BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Mengenal Tanaman Jagung (Zea mays) - Analisis Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung Terhadap Pendapatan Petani (Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Mengenal Tanaman Jagung (Zea mays)

  Tanaman jagung di Indonesia sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh seorang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia pada mulanya terkonsentrasi di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura. Selanjutnya, tanaman jagung lambat laun meluas di tanam di luar Pulau Jawa. Dari hasil survey pertanian Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, daerah sentrum produsen jagung paling luas di Indonesia antara lain adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan DI Yogyakarta, dan perkiraan penurunan produksi jagung relatif besar terjadi di Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Banten, dan Riau. Areal pertanaman jagung sekarang sudah terdapat di seluruh provinsi di Indonesia dengan luas areal bervariasi.

  Pada abad ke-19, penanaman jagung meluas di negara-negara beriklim sub-tropis di dunia. Pusat pertanaman jagung di Amerika disebut Corn Belt yang meliputi daerah Indiana, Dakota, Illionis, Lowa, Wisconsin, Michigan, Minnesota, Nebraska, dan Kansas. Pada waktu itu jagung menempati 80% dari luas areal pertanaman padi-padian (serealia) di Meksiko (Rukmana, 1997).

  Linnaeus (1737), seorang ahli botani, memberikan nama Zea mays untuk tanaman jagung. Zea berasal dari bahasa Yunani yang digunakan untuk mengklasifikasikan jenis padi-padian. Adapun mays berasal dari bahasa Indian, yaitu mahiz atau marisi yang kemudian digunakan untuk sebutan spesies. Sampai sekarang nama latin jagung disebut Zea mays Linn (Rukmana, 1997).

  Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung. tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu.

  Tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari Himalaya. Hal ini ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (jagung jali, Coix spp) dengan famili Aropogoneae (Rukmana, 1997).

  Produksi jagung dunia menempati urutan ketiga setelah padi dan gandum. Distribusi penanaman jagung terus meluas di berbagai negara di dunia karena tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang luas di daerah subtropik ataupun tropik. Indonesia merupakan negara penghasil jagung terbesar di kawasan Asia Tenggara, maka tidak berlebihan bila Indonesia mengancang swasembada jagung (Rukmana, 1997).

2.1.2 Botani Tanaman Jagung (Zea mays)

  Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut.

  Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales Famili : Poaceae (Graminae) Genus : Zea Spesies : Zea mays L. (Rukmana, 1997).

  Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan semusim (annual), tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali berproduksi, dan setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan buah.

  Klasifikasi Tanaman Jagung :

  a. Jagung Mutiara (flint corn) – Zea mays indurata

  b. Jagung Gigi Kuda (dent corn) – Zea mays identata

  c. Jagung Manis (sweet corn) – Zea mays saccharata

  d. Jagung Berondong (pop corn) – Zea mays everta

  e. Jagung Tepung (floury corn) -Zea mays amylacea

  f. Jagung Ketan (waxy corn) – Zea mays ceratina

  g. Jagung Pod (pod corn) – Zea mays tunicata Dari ketujuh jagung tersebut, jagung mutiara (flint corn) dan semi gigi kuda (dent corn), serta jagung manis (sweet corn) yang banyak dibudidayakan di

  Indonesia.

  Pengembangan usahatani jagung dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan di dalam negeri, serta mengurangi impor jagung.

2.2 Landasan Teori

  Berbagai analisa diajukan baik oleh para ahli maupun para aparat pemerintah yang bertugas melaksanakan pembangunan pertanian tentang mengapa pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang belum mampu mencapai tujuannya. Analisa-analisa itu pada umumnya berakhir pada suatu kesimpulan, yakni ketidaksiapan petani untuk menyerap teknologi dan berbagai organisasi produksi baru yang diciptakan oleh pemerintah untuk mendorong terjadinya kenaikan produksi pertanian.

  Berbagai kendala yang seringkali ditemui dalam proses peningkatan produksi pertanian diklasifikasikan menjadi : a)

  Kendala yang mempengaruhi yield gap I yang terdiri dari variabel di luar kemampuan manusia, sehingga ia sulit melakukan transfer teknologi yang disebabkan karena perbedaan agroklimat dan teknologi yang sulit di adopsi.

  b) Kendala yang mempengaruhi yield gap II yang terdiri dari variabel teknis biologis (bibit, pupuk, obat-obatan, lahan dan lain lain) dan variabel sosial ekonomi (harga, resiko, ketidakpastian, kredit, adat dan lain-lainnya) (Soekartawi, 1999).

  Penggunaan teknologi dalam usahatani akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh pada jumlah tenaga kerja adalah kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar daripada kemampuan manusia (Nababan, 2009).

  Adopsi adalah keputusan yang diambil oleh seseorang untuk menerima motivasi dan menggunakannya dalam praktek usahataninya. Proses adopsi merupakan perubahan kelakuan yang terjadi dalam diri petani melalui penyuluhan biasanya berjalan lambat. Hal ini disebabkan karena dalam penyuluhan hal-hal yang disampaikan sebelum dapat diterima dan diadopsi oleh petani, memerlukan keyakinan dalam diri petani bahwa hal-hal baru ini akan berguna. Bila dalam diri petani telah timbul keyakinan akan manfaat dari teknologi baru sehingga petani mau melaksanakannya (Slamet, 2003).

  Tingkat adopsi teknologi dapat memberi pengaruh tinggi, sedang atau rendah terhadap tingkat produktivitas. Jika petani mau mengadopsi apa yang disarankan oleh penyuluh, artinya petani tersebut mau menerapkannya dalam usahataninya. Teknologi yang diadopsi para petani tentunya akan mampu meningkatkan produksi jagungnya.

  Dalam mencapai peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi baru. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi budidaya jagung yang masih tradisional ke penggunaan teknologi yang lebih maju. Petani tidak hanya perlu mengetahui saja, tetapi perlu juga mengerti dan menghayati apa saja yang dilakukannya (Slamet, 2003)

2.2.1 Teknologi

  Teknologi pertanian adalah alat, cara atau metode yang digunakan dalam mengelola atau memproses input pertanian sehingga menghasilkan output atau hasil pertanian sehingga berdayaguna dan berhasilguna baik berupa produk bahan mentah, setengah jadi maupun siap pakai.

  Teknologi budidaya tanaman jagung mulai berkembang sejak awal tahun 2010. Teknologi ini merupakan suatu pendekatan untuk mengoptimalkan potensi secara terpadu, sinergi dan partisipatif dalam upaya meningkatkan produksi jagung di suatu daerah dengan mempertimbangkan keserasian dan sinergisme antara komponen teknologi budidaya jagung dengan sumber daya lingkungan setempat baik itu manusia maupu n alam.

  Calder (1982) dalam Mangunwidjaja dan Sailah (2009), teknologi diartikan sebagai barang yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Pengertian ini adalah definisi paling sempit dari teknologi, yang sesuai dengan akar katanya dari bahasa Yunani : teche, seni kerajinan dan logia. Barang buatan itu tidak hanya untuk keperluan mempertahankan hidup sehari-hari, melainkan juga berfungsi sebagai sarana keagamaan dan pengungkapan rasa seni (Mangunwidjaja dan Sailah, 2009).

  Secara lebih lengkap Tiedel (1981) dalam Mangunwidjaja dan Sailah (2009), memberi batasan teknologi sebagai kumpulan berbagai kemungkinan produksi, teknik, metode, dan proses yang dengannya sumber-sumber daya secara nyata diubah oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia.

  Teknologi merupakan sumber daya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan yang cepat. Penggunaan teknologi akan mengubah input menjadi output yang diinginkan (Husodo et al, 2004).

  Suatu paket teknologi pertanian akan tidak ada manfaatnya bagi petani di pedesaan jika teknologi tersebut tidak dikomunikasikan pada masyarakat pedesaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan struktur komunikasi informasi di pedesaan menjadi sangat kompleks sehingga dapat dikatakan bahwa akan ada perubahan secara terus menerus dalam cara kerja (teknik kerja) pada petani jika kepada mereka dilakukan komunikasi teknologi yang baik dan tepat (Gultom, 2008).

  Penerapan teknologi akan memberikan banyak keuntungan bila para petani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksakan anjuran penggerak perubahan.

  Pengolahan usahatani dimana saja dan kapan saja pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh perilaku usahatani yang melakukan usahatani. Usahatani sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, curah hujan, ketersediaan air irigasi, oleh karena itu teknologi usahatani yang sesuai untuk suatu lokasi belum tentu sesuai untuk lokasi lainnya. Untuk itu perlu dilakukan percobaan kesesuaian varietas, bercocok tanam, pemupukan dan lainnya dilahan petani. Partisipasi petani dimulai dengan penggunaan lahan untuk percobaan teknologi baru dan sekaligus sebagai etalase bagi teknologi baru untuk meyakinkan petani lain tentang keberhasilan teknologi baru yang dicoba (Slamet, 2003)

  2.2.2 Teori Produksi

  Dalam kegiatan usahatani selalu diperlukan faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal yang dikelola seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya.

  Soekartawi (1999), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau faktor relationship (Soekartawi, 1999).

  Faktor-faktor produksi (input) dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu

  1. Input yang dapat dikuasai oleh petani sifatnya seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja dan lain lain.

  2. Input yang tidak dapat dikuasai oleh petani dan sifatnya tidak tetap seperti iklim (Soekartawi, 1999)

  2.2.3 Pendapatan

  Pendapatan adalah sumber utama dalam berbagai kegiatan yang dilakukan semua masyarakat. Semua kebutuhan akan barang maupun jasa dapat terpenuhi dengan adanya pendapatan baik dalam bentuk uang maupun barang. Daya beli ataupun konsumsi seseorang tergantung dari pendapatan yang dibelanjakan, apabila pendapatan yang dibelanjakan berubah maka jumlah barang atau jasa yang diminta juga berubah.

  Tujuan pembangunan pertanian adalah sebagai salah satu pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang usaha pertanian di pedesaan. Hal ini dapat tercapai bila pendapatannya baik dari pertanian maupun non pertanian (Rahim dan Diah, 2008).

  Khusus rumah tangga petani biasanya terdapat di pedesaan untuk pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai petani maupun pekerjaan sampingan dan anggota keluarga yang bekerja. Besarnya pengeluaran dari hasil pendapatan ditentukan oleh konsumsi pangan maupun non pangan.

  Setiap kegiatan usaha membutuhkan berbagai input untuk menghasilkan output, sehingga produksi yang dihasilkan akan dinilai secara ekonomi berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan kegiatan usaha. Pendapatan ini dianggap balas jasa untuk faktor-faktor produksi yang digunakan atau dapat sebagai tanda berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha.

  Pendapatan dapat diartikan sebagai nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat keseluruhan dalam jangka waktu tertentu. Besarnya pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pengolahan dapat diperoleh dengan mengurangkan total penerimaan terhadap total biaya (Soekartawi, 1996).

  Soekartawi (1996) pada bukunya menjelaskan, tujuan dari suatu penerapan teknologi pada usahatani adalah untuk mencapai produktivitas pertanian yang lebih tinggi. Hasil yang diperoleh akan berbentuk uang yang akan diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan.

  Pendapatan usahatani atau pendapatannya akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikan dana tersebut untuk berbagai kebutuhan seperti untuk biaya produksi periode selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Soekartawi, 1996).

  Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim dan Diah, 2008).

2.3 Penelitian Terdahulu

  Penelitian yang dilakukan oleh Gultom (2008) yang berjudul Tingkat

  

Adopsi Petani terhadap Teknologi Budidaya Jagung dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya yang dilakukan di Desa Namu Ukur Utara Kec. Sei Binge

Kab. Langkat . Variabel-variabel yang diamati antara lain faktor sosial ekonomi

  yaitu faktor umur, pendidikan, pengalaman bertani, tingkat cosmopolitan, status lahan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan usahatani terhadap tingkat adopsi petani dalam teknologi budidaya anjuran. Variabel ini dianalisis dengan metode deskriptif dan uji Chi Square. Kesimpulan dari penelitian Gultom adalah tidak ada pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap tingkat adopsi petani dalam teknologi budidaya anjuran.

  Nababan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jagung di Kec. Tiga Binanga Kab. Karo.

  Variabel yang diamati antara lain biaya pupuk, jumlah tenaga kerja, dan luas lahan. Penelitian ini dianalisis dengan metode Uji Statistik Linier Berganda, Uji R-Square, Uji t Statistik, Uji F Statistik dan Uji Penyimpangan Asumsi Klasik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah biaya pupuk berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani jagung, tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan petani jagung, dan luas lahan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani jagung.

  Penelitian sebelumnya oleh Nasution (2012), mengenai Dampak

  

Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap

Pendapatan Padi Sawah Studi Kasus Desa Pematang Setrak Kec. Teluk

Mengkudu Kab. Serdang Bedagai . Variabel yang diamati adalah bagaimana

  dampak penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap pendapatan petani. Analisis data yang digunakan adalah Uji Beda Rata-rata (Compare Means) metode Dependent sample T-test yaitu dua sampel yang berpasangan dengan alat bantu SPSS 18. Dapat disimpulkan bahwa terdapat dampak penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap pendapatan petani.

2.4 Kerangka Konseptual

  Tingkat adopsi teknologi dalam usahatani jagung dalam upaya peningkatan produksi jagung diukur dengan pemanfaatan budidaya anjuran dari Dinas Pertanian dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat. Dalam menggunakan teknologi dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat adopsi teknologi tingkat tinggi dengan skor 26-36, penilaian untuk adopsi teknologi tingkat sedang dengan skor 15-25, sedangkan untuk adopsi teknologi tingkat rendah diberi skor 4-14.

  Pemanfaatan tingkat adopsi teknologi dalam usahatani jagung akan mendorong petani dalam meningkatkan produksi dan produktivitas jagung lokal guna memperoleh keuntungan serta pendapatan yang maksimal oleh para petani. Untuk lebih jelasnya dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut ini.

  Adopsi Tahap Adopsi Teknologi

  1.Penggunaan Varietas Unggul

  2.Pengolahan lahan/tanah

  3.Penanaman

  Sebelum Sesudah

  4.Pemupukan

  5.Pemeliharaaan

  6.Pengendalian hama dan penyakit

  7. Pengairan

  8.Panen

  Pendapatan Pendapatan

  9.Pasca panen Tinggi Sedang Rendah

Gambar 2.1. Skema Kerangka Konseptual Keterangan :

  : Pengaruh

  : Hubungan

2.5 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan skema kerangka konseptual maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

  1. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung adalah tinggi.

  2. Ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah adopsi teknologi.

Dokumen yang terkait

Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

2 78 120

Analisis Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung Terhadap Pendapatan Petani (Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun)

8 70 95

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Strategi Peningkatan Produksi Jagung di Desa Kineppen Kecamatan Munthe Kabupaten Karo

0 0 12

Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 47

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 11

Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Analisis Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Pendapatan Petani Kubis Di Kecamatan Simpang Empat(Studi Kasus: Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Merek - Pengaruh Citra Merek Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Telkomsel Di Grapari Telkomsel Tebing Tinggi

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Peranan Istri Nelayan Terhadap Pendapatan Keluarga (Kasus : Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang)

0 2 14

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka

0 5 9