BAB II LANDASAN TEORI A. Moril Kerja - Perbedaan Moril Kerja Ditinjau Dari Shift Kerja Pagi Dan Malam Pada Karyawan PT.PLN (Persero) Operator Gardu Di Kota Medan

BAB II LANDASAN TEORI A. Moril Kerja 1. Definisi Moril Moril adalah sikap atau semangat yang ditandai oleh adanya kepercayaan

  diri, motivasi yang kuat untuk meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan dan pencapaian tujuan organisasi yang baik (Chaplin, 2006). Sedangkan menurut Nitisemito (1996), moril kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik. Sedangkan Hasibuan (2005) mengatakan moril sebagai keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaanya dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.

  Moril menurut Carlaw, dkk (2003) adalah kondisi dimana karyawan bekerja dengan antusias ditandai adanya kepercayaan diri, kegembiraan dan sikap positif terhadap perusahaan, serta kemauan untuk bekerja sama dengan rekan kerja demi mencapai tujuan yang ingin dicapai perusahaan atau organisasi.Sastrohadiwiryo (2003) mengatakan morildapat diartikan sebagai suatu kondisi mental, atau perilaku individu tenaga kerja dan kelompok-kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri karyawan untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahanaan.

  Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa moril kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang dalam melakukan pekerjaan secara giat, memiliki antusias yang tinggi serta ditandai dengan adanya kepercayaan diri, kegembiraan, sikap positif terhadap pekerjaan serta kemauan untuk bekerja sama dengan rekan kerja demi tercapainya tujuan bersama.

2. Ciri-Ciri Moril Kerja

  Menurut Carlaw,dkk (2003) yang menjadi ciri-ciri dari karyawan yang memiliki moril kerja yang tinggi adalah mampu memperlihatkan keceriaan seperti tersenyum dan tertawa, memiliki inisiatif, dapat berfikir secara kreatif dan luas, menyenangi pekerjaan yang sedang dilakukan, tertarik dengan pekerjaannya tersebut, bertanggung jawab atas pekerjaannya, memiliki kemauan bekerja sama dengan individu lain sekaligus merasa nyaman berinteraksi dengan atasannya.

  Delapan ciri-ciri ini yang akan diangkat menjadi aspek pengukuran terhadap moril kerja karyawan.

  Penjelasan lebih mendetil mengenai ciri-ciri moril kerja yang tinggi adalah sebagai berikut: a.

  Tersenyum dan tertawa, mencerminkan kebahagiaan individu dalam bekerja. Walaupun individu tidak memperlihatkan senyum dan tawanya, tetapi di dalam dirinya individu merasa tenang dan nyaman serta menikmati tugas yang diberikan atasan. b.

  Memiliki Inisiatif, individu yang memiliki moril kerja yang tinggi akan memiliki kemauan diri untuk bekerja tanpa pengawasan dan perintah atasannya.

  c.

  Berfikir kreatif dan luas, individu yang memiliki ide-ide baru, dan tidak mempunyai hambatan untuk menyalurkan ide-idenya dalam menyelesaikan tugas.

  d.

  Menyenangi apa yang sedang dilakukan, individu lebih fokus terhadap pekerjaan daripada memperlihatkan gangguan selama melakukan pekerjaan.

  e.

  Tertarik dengan pekerjaannya, individu menaruh minat pada pekerjaan karena sesuai keahlian dan keinginannya.

  f.

  Bertanggung jawab, individu bersungguh-sungguh dalam menjalankan pekerjaan.

  g.

  Memiliki kemauan bekerja sama, individu memiliki kesediaan untuk bekerja sama dengan individu yang lain untuk mempermudah atau mempertahankan kualitas kerja.

  h.

  Berinteraksi dengan atasan, adanya interaksi yang baik dengan atasan, sehingga karyawan merasa nyaman tanpa ada rasa takut dan tertekan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Moril Kerja

  Flippo (2005) mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi moril kerja karyawan, antara lain: a. Upah.

  Karyawan akan lebih antusias menyelesaikan kewajibannya, bila hak yang diperoleh sesuai dengan hasil jerih payahnya. Dengan kata lain, pemberian upah sesuai standard yang dapat memenuhi kebutuhan karyawannya akan mendorong karyawan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

  b. Keamanan.

  Adanya jaminan keamanan dari perusahaan membuat karyawan memiliki moril yang tinggi mengerjakan tugas-tugasnya.

  c. Kondisi kerja.

  Kondisi kerja yang kondusif akan menyebabkan karyawan lebih bermoril untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

  d. Kebanggaan terhadap pekerjaan yang dilakukan.

  Moril kerja akan meningkat bila karyawan mempunyai kebanggan terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Sebaliknya, moril kerja akan menurun karena karyawan tidak memiliki kebanggaan terhadap pekerjaannya.

  e. Pimpinan yang terbuka dan cakap.

  Dengan adanya pemimpin yang terbuka dan cakap, karyawan merasa dapat berkomunikasi dengan baik mengenai kendala yang dirasakannya. Komunikasi ini dapat meminimalisir tuntutan dan pemogokan kerja serta dapat meningkatkan moril kerja karyawan untuk menyelesaikan tugasnya.

  f. Kesempatan untuk maju.

  Moril kerja meningkat bila karyawan memiliki kesempatan untuk maju dan meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Tetapi bila karyawan tidak memiliki kesempatan untuk maju, maka moril kerjanya akan menurun.

  g. Kecocokan dengan rekan kerja.

  Kecocokan dengan rekan kerja akan menciptakan kondisi kerja yang kondusif, dimana karyawan akan merasa lebih bersemangat, aman dan nyaman untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya.

  Nitisemito (1996) mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi moril kerja yaitu: a. Kebanggan pekerja akan pekerjaan dan kepuasannya dalam bekerja.

  Kebanggaan yang dimiliki karyawan terhadap pekerjaan dan kepuasannya dalam bekerja akan memacu moril kerja karyawan. Sebaliknya, jika tidak ada kebanggaan terhadap pekerjaan dan tidak ada kepuasan dalam bekerja, maka moril kerja karyawan akan cenderung statis bahkan dapat pula menurun.

  b. Sikap terhadap pimpinan.

  Jika karyawan memiliki sikap positif terhadap pimpinan, maka moril kerja akan meningkat. Tapi bila karyawan bersikap negative terhadap pimpinannya maka moril kerja akan menurun.

  c. Hasrat untuk maju.

  Adanya keinginan untuk maju dapat meningkatkan moril kerja karyawan. Namun sebaliknya jika karyawan tidak mempunyai keinginan untuk maju, maka moril kerja akan menurun. d. Perasaan telah diperlakukan secara baik.

  Moril kerja akan meningkat bila karyawan merasa telah diperlakukan dengan baik oleh perusahaannya. Namun bila karyawan merasa bahwa ia tidak diperlakukan dengan baik, maka moril kerjanya akan menurun.

  e. Kemampuan untuk bergaul dengan karyawan sekerjanya.

  Moril kerja akan meningkat bila didukung dengan kemampuan untuk bergaul dengan rekan sekerja, sehingga pekerjaan yang berat akan terasa lebih ringan.

  Tetapi sebaliknya, moril kerja karyawan akan menurun bila karyawan tidak mampu bergaul dan bekerja sama dengan rekan sekerjanya.

  f. Kesadaran akan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan.

  Moril kerja meningkat bila karyawan memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, moril kerja menurun bila karyawan tidak memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap pekerjaannya.

B. Shift Kerja

1. Definisi Shift Kerja

  Secara umum yang dimaksud dengan shift kerja adalah semua pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan. Namun demikian adapula definisi yang lebih operasional dengan menyebutkan jenis shift kerja tersebut. Shift kerja disebutkan sebagai pekerjaan yang secara permanen atau sering pada jam kerja yang tidak teratur (Kuswadji, 1997). Menurut Suma’mur (1994), shift kerja merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam. Proporsi pekerja shift semakin meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan oleh investasi yang dikeluarkan untuk pembelian mesin-mesin yang mengharuskan penggunaannya secara terus menerus siang dan malam untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Sebagai akibatnya pekerja juga harus bekerja siang dan malam. Hal ini menimbulkan banyak masalah terutama bagi tenaga kerja yang tidak atau kurang dapat menyesuaikan diri dengan jam kerja yang lazim.

  Schermerhon (2001) menyatakan shift kerja adalah pembagian kerja yang dapat diartikan dimana suatu pekerjaan full-time dipilih di antara dua orang atau lebih. Pembagian tugas seringkali melibatkan masing-masing orang bekerja setengah hari, tetapi dapat juga dilakukan pada aransmen pembagian secara mingguan atau secara bulanan. Sedangkan Riggio (1996) mengemukakan shift kerja adalah bentuk penjadwalan dimana kelompok kerja mempunyai alternatif untuk tetap bekerja dalam perpanjangan operasi atau operasi yang terus-menerus. Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara bergantian, yakni keryawan pada periode tertentu secara bergantian dengan karyawan pada periode berikutnya umtuk melakukan pekerjaan yang sama. Karyawan yang bekerja pada waktu normal dihunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari setiap harinya. Sedangkan karyawan yang bekrja pada waktu malam hari menggunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari.

  Jadi dari beberapa definisi diatas, yang dimaksud dengan shift kerja ialah pembagian waktu kerja yang diberikan pada karyawan untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan serta mempunyai alternatif untuk tetap bekerja dalam perpanjangan operasi dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam.

2. Sistem Shift Kerja

  Sistem shift kerja dapat berbeda antar instansi atau perusahaan, walaupun biasanya menggunakan tiga shift setiap hari dan pada umumnya dengan delapan jam kerja setiap shift. Menurut William (1992) mengenalkan dua macam sistem

  shift kerja yang terdiri dari:

  a. Shift Permanen Karyawan yang bekerja seperti biasa setiap harinya dalam waktu yang sama, sesuai dengan jadwal. Jika karyawan masuk malam, maka jadwalnya malam hingga selanjutnya.

  b. Sistem Rotasi Pegawai yang bekerja pada waktu bekerja yang berbeda-beda, kadang mendapatkan shift pagi, sore atau malam, yang setiap waktu digilir hari kerjanya.

  ILO (1982) menyatakan pergantian shift yang normal 8 jam/shift. Shift kerja yang dilaksanakan 24 jam termasuk hari Minggu dan hari libur memerlukan 4 regu kerja. Regu ini dikenal dengan regu kerja terus-menerus (3x8).

  Inggris menggunakan sistem 2-2-2, sistem ini disebut dengan sistem rotasi pendek masing-masing shift lamanya 2 hari dan pada akhir shift diberikan libur 2 hari. Selain itu sistem 2-2-3 juga merupakan system rotasi pendek dimana salah satu shift dilaksanakan 3 hari untuk 2 shift dilaksanakan 2 hari dan pada akhir periode shift diberikan libur 2 hari. Siklus ini bergantian untuk stiap shift. Pada akhir shift malam diperlukan istirahat sekurang-kurangnya 24 jam. Sistem rotasi ini dianjurkan oleh pakar yang berpandangan modern dengan mempertimbangkan faktor sosial dan psikologi untuk industri yang pada bagian manufaktur (Pulat, 1992).

  Menurut Muchinsky (1997) tidak ada keseragaman waktu shift kerja, setiap perusahaan memiliki bermacam-macam shift yang berbeda. Biasanya dalam sehari dibagi menjadi tiga shift selama delapan jam, yaitu :shift pagi pukul 07.00 – 15.00, shift sore pukul 15.00 – 23.00, dan shift malam pukul 23.00 – 07.00.

  Grandjean (1988) membagi sistem shift menjadi tiga periode yang sama dari delapan jam masing-masing, sistem secara umum adalah shift pagi pukul 06.00 – 14.00, shift sore pukul 14.00 – 22.00, dan shift malam pukul 22.00 –

  06.00. Sistem rotasi yang beragam tergantung dari kebutuhan dan spesifikasi pada pekerjaan yang dilakukan. Sistem rotasi cepat perubahan shift setiap 2-3 hari dan rotasi tiap minggu disebut rotasi lambat. Di Indonesia sendiri menggunakan sistem rotasi metropolitan rotation rotasi pendek 2-2-2 dengan shift pagi-pagi- sore-sore-malam-malam-libur-libur, atau continental rotation 2-2-3.

  Berdasarkan kesimpulan beberapa uraian diatas, bahwa shift kerja pada umumnya terdiri dari 8 jam dalam sehari. Dimana shift dibagi pada tiga shift, yaitu pagi, sore, malam.

  3.Sikap Tenaga Kerja Terhadap Shift Kerja

  Kuswadji (1997) juga mengemukakan bahwa tanggapan karyawan terhadap tiga shift kerja adalah sebagai berikut :

  1. Shift pagi : memberikan waktu luang baik untuk kehidupan keluarga dan tidak terbatas kehidupan sosialnya.

  2. Shift siang : terbatas kehidupan sosial, waktu siang terbuang dan sedikit lelah.

  3. Shift malam : lelah, kehidupan sosial terbatas, kurang baik untuk kehidupan keluarga, gangguan tidur, memberikan banyak waktu luang terbuang.

  4 Efek Shift Kerja

  Menurut Fish (2000) mengemukakan bahwa efek shift kerja yang dapat dirasakan antara lain :

  1. Efek fisiologis

  a. Kualitas tidur : tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan dan biasanya dipelukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja malam.

  b. Menurunnya kapasitas kerja fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah.

  c. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.

  2. Efek psikososial Efek menunjukkan masalah lebih besar dari efek fisiologis, antara lain adanya gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, dan menggangu aktivitas kelompok dalam masyarakat.

  Saksono (1991) menyatakan bahwa pekerjaan malam berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya dilakukan pada siang atau sore hari. Sementara pada saat itu bagi pekerja malam dipergunakan untuk istirahat atau tidur, sehingga tidak dapat beradaptasi aktif dalam kegiatan tersebut, akibat tersisih dari lingkungan masyarakat.

  3. Efek kinerja Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti kualitas kendali dan pemantauan.

  4. Efek terhadap kesehatan

  Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointesnal, masalah ini cenderung

  terjadi pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes.

  5. Efek terhadap keselamatan kerja Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Smith et. al, melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69% per tenaga kerja. Tetapi tidak semua penelitian menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam. Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi pada shift malam (Adiwardana, 2001).

  C.

  Perbedaan Shift Kerja Pagi dan Malam Terhadap Moril Kerja Moril kerja merupakan sikap antusias yang ditandai dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri yang kuat untuk melaksanakan pekerjaannya, kegembiraan dan sikap positif terhadap perusahaan serta kemauan untuk bekerja sama dengan rekan kerja demi mencapai tujuan yang ingin dicapai perusahaan atau organisasi (Carlaw dkk, 2003).

  Menurut Carlaw dkk (2003) ciri-ciri karyawan yang memiliki moril kerja yang tinggi adalah karyawan yang mampu memperlihatkan keceriaan seperti tersenyum dan tertawa, memiliki inisiatif, berfikir kreatif dan luas, menyenangi pekerjaan apa yang dilakukan, tertarik dengan pekerjaan, bertanggung jawab, memiliki kemauan bekerja sama, berinteraksi dengan atasan berpengaruh terhadap moril kerja.

  Karyawan yang memiliki moril yang rendah memiliki ciri-ciri : bosan, tidak bergairah, dan bermalas-malasan dalam melaksanaakan pekerjaan. Kondisi pekerja yang memiliki moril seperti ini dapat menimbulkan masalah ditempat kerja, kecendrungan karyawan untuk keluar dari pekerjaan, datang terlambat ketempat kerja, pulang kerja lebih awal daripada waktu yang telah ditentukan (Gibson, 2003).

  Fish (2000) mengatakan dampak dari moril kerja memiliki efek pada kinerja karyawan, kinerja akan menurun pada karyawan yang bekerja

  

shift. Sehinggadapat menimbulkan efek fisiologis dan psikososial. Efek fisiologis

  disebabkan oleh faktor lingkungan (fisik) ditempat kerja, antara lain kualitas tidur yang tidak baik, menurunkan kapasitas kerja fisik akibat timbulnya perasaan mengantuk dan lelah, menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan. Sedangkan efek psikososial dari kerja shift adalah gangguan kehidupan keluarga, hilangnya waktu luang, sedikitnya waktu untuk berinteraksi dengan teman atau kelompok masyarakat.

  Hal ini berkaitan dengan yang dikemukakan Grandjean (1988) mengenai

  

circadian yang disebabkan oleh irama kerja siang atau malam dapat

  mengakibatkan fungsi tubuh bervariasi baik hewan atau pun manusia. Circadian dalam tubuh manusia mengalami peningkatan pada siang hari karena seluruh organ dan fungsi tubuh siap untuk melakukan aktivitas (ergotropic phase) dan mengalami penurunan pada malam hari menyebabkan fungsi tubuh mengalami penurunan dan organisme mengalami pemulihan dan pembaharuan energi, seperti menurunnya suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, volume pernafasan, produksi adrenalin, kemampuan mental, ekspresi dan kapsitas fisik. Jika fungsi tubuh mengalami gangguan maka akan mengganggu perasaan seseorang. PT.PLN merupakan salah satu perusahaan yang menggunakan sistem kerja shift. Tidak tertutup kemungkinan juga pegawai yang bekerja shift pagi dan malam memiliki moril kerja yang berbeda. Menurut pemaparan diatas, pemberian waktu kerja yang berbeda yang diberikan pihak perusahaan dan waktu kerja yang memiliki dampak negatif yang lebih panjang, sehingga dapat menimbulkan moril kerja yang rendah pada karyawan.

D. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis penelitian ini adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Suryabrata, 2002). Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah “Ada perbedaan moril kerja karyawan yang bekerja pada shift pagi, dibandingkan dengan moril kerja karyawan yang bekerja pada shift malam”.