BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Nilai Konversi Jarak Vertikal Dimensi Oklusi Dengan Panjang Jari Tangan Kanan Pada Suku Batak Toba

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Tumbuh Kembang

  Tumbuh kembang memegang peranan penting karena akan menentukan status kematangan tulang. Kematangan tulang dapat ditentukan dari banyaknya kalsifikasi tulang. Kalsifikasi tulang pada dasarnya adalah pengendapan mineral terutama kalsium dan fosfor ke dalam matriks organik tulang. Pada masa tumbuh kembang penting untuk menjaga kesehatan, nutrisi dan faktor lain yang memengaruhi tumbuh

  12,13 kembang agar tercapai tumbuh kembang yang maksimal.

  Maturitas pada skeletal biasanya digunakan sebagai indikator dalam menentukan puncak pertumbuhan mandibula. Tahap maturasi menunjukan adanya korelasi dengan kecepatan pertumbuhan maksila dan mandibula. Beberapa penelitian mengenai pertumbuhan pada manusia mengenai puncak pertumbuhan tubuh pada masa pubertas, termasuk pertumbuhan mandibula, memiliki hubungan yang dekat dengan osifikasi yang terjadi pada telapak tangan, sehingga penting untuk mengetahui

  7,14,15,16 tumbuh kembang pada maksila, mandibula dan telapak tangan.

  2.2 Faktor yang Memengaruhi Tumbuh Kembang

  Variasi anatomi banyak terdapat pada tubuh manusia, baik pada struktur pembuluh darah, saraf, otot hingga tulang dan lain-lain, termasuk struktur tulang tengkorak. Pada tulang tengkorak, variasi dapat terjadi pada sutura, sinus, foramen, kanalis dan struktur lainnya. Variasi anatomi pada tubuh manusia ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti nutrisi, penyakit, ras, sosio-ekonomi,

  12,13 perkembangan ramus, sudut gonial mandibula, TMJ dan erupsi gigi.

2.2.1 Nutrisi

  Nutrisi termasuk salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh pada tumbuh kembang tulang secara prenatal. Pembentukan tulang terjadi secara berkesinambungan. Nutrien diantaranya protein dapat memengaruhi pertumbuhan tulang dengan jalan menghambat diferensiasi seluler, merubah kecepatan sintesis unsur pokok matriks tulang yaitu protein kolagen dan non kolagen yang masing - masing mempunyai peranan spesifik pada pembentukan tulang. Malnutrisi dapat berdampak pada ukuran, proporsi tulang, kualitas dan tekstur jaringan, dan awal mulai terjadi pertumbuhan. Dampak dari malnutrisi dapat kembali baik untuk tingkat atau taraf tertentu pada anak-anak yang mempunyai daya penyembuhan yang baik. Beberapa sel atau sekelompok sel kemungkinan lebih peka dari sel yang lain selama siklus kehidupan. Tahap peka ini kemungkinan bersifat sementara, tetapi rangkaian kelainan yang parah dapat memengaruhi kemampuan pembentukan struktur jaringan

  8 yang normal.

  Terdapat dua metabolisme utama dalam pembentukan tulang yang rentan terhadap kekurangan nutrien, diantaranya adalah protein, yaitu proses sintesis protein untuk membentuk matriks organik tulang yang terdiri dari jaringan kolagen dan non kolagen protein. Sintesis protein yang normal diperlukan untuk perkembangan jaringan lunak dan keras diantaranya tulang. Kekurangan protein akan menyebabkan perubahan pada timbunan asam amino, hal tersebut mengakibatkan hambatan reaksi sintesis protein sehingga menimbulkan hambatan juga dalam pembentukan matriks organik tulang. Proses berikutnya adalah kalsifkasi tulang, pada tahap ini mineral diantaranya kalsium dan fosfor diendapkan dalam matriks tulang. Jika terdapat hambatan dalam pembentukan matriks organik, maka akan ada hambatan juga dalam proses kalsifikasi tulang sehingga terjadi penurunan kadar mineral tulang, diantaranya

  8,12,13 kalsium dan fosfor tulang.

  2.2.2 Penyakit

  Penyakit yang lazim terjadi ketika masa kanak-kanak tidak menunjukan banyak efek pada pertumbuhan fisiknya. Namun penyakit yang terjadi secara lama

  12,13 dan melemahkan akan berdampak pada semua aspek pertumbuhan.

  2.2.3 Ras

  Meskipun perbedaan pertumbuhan pada ras yang berbeda dikaitkan dengan faktor nutrisi dan lingkungan ras tersebut, namun terdapat beberapa bukti bahwa ras berperan dalam proses pertumbuhan. Contohnya pada orang Amerika kulit hitam, kalsifikasi dan erupsi gigi terjadi hampir 1 tahun lebih cepat dibanding Amerika kulit

  12.13

  putih. Secara garis besar, ras di dunia terbagi atas tiga yaitu:

2.2.3.1.Kaukasoid

  Yang termasuk dalam ras Kaukasoid adalah bangsa Eropa, orang-orang yang memiliki nenek moyang bangsa Eropa, orang-orang Indian dan sebagian dari orang- orang Afrika Utara. Biasanya memiliki ciri genetik hidung mancung dan bibir tipis. Ras kaukasoid memiliki bentuk tengkorak Mesokranium (rata-rata /sedang).

  2.2.3.2 Negroid

  Bangsa Afrika di dataran sub sahara serta orang-orang Amerika kulit hitam termasuk ke dalam ras negroid. Biasanya memiliki ciri hidung yang lebar, dan bibir tebal. Ras negroid memiliki bentuk tengkorak Dolichokranium (tengkorak kepala panjang).

  2.2.3.3 Mongoloid

  Ras Mongoloid didominasi oleh bangsa-bangsa Jepang, Cina, Asia Selatan, orang-orang, Amerikan Native (Indian bagian utara, Eskimo, Aleut) dan Amerika Selatan, Asia Tenggara). Biasanya memiliki ciri genetik berupa Ras mongoloid memiliki bentuk tengkorak Brachykranium (tengkorak kepala lebar).

  2.2.4 Sosio-Ekonomi

  Anak-anak yang besar pada keluarga dengan tingkat sosio-ekonomi yang tinggi menunjukan pertumbuhan lebih awal dan juga tumbuh dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan anak yang besar pada keluarga dengan tingkat sosio-

  12,13 ekonomi yang rendah.

  2.2.5 Pertumbuhan dan Perkembangan Tulang Rahang

2.2.5.1 Perkembangan Ramus

  Selama ramus berkembang, gigi melanjutkan proses erupsi, untuk mempertahankan oklusi. Perbedaan signifikan pada panjang ramus, berdampak pada tinggi wajah anterior atau vertikal dimensi. Pada perkembangan ramus yang ideal, tinggi wajah bagian tengah yang diukur dari glabella sampai dasar hidung, seharusnya ukurannya mendekati perhitungan tinggi wajah bagian bawah yang diukur dari dasar hidung sampai ujung dagu pada pertumbuhan yang sudah selesai. Pada panjang ramus yang berbeda, maka tinggi wajah anterior dan tampilan gigi pun akan berbeda. Gigi dan gingival terlihat berlebihan atau terlalu banyak. Perbedaan panjang ramus ini paling utama dipengaruhi oleh variasi genetik. Seseorang yang memiliki ramus yang pendek dengan erupsi gigi posterior yang normal akan memiliki tinggi wajah anterior yang lebih besar dan open bite anterior. Umumnya seseorang dengan ramus yang pendek memperlihatkan tinggi wajah bagian bawah yang lebih panjang dibandingkan tinggi wajah bagian tengah nya. Seseorang yang memiliki ramus yang panjang dan erupsi gigi posterior normal, akan memiliki bentuk wajah yang berkebalikan dengan orang yang memiliki ramus pendek. Umumnya, orang ini memiliki wajah bagian bawah yang pendek dibanding wajah bagian tengahnya dan gigi bagian maksila yang tidak terlihat seluruhnya. Seperti ramus yang panjang, bentuk wajah yang kecil dengan ramus pendek memiliki bentuk wajah yang berbentuk sangat kotak.

2.2.5.2 Sudut Gonial Mandibula

  Sudut gonial seseorang juga memengaruhi vertikal dimensi anterior wajah nya. Orang yang memiliki sudut gonial yang lancip memiliki kecenderungan bentuk wajah seperti bentuk wajah ramus yang panjang, yaitu bentuk wajah kotak dan wajah bagian bawah yang pendek dibanding wajah bagian tengahnya. Umumnya memiliki sudut dataran mandibula yang datar. Orang yang memiliki sudut gonial yang tumpul memiliki kecenderungan bentuk wajah seperti bentuk wajah ramus yang pendek, yaitu bentuk wajah yang panjang, gigi yang terlihat jelas sampai gusi dan wajah bagian bawah yang lebih tinggi dibanding wajah bagian tengahnya. Umumnya dataran mandibulanya curam. Ada beberapa bukti yang muncul bahwa bentuk sudut gonial dipengaruhi oleh otot pengunyahan. Otot pengunyahan yang lebih kuat dan

  2 berkembang, maka sudut gonialnya lebih jelas atau lancip.

  Gambar 1. Perbedaan tinggi wajah bagian bawah dan sudut dataran mandibula

  2

  karena perbedaan panjang ramus dan besar sudut gonial

2.2.5.3 Temporo Mandibular Joint

  TMJ merupakan salah satu bagian dari sistem stomatognati. Nelson dan Ash (2014) menyatakan bahwa oklusi yang sempurna tidak mungkin ditemukan pada individu dengan kelainan TMJ baik posisi dan kondisi TMJ tersebut. Fungsi otot pengunyahan turut dipengaruhi oleh hubungan antara TMJ dan oklusi, sebaliknya tekanan otot-otot pengunyahan merupakan salah satu faktor etiologi maloklusi.

  Tekanan otot-otot pengunyahan yang tidak melampaui batas anatomis dan tanpa gangguan mekanis merupakan salah satu syarat terjadinya harmoni fungsional dalam

  18 sistem stomatognati dan merupakan intisari dari kedokteran gigi.

  Remodeling TMJ yang ada dapat terjadi dalam dua kategori yaitu remodeling fungsional dan remodeling disfungsional. Remodeling fungsional TMJ dikarakteristikan dengan perubahan morfologi yang melibatkan struktur artikular sendi yang tidak berhubungan dengan percepatan yang signifikan pada sendi atau oklusi. Remodeling fungsional dikarakteristikan dengan perubahan morfologi TMJ, tinggi ramus yang stabil, oklusi yang stabil dan pertumbuhan yang normal. Remodeling TMJ menjadi disfungsional jika berakibat kurang baik pada sendi dan oklusi. Hal yang membedakan remodeling disfungsional yaitu perubahan morfologi TMJ (berkurangnya volume kepala kondilus), berkurangnya tinggi ramus, retrusi mandibula yang terjadi secara progresif pada dewasa, dan penurunan pertumbuhan pada remaja. Remodeling disfungsional biasanya ditandai dengan resorpsi kondilar yang terjadi secara progresif. Akibat dari remodeling fungsional (resorpsi kondilus) terlihat jelas pada posisi mandibula orang dewasa. Saat kondilus resorpsi secara progresif, mandibula retrusi secara progresif. Resorpsi kondilus dan efek pada mandibula yaitu retrusi mandibula memiliki hubungan yang jelas. Efek remodeling disfungsional (resorpsi kondilus) pada pertumbuhan mandibula kurang jelas. Saat kondilus resorpsi secara progresif, mandibula meningkat menjadi Klas II karena pertumbuhan yang kurang. Faktor yang mengurangi kapasitas remodeling fungsional atau meningkatkan tekanan pada TMJ dapat menyebabkan perubahan yang tidak baik

  17,18 pada morfologi TMJ, fungsi dan oklusi.

  Oklusi yang tidak stabil dapat dipengaruhi oleh resorpsi kondilus. Dua bentuk oklusi pada Oklusi Klas I Angle yaitu stabil dan tidak stabil. Oklusi yang stabil tidak merubah poisisi kondilus selama pergerakan gigi geligi (tanpa menghiraukan klasifikasi Angle). Oklusi yang tidak stabil mengakibatkan perubahan tekanan yang tinggi pada kondilus selama pengunyahan (tanpa menghiraukan klasifikasi Angle). Banyak kajian menjelaskan bahwa pergerakan kondilus sekunder mandibula ke arah posterior dapat menyebabkan perubahan pada oklusi, (misalnya pada oklusi yang tidak stabil) mungkin mengarahkan resorpsi spinal postglenoid dan kondilus

  17,18 posterior.

  Oklusi Klas I dengan adanya tekanan pada kondilar berdasarkan definisi, merupakan oklusi yang tidak stabil. Koreksi ketidaksesuaian oklusi (ortodontik, bedah ortognatik, dan prostodontik) pada hungan gigi Klas I, jika berhubungan dengan tekanan pada sendi, dapat mengarah pada resorpsi kondilus. Amett dan Tamborello (2013) telah mengamati resorpsi kondilus ketika sedang oklusi Klas I dengan kondilus mandibula pada posisi posterior selama bedah ortognatik. Terapi ortodontik dan prostodontik berpotensi mengubah posisi kondilus, walaupun bukan termasuk prosedur bedah, tapi perubahan dapat terjadi juga seperti yang diamati pada

  18 bedah ortognatik.

2.2.6 Erupsi Gigi

  Pada tumbuh kembang yang normal, gigi pada maksila dan mandibula erupsi untuk mempertahankan kontak oklusi selama pertumbuhan wajah dan kepala. Bisa saja terjadi variasi erupsi gigi yang menyebabkan perubahan VDO. Setelah pertumbuhan selesai, erupsi gigi penting untuk menjaga VDO jika terjadi keausan. Jika ketika erupsi gigi mengalami keausan, maka vertikal dimensinya akan seperti itu, setelah terjadi keausan, tetapi jika erupsi tanpa terjadi keausan, maka vertikal dimensi

  2 lebih tinggi.

2.3 Vertikal Dimensi

  Vertikal dimensi merupakan jarak antara dua titik anatomis atau titik yang ditandai (biasanya satu pada ujung hidung dan titik yang lain pada dagu), satu pada jaringan tidak bergerak dan satu lagi pada jaringan yang bergerak. Vertikal dimensi terbagi dua, yaitu Vertikal Dimensi Oklusi (VDO) dan Vertikal Dimensi Istirahat

  4,5 (VDI).

  2.3.1 Vertikal Dimensi Istirahat

  Vertikal Dimensi Istirahat (VDI) merupakan jarak yang dihitung dari dua titik yang sudah ditentukan, yaitu ujung hidung dan dagu, ketika mandibula pada posisi istirahat. Posisi istirahat yaitu posisi mandibula ketika seseorang dalam keadaan istirahat dan nyaman dalam keadaan tubuh tegak dan otot sedikit melakukan

  1,4,5 aktivitas.

  2.3.2 Vertikal Dimensi Oklusi

  Vertikal Dimensi Oklusi (VDO) merupakan jarak yang dihitung dari dua titik yang sudah ditentukan, yaitu ujung hidung dan dagu, ketika sedang kontak oklusi

  1,4,5.11

2.4 Oklusi

  Oklusi adalah kontak antara gigi-geligi rahang atas dengan rahang bawah tanpa diperantarai oleh makanan atau benda lain dimana lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan tertutup. Faktor genetik dan lingkungan,alam dan pemeliharaan, akan memengaruhi gigi geligi dan oklusi. Hal-hal yang penting dalam oklusi yaitu keadaan gigi-gigi, otot dan fungsi neuromuskular yang membentuk gerakan rahang dan kontak antara gigi geligi. Adanya gangguan pada hal tersebut seperti karies, atrisi, kehilangan gigi, akan mengakibatkan perubahan posisi interkuspa yang dapat memengaruhi oklusi. Perubahan kecil pada posisi interkuspa ini akan berlangsung berkesinambungan dan adaptasi terhadap hilangnya dimensi

  16

  vertikal oklusi bisa terjadi. Oklusi berdasarkan hubungan M1 permanen terdiri dari

  19 tiga Klas.

2.4.1 Oklusi Klas I Angle (Neutro Oklusi)

  Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio bukal molar permanen atas terletak pada celah (groove) bagian bukal molar pertama permanen bawah. Pada tumbuh kembang yang normal, tidak ada gangguan selama tahap tumbuh kembang maka gigi pada maksila dan mandibula erupsi dengan baik dan normal untuk mempertahankan kontak oklusi selama pertumbuhan wajah dan kepala.

  12 Gambar 2. Oklusi Klas I Angle

  2.4.2 Oklusi Klas II Angle (Disto Oklusi)

  Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio bukal molar permanen atas terletak pada ruangan antara dua tonjol gigi (embrassure) molar pertama permanen dengan premolar kedua bawah.

  12 Gambar 3. Oklusi Klas II Angle

  2.4.3 Oklusi Klas III Angle (Mesio Oklusi)

  Oklusi yang ditandai dengan tonjol mesio bukal molar pertama permanen atas terletak antara gigi molar pertama dan molar kedua permanen bawah.

  12 Gambar 4. Oklusi Klas III Angle

2.5 Fungsi pada VDO

  Jarak VDO yang berubah menimbulkan rasa tidak nyaman pada TMJ dan otot pengunyahan. Pada jarak VDO yang bertambah meningkatnya risiko trauma jaringan lunak terhadap area gigi tiruan, meningkatnya tinggi wajah bagian bawah, meningkatnya kejadian menggigit pipi, kesulitan dalam menelan dan berbicara, timbul rasa nyeri dan kliking pada TMJ, otot wajah yang menjadi tegang, berkurangnya jarak freeway space sedangkan jarak VDO yang berkurang trauma relatif lebih kecil terhadap area gigi tiruan, berkurangnya tinggi wajah bagian bawah, terjadi angular cheilitis karena sudut mulut melipat, kesulitan menelan, timbul rasa nyeri, kliking dan rasa tidak nyaman pada daerah TMJ disertai rasa sakit kepala dan neuralgia, hilangnya kekuatan otot, sudut mulut turun, garis vermilion bibir terlihat

  2,4,20 berlipat dan jelas, berkurangnya ruang dan volum rongga mulut.

  Secara umum jarak VDO memiliki pengaruh pada tiga fungsi, yaitu fungsi

  20,21,22,23 mastikasi, fonetik dan estetis.

2.5.1 Mastikasi

  Fungsi sistem mastikasi yang meliputi oklusi dan artikulasi gigi geligi adalah untuk menggigit, mengunyah dan menelan. Aksi mengunyah makanan untuk menyiapkan sebelum ditelan melibatkan aktivitas dari bibir, pipi, lidah, sendi mandibula, palatum, sekresi kelenjar saliva, gigi geligi dan jaringan pendukungnya. Saliva melumasi bolus, lidah, pipi dan bibir berfungsi untuk mengangkut makanan ke segmen posterior dari gigi-gigi mandibula. Lengkung rahang yang bergigi lengkap pada oklusi tidak diragukan lagi dan pada mastikasi sifat ini memberikan manfaat tambahan yaitu menampung bolus didalam lengkung rahang. Jika gigi geligi tanggal dan mengakibatkan tinggi VDO berkurang maka dapat menyulitkan pengunyahan karena makanan akan berjalan melintas melalui daerah rahang ini ke regio vestibulum, sehingga harus dikembalikan ke tempatnya oleh lidah. Juga harus dicari bidang pengunyahan yang lebih nyaman. Selain itu tinggi VDO yang berkurang menyebabkan otot mastikasi tidak seadekuat saat VDO masih normal, sehingga akan

  20,21 mempersulit proses mastikasi.

2.5.2 Fonetik

  Salah satu metode terkenal untuk menilai posisi dan relasi yang akurat dari gigi geligi insisivus adalah dengan mengamati seberapa dekat gigi-gigi ini saling berkontak selama bicara. Pada relasi rahang Klas I dengan relasi insisivus yang stabil, ujung gigi-gigi insisivus maksila dan mandibula harus berjarak serapat mungkin satu terhadap yang lain, tanpa saling menyentuh pada saat mengucapkan huruf “s”.Ini dikenal sebag ai “jarak bicara terdekat” dan diperkenalkan oleh Silverman (1953) sebagai metode untuk menentukan relasi vertikal dalam konstruksi gigi tiruan penuh lepasan. Sehingga VDO yang berubah, terutama karena kehilangan gigi anterior, membuat pengucapan menjadi berubah yaitu pada kata yang mengandung huruf s, ch, j, p, b, m.

  Saat pengucapan huruf ch, s dan j, maka gigi anterior akan tertutup bersamaan. Jika tempatnya tepat, insisivus mandibula akan bergerak mendekati dan hampir menyentuh gigi insisivus atas. Jika jaraknya terlalu jauh, berarti VDO terlalu kecil, jika gigi anterior bersentuhan duluan ketika baru akan mengucapkan huruf

  20 tersebut, maka VDO terlalu tinggi.

2.5.3 Estetik

  Arti kata estetik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengenai keindahan; menyangkut apresiasi keindahan (alam, seni dan sastra) serta mempunyai penilaian terhadap keindahan. Untuk membuat kesan positif, yang dinilai pertama kali adalah wajah yang estetis, termasuk didalamnya senyum yang menarik. Kecantikan erat hubungannya dengan estetik. Kecantikan atau wajah yang menarik pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sosial, kebudayaan, ras/suku, dan umur. Faktor-faktor ini ditentukan oleh keseimbangan dan kesimetrisan dari wajah. Tinggi wajah dibagi secara horizontal terbagi menjadi tiga, yaitu sepertiga atas dimulai dari Trichion (Tr) ke Glabella (Gl), sepertiga tengah dari Glabella (Gl) ke Subnasal (SubN), dan sepertiga bawah dari Subnasal (SubN) ke Menton (Me). Menurut Mack, bagian sepertiga wajah bawah memengaruhi penampilan seseorang secara signifikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Milutinovic (2014) pada ras kaukasia, kelompok yang memiliki wajah menarik memiliki proporsi sepertiga wajah bawah yang harmonis, sesuai dengan beauty cannon (30%:70%) subnasal-stomion,

  22,23 stomion-menton.

  Tr Gl SubN

  Me Gambar 5. Pembagian wajah secara horizontal

  24

  menjadi tiga bagian Jika VDO seseorang berkurang, maka proporsi bagian wajah bawah tidak lagi satupertiga dibanding bagian lain, dan akibat dari perubahan proporsi ini akan menyebabkan penampilan seseorang tidak menarik. Garis senyum menjadi turun, dan lama kelamaan akan terjadi angular cheilitis disudut bibir, selain itu akan terlihat lebih tua karena dagu menjadi mundur, berkurangnya dukungan jaringan lunak

  15 sehingga vermilion bibir turun serta turunnya nasolabial sulci dan sudut hidung.

2.6 Perubahan Vertikal Dimensi Oklusi Perubahan VDO bisa menjadi lebih rendah atau menjadi lebih tinggi.

  1,4

  Perubahan ini dapat memperburuk keseimbangan orofasial. Bertambahnya jarak vertikal antara mandibula dan maksila dapat disebabkan karena adanya modifikasi pada gigi, posisi gigi dan gigi tiruan yang terlalu tinggi melebihi tinggi VDO yang

  1,20

  normal. Berkurangnya jarak vertikal antara mandibula dan maksila karena kehilangan gigi yang lama akibat pencabutan gigi, penyakit periodontal, kecelakaan, adanya modifikasi pada gigi, posisi gigi, gigi tiruan terlalu rendah kurang dari tinggi

  1,20 VDO yang normal dan resorpsi linggir alveolar.

  A B C

  Gambar 6. Tinggi Wajah bagian bawah (A) = Normal (B)= Berkurang

  20

  (C)= Bertambah

2.7 Cara Mengukur Vertikal Dimensi Oklusi

  Perubahan VDO yang terjadi harus segera dibangun kembali. Hal ini penting untuk prosedur pembuatan gigi tiruan bagi seseorang yang telah kehilangan tinggi VDO. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh dokter gigi dalam menentukan VDO seseorang yaitu dari foto wajah, radiografi, model rahang dan

  1,2,20 pengukuran langsung pada wajah.

  2.7.1 Foto Wajah

  Foto lama pasien atau dibuat saat belum ekstraksi. Foto ini harus menunjukan saat pasien oklusi maksimum. Foto ini diperbesar sampai dengan ukuran yang sebenarnya dan jarak antara batas anatomik harus diukur dan dibandingkan dengan

  4,20 pasien untuk menghindari kesalahan.

  2.7.2 Radiografi

  Profil radiografi sefalometri dan radiografi fosa kondilus digunakan untuk menentukan hubungan vertikal rahang. Namun cara ini jarang digunakan karena

  4,20 teknik yang kurang akurat.

  2.7.3 Model Rahang

  Model rahang merupakan model rahang pasien yang didapatkan dari pencetakan yang dilakukan dalam rongga mulut pasien (model gips) yang merupakan

  

record model rahang pasien. Memeriksa VDO dari model rahang pasien bisa sebelum

  20 ekstraksi atau sebelum kehilangan VDO.

  2.7.4 Pengukuran Langsung pada Wajah

  Pengukuran langsung pada wajah dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu ukur, seperti kaliper. Diukur dari dua titik anatomis (biasanya satu pada ujung hidung dan satu lagi pada dagu), satu pada jaringan tidak bergerak dan satu lagi pada jaringan bergerak. Pengukuran dilakukan pada dua titik yaitu pada titik SubNasal dan

  1,4,20 titik Menton.

2.8 Nilai Konversi Jarak VDO dengan Panjang Jari Tangan Kanan Anatomi telapak tangan terdiri dari tulang phalangeal, metakarpal dan karpal.

  Tulang phalangeal merupakan tulang yang membentuk jari tangan. Tulang phalangeal terdiri dari proksimal phalangeal, medial phalangeal dan distal phalangeal. Untuk tiap

  25,26,27 jari diberi kode I, II, III, IV dan V dari ibu jari sampai kelingking (Gambar 7).

  Banyak penelitian yang dilakukan tentang panjang telapak tangan, dan jari manusia dihubungkan dengan tinggi badan. Penelitian yang dilakukan oleh Rajesh (2013) di India menunjukan adanya korelasi signifikan antara panjang jari dengan tinggi badan. Dengan korelasi Pearson didapatkan korelasi antara panjang jari dan tinggi badan pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Maka panjang jari

  6 telunjuk dan jari manis dapat digunakan untuk memprediksi tinggi badan.

  Berdasarkan penelitian Jyoti (2013) terdapat berbagai faktor yang dapat membantu memprediksi tinggi badan yang didapatkan dari panjang telapak tangan kanan dan

  9

  panjang phalangeal, baik pada laki-laki maupun perempuan di India Utara. Rasio jari kelingking dan jari manis menunjukan adanya perbedaan antara rasio jari laki-laki dan perempuan. Perbedaan panjang jari ini terjadi juga pada ras atau kelompok etnik yang berbeda. Pada ras Kaukasian menunjukan bahwa rasio kelingking : jari manis

  9

  lebih tinggi dibanding ras kulit hitam dan ras Asia Timur. Menurut penelitian Sidlaukas (2005) di Kansas mengenai hubungan pertumbuhan mandibula dengan telapak tangan (jari), bahwa terdapat hubungan antara pertumbuhan mandibula dan osifikasi tulang pada pergelangan tangan yaitu waktu selesainya pertumbuhan pada usia 18 tahun. Juga bahwa maturitas skeletal dapat digunakan sebagai indikator dalam

  7

  menentukan puncak pertumbuhan mandibula. Terdapat hubungan antara jarak VDO dan jari tangan dilihat dari waktu selesainya pertumbuhan yang sama antara rahang dan pergelangan tangan, dan adanya hubungan antara tinggi/panjang badan dengan jarak VDO dan panjang jari tangan. Menurut penelitian Sidlauskas (2005) korelasi antara pertumbuhan pergelangan tangan dan skeletal yaitu waktu pertumbuhan selesai

  7

  pada usia 18 tahun. Berdasarkan penelitian Pudyani (2005) pertumbuhan fasial maksimal dicapai dengan tercapainya tinggi badan maksimal.

  Dengan mengetahui adanya hubungan antara jarak VDO dengan panjang jari tangan, maka jarak VDO dapat dikonverskan dengan panjang jari. Jarak VDO normal dan panjang jari suatu kelompok tertentu yang memenuhi kriteria inklusi eksklusi digunakan sebagai data untuk dikonversikan dengan panjang jari. Maka dapat diperoleh nilai konversi jarak VDO dengan panjang jari untuk menentukan jarak

  VDO dalam bentuk persamaan regresi. Berdasarkan penelitian Ruchi Ladda (2012) mengenai hubungan vertikal dimensi dengan panjang jari pada laki-laki dan perempuan usia 20-30 tahun ras India, maka ada hubungan yang signifikan dan positif pada semua parameter yang diukur, yaitu jarak VDO, panjang jari telunjuk, panjang jari kelingking dan jarak dari ujung ibu jari sampai ujung telunjuk. Sehingga panjang jari dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal dimensi oklusi. Rerata jarak VDO pada laki-laki yang diukur oleh Ruchi yaitu 61,4 mm dengan SD 4,3 mm, panjang jari telunjuk 71,6 mm SD 4,3 mm, panjang jari kelingking 61,5 mm SD 3,7 mm, jarak ujung ibu jari sampai ujung telunjuk 63,2 mm SD 4,2 mm. Rerata VDO pada perempuan yaitu 56,7 mm dengan SD 3,0 mm, panjang jari telunjuk 65,9 mm SD 4,1 mm, panjang jari kelingking 56,3 mm SD 3,3 mm dan jarak ujung ibu jari sampai ujung telunjuk 55,7 mm SD 5,7 mm. Pada laki- laki VDO= 31,23 + 0,423 x panjang jari telunjuk, VDO= 33,075 + 0.461 x panjang ibu jari, VDO= 42,568 + 0,299 x jarak ujung ibu jari sampai ujung telunjuk. Pada perempuan VDO= 41,162 + 0,235 x panjang jari telunjuk, VDO= 35,167+ 0,382 x panjang jari kelingking, VDO=

  1 48,228 + 0,152 x jarak ujung ibu jari sampai ujung telunjuk. Gambar 7. Anatomi jari tangan tulang Phalangeal

  25

2.9 Landasan Teori

  Jarak Vertikal Dimensi Oklusi (VDO) dipengaruhi oleh tulang maksila, mandibula, TMJ dan dipengaruhi oleh oklusi. Tulang maksila dan mandibula, juga tulang kranial mencapai ukuran maksimal pada masa tumbuh kembang yang sudah

  18

  selesai. Pada usia 19-25 tahun, tumbuh kembang gigi geligi dan rahang telah selesai, sehingga ukuran tulang pada usia tersebut merupakan ukuran maksimal dan tidak mengalami penambahan ukuran lagi. Pada Oklusi Klas I ditandai dengan tonjol mesio bukal molar permanen atas terletak pada celah (groove) bagian bukal molar pertama permanen bawah. Pada tumbuh kembang yang normal, tidak ada gangguan selama tahap tumbuh kembang maka gigi pada maksila dan mandibula erupsi dengan baik dan normal untuk mempertahankan kontak oklusi selama pertumbuhan wajah dan kepala. Ini merupakan bentuk oklusi yang normal. Dengan oklusi Klas I maka bisa didapatkan jarak VDO yang normal. VDO merupakan jarak bidang vertikal dari hubungan maksila dan mandibula, diukur dari dua titik anatomis biasanya satu pada

  1 ujung hidung dan satu lagi pada dagu pada saat oklusi (SubNasal-Menton).

  Hasil penelitian Odias RR (2008) di Medan, tinggi wajah perempuan suku Batak yaitu 18,3576 cm dengan tinggi wajah atas 5,8959 cm, tinggi wajah tengah 6,0408 cm, dan tinggi wajah bawah 6,4209 cm. Persentase tiap- tiap wajah pada suku batak merupakan yang paling mendekati ke nilai neoclasial cannon dibanding suku/ras lain. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa perbedaan bagian- bagian wajah pada tiap ras menyebabkan perbedaan tinggi VDO yang berada pada

  21

  sepertiga wajah bagian bawah Jika terjadi kecelakaan yang berdampak pada tulang kranial dan mandibula, gigi yang hilang karena kecelakaan atau dicabut, adanya abrasi lebih dari sepertiga oklusal, dan penggunaan gigi palsu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan VDO berubah, maka ada alternatif yang dapat dilakukan untuk mengetahui tinggi VDO yaitu dengan nilai konversi panjang jari. Pada penelitian Ruchi Ladda (2012) mengenai teknik menentukan VDO dari perhitungan antropometrik jari tangan pada Ras India, cara memprediksi VDO dengan metode ini dapat dilakukan dan direkomendasikan untuk praktik sehari-hari. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif pada semua parameter yang diukur, yaitu panjang jari telunjuk, panjang jari

  1 kelingking dan jarak dari ujung ibu jari sampai ujung telunjuk.

2.10 Kerangka Teori

  1/3 Atas

  VDO Ras

  VDI

  VD

  Kelingking Telunjuk

  Ujung ibu jari sampai ujung telunjuk

  Subnasal

  1/3 Bawah

  Trichion

  Tengah Glabella

  Gonial 1/3

  Ramus Sudut

  TMJ Panjang

  Erupsi Gigi

  • Glabella

  Nilai Konversi VDOdengan panjang jari tangan kanan Phalangeal Carpal Maksila

  Jari Tangan Metacarpal

  Tinggi Wajah Panjang

  Tangan Mandibula

  Pertumbuhan dan Perkembangan Tulang Kepala

  • SubNasal
  • menton

2.11 Kerangka Konsep

  VDO Jarak Titik SubNasion

  Panjang Jari

  Telunjuk Kelingking

  Jarak ujung ibu jari

  • –Titik Menton x Tinggi VDO
  • – ujung telunjuk

  Ujung telunjuk sampai ke titik terdekat MP crease telunjuk

  Ujung ibu jari sampai ujung telunjuk

  Ujung kelingking sampai ke titik terjauh MP crease kelingking x panjang jari telunjuk x panjang jari kelingking x jarak ujung ibu jari sampai ujung telunjuk

  Nilai konversi jarak VDO dengan panjang jari tangan kanan (telunjuk, kelingking, ujung ibu jari sampai ujung telunjuk)

  Analisa Regresi Suku Batak Toba Oklusi Klas I Angle usia

  19-25 tahun laki-laki dan perempuan Jarak interpupil

  Jarak sudut mata- telinga

Dokumen yang terkait

Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

0 0 22

2.1.2 Penilaian Status Gizi - Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

0 1 29

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

0 0 8

Hubungan Status Gizi dan Asupan Energi Dengan Kelelahan kerja pada Pekerja di PT. Perkebunan Nusantara I Pabrik Kelapa Sawit Pulau Tiga Tahun 2015

1 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Motivasi dan Kompetensi Bidan terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat

0 1 10

Crp test Nilai () Hasil PA Nilai mgdl Hasil PA

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Apendisitis - Perbandingan Keakuratan Antara C – Reaktif Protein Dan Hitung Leukosit Dalam Mendiagnosis Radang Apendiks Akut Pada Anak Di Rumah Sakit Pendidikan FK USU

1 4 13

BAB 2 TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Resin Akrilik Polimerisasi Panas 2.1.1 Komposisi - Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perendaman Basis Gigitiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Dalam Ekstrak Kayu Manis Terhadap Jumlah Candida albicans

0 0 8

1. Oklusi adalah kontak antara gigi-geligi rahang atas dengan rahang bawah tanpa diperantarai oleh makanan atau benda lain dimana lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan tertutup.. ( Thomsom H, 2012) 2. Oklusi Klas I merupakan oklusi yang

0 0 87