BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Uang 2.1.1. Defenisi Uang - Analisis Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Jumlah Uang Beredar Di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Uang

2.1.1. Defenisi Uang

  Uang secara universal adalah sesuatu (benda) yang diterima secara umum dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dua unsur terpenting dari uang adalah

  

any good (sesuatu benda) dan generally accepted (diterima secara umum). Uang

  digunakan untuk memperlancar atau mempermudah kegiatan transaksi dalam sebuah perekonomian.

  Dari sudut pandang ekonomi, uang merupakan barang ekonomi karena uang adalah barang langka. Uang adalah asset yang paling likuid diantara seluruh asset yang ada dalam perekonomian. Uang dikatakan likuid apabila sangat mudah ditukarkan dengan barang dan jasa lain, biaya transaksinya sangat kecil dan nilai nominalnya relatif stabil.

  Defenisi uang secara hukum, yaitu uang merupakan alat pembayaran yang sah dimana dalam perekonomian modern, penggunaan sesuatu benda sebagai uang dikuatkan berdasarkan keputusan hukum atau undang-undang. Pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang tersebut seperti pemalsuan uang atau menggunakan alat tukar yang tidak seusai dengan ketentuan akan dikenakan hukuman.

2.1.2. Penawaran Uang

  Ada tiga lembaga yang menawarkan uang antara lain: pemerintah, bank sentral, dan bank umum. Setiap penawaran uang ke masyarakat dicatat dalam neraca. Pemerintah dan Bank Sentral menawarkan uang dalam bentuk uang kartal. Dan Bank Umum menawarkan uang dalam bentuk uang giral.

  1. Penawaran uang oleh Pemerintah

  Dahulu pemerintah juga menawarkan uang ke masyarakat dalam bentuk uang pecahan. Proses penawaran yang oleh pemerintah ke masyarakat besar kecilnya dicatat dalam neraca. Alasan pemerintah mengeluarkan uang pecahan adalah untuk transaksi kecil-kecilan dan sebagai pendapatan pemerintah.

  2. Penawaran uang oleh Bank Sentral

  Yang dimaksud adalah Bank Sentral dapat mencetak uang dan mengedarkan uang yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pada masa sekarang, penawaran uang kartal ke masyarakat melalui satu lembaga yaitu Bank Sentral.

  3. Penawaran uang oleh Bank Umum

  Bank Umum dapat menawarkan uang karena Bank Umum dapat mengeluarkan cek yang dimana cek itu dianggap atau berlaku sebagai alat pembayaran alat transaksi yang pantas. Uang yang ditawarkan oleh Bank Umum disebut uang giral.

2.1.3. Defenisi Jumlah Uang Beredar

  Uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Namun defenisi ini terus berkembang, sehingga perhitungan jumlah uang beredar di berbagai negara dapat berbeda-beda. Umumnya defenisi uang beredar di negara maju lebih kompleks dibandingkan di negara sedang berkembang. Defenisi tersebut dibagi berdasarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan transaksional

  (transaction approach) dan pendekatan likuiditas (liquidity approach) (Manurung dan Prathama, 2004 :13).

  1. Pendekatan Transaksional (Tansaksional Approach)

  Pendekatan ini memandang jumlah uang beredar yang dihitung adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk kebutuhan transaksi. Pada paraktiknya, pendekatan ini digunakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit M1 (narrow money). M1 mencakup uang kartal dan uang giral. Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam yang berlaku diluar dari bank umum

  

(currency out of bank –COB) . Uang giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang,

  simpanan berjangka, dan tabungan berjangka yang sudah jatuh tempo, yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.

  2. Pendekatan Likuiditas (Liquidity Approach)

  Pendekatan ini mendefenisikan jumlah uang beredar adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi (quasy money). Pertimbangannya adalah sekalipun uang kuasi merupakan asset financial yang likuid dibanding dengan uang kertas, uang logam, dan rekening giro, tetapi sangat mudah diubah menjadi uang yang dapat digunakan untuk kebutuhan transaksi. Dalam praktik, pendekatan ini diguakan untuk menghitung jumlah uang beredar dalam arti luas (broad money), yang dikenal dengan M2 yang terdiri atas M1 diatambah dengan yang kuasi. Di Indonesia, yang dimaksud dengan uang kuasi adalah simpanan rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang untuk sementara waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar. Jumlah M2 sering juga disebut sebagai likuiditas perekonomian.

2.1.4. Uang Beredar di Indonesia

  Menurut Bank Indonesia, di Indonesia hanya dikenal dua macam uang beredar saja, yaitu:

  1. Uang beredar dalam arti sempit (narrow money – M1), di defenisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D).

  2. Uang beredar dalam arti luas (broad money – M2), didefenisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal (C), uang giral (D) dan uang kuasi. Dengan kata lain M2 adalah M1 diatambah dengan tabungan dan simpanan berjangka lain yang jangkanya lebih pendek, temasuk rekening pasar uang dan pinjaman semalan antar bank.

  Elemen – elemen pada M1 dapat dikatakan sebagai bearan moneter bebas bunga (interest-free monetary aggregates) karena elemen – elemen tersebut belum mengandung bunga. Sementara uang kuasi yang terdiri dari tabungan dan deposito berjangka dikategorikan ke dalam uang mengandung bunga (interest

  monetary aggregates ).

2.2. Sistem Pembayaran

  Sistem pembayaran merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh kegiatan perekonomian sehari-hari terjadi proses transaksi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi serta masyarakat. Menurut Humphrey (1995: 3) sistem pembayaran adalah suatu hal yang penting karena membentuk spesialisasi yang terjadi dalam produksi dan membantu menciptakan transaksi yang efisien.

2.2.1. Defenisi Sistem Pembayaran

  Pembayaran dapat diartikan sebagai perpindahan nilai antara dua belah pihak (secara sederhana dipakai istilah pembeli dan penjual), dimana secara bersamaan terjadi perpindahan barang dan jasa. pada intinya dalam setiap kegiatan ekonomi terjadi proses pembayaran ini.

  

Transfer of goods or services

Seller Buyer

  Goods Flow Payee Payor

  Value flow Transfer of value through a payment system Sumber: Humpery (1995: 3) Gambar 2.1.

  Ilustrasi Sederhana Proses Sistem Pembayaran

  Menurut Humpery (1995: 3), sistem pembayaran pada dasarnya adalah semata-mata hanya sebuah persetujuan mengenai cara mentransfer sejumlah nilai uang antara pembeli (buyers) dan penjual (sellers) dalam sebuah transaksi. Seperti yang diilustrasikan dalam gambar 2.1, sistem pembayaran memfasilitasi pertukaran barang dan jasa dalam sebuah perekonomian.

  Menurut Guitian (1998) dalam Bank Indonesia, sebuah sitem pembayaran meliputi seperangkat instrumen dan alat-alat yang secara umum diterima untuk melakukan pembayaran; kerangka institusional dan organisasi yang menjalankan pembayaran (termasuk regulasi kehati-hatian); dan prosedur operasi dan jaringan komunikasi yang digunakan untuk memulai dan mengirimkan informasi pembayaran dari pembeli (payer) kepada penjual (payee) dan untuk menyelesaikan pembayaran.

  Menurut Bank for International Settlement (BIS–2003) dalam Bank Indonesia, sistem pembayaran adalah seperangkat instrument, prosedur dan sistem transfer dana intrabank (Interbank Funds Transfer – IFT) yang menjadi komponen untuk melancarkan perputaran uang. Menurut Bank Indonessia ( UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia), sistem pembayaran adalah sistem yang mencakup seperangkat aturan dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.

  Payment Interbank Delivery Payment Systems

  Funds Transfer Channels Instrument Systems

  Operator

  • Paper • Paper • Bank Credit based based Teller Transfer
  • Clearing • Card • Card • EDC Houses based based
  • Computer • Banks • Mobile Debit • ot
  • Electronic • Electronic Phone Transfer based based
  • Others Sumber: Bank Indonesia Gambar 2.2.

  Ilustrasi Komponen Pembentuk Sistem Pembayaran

2.2.2. Evolusi Sistem Pembayaran

  Sistem pembayaran telah berubah sepanjang waktu, demikian pula dengan bentuk uang. Pada suatu waktu, logam berharga seperti emas digunakan sebagai alat pembayaran utama dan dari emas tersebut berubah menjadi bentuk utama dari uang. Selanjutnya asset kertas seperti cek dan uang kertas mulai digunakan untuk sistem pembayaran dan dianggap sebagai uang. Dimana sistem pembayaran memiliki makna terhadap bagaimana uang akan didefenisikan di masa mendatang (Mishkin, 2006: 72-73).

  Akar dari evolusi sistem pembayaran dimulai dari sistem perekonomian yang paling sederhana yang dikenal dengan cara barter. Dimana seseorang yang membutuhkan barang tertentu dapat memperolehnya dengan menukarkanya dengan barang yeng berbeda. Karena barter menemui banyak permasalahan, maka digantikan oleh commodity currency berupa emas perak atau koin.

  Sistem barter dan commodity currency ini tidak efisien, maka tahap evolusi berlanjut pada penggunaan uang fiat (uang kepercayaan). Uang fiat adalah uang kertas yang diumumkan oleh pemerintah sebagai alat transaksi. Uang fiat hanya bisa digunakan sebagai alat transaksi sapenjang adanya kepercayaan kepada lembaga yang berwenang mengeluarkannya dan dalam pencetakannya sudah dalam tahap sukar untuk dipalsukan (Mishkin, 2006: 73).

  Kehadiran uang fiat (uang kertas) dan commodity currency (koin) telah memberikan kepraktisan dalam melakukan transaksi dalam perekonomian. Kedua tipe uang ini dapat dikelompokkan menjadi sistem pembayaran tunai. Dan paling umum digunakan untuk transaksi perekonomian terutama pada negara-negara sedang berkembang. Namun uang tunai hanya dirasa cukup paraktis untuk melakukan transaksi yang bernilai kecil, tidak demikian dengan transaksi yang bernilai besar, karena akan diperlukan jumlah fisik uang yang banyak, serta tidak aman untuk membawa uang dalam jumlah banyak.

  Berbagai macam kendala dalam penggunaan uang tunai (kertas dan logam) dalam transaksi pembayaran mendorong munculnya inovasi baru. Perkembangan sistem pembayaran berlanjut kepada penggunaan cek. Cek hadir untuk mengatsi masalah dalam hal transaksi tunai (uang kertas dan logam) dalam jumlah besar.

  Cek mampu mempermudah transaksi dalam jumlah yang besar karena nilainya tergantung dari yang tertulis diatasnya. Selain itu, keuntungan dari cek adalah mengurangi biaya transportasi dan mengefisienkan pembayaran.

  Sama halnya seperti uang fiat ternyata penggunaan cek juga membutuhkan biaya dalam proses pencairannya. Beberapa jenis cek hanya dapat dicarikan dalam jangka waktu tertentu. Pengunaan cek juga membutuhkan satu atau lebih bank, yaitu transfer dana deposito dari rekening bank pihak pembayar ke rekening bank penerima pembayaran. Oleh Karena hambatan tersebut, maka evolusi pembayaran berlanjut dengan dikembangkannya pembayaran elektronik. Pada dekade 1970-an dan 1980-an elektonifikasi dalam system pembayaran mulai berkembang. Alat pembayaran mengunakan kartu memudahkan masayrakat untuk bertransaksi langsung di tempat penjualan (Point Of Sales – POS).

  Pembayaran elektronik mampu mengatasi masalah uang fiat serta cek berbasis kertas. Masalah tersebut meliputi ketidakpraktisan dan ketidaknyamanan untuk dipegang serta adanya biaya transportasi untuk melangsungkan prose transaksi. Di Indoensia, e-money mulai dikenalkan sejak tahun 2007, yang ditujukan untuk jenis pembayaran mikro sebagai pengganti uang. Seiring dengan perkembangan teknologi perpindahan dana secara elektronis yang cepat antar kota bahkan antar negara telah memungkinkan untuk dilaksanakan.

  Inovasi terbaru dalam sistem pembayaran sekarang ini adalah dengan ditemukannya bitcoin pada tahun 2009 oleh Satoshi Nakamoto. Bitcoin adalah uang elektronik yang menggunakan jaringan teknologi peer-to-peer untuk beoperasi tanpa melalui otoritas sentral atau bank, transaksi dan penerbitan bitcoin dilakukan secara kolektif melalui sebuah jaringan 2014).

  Bitcoin menggunakan public-key cryptography, jaringan peer-to-peer, dan proof- of-work untuk memproses dan memverifikasi transaksi pembayarannya. Bitcoin

  menyediakan jaringan pembayaran yang cepat dan sangat handal

  

2014). Bitcoin dikirim dengan mudah secara langsung

  melalui jaringan internet dari pihak yang satu ke pihak lain yang tanpa perlu mempercayai otorisasi pihak ketiga ataupun lembaga keuangan (Nakamoto: 1).

  2.2.3. Pembayaran Tunai

  Ditengah pesatnya perkembangan pembayaran non tunai, pembayaran tunai juga masih memegang peranan penting dalam sistem pembayaran di Indonesia.

  Masyarakat Indonesia masih menggunakan pembayaran tunai yang terdiri dari uang kertas maupun uang logam. Pembayaran tunai masih tidak dapat tergantikan oleh instrument pembayaran non tunai, terutama untuk transaksi retail (Titiheruw, 2009 : 8)

  2.2.4. Sistem Pembayaran Non tunai

  Meskipun fisik uang sampai saat ini masih banyak digunakan sebagai alat pembayaran, namun sejalan dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran yang pesat, pola pembayaran tunai (cash) secara berangsur angsur beralih menuju pembayaran non tunai (non-cash). Terdapat dua jenis pembayaran dan sistem penyelesaian di Indonesia: sistem pembayaran bernilai besar antar bank (intrabank large-value payments system) dan sistem pembayaran ritel dan mikro (retail and micro payments system). Dalam sistem pembayaran ritel dan mikro, sebagian besar layanan pembayaran ritel dan mikro disediakan oleh bank-bank komersial melalui beberapa instrumen pembayaran: cek dan bilyet giro, alat dan pembayaran elektronik (Bank Indonesia 2006)

  Pembayaran antar bank dengan cek dan bilyet giro diproses melalui SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia). SKNBI adalah sistem net

  

settlement multilateral tangguhan (deferred multilateral net settlement). Untuk

  instrumen pembayaran berbasis kartu (kredit dan kartu debit/ATM), penyelesaian pada level antar bank juga dilakukan secara net multilateral melalui sistem BI- RTGS (Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement) atau bank komersial melalui rekening di bank-bank komersial yang ditunjuk sebagai bank pembayaran (Bank Indonesia 2006)

2.2.4.1. Pembayaran Non Tunai Berbasis Warkat (Paper Based)

  Instrumen-instrumen berbasis warkat ini merupakan intrumen yang sudah umum dan telah lama digunakan dalam praktek perbankan. Beberapa instrument yang termasuk dalam kategori ini, yaitu, cek, bilyet giro, nota debet.

  1. Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu (Bank Indonesia, 2006)

  2. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan (Bank Indonesia, 2006).

  3. Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk bank atau nasabaj bank yang menyampaikan warkat tersebut (Bank Indonesia, 2006)

  Cek dan bilyet giro merupakan instrumen pembayaran non tunai yang paling umum digunakan bahkan sebelum adanya ragam transaksi non tunai lainnya. Dengan perkembangan instrument elektronik dan berbagai variasi lainnya secara perlahan-lahan mengurangi pengunaan intrumen ini bahkan kemudian telah digantikan oleh transfer secara elektronik (paperless) yang diatur menggunakan SKNBI atau BI-RTGS.

2.2.4.2. Pembayaran Non Tunai Berbasis Kartu (Card Based)

  Instrumen pembayaran non tunai berbasis kartu atau disebut juga APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu) telah meningkat secara signifikan penggunaanya di Indonesia. Beberapa jenis instrumen yang termasuk dalam kategori ini, yaitu: 1.

  Kartu Kredit adalah instrumen pembayaran yang pembayarannya dilakukan kemudian. Dalam hal ini bank penerbit kartu memberikan kredit kepada nasabah pemegang kartu kredit dengan atas waktu dan tambahan bunga yang telah disepakati antara bank dan nasabah (Bank Indonesia 2006).

  2. Kartu ATM merupakan instrument pembayaran berbasis kartu yang transaksinya dilakukan melalui mesin ATM. Beberapa transaksi non tunai yang dapat dilakukan melalui kartu ini adalah pembayaran rekening listrik, telepon, air bersih, pembelian pulsa, dan transfer dana (Bank Indonesia 2006).

  3. Kartu Debet merupakan instumen berbasis kartu yang pembayarannya dilakukan dengan pendebetan langsung kerekening nasabah di bank penerbit kartu tersebut. Pada beberapa bank penerbit, terdapat kombinasi antara fungsi kartu debet sekaligus kartu ATM untuk lebih memudahkan nasabah bank tersebut (Bank Indonesia 2006).

2.2.4.3. E-Money

  E-money (electronic money) adalah alat pembayaran yang memenuhi

  unsur-unsur sebagai berikut (Peraturan Bank Indonesia No 11/12/PBI/2009):

  • diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit;
  • nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau

  chip ;

  • digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektonik tersebut; dan
  • nilai uang elektronik yang disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.

  E-money di Indonesia dikategorikan menjadi dua jenis Salah satunya

  adalah berbasis chip (chip-based) di mana nilai uang disimpan dalam sebuah sirkuit terpadu (integrated circuit - IC) chip tertanam dalam perangkat seperti kartu plastik, dan lainnya adalah bebasis server (server-based) di mana nilai uang disimpan secara terpusat di server penyedia layanan e-money. Pada akhir tahun 2012 terdapat 13 penerbit uang elektronik yang telah memperoleh izin dari bank

  Indonesia baik yang berbasis chip maupun media bebasis server (Bank Indonesia, 2013: 16).

  E-money merupakan produk stored-value atau pra-bayar. E-money dapat

  diterbitkan oleh bank dan non-bank. Berdasarkan kajian Bank Indonesia, issuer akan memelihara float atas e-money yang diterbitkannya. Float yaitu dana (monetary value) yang tercatat dalam kartu e-money dan belum digunakan dalam untuk pembayaran, atau sudah digunakan namun belum ditagihkan atau di-redeem oleh merchant. Dengan kata lain float merupakan kewajiban (liability) issuer atas

  e-money yang diterbitkannya. Berdasarkan katarestik tersebut, maka sifat float e-

money sangat likuid atau dapat disetarakan dengan uang tunai (cash) atau giro

  setara degan M1 (Hidayati et,al, 2006: 42)

2.3. Pembayaran Dan Uang Beredar

  Pembayaran adalah aliran nilai (flow of value) yang terjadi dalam sebuah perekonomian yang memindahkan nilai dari pembeli kepada penjual dalam transaksi. Tentunya aliran (flow) ini berasal dari suatu tempat, yaitu berasal dari suplai uang yang ada dalam perekonomian. Uang beredar akan menganggur (sits

  around idle ) sampai sebagian dari uang beredar tersebut digunakan untuk

  pembayaran dalam transaksi. Jika pembayaran sehari-hari merupakan persentase yang besar dari persediaan uang yang ada, maka " turnover " uang atau kecepatan perputaran uang dikatakan tinggi.

  Hubungan antara jumlah uang beredar dan kegiatan ekonomi dinyatakan dalam hubungan (Humphrey, 1995: 18): MV = PT di mana:

  M : jumlah uang beredar V : kecepatan uang beredar P : tingkat harga T : jumlah transaksi PT mewakili tingkat agregat aktivitas ekonomi, seperti GNP. Efisiensi dari sistem pembayaran tercermin dalam tingkat turnover uang, yang menunjukkan berapa kali jumlah uang beredar harus kembali dalam rangka memenuhi tuntutan transaksi dan pembayaran yang terkait dengan tingkat aktivitas ekonomi agregat.

  Jika efisiensi sistem pembayaran membaik, pembayaran akan memakan waktu yang lebih singkat untuk diselesaikan (cleared and settled) sebelum dana yang ditransfer dapat digunakan kembali untuk membiayai pembayaran lain. Sehingga perbaikan dalam efisiensi sistem pembayaran akan memungkinkan suatu negara dapat mengurangi uang beredar domestiknya, dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi dan hal-hal lain tetap konstan.

  Prinsip yang mendasari hubungan antara efisiensi sistem pembayaran dan jumlah uang beredar ditunjukkan oleh persamaan MV = PT. Dengan asumsi PT (atau GNP) adalah konstan, peningkatan efisiensi sistem pembayaran akan meningkatkan kecepatan (velocity - V) yang memungkinkan jumlah uang beredar

  (M) untuk dikurangi untuk mendukung tingkat yang sama dari kegiatan ekonomi (Humphrey, 1995: 18).

2.4. Pembayaran Non Tunai dan Permintaan Uang

  Fungsi permintaan uang masyarakat merupakan faktor yang menghubungkan sektor moneter dan sektor riil. Oleh karena itu perilaku permintaan uang masyarakat, terkait dengan semakin meningkatnya media pembayaran non tunai sangat penting dicermati (Syarifuddin, Hidayat, Tarsidin, 2009: 371).

  Baumol dan Tobin (Inventory Model)

  Baumol dan Tobin menggunakan pendekatan inventory model untuk merumuskan kerangka teori permintaan uang, dimana uang diposisikan sebagai alat untuk transaksi. Baumol serta Tobin menyebutkan bahwa terdapat dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam pilihan untuk memegang uang atau asset, yakni: transaction cost yang harus dikeluarkan ketika memilih untuk memegang assets karena dengan memegang assets berkurang liquidity-nya serta adanya

  

return yang diperoleh dengan memegang assets. Tingkat optimal uang yang

  dipegang masyarakat dapat dirumuskan sebagai berikut :

  ∗

  = �

  2 di mana :

  • * M : Tingkat optimal stock uang c : transaction cost

  dari assets

  I : return

  Dalam konteks Inventory Model, permintaan not-interest bearing money, yakni uang kartal dan uang giral (dalam hal ini di asumsikan tidak ada bunga atas simpanan dalam bentuk rekening giro) ditentukan oleh pendapatan riil suku bunga, dan transaction cost. Tingkat suku bunga dan transaction cost tersebut dalam hal ini adalah atas bebagai jenis simpanan yang tidak termasuk dalam kategori M1 (time deposit dan saving deposit) serta berbagai jenis asset lainnya (seperti obligasi). Rumusan tersebut dapat pula digunakan untuk menganalisis permintaan uang kartal dan M2, tentunya dengan menggunakan besaran tingkat suku bunga dan transaction cost yang relevan.

  Inventory model dari Baumol dan Tobin dinilai tepat untuk digunakan dalam memperhitungkan dampak dari penggunaan media pembayaran non tunai (seperti ATM, kliring RTGS, dan berbagai media pembayaran non tunai), yakni dengan diakomodasinya variabel transaction cost di samping tingkat suku bunga.

  Namun tentunya perlu dilakukan penyesuaian, mengingat dengan pembayaran non-tunai masyarakat dapat menyimpan uangnya dalam bentuk demand deposit dan saving deposit tanpa harus menghadapi trade-off, yakni memperoleh return tanpa harus dikenai biaya transaksi dalam pencairannya (tingkat likuiditasnya sangat tinggi) (Syarifuddin, Hidayat, Tarsidin, 2009: 372).

2.5. Penelitian Terdahulu

  Penelitian-penelitian yang menganalisis mengenai pembayaran non tunai antara lain:

  1. Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter (Bambang Pramono, Pipih D. Purusitawati, Yosefin Tyas Emmy D.K., 2006).

  Mengkaji dampak perkembangan alat pembayaran non tunai terhadap kebijakan moneter dan perekonomian di Indonesia. Metode estimasi yang digunakan dalam pelitian ini adalah Uji Kointegrasi (Johansen Cointegration Test) dan Vector Error Correction Model (VECM).

  Penelitian ini menyimpulkan bahwa, kehadiran alat pembayaran non tunai bagi perekonomian memberikan manfaat peningkatan efisiensi dan produktivitas keuangan. Inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat meyebabkan komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter. Studi empirik penelitian ini menemukan bahwa kehadiran alat pembayaran non tunai menurunkan permintaan terhadap uang kartal dan M1. Dimana alat pembayaran non tunai dapat menggantikan peran alat pembayaran tunai dalam transaksi ekonomi. Penurunan terhadap uang kartal M1 berdampak pada berkurangnya biaya pencetakan uang.

  2. Dampak Peningkatan Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Implikasinya Terhadap Pengendalian Moneter Di Indonesia (Ferry Syarifuddin, Ahmad Hidayat, Tarsidin, 2009)

  Penelitian ini menganalisis tentang dampak peningkatan pembayaran non tunai terhadap permintaan uang masyarakat, bagaimana dampaknya terhadap perekonomian serta implikasinya terhadap pengendalian moneter oleh Bank Indonesia. Dengan menggunakan metode estimasi Structural

  Cointegration Vector Autoregresion (SCVAR), ditemukan bahwa

  pembayaran non tunai akan menyebabkan cash holding menurun walaupun permintaan M1 dan M2 meningkat. Peningkatan pembayaran non tunai juga akan mengakibatkan penurunan tingkat suku bunga BI, penigkatan GDP riil, dan penurunan tingkat harga.

  3. Dampak Peningkatan Penggunaan Pembayaran Menggunakan Kartu Terhadap Perekonomian Indonesia (Tiara Nirmala, Tri Widodo, 2011) Penelitian ini menganalisis tentang dampak meningkatnya penggunaan pembayaran menggunakan kartu (pembayaran non tunai) pada perekonomian Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah Vector

  Error Correction Model (VECM). Hasilnya menunjukkan bahwa,

  kepemilikan uang tunai menurun, sementara stok uang M1 dan M2 meningkat. Peningkatan pembayaran non tunai juga menginduksi pertumbuhan GDP dan penurunan harga.

  4. Pengaruh Inovasi Sistem Pembayaran Terhadap permintaan Uang di Indonesia (Imaduddin Sahabat, 2009) Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh inovasi system pembayaran terhadap permintaan unag di Indonesia. Dengan menggunakan merode

  

Vector Auto Regresion (VAR) dan Vector Error Corection Model (VECM) diketahui bahwa inovasi sistem pembayaran seperti kliring, RTGS, kartu kredit dan kartu debet memiliki hubungan jangka panjang dengan permintaan uang. Selain itu kartu debet, kartu kredit, kliring dan BI-RTGS akan menurunkan permintaan uang.

  5. Analisis Pengaruh Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Dan Variabel Makroekonomi Terhadap Permintaan Uang Di Indonesia (Zainal Muttaqin, 2006)

  pengaruh penggunaan alat pembayaran dengan

  Penelitian ini mengkaji tentang

  

menggunakan kartu dan variabel makroekonomi lainnya terhadap permintaan

uang di Indonesia dalam jangka panjang dan dalam jangka pendek. Metode

yang digunakan adalah Uji Kointegrasi dan Error Correction Model (ECM).

Hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan jangka panjang antara

penggunaan ATM terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Sementara itu,

penggunaan kartu kredit dan debet tidak signifikan mempengaruhi permintaan

uang M1 dan uang tunai. Hasil berbeda ditunjukkan dalam jangka pendek

pengaruh APMK terhadap permintaan uang M1 dan uang tunai. Perubahan

permintaan terhadap M1 hanya dipengaruhi oleh perubahan penggunan kartu

ATM dan kartu debet. Sedangkan perubahan permintaan uang tunai tidak

dipengaruhi oleh penggunaan APMK. Berdasarkan hasil penelitian ini telah

dibuktikan bahwa keberadaan APMK (kartu kredit dan kartu debet) dan ATM

berpengaruh secara nyata terhadap permintaan uang.

  6. Analisis Pengaruh Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik Dan Daya Substitusi Transaksi Non Tunai Elektronik Terhadap Transaksi Tunai Indonesia (Sierra Rossa Sitorus, 2006)

  Penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh penggnaan kartu elektronik, dalam hal ini kartu kredit, kartu debit, dan kartu ATM terhadap transaksi tunai dan daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai di Indonesai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan

  Cointegrati on Test) dan Vector Error Correction Model

  cash holding menurun

  (SCVAR) Pembayaran non tunai akan menyebabkan

  Structural Cointegrati on Vector Autoregresi

on

  Meneliti tentang dampak peningkatan pembayaran non tunai terhadap permintaan uang masyarakat.

  2 Ferry Syarifuddin, Ahmad Hidayat, Tarsidin (2009)

  Alat pembayaran non tunai dapat menggantikan peran alat pembayaran tunai dalam transaksi ekonomi.

  (VECM) Alat pembayaran non tunai menurunkan permintaan terhadap uang kartal dan M1.

  Uji Kointegrasi (Johansen

  

Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian ini menemukan bahwa

  Meneliti mengenai dampak perkembangan alat pembayaran non tunai terhadap kebijakan moneter dan perekonomian.

  Purusitawat i, Yosefin Tyas Emmy D.K. (2006)

  1 Bambang Pramono, Pipih D.

  Kesimpulan

  Analisis Data

  No Penulis Penelitian Teknik

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu

  adanya hubungan signifikan untuk jangka panjang antara penggunaan kartu elektonik terhadap transaksi tunai di Indonesia. Peningkatan Volume transaksi non tunai yaitu transaksi APMK dan BI-RTGS mampu mensubstitusi transaksi tunai.

  walaupun permintaan M1 dan M2 meningkat.

  Lanjutan Tabel 2.1

  (VECM) Dari hasil penelitian diperoleh bahwa inovasi system pembayaran seperti kliring, RTGS, kartu kredit dan kartu debet memiliki hubungan jangka panjang dengan permintaan uang.

  Uji Kointegrasi dan Error Correction Model

  Meneliti tentang pengaruh penggunaan kartu elektronik terhadap transaksi tunai dan daya substitusi transaksi non tunai terhadap transaksi tunai.

  6 Sierra Rossa Sitorus (2006)

  Kointegrasi dan Error Correction Model (ECM) Penelitian ini telah menemukan bahwa keberadaan APMK (kartu kredit dan kartu debet) dan ATM berpengaruh secara nyata terhadap permintaan uang.

  pengaruh penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan variabel makroekonomi terhadap permintaan uang Uji

  Meneliti tentang

  5 Zainal Muttaqin (2006)

  Vector Error Correction Model

  3 Tiara Nirmala, Tri Widodo (2011)

  (VAR) dan

  Vector Auto Regresion

  Meneliti tentang pengaruh inovasi system pembayaran terhadap permintaan uang di Indonesia.

  4 Imaduddin Sahabat (2009)

  (VECM) Penggunaan instrument pembayaran berbasis kartu mengakibatkan kepemilikan uang tunai menurun, sementara stok uang M1 dan M2 meningkat.

  Vector Error Correction Model

  Meneliti tentang pengaruh peningkatan penggunaan instrument pembayaran berbasis kartu terhadap perekonomian.

  (ECM) Peningkatan Volume transaksi non tunai yaitu transaksi APMK dan BI-RTGS mampu mensubstitusi transaksi tunai

2.6. Kerangka Konseptual

  Fokus pembahasan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh penggunaan pembayaran non tunai dalam transaksi masyarakat terhadap jumlah uang beredar di Indonesia. Dalam penelitian ini, jumlah uang beredar dibedakan menjadi dua yaitu, jumlah uang beredar dalam arti sempit (Narrow

  

Money - M1) dan dalam arti luas (Broad Money - M2). Pengunaan pembayaran

  non tunai yang akan diteliti didekati dari empat skema pilihan transaksi pembayaran yaitu, APMK, e-money, SKNBI, dan BI-RTGS.

  Pembayaran non tunai pada hakikatnya sama dengan pembayaran tunai, yakni sama-sama merupakan transaksi pembayaran atas harga barang dan jasa.

  Yang menbedakan adalah tidak diperlukannya uang kartal untuk pembayaran non tunai tersebut yang berarti berkurangnya biaya, tenaga, dan waktu bertransaksi.

  (Sayarifuddin, Hidayat, Tarsidin, 2009). Metode pembayaran secara transfer (BI- RTGS dan SKNBI) akan menggantikan peran uang dalam perdagangan besar dan transaksi keuangan yang nilainya besar, sedangkan APMK (kartu ATM/debet dan kartu kredit) maupun e-money akan menggantikan uang tunai dalam pembayaran retail (Lahdenpera, 2001: 22)

  Penggunaan pembayaran non tunai (melalui transaksi APMK, e-money, SKNBI, BI-RTGS) dalam transaksi masyarakat akan mensubstitusi pengunaan uang kartal dalam transaksi pembayaran. Penggunaan teknologi dalam pembayaran non tunai akan memberikan berbagai kemudahan dalam transaksi termasuk mengurangi transaction cost yang akan mendorong permintaan uang secara keseluruhan (M1 dan M2 naik). Namun demikian, permintaan uang kartal akan mengalami penurunan, karena terjadi subtistusi dengan transaksi non tunai. Perubahan permintaan uang ini pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang beredar, mengingat bahwa equilibrium di pasar uang jumlah money supply (uang beredar) adalah sama dengan jumlah permintaan uang. Kerangka konseptual penelitian ini sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.4.

  Penggunaan Pembayaran Non Tunai dalam Transaksi Masyarakat

  APMK

  Narrow Money (M1) E-Money

  SKNBI

  Broad Money (M2)

  BI-RTGS Gambar 2.3.

   Kerangka Konseptual Penelitian

  Sementara ini, di Indonesia belum diperoleh indikator yang secara baik dapat digunakan untuk mengukur penggunaan pembayaran non tunai dalam transaksi masyarakat. Mengacu pada berbagai studi yang telah dilakukan dan penelitian terdahulu, beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menghitung pengunaan pembayaran non tunai (Markose and Loke, 2000: BIS, 1999 dalam Bank Indonesia, 2006a: 24) adalah volume dan nilai transaksi yang dilakukan melalui kliring antar bank, ATM, Kartu debet, kartu kredit, dan kartu prabayar; rasio konsumsi terhadap uang kartal

2.7. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan tinjauan literatur, penelitian terdahulu dan kerangka konseptual yang telah dijelaskan di muka, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: 1.

  Penggunaan pembayaran non tunai dalam transaksi masyarakat berpengaruh terhadap jumlah uang beredar di Indonesia dalam arti sempit (narrow money

  • – M1).

  2. Penggunaan pembayaran non tunai dalam transaksi masyarakat berpengaruh terhadap jumlah uang beredar di Indonesia dalam arti luas (broad money – M2).