………………………………………………………….(2.20) = . dimana :

Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Usahatani Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) Studi Kasus Desa Marjanji, Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 12

Case Processing Summary - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kepatuhan Wajib Pajak - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 10

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 1 17

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer

0 0 18

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer

0 1 13

Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu dan Berbagai Jenis Mocaf Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Flat Wafer

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matahari - Rancang Bangun Kolektor Surya Sebagai Pengsasil Fluida Panas pada Alat Pengering Hibrida Pompa Kalor dan Surya

0 0 23

Analisis Daya Dukung Pondasi Bored Pile Diameter 0,8 Meter Menggunakan Metode Analitis dan Metode Elemen Hingga pada Proyek Pembangunan Hotel Sapadia Medan

0 2 45