Analisis Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung Terhadap Pendapatan Petani (Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun)

(1)

ANALISIS DAMPAK ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA

JAGUNG TERHADAP PENDAPATAN PETANI

(Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean

Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Oleh :

AMRIL HANAPI NASUTION 100304007

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS DAMPAK ADOPSI TEKNOLOGI BUDIDAYA

JAGUNG TERHADAP PENDAPATAN PETANI

(Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean

Kabupaten Simalungun)

SKRIPSI

Oleh :

AMRIL HANAPI NASUTION 100304007

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si)

NIP : 196309281998031001 NIP : 197310111999032002 (Siti Khadijah H. N, SP, M.Si)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Amril Hanafi Nasution (100304007) dengan judul skripsi Analisis Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung terhadap Pendapatan Petani

(Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun), yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si dan Ibu Siti Khadijah Hidayati Nasution, SP. M.Si. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat adopsi teknologi budidaya jagung di daerah penelitian, dan untuk menganalisis dampak dari adopsi teknologi budidaya jagung terhadap pendapatan petani. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan scoring, dan metode uji beda rata-rata (Compare Means) dengan menggunakan alat bantu SPSS 19. Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Teknik pengambilan sampel dengan metode Stratified Random Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung sesuai anjuran di Desa Bangun Panei adalah tinggi, dan terdapat dampak adopsi teknologi budidaya jagung terhadap pendapatan petani yang menyatakan bahwa ada perbedaan pendapatan petani sebelum dengan sesudah mengadopsi teknologi budidaya jagung di daerah penelitian.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Desa Napa Kecamatan angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 19 April 1992, sebagai anak terakhir dari sembilan bersaudara, seorang putra dari Ayahanda Nahasan Nasution dan Ibunda Sari Deni Siregar.

Jenjang Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Negeri Impres 144422 Napa, masuk tahun 1998 dan lulus pada tahun 2004.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Siais, masuk tahun 2004 dan lulus tahun 2007.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Angkola Selatan, masuk tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010.

4. Tahun 2010 masuk di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada Juli 2013 di Desa Sibulan, Kecamatan Tebing Syahbandar, Kabupaten Serdang Bedagai.

6. Melaksanakan Penelitian pada Agustus 2014 sampai dengan Oktober 2014 di Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun.


(5)

Pengalaman Organisasi

1. Anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Tahun 2010 s/d 2014.

2. Anggota Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM SEP) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Tahun 2010 s/d 2013.

3. Anggota Badan Kenajiran Musholla (BKM) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Tahun 2012 s/d 2013.


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah serta limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan, serta kritikan membangun yang disampaikan kepada penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan setulus hati, penulis mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Ibu Siti Khadijah Hidayati Nasution, SP., M.Si selaku Anggota Komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Agribisnis yang telah banyak memberikan pengetahuan selama masa pendidikan di Fakultas Pertanian. 5. Ayahanda tercinta Nahasan Nasution dan Ibunda Sari Deni Siregar serta

abang dan kakak tercinta Safiruddin Nasution, Khoiruddin Nasution, Sarifah Nasution, Sari Banun Nasution, Sarimah Nasution, Arfan Efendi


(7)

Nasution, Yana Hema Sariputri Nasution, Syaiful Anwar Nasution, dan Asril Afandi Nasution, yang telah memberikan doa dan begitu banyak perhatian, cinta, kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di waktu yang tepat.

6. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada saya selama penyelesaian skripsi ini.

7. Teman-teman seperjuangan Program Studi Agribisnis 2010 khususnya Mariza F. dan ADELMRTTZDAR yang telah banyak memberikan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung.

8. Bapak dan Ibu Staf Pemerintahan Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun sebagai tempat penulis melakukan penelitian skripsi.

Akhirnya penulis mendoakan kiranya Allah SWT menerima seluruh amal dan ibadah mereka dengan membalas budi baik mereka dengan pahala berlipat ganda, semoga segala usaha dan niat baik yang telah kita lakukan mendapat ridha Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun redaksinya oleh karena itu dengan senang hati penulis menerima kritik, saran, dan masukan semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal ‘alamin.

Medan, Desember 2014


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.2 Landasan Teori ... 12

2.3 Penelitian Terdahulu ... 18

2.4 Kerangka Konseptual... 20

2.5 Hipotesis Penelitian ... 22

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian ... 23

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 23

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 24

3.4 Metode Analisis Data ... 26

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 32

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 35

4.1.1 Kondisi Geografis. ... 35

4.1.2 Kondisi Demografis ... 36

4.1.3 Kondisi Sarana dan Prasarana ... 42

4.2 Karakteristik Sampel ... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tingkat Adopsi Teknologi pada Petani Jagung ... 46

5.2 Total Penerimaan Petani ... 48

5.3 Total Biaya Produksi Usahatani ... 49

5.4 Total Pendapatan Petani Sampel... 50


(9)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 54

1. Kepada Petani ... 54

2. Kepada Pemerintah ... 54

3. Peneliti Selanjutnya ... 54

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1 Produksi Jagung Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012 ... 5

Tabel 1.2 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun ... 6

Tabel 3.1 Populasi dan Sampel Petani Tanaman Jagung di Desa Bangun Panei ... 24

Tabel 3.2 Pengukuran Paket Teknologi Budidaya Jagung Sesuai Anjuran ... 26

Tabel 3.3 Perbedaan yang Diamati Sebelum dan Sesudah Adopsi ... 31

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur ... 37

Tabel 4.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 38

Tabel 4.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama ... 39

Tabel 4.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Suku ... 40

Tabel 4.6 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 41

Tabel 4.7 Kondisi Sarana Desa ... 42

Tabel 4.8 Kondisi Prasarana Desa ... 43

Tabel 4.9 Karakteristik Petani Sampel ... 44

Tabel 5.1 Analisis Scoring Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Jagung di Daerah Penelitian ... 46

Tabel 5.2 Penerimaan Total Petani Jagung di Daerah Penelitian ... 48

Tabel 5.3 Total Biaya Usahatani di Daerah Penelitian ... 49

Tabel 5.4 Total Pendapatan Petani di Daerah Penelitian ... 50

Tabel 5.5 Hasil Analisis Uji Beda Rata-rata Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung terhadap Pendapatan ... 51


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel di Desa Bangun Panei…………. ... 55 Lampiran 2. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Budidaya Jagung terhadap

Petani………... .... ... 56 Lampiran 3. Rincian Biaya Produksi Usahatani Sebelum Adopsi Teknologi

BudidayaJagung………... ... 58 Lampiran 4. Rincian Biaya Produksi Usahatani Sesudah Adopsi Teknologi

Budidaya Jagung ... .... 60 Lampiran 5. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Tenaga Kerja

Luar Keluarga ... ... 62 Lampiran 6. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Tenaga Kerja Luar

Keluarga ... .... 63 Lampiran 7. Biaya Penyusutan Alat Usahatani Per Musim Tanam ... .... 63 Lampiran 8. Total Biaya Produksi Usahatani Jagung Sebelum Adopsi

Teknologi Budidaya Jagung ... .... 65 Lampiran 9. Total Biaya Produksi Usahatani Jagung Sesudah Adopsi

Teknologi Budidaya Jagung ... .... 66 Lampiran 10. Total Pendapatan dan Penerimaan Petani Sebelum Adopsi

Teknologi Budidaya Jagung Per Musim Tanam ... .... 67 Lampiran 11. Total Pendapatan dan Penerimaan Petani Sesudah Adopsi

Teknologi Budidaya Jagung Per Musim Tanam ... .... 68 Lampiran 12. Dampak Adopsi Teknologi Terhadap Pendapatan Petani ... .... 69 Lampiran 13. Hasil SPSS Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung

terhadap Pendapatan Petani ... .... 70 Lampiran 14. Tabel – T ... .... 71


(13)

DAFTAR SINGKATAN

BPS = Badan Pusat Statistik

BPTP = Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Df = degress of freedom (derajat bebas)

Ha = Hektar

HKP = Hari Kerja Pria HKW = Hari Kerja Wanita

Kg = Kilogram

KHL = Kebutuhan Hidup Layak

KK = Kepala Keluarga

MT = Musim Tanam

PAUD = Pendidikan Anak Usia Dini Pd = Pendapatan Bersih/total PPL = Penyuluh Pertanian Lapangan

PT = Perguruan Tinggi

SD = Sekolah Dasar

SLTP = Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SMA = Sekolah Menengah Atas

SPSS 19,0 = Statistical Product and Service Solutions 19,0 TC = Total Cost (Total Biaya)

TK = Taman Kanak-kanak

TR = Total Reveneu (Total Penerimaan) UMK = Upah Minimum Kabupaten/Kota UMP = Upah Minimum Provinsi


(14)

ABSTRAK

Amril Hanafi Nasution (100304007) dengan judul skripsi Analisis Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung terhadap Pendapatan Petani

(Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun), yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si dan Ibu Siti Khadijah Hidayati Nasution, SP. M.Si. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat adopsi teknologi budidaya jagung di daerah penelitian, dan untuk menganalisis dampak dari adopsi teknologi budidaya jagung terhadap pendapatan petani. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan scoring, dan metode uji beda rata-rata (Compare Means) dengan menggunakan alat bantu SPSS 19. Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive. Teknik pengambilan sampel dengan metode Stratified Random Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung sesuai anjuran di Desa Bangun Panei adalah tinggi, dan terdapat dampak adopsi teknologi budidaya jagung terhadap pendapatan petani yang menyatakan bahwa ada perbedaan pendapatan petani sebelum dengan sesudah mengadopsi teknologi budidaya jagung di daerah penelitian.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu daerah yang berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50 % dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian. Keadaan seperti ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi dilapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa khususnya petani kecil.

Salah satu masalah pembangunan yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, adalah bagaimana negara-negara ini dapat mencukupi kebutuhan pangan mereka yang semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya jumlah penduduk di negara-negara tersebut. Untuk mencapai tujuan tadi berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun sektor pertanian masing-masing. Namun harus diakui bahwa usaha-usaha pembangunan pertanian belum dapat dikatakan berhasil mencapai tujuannya yakni mencukupi kebutuhan pangan dan yang tidak kalah pentingnya adalah menaikkan pendapatan sekaligus kesejahteraan petani (Bunch, 1991).


(16)

Pembangunan pertanian bukanlah hanya sekedar bertujuan menaikkan produksi pertanian tetapi lebih luas daripada itu, pembangunan pertanian haruslah membangun masyarakat tani seutuhnya. Hal ini berarti bahwa pembangunan pertanian tidak hanya mampu menciptakan kesejahteraan ekonomi para petani sebagai individu tetapi juga kesejahteraan masyarakat desa pada umumnya. Perubahan teknologi dari ani-ani ke sabit telah menyebabkan tersingkirnya buruh tani wanita untuk berpartisipasi dalam proses panen padi. Demikian pula institusi tebasan menggusur buruh tani dari proses panen di daerah pedesaan. Dengan kata lain pembangunan pertanian yang hanya mampu menaikkan produktivitas sektor pertanian tetapi tidak mampu menegakkan keadilan dan solidaritas sosial di kalangan masyarakat pedesaan akan mengurangi makna pembangunan pertanian sebagai wahana emansipasi dan transformasi manusia pedesaan (Bunch, 1991).

Kalaupun satu-satunya tujuan kita dalam pembangunan petanian adalah penyediaan pangan yang cukup untuk penduduk dunia yang kian bertambah, kita tidak cukup hanya melipat gandakan produksi padi-padian, tetapi kita harus dapat meningkatkannya tiga kali lipat pada akhir abad ini. Pertambahan jumlah keseluruhan produksi dunia harus meningkat lebih cepat dari tingkat yang telah dihasilkan negara manapun sepanjang sejarah. Tetapi pembangunan pertanian tampaknya sama sulitnya dengan tingkat kepentingannya.

Dewasa ini pertanian sudah tidak sepenuhnya diserahkan kepada alam, tetapi memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang lebih lanjut. Pengembangan dan pengelolaan sumber daya alam untuk menjadi tulang punggung perekonomian negara dapat dicapai melalui aplikasi teknologi dalam bidang pertanian dan sektor-sektor pendukungnya.


(17)

Pentingnya aplikasi teknologi yang dikuasai dikarenakan keberadaan teknologi yang sudah sedemikian besar pengaruhnya terhadap kesuksesan sebuah pertanian dilihat dari segi kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkannya. Bahkan dengan turut berpengaruhnya sektor pertanian terhadap besarnya peluang/ kesempatan kerja maka secara tidak langsung teknologi juga berperan menambah kesempatan kerja kepada seluruh komponen masyarakat. Besarnya kapasitas produksi berarti pula besarnya jumlah kesempatan kerja (Hariyadi, et al., 2000).

Untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang makmur berdasarkan pertanian (newly agricultural based industry country) maka penerapan teknologi harus dilakukan kepada seluruh subsektor pertanian di Indonesia (Mangunwidjaja dan Sailah, 2009).

Salah satu faktor yang menyebabkan besarnya kesenjangan hasil jagung antara di tingkat penelitian dengan di tingkat petani adalah lambannya proses diseminasi dan adopsi teknologi. Berbagai masalah dan tantangan perlu diatasi dalam diseminasi teknologi. Teknologi yang di diseminasi untuk kepada petani pun harus memenuhi sejumlah persyaratan. Selain itu, kebijakan pemerintah dalam hal diseminasi teknologi diperlukan untuk mendukung pengembangan agribisnis jagung.

Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan ternak seperti pakan ayam dan ternak lainnya. Dengan


(18)

semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan semakin meningkat pula.

Salah satu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan, agar makanan yang tersedia juga meningkat menurut deret ukur atau sebanding dengan pertumbuhan penduduk adalah dengan memanfaatkan berbagai teknologi yang bisa dikuasainya. Di pihak pemerintah, ada Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian yang salah satu tugasnya melakukan penelitian dan pengembangan untuk dapat menghasilkan inovasi teknologi tanaman pangan yang dapat meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan. Inilah yang menjadi landasan mengapa penulis merasa penting untuk mengangkat topik atau masalah ini untuk diteliti kemudian untuk di analisis.

Data dan informasi yang diperoleh dari BPS Sumatera Utara Kabupaten Simalungun merupakan penghasil jagung terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten Karo yang juga sebagai sentra penghasil jagung terbesar di Sumatera Utara. Simalungun Dalam Angka tahun 2012 menunjukkan produksi jagung Simalungun (383.796 ton) berada dibawah Kabupaten Karo (486.293 ton). Pada September 2013, bencana meletusnya gunung Sinabung yang berlangsung sampai akhir tauhn 2014 merusak sistem pertanian di Kabupaten Karo khususnya tanaman jagung sehingga dapat menurunkan produksi jagung lokal. Hal ini menjadi alasan bagi peneliti memilih Kabupaten Simalungun menjadi lokasi penelitian.


(19)

Tabel 1.1 Produksi Jagung Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2012

No. Kabupaten/Kota Produksi (Ton)

2008 2009 2010 2011 2012

1. Nias 579 1 048 195 127 211

2. Mandailing Natal 2 579 7 572 2 502 5 283 5 083 3. Tapanuli Selatan 11 088 7 930 9 244 12 463 6 733 4. Tapanuli Tengah 7 379 7 704 9 286 6 358 7 383 5. Tapanuli Utara 16 119 20 971 31 528 15 470 12 709 6. Toba Samosir 27 914 30 646 33737 24 201 17 846 7. Labuhanbatu 5 352 8 641 2 182 3 403 3 430 8. Asahan 28 971 32 292 36 420 18 962 17 964

9. Simalungun 298861 311724 319282 371 070 383 796

10. Dairi 139236 130001 161053 149 500 131 877 11. Karo 300291 305136 454178 369 848 486 293 12. Deli Serdang 96 914 115190 101593 85 405 72 119 13. Langkat 93 964 105734 117004 121 803 130 618

14. Nias Selatan 430 744 1 895 1 568 1 453

15. Humbang Hasundutan 3 161 2 705 2 727 2 827 1 787 16. Pakpak Bharat 6 625 5 327 15 348 12 128 9 428

17. Samosir 3 587 5 701 4 714 9 224 6 083

18. Serdang Bedagai 39 134 32 508 47 834 43 426 21 040

19. Batu Bara 8 571 12 153 2 973 8 139 2 996

20. Padang Lawas Utara - 4 765 2 587 1 524 1 679

21. Padang Lawas - 5 634 6 750 2 405 2 958

22. Labuhanbatu Selatan - - 598 3 915 1 274

23. Labuhanbatu Utara - - 3 632 4 066 3 575

24. Nias Utara - - 196 406 494

25. Nias Barat - - 66 120 251

Kota

26. Tanjungbalai 203 51 120 60 112

27. Pematangsiantar 2 192 4 321 3 902 14 966 11 224

28. Tebing Tinggi 114 164 235 112 149

29. Medan 1 484 1 873 1 333 997 892

30. Binjai 3 744 5 189 3 466 3 226 4 015

31. Padangsidimpuan 477 826 972 1 449 1 332

32. Gunung Sitoli - - 166 194 323

Sumatera Utara 1 098

969 1 166 548 1 377 718 1 294 645 1 347 124 Sumber : Simalungun Dalam Angka, 2013

Data yang diperoleh dari Simalungun Dalam Angka 2013, Kecamatan Dolok Pardamean menjadi penghasil jagung terbesar di Kabupaten Simalungun. Produksi mencapai 27.037 ton pada tahun 2012. rata-rata produksi mencapai


(20)

6,193 ton/Ha, dengan luas panen 4.366 Ha (terluas dibandingkan kecamatan lainnya).

Tabel 1.2 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun Tahun 2012

Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Ton/Ha)

Silimakuta 2.076 11.887 5,726

Pematang Silimahuta 1.673 9.601 5,739

Purba 3.729 21.906 5,875

Haranggol Horison 67 398 5,947

Dolok Pardamean 4.366 27.037 6,193

Sidamanik 2.971 18.152 6,110

Pematang Sidamanik 3.803 23.367 6,142

Girsang Sipangan Bolon 970 5.461 5,630

Tanah Jawa 2.913 17.664 6,064

Hatonduhan 2.500 14.735 5,893

Dolok Panribuan 3.488 19.249 5,518

Jorlang Hataran 2.013 11.078 5,503

Panei 2.656 15.926 5,996

Panombeian Panei 2.058 12.238 5,947

Raya 2.915 17.528 6,013

Dolok Silou 3.451 20.893 6,054

Silou Kahean 2.159 12.249 5,673

Raya Kahean 2.063 11.590 5,618

Tapian Dolok 1.010 5.335 5,282

Dolok Batu Nanggar 1.535 8.892 5,793

Siantar 1.758 10.670 5,977

Gunung Malela 570 3.368 5,909

Gunung Maligas 897 5.265 5,869

Huta Bayu Raja 2.339 15.121 6,465

Jawa Maraja Bah Jambi 1.156 7.185 6,215

Pematang Bandar 1.024 6.499 6,346

Bandar Huluan 1.678 10.126 6,034

Bandar 2.604 16.834 6,465

Bandar Masilam 1.293 7.643 5,911

Bosar Maligas 1.024 5.965 5,825

Ujung Padang 1.857 9.929 5,347

Kabupaten Simalungun 64.643 383.813 5,937

Sumber : Simalungun dalam Angka, 2013

Sesuai dengan petunjuk dan arahan dari Unit Pelaksana Tugas daerah (UPTD) dinas Pertanian Kec. Dolok Pardamean, maka ditentukan Desa Bangun


(21)

Panei adalah sentra produksi jagung paling tinggi dibandingkan desa lainnya, mampu menghasilkan 6,5 - 7 ton per musim tanam. Atas dasar itulah penulis memilih Desa Bangun Panei sebagai daerah penelitian.

Desa Bangun Panei merupakan desa dengan kondisi lahan yang curam dan berbukit sehingga sulit untuk dibuat irigasi. Maka dapat dikatakan bahwa Desa Bangun Panei sulit untuk ditanami tanaman pangan seperti padi. Maka hal ini yang menjadi alasan petani mengapa beralih ke tanaman jagung.

Awal mula diperkenalkannya teknologi budidaya jagung di Desa Bangun Panei adalah pada akhir tahun 2010. Namun pada tahun berikutnya (2011) petani masih belum percaya dan tidak mau menerapkan teknologi yang sudah diperkenalkan tersebut. Hal ini karena belum adanya bukti nyata dari hasil penerapan teknologi budidaya jagung ditambah lagi biaya yang dikeluarkan cukup besar dalam mengadopsi teknologi, hal ini menyebabkan petani masih menggunakan cara yang sederhana dan tradisional.

Namun pada tahun 2012, dengan adanya lahan percobaan oleh penyuluh setempat yang membuktikan bahwa dengan penggunaan teknologi tepat guna yaitu dengan pemakaian pupuk kompos Mabar Pain (organik) ternyata memberikan hasil yang memuaskan. Maka setelah itu petani menggunakan teknologi untuk diterapkan.

Beranjak dari latar belakang di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan suatu penelitian dengan judul “Analisis Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun)”.


(22)

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana adopsi teknologi yang diterapkan oleh para petani apakah sesuai dengan anjuran di daerah penelitian?

2. Bagaimana perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah adopsi teknologi di daerah penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis adopsi teknologi yang diterapkan oleh para petani apakah sesuai dengan anjuran di daerah penelitian.

2. Menganalisis perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah adopsi teknologi di daerah penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat/kegunaan penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut 1. Sebagai tambahan informasi dan masukan bagi petani dalam upaya

meningkatkan produktivitas jagung lokal.

2. Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait khususnya pemerintah pertanian Kabupaten Simalungun, dalam membuat kebijakan-kebijakan baru untuk meningkatkan produksi pangan lokal khususnya tanaman jagung.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi para akademisi maupun masyarakat umum yang tertarik pada topik ini.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Mengenal Tanaman Jagung (Zea mays)

Tanaman jagung di Indonesia sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh seorang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia pada mulanya terkonsentrasi di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Madura. Selanjutnya, tanaman jagung lambat laun meluas di tanam di luar Pulau Jawa. Dari hasil survey pertanian Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, daerah sentrum produsen jagung paling luas di Indonesia antara lain adalah Jawa

Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan DI Yogyakarta, dan perkiraan penurunan produksi jagung relatif besar terjadi di

Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Banten, dan Riau. Areal pertanaman jagung sekarang sudah terdapat di seluruh provinsi di Indonesia dengan luas areal bervariasi.

Pada abad ke-19, penanaman jagung meluas di negara-negara beriklim sub-tropis di dunia. Pusat pertanaman jagung di Amerika disebut Corn Belt yang meliputi daerah Indiana, Dakota, Illionis, Lowa, Wisconsin, Michigan, Minnesota, Nebraska, dan Kansas. Pada waktu itu jagung menempati 80% dari luas areal pertanaman padi-padian (serealia) di Meksiko (Rukmana, 1997).

Linnaeus (1737), seorang ahli botani, memberikan nama Zea mays untuk tanaman jagung. Zea berasal dari bahasa Yunani yang digunakan untuk mengklasifikasikan jenis padi-padian. Adapun mays berasal dari bahasa Indian,


(24)

yaitu mahiz atau marisi yang kemudian digunakan untuk sebutan spesies. Sampai sekarang nama latin jagung disebut Zea mays Linn (Rukmana, 1997).

Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung. tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu. Tanaman jagung yang ada di wilayah Asia diduga berasal dari Himalaya. Hal ini ditandai oleh ditemukannya tanaman keturunan jali (jagung jali, Coix spp) dengan famili Aropogoneae (Rukmana, 1997).

Produksi jagung dunia menempati urutan ketiga setelah padi dan gandum. Distribusi penanaman jagung terus meluas di berbagai negara di dunia karena tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang luas di daerah subtropik ataupun tropik. Indonesia merupakan negara penghasil jagung terbesar di kawasan Asia Tenggara, maka tidak berlebihan bila Indonesia mengancang swasembada jagung (Rukmana, 1997).

2.1.2 Botani Tanaman Jagung (Zea mays)

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Poaceae (Graminae) Genus : Zea


(25)

Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan semusim (annual), tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali berproduksi, dan setelah berproduksi akan mati atau dimatikan. Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan buah.

Klasifikasi Tanaman Jagung :

a. Jagung Mutiara (flint corn) – Zea mays indurata b. Jagung Gigi Kuda (dent corn) – Zea mays identata c. Jagung Manis (sweet corn) – Zea mays saccharata d. Jagung Berondong (pop corn) – Zea mays everta e. Jagung Tepung (floury corn) -Zea mays amylacea f. Jagung Ketan (waxy corn) – Zea mays ceratina g. Jagung Pod (pod corn) – Zea mays tunicata

Dari ketujuh jagung tersebut, jagung mutiara (flint corn) dan semi gigi kuda (dent corn), serta jagung manis (sweet corn) yang banyak dibudidayakan di Indonesia.

Pengembangan usahatani jagung dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan di dalam negeri, serta mengurangi impor jagung.


(26)

2.2 Landasan Teori

Berbagai analisa diajukan baik oleh para ahli maupun para aparat pemerintah yang bertugas melaksanakan pembangunan pertanian tentang mengapa pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang belum mampu mencapai tujuannya. Analisa-analisa itu pada umumnya berakhir pada suatu kesimpulan, yakni ketidaksiapan petani untuk menyerap teknologi dan berbagai organisasi produksi baru yang diciptakan oleh pemerintah untuk mendorong terjadinya kenaikan produksi pertanian.

Berbagai kendala yang seringkali ditemui dalam proses peningkatan produksi pertanian diklasifikasikan menjadi :

a) Kendala yang mempengaruhi yield gap I yang terdiri dari variabel di luar kemampuan manusia, sehingga ia sulit melakukan transfer teknologi yang disebabkan karena perbedaan agroklimat dan teknologi yang sulit di adopsi.

b) Kendala yang mempengaruhi yield gap II yang terdiri dari variabel teknis biologis (bibit, pupuk, obat-obatan, lahan dan lain lain) dan variabel sosial ekonomi (harga, resiko, ketidakpastian, kredit, adat dan lain-lainnya) (Soekartawi, 1999).

Penggunaan teknologi dalam usahatani akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Kecanggihan teknologi saja belum tentu mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Karena dapat terjadi kecanggihan teknologi akan menyebabkan hasil produksi yang lebih baik, namun kemampuannya dalam menghasilkan produk dalam kuantitas yang sama atau relatif sama. Yang lebih berpengaruh pada jumlah tenaga kerja adalah


(27)

kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar daripada kemampuan manusia (Nababan, 2009).

Adopsi adalah keputusan yang diambil oleh seseorang untuk menerima motivasi dan menggunakannya dalam praktek usahataninya. Proses adopsi merupakan perubahan kelakuan yang terjadi dalam diri petani melalui penyuluhan biasanya berjalan lambat. Hal ini disebabkan karena dalam penyuluhan hal-hal yang disampaikan sebelum dapat diterima dan diadopsi oleh petani, memerlukan keyakinan dalam diri petani bahwa hal-hal baru ini akan berguna. Bila dalam diri petani telah timbul keyakinan akan manfaat dari teknologi baru sehingga petani mau melaksanakannya (Slamet, 2003).

Tingkat adopsi teknologi dapat memberi pengaruh tinggi, sedang atau rendah terhadap tingkat produktivitas. Jika petani mau mengadopsi apa yang disarankan oleh penyuluh, artinya petani tersebut mau menerapkannya dalam usahataninya. Teknologi yang diadopsi para petani tentunya akan mampu meningkatkan produksi jagungnya.

Dalam mencapai peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi baru. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi budidaya jagung yang masih tradisional ke penggunaan teknologi yang lebih maju. Petani tidak hanya perlu mengetahui saja, tetapi perlu juga mengerti dan menghayati apa saja yang dilakukannya (Slamet, 2003)


(28)

2.2.1 Teknologi

Teknologi pertanian adalah alat, cara atau metode yang digunakan dalam mengelola atau memproses input pertanian sehingga menghasilkan output atau hasil pertanian sehingga berdayaguna dan berhasilguna baik berupa produk bahan mentah, setengah jadi maupun siap pakai.

Teknologi budidaya tanaman jagung mulai berkembang sejak awal tahun 2010. Teknologi ini merupakan suatu pendekatan untuk mengoptimalkan potensi secara terpadu, sinergi dan partisipatif dalam upaya meningkatkan produksi jagung di suatu daerah dengan mempertimbangkan keserasian dan sinergisme antara komponen teknologi budidaya jagung dengan sumber daya lingkungan setempat baik itu manusia maupu n alam.

Calder (1982) dalam Mangunwidjaja dan Sailah (2009), teknologi diartikan sebagai barang yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Pengertian ini adalah definisi paling sempit dari teknologi, yang sesuai dengan akar katanya dari bahasa Yunani : teche, seni kerajinan dan logia. Barang buatan itu tidak hanya untuk keperluan mempertahankan hidup sehari-hari, melainkan juga berfungsi

sebagai sarana keagamaan dan pengungkapan rasa seni (Mangunwidjaja dan Sailah, 2009).

Secara lebih lengkap Tiedel (1981) dalam Mangunwidjaja dan Sailah (2009), memberi batasan teknologi sebagai kumpulan berbagai kemungkinan produksi, teknik, metode, dan proses yang dengannya sumber-sumber daya secara nyata diubah oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan manusia.


(29)

Teknologi merupakan sumber daya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan yang cepat. Penggunaan teknologi akan mengubah input menjadi output yang diinginkan (Husodo et al, 2004).

Suatu paket teknologi pertanian akan tidak ada manfaatnya bagi petani di pedesaan jika teknologi tersebut tidak dikomunikasikan pada masyarakat pedesaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menciptakan struktur komunikasi informasi di pedesaan menjadi sangat kompleks sehingga dapat dikatakan bahwa akan ada perubahan secara terus menerus dalam cara kerja (teknik kerja) pada petani jika kepada mereka dilakukan komunikasi teknologi yang baik dan tepat (Gultom, 2008).

Penerapan teknologi akan memberikan banyak keuntungan bila para petani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksakan anjuran penggerak perubahan. Pengolahan usahatani dimana saja dan kapan saja pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh perilaku usahatani yang melakukan usahatani. Usahatani sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, curah hujan, ketersediaan air irigasi, oleh karena itu teknologi usahatani yang sesuai untuk suatu lokasi belum tentu sesuai untuk lokasi lainnya. Untuk itu perlu dilakukan percobaan kesesuaian varietas, bercocok tanam, pemupukan dan lainnya dilahan petani. Partisipasi petani dimulai dengan penggunaan lahan untuk percobaan teknologi baru dan sekaligus sebagai etalase bagi teknologi baru untuk meyakinkan petani lain tentang keberhasilan teknologi baru yang dicoba (Slamet, 2003)


(30)

2.2.2 Teori Produksi

Dalam kegiatan usahatani selalu diperlukan faktor-faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, dan modal yang dikelola seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya.

Soekartawi (1999), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau faktor relationship (Soekartawi, 1999).

Faktor-faktor produksi (input) dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu

1. Input yang dapat dikuasai oleh petani sifatnya seperti luas lahan, jumlah pupuk, tenaga kerja dan lain lain.

2. Input yang tidak dapat dikuasai oleh petani dan sifatnya tidak tetap seperti iklim (Soekartawi, 1999)

2.2.3 Pendapatan

Pendapatan adalah sumber utama dalam berbagai kegiatan yang dilakukan semua masyarakat. Semua kebutuhan akan barang maupun jasa dapat terpenuhi dengan adanya pendapatan baik dalam bentuk uang maupun barang. Daya beli


(31)

ataupun konsumsi seseorang tergantung dari pendapatan yang dibelanjakan, apabila pendapatan yang dibelanjakan berubah maka jumlah barang atau jasa yang diminta juga berubah.

Tujuan pembangunan pertanian adalah sebagai salah satu pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang usaha pertanian di pedesaan. Hal ini dapat tercapai bila

pendapatannya baik dari pertanian maupun non pertanian (Rahim dan Diah, 2008).

Khusus rumah tangga petani biasanya terdapat di pedesaan untuk pemenuhan kebutuhan diperlukan pendapatan, baik dari pekerjaan pokok sebagai petani maupun pekerjaan sampingan dan anggota keluarga yang bekerja. Besarnya pengeluaran dari hasil pendapatan ditentukan oleh konsumsi pangan maupun non pangan.

Setiap kegiatan usaha membutuhkan berbagai input untuk menghasilkan output, sehingga produksi yang dihasilkan akan dinilai secara ekonomi berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan kegiatan usaha. Pendapatan ini dianggap balas jasa untuk faktor-faktor produksi yang digunakan atau dapat sebagai tanda berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha.

Pendapatan dapat diartikan sebagai nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat keseluruhan dalam jangka waktu tertentu. Besarnya pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pengolahan dapat diperoleh dengan mengurangkan total penerimaan terhadap total biaya (Soekartawi, 1996).


(32)

Soekartawi (1996) pada bukunya menjelaskan, tujuan dari suatu penerapan teknologi pada usahatani adalah untuk mencapai produktivitas pertanian yang lebih tinggi. Hasil yang diperoleh akan berbentuk uang yang akan diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Pendapatan usahatani atau pendapatannya akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikan dana tersebut untuk berbagai kebutuhan seperti untuk biaya produksi periode selanjutnya, tabungan dan pengeluaran lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Soekartawi, 1996).

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim dan Diah, 2008).

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Gultom (2008) yang berjudul Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Budidaya Jagung dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya yang dilakukan di Desa Namu Ukur Utara Kec. Sei Binge Kab. Langkat. Variabel-variabel yang diamati antara lain faktor sosial ekonomi yaitu faktor umur, pendidikan, pengalaman bertani, tingkat cosmopolitan, status lahan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan usahatani terhadap tingkat adopsi petani dalam teknologi budidaya anjuran. Variabel ini dianalisis dengan metode deskriptif dan uji Chi Square. Kesimpulan dari penelitian Gultom


(33)

adalah tidak ada pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap tingkat adopsi petani dalam teknologi budidaya anjuran.

Nababan (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Jagung di Kec. Tiga Binanga Kab. Karo. Variabel yang diamati antara lain biaya pupuk, jumlah tenaga kerja, dan luas lahan. Penelitian ini dianalisis dengan metode Uji Statistik Linier Berganda, Uji R-Square, Uji t Statistik, Uji F Statistik dan Uji Penyimpangan Asumsi Klasik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah biaya pupuk berpengaruh negatif terhadap pendapatan petani jagung, tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan petani jagung, dan luas lahan berpengaruh positif terhadap pendapatan petani jagung.

Penelitian sebelumnya oleh Nasution (2012), mengenai Dampak Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap Pendapatan Padi Sawah Studi Kasus Desa Pematang Setrak Kec. Teluk Mengkudu Kab. Serdang Bedagai. Variabel yang diamati adalah bagaimana dampak penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap pendapatan petani. Analisis data yang digunakan adalah Uji Beda Rata-rata (Compare Means) metode Dependent sample T-test yaitu dua sampel yang berpasangan dengan alat bantu SPSS 18. Dapat disimpulkan bahwa terdapat dampak penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) terhadap pendapatan petani.


(34)

2.4 Kerangka Konseptual

Tingkat adopsi teknologi dalam usahatani jagung dalam upaya peningkatan produksi jagung diukur dengan pemanfaatan budidaya anjuran dari Dinas Pertanian dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat. Dalam menggunakan teknologi dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat adopsi teknologi tingkat tinggi dengan skor 26-36, penilaian untuk adopsi teknologi tingkat sedang dengan skor 15-25, sedangkan untuk adopsi teknologi tingkat rendah diberi skor 4-14.

Pemanfaatan tingkat adopsi teknologi dalam usahatani jagung akan mendorong petani dalam meningkatkan produksi dan produktivitas jagung lokal guna memperoleh keuntungan serta pendapatan yang maksimal oleh para petani.


(35)

Untuk lebih jelasnya dapat diilustrasikan seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.1. Skema Kerangka Konseptual Keterangan :

: Pengaruh : Hubungan

2.5Hipotesis Penelitian

Berdasarkan skema kerangka konseptual maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya jagung adalah tinggi. 2. Ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah adopsi teknologi.

Tahap Adopsi Teknologi

1.Penggunaan Varietas Unggul

2.Pengolahan lahan/tanah 3.Penanaman 4.Pemupukan 5.Pemeliharaaan 6.Pengendalian hama

dan penyakit 7. Pengairan 8.Panen 9.Pasca panen

Adopsi

Tinggi Sedang Rendah

Sebelum Sesudah


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan secara Purposive, yaitu penentuan secara sengaja di Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun, dengan pertimbangan bahwa pada usahatani jagung di desa tersebut terdapat adopsi teknologi pada usahatani jagung dan Desa Bangun Panei merupakan sentra produksi jagung terbesar di Kecamatan Dolok Pardamean. Produksi tanaman jagung di daerah penelitian berkisar 6,5 – 7 ton per musim tanam untuk varietas unggul Hybrida dengan luas lahan 820 Ha.Sementara untuk varietas non Hybrida diketahui produksi sebesar 4 – 5 ton per musim tanam. Untuk 1 Ha lahan jagung diketahui jumlah tanaman sebanyak 47 ribu tanaman per hektar. Di lokasi penelitian Desa Bangun Panei ada sekitar 24 kelompok tani dan 1 gabungan kelompok tani (Gapoktan).

3.2 Metode Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel dilakukan secara Simple Random Sampling, dengan besar sampel ditetapkan sebesar 30 sampel dari jumlah populasi sebanyak 157 petani. Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel, Jadi proses memilih sejumlah sampel n dari populasi N dilakukan secara random. Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi.


(37)

Soegiyono (2009) berpendapat, ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah sebanyak 30 orang. Pernyataan menjelaskan bahwa jumlah sampel sebanyak 30 orang telah menyebar normal. Penentuan sampel sebanyak 30 orang secara empiris suda h memiliki distribusi peluang rata-rata yang akan mengikuti distribusi normal dan sampel tersebut sudah besar (Soegiyono, 2009).

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi (pengamatan), daftar pertanyaan (questioner) dan wawancara secara langsung dengan petani sampel di daerah penelitian, dan data sekunder diperoleh dari lembaga terkait seperti BPS Sumut, Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian (BPTP) Sumut, dan Dinas Pertanian Dolok Pardamean, Kantor Kepala Desa serta PPL Desa Bangun Panei, dan lembaga instansi terkait lainnya.

Penulisan proposal ini disusun dengan tahapan-tahapan yang terdapat dalam metode. Adapun tahapan yang dilalui adalah sebagai berikut :

1. Observasi, yaitu dengan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti dalam hal ini adalah petani jagung dalam mengadopsi teknologi di daerah penelitian.

2. Wawancara, yaitu dengan menggunakan questioner atau wawancara langsung dengan para petani jagung serta PPL di daerah penelitian.

3. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data berupa teori-teori yang diperoleh dari literatur-literatur (referensi) yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.


(38)

4. Dokumentasi, penelitian ini juga menggunakan alat pengumpulan data dengan dokumentasi. Dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian adalah tentang petani jagung.

3.4 Metode Analisis Data

Berdasarkan identifikasi masalah pada bagian sebelumnya, adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Untuk menguji hipotesis 1, yaitu dengan cara menjelaskan teknologi apa saja yang diterapkan oleh para petani sesuai dengan anjuran yang disajikan dalam bentuk tabel, kemudian menjumlahkan dan menskor data yang telah diperoleh (scoring).

Tabel 3.2 Pengukuran Paket Teknologi Budidaya Jagung Sesuai Anjuran

No Uraian Anjuran Pengukuran Skor

1. Penggunaan Varietas Unggul

a. Bibit berlabel seperti pioneer-12, Pioneer 29, Sigenta, NK-22, NK 29, dan BISI.

b. Bibit diperoleh dari Dinas Pertanian setempat untuk menjamin kualitas bibit unggul.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran. 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya tetapi tidak mengikut i semua anjuran.

4 3

2


(39)

2. Pengolahan Lahan / Tanah

a. Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya. b. Tanah dibajak

dengan alsintan traktor/jonder. c. Digemburkan dan

diratakan berbentuk bedengan lurus memanjang. d. Dibuat lubang

dengan tugal sedalam 3-5 cm.

1. Mengikuti semua. teknologi sesuai anjuran 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya tetapi tidak mengikut i semua anjuran.

4 3

2

1

3. Penanaman a. Benih dimasukkan pada lubang

sebanyak 2-3 butir. b. Jarak tunggalan 25 x

30 cm antar lubang. Dan 75 x 25 jarak antar barisan. c. Ditutup dengan

tanah kompos. d. 1 rante = 1 Kg.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran. 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya tetapi tidak mengikut i semua anjuran.

4 3

2

1

4. Pemupukan a. Umur < 21 hari, pemupukan I pupuk Urea sebanyak 250 kg/Ha, dan pupuk kompos mabar pain sebanyak 150 kg/Ha.

b. Pemupukan II, umur >35 hari pupuk Urea sebanyak 100 kg/Ha.

c. Umur 60 hari, Ponska + Urea masing-masing 2 sak atau 100 kg/Ha.

1. Mengikuti semua. teknologi sesuai anjuran 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4 3

2

1

5. Pemeliharaan a. Penyiangan

dilakukan pada usia >2 minggu dan setelah tanaman berusia >7 minggu.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran. 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

4 3


(40)

b. Penyiangan dilakukan sesudah melakukan

pemupukan, baik pemupukan I dan pemupukan kedua.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

2

1

6. Pengendalian Hama dan Penyakit

a. Pada penyakit hawar daun, ini dapat di cegah dengan

menggunakan demolish (Lyromiza).

b. Gulma yang tumbuh diatasi dengan cara penye- mprotan Kalaris saat

tanaman berumur < 21 hari.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran. 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4 3

2

1

7. Pengairan a. Jagung pada umur 10-15 hari, tidak begitu banyak memerlukan air. b. Umur >30 hari,

pengairan dapat dilakukan dengan mengalirkan melalui parit/irigasi sehingga dapat menyangga piringan tanaman.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran. 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4 3

2

1

8. Panen a. Tanaman siap panen dengan ciri fisik daun mengering kuning tua. b. Biji keras dan

mengkilap. c. Dilakukan klobot

setelah > 3,5 bulan. d. Panen dilakukan 2

minggu setelah klobot.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran. 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya

4 3

2


(41)

tetapi tidak mengikut i semua anjuran.

9. Pasca Panen a. Pengeringan dengan lantai jemur.

b. Pemipilan setelah pengeringan dengan alsintan mesin pemipil.

c. Dimasukkan dalam goni/karung.

d. Dijual ke pasar atau pedagang

pengumpul.

1. Mengikuti semua

teknologi sesuai anjuran. 2. Melakukan salah satu

cara teknologi budidaya sesuai anjuran.

3. Melakukan semua

teknologi budidaya tetapi tidak mengikuti semua anjuran.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya tetapi tidak mengikut i semua anjuran.

4 3

2

1

Kriteria penilaian:

1. Mengikuti semua teknologi budidaya sesuai dengan anjuran , skor 4. 2. Melakukan salah satu cara teknolgi budidaya sesuai anjuran, skor 3.

3. Melakukan semua teknologi budidaya jagung tetapi tidak mengikuti sesuai semua anjuran, skor 2.

4. Melakukan salah satu cara teknologi budidaya jagung tetapi tidak mengikuti semua anjuran, skor 1.

Penilaiaan skor:

Tingkat adopsi diukur berdasarkan kriteria di atas berada antara 4 - 36, sehingga dapat ditentukan kategori tingkat penggunaan teknologi pada budidaya jagung berdasarkan skor yaitu :


(42)

15-25 = tingkat adopsi sedang 26-36 = tingkat adopsi tinggi

Untuk menguji hipotesis 2, digunakan analisis uji beda rata-rata (Compare Means) atau biasa disebut uji t (t-test) dengan alat bantu SPSS. Karena berasal dari dua sampel yang sama/berpasangan namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda, maka uji beda rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Dependent sample t-test (Paired sample t-test) dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :

��1 = Rata-rata pendapatan sebelum adopsi teknologi

��2 = Rata-rata pendapatan sesudah adopsi teknologi

S12 = Varians pendapatan sebelum adopsi teknologi

S22 = Varians pendapatan sesudah adopsi teknologi

n1 = Jumlah pengamatan pertama

n2 = Jumlah pengamatan kedua

Dengan kriteria uji :

Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak

Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima

α = 0,05

Hipotesis yang diajukan adalah :

H0 : Tidak ada perbedaan pendapatan petani sebelum dan sesudah adopsi

teknologi.


(43)

Karena total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), maka untuk menghitung seluruh biaya (TC), digunakan rumus :

TC = FC + VC

Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pd = TR – TC TR = Y. Py TC = FC + VC Dimana :

Pd : Pendapatan usahatani (Rp)

TR : Total penerimaan (total revenue) (Rp) TC : Total biaya (total cost) (Rp)

FC : Biaya tetap (fixed cost) (Rp)

VC : Biaya tidak tetap (variable cost) (Rp)

Y : Produksi yang diperoleh dalam usahatani (ton) PY : Harga Y (Rp).

Sedangkan Total Revenue (TR) diperoleh dari hasil kali produksi yang diperoleh dalam satu kali musim tanam dengan harga jual/Kg jagung yang diterima petani. Harga jual/Kg yang diamati sebelum dan sesudah adalah pada waktu yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3. Perbedaan yang diamati sebelum dan sesudah adopsi teknologi jagung.

No. Uraian Harga Jual/Kg

(Rp)

Waktu Pengamatan (Tahun)

1. Sebelum Adopsi Teknologi 2.300 2011

2. Sesudah Adopsi Teknologi 2.700 2014

Sumber: Data Primer Diolah, 2014 3.5 Definisi dan Batasan Operasional


(44)

Untuk menghindari kesalahan penafsiran penelitian maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1 Definisi Operasional

Definisi dibuat untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam menafsirkan penelitian ini, antara lain :

1. Tingkat adopsi adalah tingkat penerapan/ penggunaan teknologi pertanian pada usahatani jagung melalui skor penilaian terhadap tingkat adopsi teknologi budidaya jagung. Penilaiannya adalah :

Skor 4 - 14 : Kriteria rendah. Skor 15 – 25 : Kriteria sedang. Skor 26 – 36 : Kriteria tinggi.

2. Total penerimaan dalam penelitian adalah jumlah keseluruhan dari hasil perkalian jumlah produksi dengan harga per kilogram yang diterima petani, dinyatakan dengan rupiah/ musim tanam/ hektar.

3. Total biaya usahatani dalam penelitian adalah jumlah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan oleh petani selama melakukan usahatani, dinyatakan dengan rupiah/ musim tanam/ hektar.

4. Pendapatan bersih usahatani dalam penelitian adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya produksi dalam satu musim tanam, dinyatakan dengan rupiah/ musim tanam/ hektar.


(45)

1) Penelitian dilakukan di Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

2) Sampel penelitian adalah petani jagung yang mengelola usahatani jagung di daerah penelitian.

3) Musim tanam dalam penelitian ini adalah lamanya waktu yang ditentukan dalam usahatani jagung dalam satu kali masa panen, berkisar 120 – 130 hari

≥4 bulan.


(46)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografis

Desa Bangun Panei merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun, dengan luas wilayah desa 4 km2. Desa Bangun Panei terbentuk dari 5 dusun dengan perincian sebagai berikut:

1. Dusun I (Bangun Panei) : 1,5 km2 2. Dusun II (Bangun Jaya) : 0,5 km2 3. Dusun III (Bangun Mariah) : 0,75 km2 4. Dusun IV (Pangkalan Tongah) : 0,75 km2 5. Dusun V (Marihat) : 0,5 km2

Desa Bangun Panei memiliki iklim tropis atau iklim sedang. Sebagian besar lahan di Desa Bangun Panei sangat cocok untuk lahan pertanian seperti jagung dan kopi.

Adapun batas-batas Desa Bangun Panei adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Sikodang Barat Kecamatan Pane.

Sebelah Selatan : Desa Partuakan Kecamatan Dolok Pardamean. Sebelah Timur : Desa Simantin Pane Dame Kecamatan Pane. Sebelah Barat :Desa Sinaman Labah Kecamatan Dolok Pardamean Desa Bangun Panei berjarak ± 12 km ke ibukota kecamatan dan jarak ke ibukota kabupaten ± 32 km. Desa Bangun Panei merupakan desa yang sebagian besar lahannya digunakan untuk lahan usahatani, terutama untuk tanaman jagung dan kopi.


(47)

4.1.2. Kondisi Demografi

4.1.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk di Desa Bangun Panei berjumlah sebesar 2.356 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebesar 575 KK yang terdiri dari lima dusun. Berikut ini dijelaskan kondisi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.1.Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin (Jiwa)

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 1.131 48,00 %

2 Perempuan 1.225 52,00 %

TOTAL 2.356 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa jumlah penduduk perempuan relatif dominan yaitu 1.125 jiwa atau 52,00 % dibanding penduduk laki-laki 1.131 jiwa atau 48,00 %.

4.1.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur

Penduduk merupakan salah satu potensi sumber daya dari suatu daerah, terutama berhubungan dengan sumber daya manusia (SDM) dengan faktor tenaga kerja. Tersedianya tenaga kerja yang besar merupakan peluang bagi pengembangan berbagai macam usaha. Desa Bangun Panei memiliki penduduk sebanyak 2.356 jiwa yang terdiri dari usia 0 tahun sampai dengan >60 tahun.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(48)

Tabel 4.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur (Jiwa) Umur

No Dusun 0-5 Tahun

6-12 Tahun

13-16 Tahun

17-59 Tahun

>60 Tahun

Jlh

1 I 50 120 140 450 40 800

2 II 35 89 124 233 30 511

3 III 25 64 93 195 25 402

4 IV 50 36 87 133 30 336

5 V 40 31 46 175 15 307

TOTAL 200 340 490 1.186 140 2356

Persentase (%)

8,48 14,43 20,79 50,33 5,94 100 Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.2. diketahui jumlah penduduk yang berusia produktif sebanyak 1.186 jiwa dengan persentase 50,33 % yang berarti bahwa sebagian besar penduduk di Desa Bangun Panei ini masih berusia produktif. Dengan melihat masih banyaknya penduduk yang berusia produktif maka dapat memudahkan proses masuknya teknologi di Desa Bangun Panei untuk dapat di adopsi atau diterapkan, karena usia produktif yang tinggi berarti sektor perekonomian masih potensial untuk ditingkatkan. Selain itu kemungkinan tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lebih terjamin.

4.1.2.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang kelancaran pembangunan wawasan masyarakat. Masyarakat yang mempunyai wawasan tinggi akan membantu memudahkan untuk dapat menerapkan suatu


(49)

budidaya jagung. Sebaliknya masyarakat yang wawasannya rendah akan sulit untuk menerapkan suatu inovasi baru sehingga dalam hal ini akan mempersulit proses penerapan teknologi budidaya tanaman jagung. Tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter kemampuan sumber daya manusia dan kemajuan suatu wilayah. Distribusi penduduk Desa Bangun Panei berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Jiwa) Tingkat Pendidikan (Jiwa)

No Dusun TK/ PAUD

SD SLTP SMA PT Jumlah

1 I 43 115 137 448 43 786

2 II 32 85 121 230 31 499

3 III 20 61 90 194 30 395

4 IV 46 33 85 131 22 317

5 V 35 30 43 174 12 294

TOTAL 176 324 476 1.177 138 2.291 Persentase

%

7,47 %

13,75 %

20,20 %

49,95 %

5,85 %

97,2 % Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.3. dapat disimpulkan bahwa penduduk di Desa Bangun Panei sebagian besar tingkat pendidikannya adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebesar 1.177 jiwa atau 49,95 %. Tingkat pendidikan penduduk yang paling sedikit adalah tamat Perguruan Tinggi (PT) yaitu sebesar 138 jiwa atau 5,85 %. Sedangkan untuk sisanya sebanyak 65 Jiwa (2,8 %) termasuk anak-anak usia dini yang belum sekolah usia 0-3 tahun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa Bangun Panei sebagian


(50)

besar tergolong tinggi, hal ini dapat mendorong kemajuan dan pembangunan desa tersebut dikarenakan orang yang berpendidikan tinggi akan mudah menerima dan mengadopsi ataupun menerapkan suatu inovasi baru berupa teknologi khususnya teknologi untuk budidaya tanaman jagung.

4.1.2.4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama

Masyarakat Desa Bangun Panei sebagian besar beragama Kristen Protestan, sebagai sarana tempat beribadah terdapat gereja untuk melaksanakan kegiatan kerohanian. Selain agama Kristen Protestan ada juga penduduk yang beragama Islam dan Katolik yang hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama (Jiwa)

No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Islam 12 0,51 %

2 Kristen Protestan 144 6,12 %

3 Katolik 2200 93,37 %

TOTAL 2.356 100 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Bangun Panei yang memeluk agama Islam sebanyak 12 jiwa atau 0,51 %, agama Katolik sebanyak 144 jiwa atau 6,12 %, sedangkan yang beragama Kristen Protestan paling dominan yaitu sebanyak 2.200 jiwa dengan persentase 93,37 %.


(51)

4.1.2.5. Keadaan Penduduk Berdasarkan Suku

Adat istiadat merupakan budaya masyarakat dalam kehidupannya. Adat istiadat di Desa Bangun Panei masih terpelihara dengan baik sehingga norma-norma kehidupan bermasyarakat masih tinggi. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5. Keadaan Penduduk Berdasarkan Suku (Jiwa)

No Suku Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Batak 2.349 99,70 %

2 Jawa 7 0,30 %

TOTAL 2.356 100 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.5. di atas dapat disimpulkan bahwa suku Batak merupakan suku bangsa yang terbesar menempati Desa Bangun Panei yaitu sebanyak 2349 jiwa dengan persentase 99,70 % sedangkan suku Jawa hanya sebanyak 7 jiwa atau 0,30 %.

4.1.2.6. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah menunjukkan struktur perekonomian yang ada pada suatu wilayah tersebut. Mata pencaharian penduduk di Desa Bangun Panei mayoritas sebagai petani. Untuk lebih jelasnya, distribusi penduduk menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada tabel berikut:


(52)

Tabel 4.6. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 PNS 54 2,30 %

2 Petani 1.163 49,36 %

3 Pedagang 9 0,38 %

TOTAL 2.356 52,04 %

Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.6. di atas dapat disimpulkan bahwa penduduk Desa Bangun Panei paling banyak bermata pencaharian sebagai petani sebesar 1.163 jiwa dengan persentase 49,36 %. Sedangkan mata pencaharian penduduk yang lainnya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pedagang masing-masing sebanyak 54 jiwa (2,30 %) dan 9 jiwa dengan persentase paling sedikit yaitu 0,38 %.

Tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani menunjukkan bahwa Desa Bangun Panei merupakan daerah pertanian. Hal ini juga didukung dengan kondisi alam yang cocok untuk kegiatan pertanian. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 1.130 jiwa yang merupakan penduduk yang bukan angkatan kerja seperti masih sekolah, dan ibu rumah tangga. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk di Desa Bangun Panei tergolong angkatan kerja yang bekerja lebih banyak daripada penduduk yang bukan angkatan kerja.


(53)

4.1.3. Kondisi Sarana dan Prasarana 4.1.3.1. Sarana

Sarana merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai makna dan tujuan atau segala sesuatu (bisa berupa syarat atau upaya) yang dapat dipakai dalam mencapai maksud dan tujuan tertentu. Adapun sarana di Desa Bangun Panei dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Kondisi Sarana Desa

No Jenis Sarana Desa Jumlah (Unit)

1 Sarana Pendidikan Formal

TK / PAUD 2

SD 3

2 Sarana Kesehatan

Puskesmas Pembantu 1

Posyandu 1

3 Sarana Ibadah

Mesjid / Musholla 1

Gereja 8

4 Sarana Sosialisasi Petani

Kelompok Tani (POKTAN) 19

Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) 1

5 Sarana Penunjang

PLN Ada

Jalan Desa 7 km

Jembatan Ada

Transportasi Darat Sepeda Motor

Kantor Desa Ada

Air Bersih Ada

Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2014 4.1.3.2. Kondisi Prasarana

Prasarana merupakan segala sesuatu yang mendukung terselenggaranya suatu proses terutama yang menunjang perubahan di Desa Bangun Panei tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:


(54)

Tabel 4.8. Kondisi Prasarana Desa

No Jenis Prasarana Desa Jumlah (Unit)

1 Hand Traktor 2

2 Mesin Pemipil Jagung 1

3 Mesin Panen 1

4 Kios Saprodi (Lestari) 1

Sumber : Kantor Kepala Desa Tahun 2014

Tabel 4.8. di atas menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh petani maupun penduduk di Desa Bangun Panei cukup memadai, baik di bidang pertanian maupun di bidang perekonomian dan sosialnya.

4.2. Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel yang dimaksud dalam penelitian adalah karakteristik sosial ekonomi petani sampel dimana karakteristik yang dimaksud adalah luas lahan, umur, lama bertani, jumlah tanggungan, tingkat pendidikan dan jumlah produksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9. Karakteristik Petani Sampel

No Karakteristik Petani Sampel Satuan Range Rerata

1 Luas Lahan Ha 0,1 – 1,6 0,60

2 Umur Tahun 25 - 55 41,00

3 Lamanya Bertani Tahun 3 - 20 9,80

4 Jumlah Tanggungan Jiwa 1 - 5 2,60

5 Tingkat Pendidikan Tahun 12 - 15 12,00

6 Produksi Ton/Ha/MT 0,5 – 8,0 3,10


(55)

Berdasarkan tabel di atas luas lahan yang dimiliki oleh petani sampel berkisar antara 0,1-1,6 Hektar dengan rerata seluas 0,60 Hektar (15,25 Rante). Maka dapat dikategorikan bahwa luas lahan petani sampel adalah sedang.

Dari Tabel 4.9. di atas dapat diketahui umur petani sampel berkisar antara 25-55 tahun dengan rataan sebesar 41,00 tahun. Dari rataan tersebut dapat disimpulkan bahwa petani sampel masih berada dalam kategori usia produktif sehingga masih besar potensi yang dimiliki oleh petani untuk mengembangkan usahataninya di masa sekarang dan masa yang akan datang dengan mencoba menerapkan teknologi baru yang dapat menunjang kemajuan usahatani.

Lama pendidikan formal petani sampel berkisar 12-15 tahun dengan rerata sebesar 12,00 tahun. Dari rerata tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki petani sampel di Desa Bangun Panei dapat dikategorikan pendidikan tamat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Lamanya berusahatani petani sampel berkisar antara 3-20 tahun dengan rerata sebesar 9,80 tahun. Dapat disimpulkan bahwa dari jumlah rerata tersebut menyatakan bahwa petani sampel sudah cukup mempunyai pengalaman bertani sudah cukup lama. Ini akan mendukung keterampilan yang mereka miliki dalam mengatasi masalah berusahatani jagung.

Jumlah tanggungan yang dimiliki petani sampel berkisar 1-5 jiwa dengan rerata sebesar 2,60 atau 3 jiwa. Dari rerata tersebut dapat diketahui bahwa jumlah tanggungan keluarga petani sampel tidak terlalu banyak. Hal ini tidak akan menjadi kendala bagi petani dalam mengembangkan usahataninya.

Produksi jagung petani sampel sesudah mengadopsi teknologi budidaya jagung adalah berkisar antara 0,5-8,0 ton/Ha/MT dengan rerata sebesar 3,10


(56)

ton/Ha/MT. Sedangkan produksi jagung sebelum mengadopsi teknologi budidaya jagung adalah berkisar antara 0,35-3,2 ton/Ha/MT dengan rataan sebesar 1,30 ton/Ha/MT.


(57)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Teknologi Budidaya Jagung yang Dianjurkan di Daerah Penelitian

Teknologi budidaya jagung anjuran adalah teknologi yang dianjurkan penyuluh kepada petani dengan tujuan untuk memperbaiki sistem usahatani dalam meningkatkan pendapatan petani. Dalam hal ini teknologi yang disarankan penyuluh kepada petani dibagi dalam Sembilan (9) komponen teknologi budidaya jagung meliputi penggunaan varietas unggul, pengolahan lahan/tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, pengendalian hama penyakit, pengairan, panen dan pasca panen.

1. Penggunaan Varietas Unggul

Penggunaan varietas unggul adalah awal dari teknologi yang sangat mempengaruhi usahatani jagung. Bibit yang ditanam adalah bibit yang berlabel Pioneer-12, Pioneer-29, Sigenta, NK-29 dan BISI. Sedangkan bibit ini diperoleh dari dinas pertanian setempat untuk menjamin kualitas bibit. Sebagian besar petani sudah menggunakan bibit unggul ini dan jarang petani yang menggunakan bibit lokal, sehingga dapat dikatakan petani sudah menggunakan bibit sesuai dengan anjuran PPL setempat.

2. Pengolahan Lahan/Tanah

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan bahwa sebagian besar petani sudah melakukan teknologi yang dianjurkan oleh penyuluh. Sebelum tanah ditanami jagung, terlebih dahulu lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, kemudian dibajak dengan alsintan jonder/traktor. Lahan digemburkan dengan traktor kemudian diratakan sehingga berbentuk bedengan lurus memanjang agar


(58)

mudah dibuat lubang tanam jagung. Selanjutnya lubang tanam dibuat sedalam 3-5 cm untuk mencegah organisme merusak ataupun mengganggu butiran jagung.

3. Penanaman

Pada proses penanaman, benih yang dimasukkan pada lubang tanam sebanyak 2-3 butir/lubang, hal ini untuk mencegah adanya butir jagung yang mati. Sedangkan jarak tugalan atau lubang tanam 25x30 cm antar lubang. 75x25 cm jarak antar barisan. Maka lubang tanam yang sudah berisi butiran jagung ditutup dengan tanah kompos 1 rante = 1 Kg.

4. Pemupukan

Setelah penanaman selesai maka selanjutnya adalah pemupukan. Pemupukan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi hasil produksi jagung yang ditanam petani. Asumsinya adalah jika semakin bagus dosis pupuk yang diberikan maka akan semakin bagus pula produksi yang diperoleh. Pemupukan yang dianjurkan penyuluh adalah pada saat jagung berusia <21 hari, dilakukan pemupukan I yaitu pupuk Urea sebanyak 250 Kg/Ha, dan pupuk Kompos Mabar sebanyak 150Kg/Ha. Selanjutnya pemupukan II umur >35 hari diberikan pupuk Urea sebanyak 100Kg/Ha. Dan selanjutnya pada umur >60 hari yaitu pupuk Ponska+Urea masing-masing 2 sak atau 100 Kg/hari.

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dianjurkan penyuluh adalah melakukan penyiangan setelah melakukan pemupukan, baik pemupukan I dan pemupukan II. Pada tahap ini, tidak banyak petani yang melakukan pemeliharaan terhadap tanaman jagung, kenyataan terdapat 12,4 % petani. Padahal agar jagung dapat tumbuh dengan baik dan menyumbangkan hasil yang baik, jagung perlu untuk dipelihara.


(59)

6. Pengendalian Hama dan Penyakit (OPT)

Pengendalian hama dan penyakit tanaman jagung sangat penting sekali. Terutama pada penyakit hawar daun (Bulai). Penyakit hawar daun ini dapat dicegah dengan menggunakan Demolish (Lyromyza). Selanjutnya gulma yang tumbuh dapat diatasi dengan cara penyemprotan Kalaris pada saat tanaman berumur < 21 hari. Hal ini untuk mencegah gulma tumbuh dan dapat mengganggu proses pertumbuhan tanaman jagung. Maka dalam hal ini diperlukan penanganan yang lebih cepat.

7. Pengairan

Air berperan sangat penting untuk semua tanaman khususnya tanaman jagung. Namun berdasarkan pengamatan dilapangan, penerapan pengairan sesuai dengan anjuran belum sepenuhnya dilakukan petani. Hal ini dikarenakan sulitnya untuk memperoleh air dengan kondisi lahan yang curam dan berbukit. Sehingga irigasi sulit untuk dilakukan. Dengan demikian petani di daerah penelitian hanya mengharapkan turunnya hujan. Cara pemberian air : pada saat usia jagung 10-15 hari tanaman tidak terlalu banyak memerlukan air, sementara untuk jagung umur > 30 hari, pengairan dapat dilakukan dengan mengalirkan air melalui parit/irigasi sehingga dapat menyangga piringan tanaman.

8. Panen

Tanaman jagung siap panen adalah tanaman dengan ciri fisik daun mengering kuning tua, dan biji keras serta mengkilap. Maka selanjutnya tanaman jagung siap untuk diklobot. Dan setelah 2 minggu usai di klobot, jagung siap dipanen kemudian diolah lebih lanjut. Hampir seluruh petani menerapkan teknologi ini dengan baik.


(1)

Lampiran 9. Total Biaya Produksi Usahatani Jagung Sesudah Adopsi

Teknologi Per Musim Tanam di Desa Bangun Panei

No

Luas

Lahan

(Ha)

Produksi

(Ton/Ha/

MT)

Biaya Tenaga

Kerja

(Rp)

Biaya

Produksi

(Rp)

Biaya

Penyusutan

(Rp)

Total Biaya

(Rp)

1

0,20

1,0

250.000

672.500

11.000

933.500

2

0,16

0,8

280.000

579.000

29.000

888.000

3

0,40

2,0

440.000

1.821.000

12.000

2.273.000

4

0,12

0,6

120.000

464.500

10.000

594.500

5

0,10

0,5

330.000

374.000

25.000

729.000

6

0,16

1,0

120.000

579.000

30.000

729.000

7

0,12

0,6

370.000

464.500

30.000

864.500

8

0,30

1,5

220.000

1.095.500

30.000

1.345.500

9

0,26

1,3

210.000

935.500

12.500

1.158.000

10

0,40

2,0

370.000

745.000

12.000

1.127.000

11

0,62

3,1

390.000

2.465.000

14.000

2.869.000

12

0,70

3,5

460.000

2.790.000

10.000

3.260.000

13

0,52

2,6

393.000

1.008.500

12.000

1.413.500

14

0,78

4,0

443.000

3.259.000

14.000

3.716.000

15

0,64

3,2

390.000

2.564.500

30.000

2.984.500

16

0,63

3,2

350.000

2.639.500

35.000

3.024.500

17

0,80

4,0

400.000

3.314.000

16.000

3.730.000

18

0,74

3,7

460.000

2.993.000

35.000

3.488.000

19

0,51

2,6

320.000

1.997.000

10.000

2.327.000

20

0,61

3,1

400.000

2.527.500

17.500

2.945.000

21

0,51

2,6

260.000

2.093.500

27.500

2.381.000

22

0,90

4,5

310.000

3.602.500

40.500

3.953.000

23

0,88

4,4

400.000

3.527.000

25.500

3.952.500

24

0,66

3,3

350.000

2.657.000

25.500

3.032.500

25

0,55

2,8

390.000

2.410.000

23.000

2.823.000

26

0,76

3,8

470.000

3.140.000

29.500

3.639.500

27

1,2

6,0

540.000

4.661.000

53.500

5.254.500

28

1,6

8,0

580.000

6.463.000

33.000

7.076.000

29

1,2

6,0

540.000

4.661.000

49.000

5.250.000

30

1,4

7,0

600.000

5.559.500

43.000

6.202.500

Σ

18,43

92,7

11.116.000

72.063.000

745.000

83.964.000

0,61

3,09

370.500

2.402.100

24.800

2.798.800


(2)

Lampiran 10. Total Pendapatan dan Penerimaan Petani Sebelum Adopsi

Teknologi Per Musim Tanam

No. Sampel

Jumlah Produksi (Ton/Ha)

Harga Jual (Rp/Kg)

Total Penerimaan

(Rp/MT)

Total Biaya (Rp)

Total Pendapatan

(Rp)

1 0,7 2.300 1.610.000

646.000

964.000 2 0,65 2.300 1.495.000

691.000

804.000 3 1,0 2.300 2.300.000

1.017.000

1.283.000 4 0,4 2.300 920.000

495.000

425.000 5 0,35 2.300 805.000

715.000

90.000 6 0,65 2.300 1.495.000

688.000

807.000 7 0,4 2.300 920.000

630.000

290.000 8 0,8 2.300 1.840.000

884.000

956.000 9 0,7 2.300 1.610.000

857.500

752.500 10 1,6 2.300 3.680.000

872.000

2.808.000 11 1,4 2.300 3.220.000

1.886.000

1.334.000 12 1,5 2.300 3.450.000

1.930.000

1.520.000 13 1,1 2.300 2.530.000

1.647.000

883.000 14 1,2 2.300 2.760.000

2.622.000

98.000 15 1,2 2.300 2.760.000

2.234.000

526.000 16 1,2 2.300 2.760.000

2.384.000

376.000 17 1,6 2.300 3.680.000

2.676.000

1.004.000 18 1,5 2.300 3.450.000

2.180.000

1.270.000 19 1,4 2.300 3.220.000

1.875.000

1.345.000 20 1,3 2.300 2.990.000

1.701.500

1.288.500 21 1,1 2.300 2.530.000

1.620.500

909.500 22 2,1 2.300 4.830.000

2.335.500

2.494.500 23 1,7 2.300 3.910.000

2.502.500

1.407.500 24 1,5 2.300 3.450.000

1.881.500

1.568.500 25 1,1 2.300 2.530.000

1.899.000

631.000 26 1,3 2.300 2.990.000

2.013.500

976.500 27 2,4 2.300 5.520.000

3.241.500

2.278.500 28 3,2 2.300 7.360.000

3.890.000

3.470.000 29 2,2 2.300 5.060.000

3.614.000

1.446.000 30 2,4 2.300 5.520.000

3.263.000

2.257.000

Total 39,55 69.000 91.195.000

54.892.000

36.263.000

Rataan 1,3183 2.300 3.041.000

1.829.700

1.208.800


(3)

Lampiran 11. Total Pendapatan dan Penerimaan Petani Sesudah Adopsi

Teknologi Per Musim Tanam

No. Sampel

Jumlah Produksi (Ton/Ha)

Harga Jual (Rp/Kg)

Total Penerimaan

(Rp/MT)

Total Biaya (Rp)

Total Pendapatan

(Rp)

1 1,0 2.700 2.700.000

933.500

1.766.500 2 0,8 2.700 2.160.000

888.000

1.272.000 3 2,0 2.700 5.400.000

2.273.000

3.127.000 4 0,6 2.700 1.620.000

594.500

1.025.500 5 0,5 2.700 1.350.000

729.000

621.000 6 0,8 2.700 2.160.000

729.000

1.431.000 7 0,6 2.700 1.620.000

864.500

755.500 8 1,5 2.700 4.050.000

1.345.500

2.704.500 9 1,3 2.700 3.510.000

1.158.000

2.352.000 10 2,0 2.700 5.400.000

1.127.000

4.273.000 11 3,1 2.700 8.370.000

2.869.000

5.501.000 12 3,5 2.700 9.450.000

3.260.000

6.190.000 13 2,6 2.700 7.020.000

1.413.500

5.605.500 14 4,0 2.700 10.800.000

3.716.000

7.084.000 15 3,2 2.700 8.640.000

2.984.500

5.655.500 16 3,2 2.700 8.640.000

3.024.500

5.615.500 17 4,0 2.700 10.800.000

3.730.000

7.070.000 18 3,7 2.700 9.990.000

3.488.000

5.602.000 19 2,6 2.700 7.020.000

2.327.000

4.693.000 20 3,1 2.700 8.370.000

2.945.000

5.452.000 21 2,6 2.700 7.020.000

2.381.000

4.639.000 22 4,5 2.700 12.150.000

3.953.000

8.197.000 23 4,4 2.700 11.880.000

3.952.500

7.927.500 24 3,4 2.700 8.910.000

3.032.500

5.877.500 25 2,8 2.700 7.560.000

2.823.000

4.737.000 26 3,8 2.700 10.260.000

3.639.500

6.620.500 27 6,0 2.700 16.200.000

5.254.500

10.945.500 28 8,0 2.700 21.600.000

7.076.000

14.524.000 29 6,0 2.700 16.200.000

5.250.000

10.950.000 30 7,0 2.700 18.900.000

6.202.500

12.697.500

Total 92,6 81.000 249.750.000

83.964.000

164.912.000

Rataan 3,0866 2700 8.325.000

2.798.800

5.497.000


(4)

Lampiran 12. Data Primer Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung

terhadap Pendapatan Petani yang di Input SPSS Versi 19,0

No.

Pendapatan Petani Sebelum

Adopsi Teknologi

Pendapatan Petani Sesudah

Adopsi Teknologi

1

964.000 1.766.500

2

804.000 1.272.000

3

1.283.000 3.127.000

4

425.000 1.025.500

5

90.000 621.000

6

807.000 1.431.000

7

290.000 755.500

8

956.000 2.704.500

9

752.500 2.352.000

10

2.808.000 4.273.000

11

1.334.000 5.501.000

12

1.520.000 6.190.000

13

883.000 5.605.500

14

98.000 7.084.000

15

526.000 5.655.500

16

376.000 5.615.500

17

1.004.000 7.070.000

18

1.270.000 5.602.000

19

1.345.000 4.693.000

20

1.288.500 5.452.000

21

909.500 4.639.000

22

2.494.500 8.197.000

23

1.407.500 7.927.500

24

1.568.500 5.877.500

25

631.000 4.737.000

26

976.500 6.620.500

27

2.278.500 10.945.500

28

3.470.000 14.524.000

29

1.446.000 10.950.000

30

2.257.000 12.697.500

Total

36.263.000 164.912.000

Rerata

1.208.800 5.497.000


(5)

Lampiran 13. Output SPSS Versi 19,0 Dampak Adopsi Teknologi Budidaya

Jagung terhadap Pendapatan Petani

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Sebelum 1756500.0000 30 1032589.67215 188524.21869

Sesudah 5552666.6667 30 3502205.22975 639412.26845

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Sebelum & Sesudah 30 .775 .000

Paired Samples Test Paired Differences

t df Sig.

(2-taile

d) Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper Pair 1 Sebelum -

Sesudah

-3796166.66667

2779029.96700 507379.13364 -4833873.51058

-2758459.82276


(6)

Lampiran 14. Tabel – T Statistik


Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Kopi Ateng yang Menjual dalam Bentuk Gelondong Merah (Cherry red) dengan Kopi Biji di Desa Bangun Das Mariah, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun)

18 221 63

Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

2 78 120

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Ikan Kerambah Dan Dampaknya Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Kabupaten Toba Samosir (Kecamatan Simanindo Desa Simairiudo Sangkal)

1 30 89

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Nilam Dan Hubungannya Dengan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani (Kasus: Desa Tanjung Meriah Kecamatan STTU Jehe Kabupaten Pakpak Bharat)

6 80 91

Dampak Relokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Simalungun Terhadap Pengembangan Wilayah Kecamatan Raya

2 36 189

Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 47

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 11

Dampak Penggunaan Pupuk Kompos Terhadap Pendapatan Usahatani Jagung Di Kabupaten Simalungun (Kasus: Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Mengenal Tanaman Jagung (Zea mays) - Analisis Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung Terhadap Pendapatan Petani (Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamea

0 0 13

Analisis Dampak Adopsi Teknologi Budidaya Jagung Terhadap Pendapatan Petani (Kasus : Desa Bangun Panei Kecamatan Dolok Pardamean Kabupaten Simalungun)

0 1 13